Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

“Perkembangan Psikososial”

Dosen Pengampu:

Muhammad Amirullah, S.Pd., M.Pd


Nur Fadhilah Umar, S.Pd., M.Pd

DI SUSUN OLEH KELOMPOK 5


M. Aslam Abdillah (220404501055)
Muslimah Putri Buhari (220404500010)
Hajar Anna (220404502026)
Andi Naifah Alatas (220404501032)
Eka Nadilah Putri (220404501068)
St. Nurmuhlisyah Kadir (220404502070)
Dian Farhiyah B.M (220404502038)
Andi Dayana Syalsabila (220404501004)

Program Studi Bimbingan Dan Konseling


Jurusan Psikologi Pendidikan Dan Bimbingan
Fakultas Ilmu Pendidikan
2022
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Perkembangan merupakan sebuah proses perubahan fisik maupun non


fisik yang terjadi pada setiap individu. Pada perkembangan fisik mencakup
aspek-aspek biologis setiap individu sedangkan perkembangan non fisik
mencakup beberapa aspek diantaranya perkembangan emosi, perkembangan
kognitif dan perkembangan sosial. Seperti yang kita ketahui manusia adalah
makhluk sosial yang artinya manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa bantuan
dari orang lain. Maka dari itu dalam hal perkembangan sangat dibutuhkan
bantuan dari orang lain untuk dapat tumbuh dan berkembangan menjadi
manusia yang berguna.
Dalam psikologi perkembangan, banyak dibahas mengenai bagaimana
tahap – tahap perkembangan sosial anak atau yang biasa di sebut dengan
perkembangan psikososial. Tokoh yang memberikan kontribusi dalam hal ini
adalah Erickson dan masih banyak tokoh – tokoh yang lainnya. Erickson
mengatakan bahwa istilah “psikososial “ dalam keterkaitan dengan
perkembangan manusia berarti bahwa tahap – tahap kehidupan seseorang dari
lahir sampai mati dibentuk oleh pengaruh – pengaruh sosial yang berinteraksi
dengan suatu organisme yang menjadikan seseorang matang, baik secara fisik
dan psikologis. Adapun tahap – tahap perkembangan psikososial dibagi menjadi
8 tahap berdasarkan kualitas ego, yaitu empat tahap pertama terjadi pada masa
bayi dan masa kanak – kanak, tahap kedua pada masa remaja, dan tiga tahap
terakhir terjadi pada masa dewasa dan usia tua.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Teori perkembangan menurut Erickson
2. Tahap perkembangan psikososial
3. Kelebihan dan kekurangan teori Erikson
4. Teori psikososial anak
5. Peran keluarga dan teman dalam perkembangan psikososial anak

C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui bagaimana teori perkembangan menurut Erickson
2. Untuk mengetahui apa saja tahap – tahap perkembangan psikososial
3. Untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan teori Erikson
4. Untuk mengetahui apa itu teori psikososial anak
5. Untuk mengetahui peran keluarga dan teman dalam perkembangan
psikososial anak
BAB II

PEMBAHASAN

A. Teori Perkembangan Menurut Erickson


Teori perkembangan kepribadian yang dikemukakan Erik Erikson merupakan
salah satu teori yang memiliki pengaruh kuat dalam psikologi. Bersama dengan
Sigmund Freud, Erikson mendapat posisi penting dalam psikologi. Hal ini
dikarenakan ia menjelaskan tahap
perkembangan manusia mulai dari lahir hingga lanjut usia, satu hal yang tidak
dilakukan oleh Freud. Selain itu karena Freud lebih banyak berbicara dalam wilayah
ketidaksadaran manusia,teori Erikson yang membawa aspek kehidupan sosial dan
fungsi budaya dianggap lebih realistis.
Teori Erikson dikatakan sebagai salah satu teori yang sangat selektif karen
didasarkan pada tiga alasan. Alasan yang pertama, karena teorinya sangat
representatif dikarenakan memiliki kaitan atau hubungan dengan ego yang
merupakan salah satu aspek yang mendekati kepribadian manusia. Kedua,
menekankan pada pentingnya perubahan yang terjadi pada setiap tahap
perkembangan dalam lingkaran kehidupan,dan yang ketiga/terakhir adalah
menggambarkan secara eksplisit mengenai usahanya dalam mengabungkan
pengertian klinik dengan sosial dan latar belakang yang dapat memberikan
kekuatan/kemajuan dalam perkembangan kepribadian didalam sebuah lingkungan.
Melalui teorinya Erikson memberikan sesuatu yang baru dalam mempelajari
mengenai perilaku manusia dan merupakan suatu pemikiran yang sangat maju
guna memahami persoalan/masalah psikologi yang dihadapi oleh manusia pada
jaman modern seperti ini. Oleh karena itu, teori Erikson banyak digunakan untuk
menjelaskan kasus atau hasil penelitian yang terkait dengan tahap perkembangan,
baik anak, dewasa, maupun lansia.
Pusat dari teori Erikson mengenai perkembangan ego ialah sebuah asumpsi
mengenai
perkembangan setiap manusia yang merupakan suatu tahap yang telah ditetapkan
secara
universal dalam kehidupan setiap manusia. Proses yang terjadi dalam setiap tahap
yang telah
disusun sangat berpengaruh terhadap “Epigenetic Principle” yang sudah
dewasa/matang.
Dengan kata lain, Erikson mengemukakan persepsinya pada saat itu bahwa
pertumbuhan
berjalan berdasarkan prinsip epigenetic. Di mana Erikson dalam teorinya
mengatakan melalui sebuah rangkaian kata yaitu:
(1) Pada dasarnya setiap perkembangan dalam kepribadian manusia mengalami
keserasiandari tahap-tahap yang telah ditetapkan sehingga pertumbuhan pada
tiap individu dapat dilihat/dibaca untuk mendorong, mengetahui, dan untuk
saling mempengaruhi, dalam radius soial yang lebih luas.
(2) Masyarakat, pada prinsipnya, juga merupakan salah satu unsur untuk
memelihara saat setiap individu yang baru memasuki lingkungan tersebut guna
berinteraksi dan berusaha menjaga serta untuk mendorong secara tepat
berdasarkan dari perpindahan didalam tahaptahap yang ada.
Dalam bukunya yang berjudul “Childhood and Society” tahun 1963, Erikson
membuat sebuah bagan untuk mengurutkan delapan tahap secara terpisah
mengenai perkembangan ego dalam psikososial, yang biasa dikenal dengan istilah
“delapan tahap perkembangan manusia”.Erikson berdalil bahwa setiap tahap
menghasilkan epigenetic. Epigenetic berasal dari dua suku kata yaitu epi yang
artinya “upon” atau sesuatu yang sedang berlangsung, dan genetic yang berarti
“emergence” atau kemunculan. Gambaran dari perkembangan cermin mengenai
ide dalam setiap tahap lingkaran kehidupan sangat berkaitan dengan waktu, yang
mana hal ini sangat dominan dan karena itu muncul, dan akan selalu terjadi pada
setiap tahap perkembangan hingga berakhir pada tahap dewasa, secara
keseluruhan akan adanya fungsi/kegunaan kepribadian dari setiap tahap itu sendiri.
Selanjutnya, Erikson berpendapat bahwa tiap tahap psikososial juga disertai oleh
krisis.
Perbedaan dalam setiap komponen kepribadian yang ada didalam tiap-tiap
krisis adalah sebuah masalah yang harus dipecahkan/diselesaikan. Konflik adalah
sesuatu yang sangat vital dan bagian yang utuh dari teori Erikson, karena
pertumbuhan dan perkembangan antar personal dalam sebuah lingkungan tentang
suatu peningkatan dalam sebuah sikap yang mudah sekali terkena serangan
berdasarkan fungsi dari ego pada setiap tahap. Erikson percaya “epigenetic
principle” akan mengalami kemajuan atau kematangan apabila dengan jelas dapat
melihat krisis psikososial yang terjadi dalam lingkaran kehidupan setiap manusia
yang sudah dilukiskan dalam bentuk sebuah gambar Di mana gambar tersebut
memaparkan tentang delapan tahap perkembangan yang pada umumnya dilalui
dan dijalani oleh setiap manusia secara hirarkri seperti anak tangga. Di dalam kotak
yang bergaris diagonal menampilkan suatu gambaran mengenai adanya hal-hal
yang bermuatan positif dan negatif untuk setiap tahap secara berturut-turut. Periode
untuk tiap-tiap krisis, Erikson melukiskan mengenai kondisi yang relatif berkaitan
dengan kesehatan psikososial dan cocok dengan sakit yang terjadi dalam
kesehatan manusia itu sendiri.
B. Tahapan Perkembangan Psikososial
Dalam pandanganya, Erikson menyatakan bahwa masyarakat memainkan
peran yang sangat penting dalam perkembangan psikososial individu. Peranan ini
dimulai dari aturan atau budaya masyarakat sampai pola asuh orangtua. Berkenaan
dengan tahapan perkembangan psikososial pada individu, ada dua hal yang
menjadi perhatian bersama dalam mencermati perkembangan psikososial ini, yaitu;
- Pertama, walaupun tiap individu melewati tahapan perkembangan sosial yang
sama, namun tiap budaya mempunyai cara sendiri untuk menguatkan dan
mengarahkan
perilaku individu setiap tahapnya.
- Kedua, budaya dapat berubah seiring dengan waktu, dengan adanya kemajuan
teknologi, pendidikan, urbanisasi, dan perkembangan lain yang membuat
budaya harus berubah dan beradaptasi sesuai dengan lingkungan masyarakat
dan kebutuhannya. Secara umum, tahapan perkembangan psikososial ini
menekankan perubahan perkembangan sepanjang siklus kehidupan manusia.
Masing-masing tahap terdiri dari tugas yang khas yang menghadapkan
individu pada suatu permasalahan atau krisis bilamana tidak dapat melampaui
dengan baik. Semakin individu tersebut mampu mengatasi krisis, maka akan
semakin sehat perkembangannya.
Adapun delapan tahapan perkembangan psikoseksual sepanjang siklus
kehidupan manusia dijelaskan secara rinci berikut ini:
1. Kepercayaan vs Ketidakpercayaan (Basic Trust vs Mistrust)
Masa bayi (infancy) ditandai adanya kecenderungan trust – mistrust. Perilaku
bayi
didasari oleh dorongan mempercayai atau tidak mempercayai orang-orang di
sekitarnya.
Dia sepenuhnya mempercayai orang tuanya, tetapi orang yang dianggap asing
dia tidak
akan mempercayainya. Oleh karena itu kadang-kadang bayi menangis bila di
pangku oleh orang yang tidak dikenalnya. Ia bukan saja tidak percaya kepada
orangorang yang asing tetapi juga kepada benda asing, tempat asing, suara
asing, perlakuan asing dan sebagainya.Kalau menghadapi situasi-situasi
tersebut seringkali bayi menangis. Tahap ini berlangsung pada masa oral, kira-
kira terjadi pada umur 0-1 atau 1 1⁄2 tahun.
2. Otonomi vs Rasa Malu dan Ragu-ragu (Autonomy vs Shame/Doubt)
Masa kanak-kanak awal (early childhood) ditandai adanya kecenderungan
autonomy –
shame, doubt. Pada masa ini sampai batas-batas tertentu anak sudah bisa
berdiri sendiri,
dalam arti duduk, berdiri, berjalan, bermain, minum dari botol sendiri tanpa
ditolong oleh orang tuanya, tetapi di pihak lain dia telah mulai memiliki rasa malu
dan keraguan dalam berbuat, sehingga seringkali minta pertolongan atau
persetujuan dari orangtuanya. Pada tahap kedua adalah tahap anus-otot
(analmascular stages), masa ini biasanya
disebut masa balita yang berlangsung mulai dari usia 18 bulan sampai 3 atau 4
tahun.
3. Inisiatif vs Rasa Bersalah (Initiative vs Guilt)
Masa pra sekolah (Preschool Age) ditandai adanya kecenderungan initiative –
guilty.
Pada masa ini anak telah memiliki beberapa kecakapan, dengan kecakapan-
kecakapan
tersebut dia terdorong melakukan beberapa kegiatan, tetapi karena kemampuan
anak
tersebut masih terbatas adakalanya dia mengalami kegagalan. Kegagalan-
kegagalan
tersebut menyebabkan dia memiliki perasaan bersalah, dan untuk sementara
waktu dia
tidak mau berinisatif atau berbuat. Tahap ketiga ini juga dikatakan sebagai tahap
kelamin-lokomotor (genital-locomotorstage) atau yang biasa disebut tahap
bermain. Tahap ini pada suatu periode tertentu saat anak menginjak usia 3
sampai 5 atau 6 tahun.
4. Produktivitas vs Merasa Gagal (Industry Vs Inferiority)
Masa Sekolah (School Age) ditandai adanya kecenderungan industry–inferiority.
Sebagai kelanjutan dari perkembangan tahap sebelumnya, pada masa ini anak
sangat aktif mempelajari apa saja yang ada di lingkungannya. Dorongan untuk
mengatahui dan berbuat terhadap lingkungannya sangat besar, tetapi di pihak
lain karena keterbatasan-keterbatasan kemampuan dan pengetahuannya
kadang-kadang dia menghadapi kesukaran, hambatan bahkan kegagalan.
Hambatan dan kegagalan ini dapat menyebabkan anak merasa rendah diri.
Tahap keempat ini dikatakan juga sebagai tahap laten yang terjadi pada usia
sekolah dasar antara umur 6 sampai 12 tahun.
5. Identitas dan Kebingungan Identitas (Identity vs Identity Confusion)
Tahap kelima merupakan tahap adolesen (remaja), yang dimulai pada saat
masa puber
dan berakhir pada usia 18 atau 20 tahun. Masa remaja (adolescence) ditandai
adanya
kecenderungan identity –Identity Confusion. Sebagai persiapan ke arah
kedewasaan
didukung pula oleh kemampuan dan kecakapan-kecakapan yang dimilikinya dia
berusaha untuk membentuk dan memperlihatkan identitas diri, ciri-ciri yang khas
dari dirinya.
6. Keintiman vs Isolasi (Intimacy vs Isolation)
Tahap pertama hingga tahap kelima sudah dilalui, maka setiap individu akan
memasuki
jenjang berikutnya yaitu pada masa dewasa awal yang berusia sekitar 20-30
tahun. Masa Dewasa Awal (Young adulthood) ditandai adanya kecenderungan
intimacy – isolation.
Kalau pada masa sebelumnya, individu memiliki ikatan yang kuat dengan
kelompok
sebaya, namun pada masa ini ikatan kelompok sudah mulai longgar. Mereka
sudah mulai
selektif, dia membina hubungan yang intim hanya dengan orang-orang tertentu
yang
sepaham. Jadi pada tahap ini timbul dorongan untuk membentuk hubungan
yang intim
dengan orang-orang tertentu, dan kurang akrab atau renggang dengan yang
lainnya.
7. Pengayaan vs Stagnasi (Generativity vs Stagnation)
Masa dewasa (dewasa tengah) berada pada posisi ke tujuh, dan ditempati oleh
orang-
orang yang berusia sekitar 30 sampai 60 tahun. Masa Dewasa (Adulthood)
ditandai adanya kecenderungan generativity-stagnation. Sesuai dengan
namanya masa dewasa, pada tahap ini individu telah mencapai puncak dari
perkembangan segala kemampuannya. Pengetahuannya cukup luas,
kecakapannya cukup banyak, sehingga perkembangan individu sangat pesat.
Meskipun pengetahuan dan kecakapan individu sangat luas, tetapi dia tidak
mungkin dapat menguasai segala macam ilmu dan kecakapan, sehingga tetap
pengetahuan dan kecakapannya terbatas. Untuk mengerjakan atau mencapai
hal– hal tertentu ia mengalami hambatan.
8. Keutuhan dan Keputusasaan (Integrity vs Despair)
Tahap terakhir dalam teorinya Erikson disebut tahap usia senja yang diduduki
oleh
orang-orang yang berusia sekitar 60 atau 65 ke atas. Masa hari tua
(Senescence) ditandai
adanya kecenderungan ego integrity – despair. Pada masa ini individu telah
memiliki
kesatuan atau intregitas pribadi, semua yang telah dikaji dan didalaminya telah
menjadi
milik pribadinya. Pribadi yang telah mapan di satu pihak digoyahkan oleh
usianya yang
mendekati akhir. Mungkin ia masih memiliki beberapa keinginan atau tujuan
yang akan
dicapainya tetapi karena faktor usia, hal itu sedikit sekali kemungkinan untuk
dapat dicapai.
C. Kelebihan dan Kekurangan Teori Erickson
Shaffer (2005) mengatakan banyak orang lebih memilih teori Erikson
daripada Freud
karena mereka hanya menolak untuk percaya bahwa manusia didominasi oleh
naluri seksual
mereka. Erikson menekankan banyak konflik sosial dan dilema pribadi yang dialami
seseorang atau orang yang mereka kenal, sehingga mereka dapat dengan mudah
mengantisipasinya.Erikson tampaknya telah menangkap banyak isu sentral dalam
kehidupan yang dituangkannya dalam delapan tahapan perkembangan
psikososialnya. Selain itu, rentang usia yang yang dinyatakan dalam teori Erikson
ini mungkin merupakan waktu terbaik untuk menyelesaikan krisis yang dihadapi,
tetapi itu bukanlah satu-satunya waktu yang mungkin untukmenyelesaikannya
(Slavin, 2006).Selain memiliki kelebihan, teori Erikson juga memiliki beberapa
kelemahan yaitu:
1. Tidak semua orang mengalami kasus yang sama pada fase dan waktu yang
sama seperti
yang dikemukakan Erikson dalam teori perkembangan psikososialnya (Slavin,
2006).
2. Teori ini benar-benar hanya pandangan deskriptif dari perkembangan sosial dan
emosional seseorang yang tanpa menjelaskan bagaimana atau mengapa
perkembangan ini bisa terjadi (Shaffer, 2005).
3. Teori ini lebih sesuai untuk anak laki-laki daripada untuk anak perempuan dan
perhatiannyan lebih diberikan kepada masa bayi dan anak-anak daripada masa
dewasa. (Cramer, Craig, Flynn, Bernadette. & LaFave, Ann, 1997).
D. Teori Psikososial Anak
Banyak teori yang mengenai psikososial ,yang paling banyak dianut adalah
psikososial dari Erik Erikson meliputi delapan tahap yang saling berurutan
sepanjang hidup.Hasil dari tiap tahap tergantung dari hasil tahapan
sebelumnya,resolusi yang sukses dari tiap krisis ego adalah penting bagi individu
untuk dapat tumbuh secara optimal .Ego harus mengembangkan kesanggupan
yang berbeda untuk mengatasi tiap tuntutan penyesuaian dari Masyarakat.

PERAN KELUARGA DALAM PERKEMBANGAN PSIKOSOSIAL ANAK

Hubungan dengan orang tua atau pengasuhnya merupakan dasar bagi perkembangan
emosional dan sosial anak. Sejumlah ahli memercayai bahwa kasih sayang orang tua
atau pengasuh selama beberapa tahun pertama kehidupan merupakan kunci utama
perkembangan sosial anak, meningkatkan kemungkinan anak memiliki kompetensi
secara sosial dan penyesuaian diri yang baik pada tahun prasekolah dan setelahnya.

Pola Asuh Orang Tua


Salah satu aspek penting dalam hubungan orang tua dan anak adalah pola asuh. Pola
asuh bertujuan untuk mempertahankan kehidupan fisik anak dan meningkatkan
kesehatannya, memfasilitasi anak untuk mengembangkan kemampuan sejalan dengan
tahapan perkembangan dan mendorong peningkatan kemampuan berperilaku sesuai
dengan nilai agama dan budaya yang diyakini Ada 3 bentuk pola asuh orang tua:
1. Pola asuh otoriter
Pola asuh otoriter adalah suatu gaya pengasuhan yang membatasi dan menuntut
anak untuk mengikuti perintah-perintah orang tua. Orang tua yang menerapkan pola
asuh otoriter mempunyai ciri-ciri bersifat kaku, tegas, suka menghukum dan
kurangkasih
sayang. Orang tua memaksa anak-anak untuk patuh terhadap nilai-nilai dan
peraturan mereka. Dalam memberikan peraturan itu tidak ada usaha untuk menjelaskan
kepada anak mengapa ia harus patuh pada peraturan itu. Anak dari orang tua yang
otoriter cenderung bersifat curiga pada orang lain dan merasa tidak bahagia dengan
dirinya sendiri merasa canggung berhubungan dengan teman sebaya, canggung
menyesuaikan diri pada awal masuk sekolah dan memiliki prestasi belajar yang rendah
dibandingkan dengan anak-anak lain. Anak cenderung agresif, impulsive, pemurung
dan
kurang mampu berkonsentrasi
2. Pola asuh demokratis
Pola asuh demokratis adalah salah satu gaya pengasuhan yang memperlihatkan
pengawasan ekstra ketat terhadap tingkah laku anak-anak, tetapi mereka juga bersikap
responsif. Orang tua yang demokratis memandang sama kewajiban dan hak antara
anak
dan orang tua. Secara bertahap orang tua memberikan tanggung jawab bagi anak-
anaknya
segala sesuatu yang diperbuatnya sampai mereka dewasa. Orang tua
yang demokratis memperlakukan anak sesuai dengan tingkat-tingkat perkembangan
anak dan dapat memperhatikan serta mempertimbangkan keinginan anak. Pola asuh
yang ideal atau pola asuh yang baik adalah pola asuh demokratis dimana anak
mempunyai hak untuk mengetahui mengapa peraturan-peraturan dibuat dan
memperoleh kesempatan mengemukakan pendapatnya sendiri bila ia menganggap
bahwa peraturan itu tidak adil. Dampak perkembangan psikologi anak dengan pola
asuh
demokratis yaitu rasa harga diri yang tinggi, memiliki moral yang standar, kematangan
psikologisosial, kemandirian dan mampu bergaul dengan teman sebayanya.
3. Pola asuh permisif
Pola asuh yang permisif, anak dituntut sedikit sekali tanggung jawab tetapi
mempunyai hak yang sama seperti orang dewasa. Anak diberi kebebasan untuk
mengatur dirinya sendiri dan orang tua tidak banyak mengatur anaknya. Dalam pola
asuh ini diasosiasikan dengan kurangnya kemampuan pengendalian diri anak karena
orang tua yang cenderung membiarkan anak mereka melakukan apa saja yang mereka
inginkan dan akibatnya anak selalu mengharap semua keinginannya dituruti. Dalam
pola asuh permisif, bimbingan terhadap anak kurang dan semua keputusan lebih
banyak
dibuat oleh anak daripada orang tuanya. Dalam pola asuh ini, sikap acceptance orang
tua tinggi namun tingkat kontrolnya rendah. Dampak perkembangan terhadap psikologi
anak yaitu kurang percaya diri, pengendalian diri buruk, rasa harga diri yang rendah.
Berikut adalah faktor-faktor yang mempengaruhi pola asuh anak :
- Usia orang tua. Rentang usia tertentu adalah baik untuk menjalankan peran
pengasuhan. Apabila terlalu muda atau tua mungkin tidak dapat menjalankan peran
tersebut secara optimal karena diperlukan kekuatan fisik dan psikososial.
- Keterlibatan orang tua. Kedekatan hubungan ibu dan anak sama pentingnya dengan
ayah dan anak walaupun secara kodrati akan ada perbedaan. Di dalam rumah tangga,
ayah dapat melibatkan dirinya melakukan peran pengasuhan kepada anaknya.
Seorang ayah tidak saja bertanggung jawab dalam memberikan nafkah tetapi dapat
pula bekerja sama dengan ibu dalam melakuan perawatan anak seperi menggantikan
popok ketika anak mengompol atau mengajaknya bermain bersama sebagai salah
satu upaya dalam melakukan interaksi.
- Pendidikan orang tua juga berpengaruh penting dalam pengasuhan.
- Pengalaman sebelumnya dalam mengasuh anak. Orang tua yang telah mempunyai
pengalaman sebelumnya dalam merawat anak akan lebih siap menjalankan
pengasuhan dan lebih relaks.
- Stres orang tua. Stres yang dialami orang tua akan mempengaruhi kemampuan orang
tua dalam menjalankan peran pengasuhannya
- Hubungan suami istri. Hubungan yang kurang harmonis antara suami istri akan
berdampak pada kemampuan dalam menjalankan perannya sebagai orang tua dan
merawat serta mengasuh anak dengan penuh rasa bahagia.
Perkembangan Moral Anak
Anak memperoleh nilai-nilai moral dari lingkungan dan orang tuanya. Melalui
pengalamannya berinteraksi dengan orang lain, anak belajar memahami tentang
perilaku
yang buruk yang tidak boleh dikerjakan. Berikut beberapa sikap orang tua sehubungan
dengan perkembangan moral anak:
- Konsistensi dalam mendidik anak. Kedua orang tua harus memiliki
sikap dan perlakuan yang sama dalam melarang atau memperbolehkan tingkah laku
tertentu
kepada anak. Suatu tingkah laku anak yang dilarang oleh orang tua pada suatu waktu,
harus juga dilarang apabila dilakukan kembali pada waktu lain.
- Sikap orang tua dalam keluarga. Secara tidak langsung sikap orang tua terhadap anak
dapat mempengaruhi perkembangan moral anak yaitu melalui proses peniruan. Sikap
orang tua yang keras cenderung melahirkan sikap disiplin semu pada anak. Adapun
sikap acuh tak acuh atau sikap masa bodoh cenderung mengembangkan sikap kurang
bertanggung jawab dan kurang memperdulikan norma pada diri anak. Sikap yang
sebaiknya dimiliki oleh orang tua yaitu sikap kasih saying, keterbukaan, musyawarah
dan konsistem
- Penghayatan dan pengalaman agama yang dianut. Orang tua merupakan teladan
bagi
anak, termasuk dalam mengamalkan ajaran agama. Orang tua yang menciptakan
iklim yang religious (agamais) dengan cara memberikan ajaran atau bimbingan
tentang nilai-nilai agama kepada anak, maka anak akan mengalami perkembangan
moral yang baik.
- Sikap orang tua dalam menerapkan norma. Orang tua yang tidak menghendaki
anaknya berbohong atau berlaku tidak jujur, maka mereka harus menjauhkan dirinya
dari perilaku berbohong.
Perkembangan moral dapat berlangsung melalui beberapa cara yaitu pendidikan
langsung, identifikasi dan proses coba-coba. Perkembangan moral dengan cara
pendidikan langsung yaitu melalui penanaman pengertian tentang tingkah laku yang
benar dan salah atau yang baik dan buruk oleh orang tua, guru atau orang dewasa
lainnya. Hal yang terpenting dalam pendidikan moral adalah keteladanan dari orang
tua,
guru atau orang dewasa lainnya dalam melakukan nilai-nilai moral. Perkembangan
moral dengan cara identifikasi yaitu dengan cara mengidentifikasi atau meniru
penampilan atau tingkah laku moral seseorang yang menjadi panutannya.
Perkembangan moral dengan proses coba-coba yaitu dengan cara mengembangkan
tingkah laku moral secara coba-coba. Tingkah laku yang mendatangkan pujian atau
penghargaan akan terus dikembangkan sementara tingkah laku yang mendatangkan
hukuman atau celaan akan dihentikannya.

PERAN PERTEMANAN DALAM PERKEMBANGAN PSIKOSOSIAL ANAK


Berikut adalah fase pertemanan dalam perkembangan psikososial anak :
1. Fase Pertama (Teman untuk Bermain)
Fase ini terjadi pada usia anak antara 5 sampai 7 tahun. Bagi mereka, teman
adalah seseorang yang mempunyai mainan yang menarik dan tempat tinggalnya dekat
di sekitar mereka dan mereka mempunyai ketertarikkan yang sama. Kepribadian dari
teman tersebut tidak menjadi masalah, yang terpenting bagi mereka adalah kegiatan
dan
mainan apa yang mereka miliki. Persahabatan mereka akan secepat mungkin terputus
dan terbina kembali begitu saja
2. Fase Kedua (Teman untuk Bersama)
Pada fase ini, selain arti teman untuk bermain, pertemanan juga didasari
kepercayaan satu sama lain, terjadi pada usia anak antara 8 sampai 10 tahun. Dalam
usia
ini, arti teman sudah melangkah ke perasaan saling percaya, saling membutuhkan dan
saling mengunjungi. Dalam fase ini, seorang anak untuk mendapatkan teman tidak
segampang anak pada fase pertama, karena mereka harus ada kemauan berteman
dari
kedua belah pihak. Mereka tidak akan mau berteman lagi setelah diantara mereka
timbul masalah.
3. Fase Ketiga
Fase ketiga adalah persahabatan yang penuh dengan saling pengertian. Fase ini
terjadi pada usia anak 11 sampai 15 tahun, bagi mereka arti teman tidak hanya sekedar
untuk bermain saja, di sini seorang teman harus juga bisa berfungsi sebagai tempat
berbagi pikiran, perasaan dan pengertian. Pada fase ini, persahabatan menjadi sangat
pribadi karena pada umumnya mereka sedang mengalami masa puber dengan
permasalahan psikologis, biasanya sahabatnya lebih tahu dibandingkan orang tua
mereka sendiri. Persahabatan tersebut biasanya terputus karena salah seorang dari
mereka pindah rumah atau melanjutkan sekolah di kota lain.

Berikut beberapa faktor penting yang mempengaruhi hubungan pertemanan anak :


1. Cara orang tua mendidik dan membina anak. Orang tua yang mendidik anak dengan
cara bertahap dalam menjelaskan sesuatu hal dan mendidik anak dengan penuh kasih
sayang, biasanya anak-anak mereka memiliki kepercayaan diri yang tinggi dan
mereka akan mudah dalam mengembangkan hubungan sosialnya.6
2. Urutan kelahiran. Biasanya anak yang paling muda lebih populer dan terbiasa
dengan
negoisasi daripada saudara-saudaranya.
3. Gender. Anak laki-laki dan perempuan akan mengalami hal yang berbeda untuk
kejadian yang sama. Seperti anak laki-laki diperbolehkan untuk memanjat pohon,
tetapi anak perempuan tidak diperbolehkan, atau bila anak perempuan menangis akan
lebih ditolerir daripada anak laki-laki yang menangis.1
4. Kecakapan dan keterampilan mengambil peran. Biasanya anak-anak yang memiliki
kecakapan dan keterampilan dalam mengambil apa pun posisi peran, dapat
berkembang menjadi lebih baik, dan biasanya memiliki intelegensi/kecerdasan yang
baik. Dengan hal tersebut, mereka lebih mudah menempatkan dirinya atau
beradaptasi di lingkungan yang asing.
5. Nama. Ternyata di lingkungan anak-anak, nama dapat membawa pengaruh dalam
kehidupan sosialnya. Nama yang dapat diasosiasikan dengan sesuatu hal, dapat
membawa pengaruh negatif terhadap perkembangan sosial psikologi anak, karena
anak-anak masih sangat kongkrit dalam menyatakan sesuatu hal. Akibatnya anak
tersebut merasa rendah diri dan tersudut apabila anak-anak yang lain mencemoo
karena namanya dapat diasosiasikan dengan sesuatu hal.
6. Daya tarik. Anak-anak yang memiliki daya tarik tersendiri, biasanya selalu populer
daripada anak yang kurang memiliki daya tarik. Anak yang memiliki daya tarik,
biasanya mereka sering diberi masukkan positif dari sekitarnya sehingga tumbuh rasa
percaya diri yang lebih tinggi.
Di dalam lingkungan sekolah dasar, biasanya ada anak yang populer dan tidak
populer, baik anak tersebut lebih menonjol karena kepintaranya atau pun karena hal
yang lainnya. Mereka mendapat perhatian lebih, seperti selalu diundang dan hadir di
pesta ulang tahun temannya sedangkan yang tidak populer tidak pernah diundang.
Anak-anak yang menyandang bintang sosiometris, yaitu mereka yang paling banyak
disebut sisi positifnya dari pada sisi negatifnya. Biasanya mereka disenangi dan diakui.
oleh teman-temannya. Anak-anak yang terisolir, biasanya mereka tidak disebut sisi
positifnya dan juga tidak disebut sisi negatifnya. Anak terisolir tersebut seperti tidak
terlihat oleh teman-temannya. Anak-anak yang terasingkan, biasanya mereka oleh
anak- anak yang lain diasingkan dan tidak diakui sebagai teman. Anak-anak yang
terisolir
lebih mudah diakui dari pada anak-anak yang terasingkan, namun lama kelamaan
anak- anak yang terasingkan akan diakui juga.
Anak-anak yang terasingkan memiliki resiko adaptasi lebih besar dalam usia
menjelang dewasa. Jika anak-anak ini lemah dalam menghadapi ejekkan-ejekkan atau
godaan dari anak-anak lainnya, maka hal tersebut dapat membentuk perilaku dan
proses
belajarnya akan terganggu. Anak yang terasingkan bereaksi dengan cara:
1. Menarik diri
Biasanya mereka menarik diri dari kontak dengan anak-anak lain. Mereka
sebetulnya ingin bermain dengan anak-anak lainnya tetapi mereka diacuhkan dan
diabaikan keberadaannya, malahan diejek-ejek, maka dari itu mereka selalu
menghindar
dari anak-anak lainnya. Di rumah biasanya mereka juga pendiam dan selama mungkin
tinggal di kamarnya dengan membaca komik atau mendengarkan musik, kepada orang
tuanya mereka beralasan tidak suka main di luar.
2. Perilaku anti sosial
Biasanya mereka sulit untuk diatur padahal anak-anak lainnya tidak suka dengan
perilakunya, misalnya pada saat anak-anak yang lain bermain bola kemudian datang
anak yang terasingkan, tetapi tidak untuk ikut bermain dengan anak-anak lainnya. Anak
tersebut datang hanya sekedar untuk mengganggu saja dengan mengambil bolanya
dan
apabila ikut bermain bola pun anak itu akan tampil dengan kasar sehingga
membuatakhirnya
anak-anak yang lain terpaksa mengalah dan bermain bola kembali dengan
aturan-aturan yang dikehendaki oleh anak yang terasing tadi.
Bimbingan konseling merupakan salah satu sumbangan psikologi perkembangan
dalam pendidikan merupakan penuntun bagi seseorang yang memiliki tekanan psikis.
Dalam penerapannya, bimbingan konseling ini menjadi salah satu penyalur solusi bagi
siswa yang mempunyai masalah yang mungkin mengganggu kegiatan belajarnya.
Bab III

Penutup

A. Kesimpulan

Proses yang terjadi dalam setiap tahap yang telah disusun sangat berpengaruh
terhadap "Epigenetic Principle" yang sudah dewasa/matang. Epigenetic berasal dari
dua suku kata yaitu epi yang artinya "Upon" atau sesuatu yang sedang berlangsung,
dan genetic yang berarti "Emergence" atau kemunculan. Erikson percaya "Epigenetic
principle" akan mengalami kemajuan atau kematangan apabila dengan jelas dapat
melihat krisis psikososial yang terjadi dalam lingkaran kehidupan setiap manusia yang
sudah dilukiskan dalam bentuk sebuah gambar Di mana gambar tersebut memaparkan
tentang delapan tahap perkembangan yang pada umumnya dilalui dan dijalani oleh
setiap manusia secara hirarkri seperti anak tangga. Selain itu, rentang usia yang yang
dinyatakan dalam teori Erikson ini mungkin merupakan waktu terbaik untuk
menyelesaikan krisis yang dihadapi, tetapi itu bukanlah satu-satunya waktu yang
mungkin untukmenyelesaikannya. Tidak semua orang mengalami kasus yang sama
pada fase dan waktu yang sama seperti yang dikemukakan Erikson dalam teori
perkembangan psikososialnya. Teori Psikososial Anak Banyak teori yang mengenai
psikososial ,yang paling banyak dianut adalah psikososial dari Erik Erikson meliputi
delapan tahap yang saling berurutan sepanjang hidup. Bagi mereka, teman adalah
seseorang yang mempunyai mainan yang menarik dan tempat tinggalnya dekat di
sekitar mereka dan mereka mempunyai ketertarikkan yang sama.

B. Saran

Dari hasil pembahasan, dan kesimpulan yang telah diambil, dapat diberikan saran
sebagai berikut:

Bagi orang tua dan guru hendaknya mendekatkan diri ke pada anak atau anak murid
nya agar sang anak dapat berkembang dengan baik
DAFTAR PUSTAKA

L, Zulkifli. Psikologi Perkembangan. Bandung : Remaja Karya CV; 2008.


Byod, Denise. Lifespan Development. Berlin : Pearson Education, Inc.; 2006.
Berk, Laura. Child Development. Berlin : Pearson Education, Inc.; 2003.
Duvall, Evelyn. Marriage and Family Development. New York : J.B. Lippincott
Company; 2003.
Hetherington, E. Child Psychology, A Comtemporary Viewpoint. New York:
McGraw-Hill, Inc.; 2006.
Papalia, Diane. Human Developmen. New York : McGraw-Hill Inc.; 2003

Anda mungkin juga menyukai