Anda di halaman 1dari 14

A. Riwaya Singkat Erikson........................................................................

3
B. pandangan tentang Manusia..................................................................8
C. Implikasinya dalam Konseling.............................................................11
BAB III PENUTUP................................................................................................12

A. Kesimpulan...........................................................................................12
B. Saran......................................................................................................12
KEPUSTAKAAN............................................................................................13
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Erikson, penganut teori psikodinamika, membagi pertumbuhan kepribadian kedalam


delapan tahap psikososial. Empat tahap pertama mirip apa yang dikemukakan Freu, oral,
anal, phallic, dan laten, walaupun Erikson menekankan korelasi psikososial, sementara
Freud lebih memfokuskan pada biologis.

Erikson menyatakan bahwa dalam perkembangan manusia diliputi serentetan


konflik yang harus ditanggulangi setiap orang. Potensi adanya konflik lahir sebagai
kecenderungan bawaan yang mencolok pada tahap perkembangan mental. Setiap
konfrontasi dengan lingkungan disebut krisis. Krisis meliputi pada perspektif dan
memerlukan kita untuk memfokuskan kembali energi naluri dan dilanjutkan dengan
tuntutan baru dari setiap tahap kehidupan.
Erikson percaya bahwa ego harus menggabungkan cara penyesuaian diri dengan cara
penyesuaian diri yang salah. Sebagai contoh pada tahap pertama perkembangan
psikososial, kita dapat merespon krisis dengan mengembangkan salah satu kepercayaan
atau ketidak percayaan. Dengan kepercayaan akan lebih menyesuaikan diri dan
merupakan cara yang diinginkan; hal itu jelas merupakan sikap psikologis yang lebih
sehat. Setiap orang juga harus mengembangkan sikap ketidak percayaan pada beberapa
tingkatan sebagai bentuk perlindungan. Jika kita percaya secara penuh dan mudah tertipu,
kita akan mudah diserang dengan usaha lainnya untuk menipu, menyesatkan atau
memanipulasi kita. Secara ideal setiap tahap perkembangan identitas ego, akan tetap
primer dalam penyesuaian sikap yang positif, tetapi akan diimbangi dengan sebagian
sikap negatif.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana riwayat singkat erickson?

2. Bagaimana pandangan manusia?


3. Bagaimana dinamika kepribadian?

4. Bagaimana perkembangan kepribadian dan implikasinya dalam konseling?

C. TUJUAN

1. Untuk mengetahui riwyat singkat erickson


2. Untuk mengetahui dinamika kepribadian
3. Untuk mengetahui perkembangan kepribadian dan implikainya dalam koneling
BAB II

PEMBAHASAN
TEORI PSIKOLOGI EGO OLEH ERICKSON

A. Riwayat singkat

Erik H. Erikson adalah salah satu tokoh psikoanalisa yang lahir di Frankurt,
Jerman, 15 Juni 1902. Ayah kandung Erikson adalah seorang pria kebangsaan Denmark
yang meninggalkan Erikson pada usia tiga tahun sehingga ibu Erikson yang bernama
Karla Abrhamsen menikah lagi dengan Theodore Homberger yang menjadi ayah tiri
Erikson dan nama Hamberger kini menjadi bagian dari nama Erikson. Setelah lulus
SMA, Erikson menjadi seniman namun tidak mengambil kuliah seni dan memelih
berkeliling Eropa untuk menikmati dan belajar seni.

Erikson menjadi guru pada sekolah yang dikelolah Dorothy Burlingham, teman
Anna Freud yang direkomendasikan oleh Peter Blos pada usia 25 tahun. Tahun 1927 –
1933, Erikson belajar sebagai Child Analyst di Vienna Psycholoanalytic Institute
bersama Anna Freud dan menikahi Joan Serson pada tahun 1930 serta memiliki tiga
orang anak. Selama tahun tersebut, Erikson mendapat sertifikan dari Motessori Education
dan Vienna Psychoanalityc Society. Tahun 1933 ketika Nazi berkuasa, Erikson Pindah ke
Copenhagen, lalu pindah ke Denmark dan ke Boston, Amerika.

Erikson mengajar di Harvard Medical School dan membuka praktik psikoanalisis


anak-anak. Di sinilah Erikson bertemu Henry Murray dan Kurt Lewin serta tokoh-tokoh
besar lainnya. Selanjutnya, Erikson mengajar di University of California di Berkeley dan
melakukan penelitian tentang kehidupan modern dalam suku Lakota dan Yurok. Tahun
1939, Erikson mengubah namanya dari Erik Homberger menjadi Erik H. Erikson. Pada
tahun 1950, Erikson membuat Childhood and Society, analisis Maxim Gorky dan Adolph
Hitler, diskusi “Kepribadian Amerika”, beberapa ringkasan teori Freudian, dan Gandhi’s
Truth yang memenangkan Award dan National Book Award.

Beberapa tahun kemudian, Erikson meninggalkan Berkeley kemudian bekerja dan


mengajar di sebuah klinik di Massachussets selama 10 tahun, dan 10 tahun kemudian
kembali ke Harvard. Tahun 1970, Erikson menulis dan melakukan penelitian bersama
istrinya dan akhirnya meninggal pada tahun 1994.
B. . Pandangan tentang manusia

Teori dari Erikson tentang perkembangan manusia dikenal dengan istilah perkembangan
psikososial. Teori psikososial Erikson ini merupakan salah satu teori terbaik mengenai
kepribadian yang ada dalam psikologi. Seperti Sigmund Freud, Erikson juga
mempercayai bahwa kepribadian seseorang akan berkembang melalui beberapa tingkatan
tertentu. Salah satu elemen yang penting dari tingkatan psikososial Erikson adalah
perkembangan mengenai persamaan ego, suatu perasaan sadar yang kita kembangkan
melalui proses interaksi sosial. Perkembangan ego akan selalu berubah berdasarkan
pengalaman dan informasi baru yang didapatkan seseorang sebagai hasil dari interaksinya
dengan orang lain. Struktur kepribadian (Alwisol, 2009:85-88) menyatakan bahwa
struktur kepribadian manusia dibagi menjadi tiga bagian, yaitu::Faktualitas – Yaitu
kumpuan fakta dan data yang dapat diverifikasi dengan metode kerja yang digunakan,
sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungan.

Universalitas – Berkaitan dengan kesadaran akan kenyataan atau sense of reality,


menggabungkan hal yang praktis dan konkrit dengan pandangan mengenai seluruh
semesta. Aktualitas – Yaitu suatu cara untuk memperkuat hubungan dengan orang lain
agar mencapai tujuan bersama.

Erikson juga mempercayai bahwa kemampuan untuk memotivasi sikap dan perbuatan
seseorang dapat memicu suatu perkembangan menjadi positif, hal inilah yang kemudian
mendasari penyebutan teorinya sebagai Teori Perkembangan Psikososial.

Dasar dari teori Erikson adalah sebuah konsep yang mempunyai tingkatan. Ada delapan
tingkatan yang menjadi bagian dari teori psikososial Erikson, yang akan dilalui oleh
manusia. Setiap manusia dapat naik ke tingkat berikutnya walaupun tidak sepenuhnya
tuntas mengalami perkembangan pada tingkat sebelumnya. Setiap tingkatan dalam teori
Erikson berhubungan dengan semua bidang kehidupan yang artinya jika setiap tingkatan
itu tertangani dengan baik oleh manusia, maka individu tersebut akan merasa pandai.
Sebaliknya jika tingkatan – tingkatan tersebut tidak tertangani dengan baik, akan muncul
perasaan tidak selaras pada orang tersebut.
Erikson percaya bahwa dalam setiap tingkat, seseorang akan mengalami konflik
atau krisis yang akan menjadi titik balik dalam setiap perkembangannya. Menurut
pendapatnya, konflik – konflik ini berpusat pada perkembangan kualitas psikologi atau
kegagalan dalam pengembangan kualitas tersebut. Selama masa ini, potensi pertumbuhan
pribadi meningkat sejalan dengan potensi kegagalannya pula.

C. Dinamika kepribadian

Feist dan Feist (2008, 215-217) menyatakan bahwa perwujudan dinamika kepribadian
adalah hasil interaksi antara kebutuhan biologis yang mendasar dan pengungkapannya
melalui tindakan-tindakan sosial. Hal ini berarti bahwa perkembangan kehidupan
individu dari bayi hingga dewasa umumnya dipengaruhi oleh hasil interaksi sosial
dengan individu lainnya sehingga membuat individu menjadi matang baik secara fisik
maupun secara psikologis. Erikson (Alwisol, 2009:87) menyatakan bahwa ego adalah
sumber kesadaran diri indvidu. Ego mengembangkan perasaan yang berkelanjutan diri
antara masa lalu dengan masa yang akan datang selama proses penyesuaian diri dengan
realita.

Friedman dan Schustack (2006, 156) mengemukakan bahwa ego berkembang


mengikuti tahap epigenik, artinya tiap bagian dari ego berkembang pada tahap
perkembangan tertentu dalam rentang waktu tertentu. Menurutnya, semua yg
berkembang mempunyai rencana dasar, dan dari perencanaan ini muncul bagian-bagian,
masing-masing bagian mempunya waktu khusus utk menjadi pusat perkembangan,
sampai semua bagian muncul untuk membentuk keseluruhan fungsi. Teori psikososial
dari Erik Erikson meliputi delapan tahap yang saling berurutan sepanjang hidup. Hasil
dari tiap tahap bergantung pada hasil tahapan sebelumnya, dan resolusi yang sukses dari
tiap krisis ego adalah pentingnya bagi individu untuk dapat tumbuh secara optimal. Ego
harus mengembangkan kesanggupan yang berbeda untuk mengatasi tiap tuntutan
penyesuaian dari masyarakat (Berk, 2003). Berikut adalah delapan tahapan
perkembangan psikososial menurut Erik Erikson (Berk, 2003):

Tahap I : Trust versus Mistrust (0-1 tahun)


Dalam tahap ini, bayi berusaha keras untuk mendapatkan pengasuhan dan
kehangatan, jika ibu berhasil memenuhi kebutuhan anaknya, sang anak akan
mengembangkan kemampuan untuk dapat mempercayai dan mengembangkan asa (hope).
Jika krisis ego ini tidak pernah terselesaikan, individu tersebut akan mengalami kesulitan
dalam membentuk rasa percaya dengan orang lain sepanjang hidupnya, selalu
meyakinkan dirinya bahwa orang lain berusaha mengambil keuntungan dari dirinya.

Tahap II: Autonomy versus Shame and Doubt (l-3 tahun)

Dalam tahap ini, anak akan belajar bahwa dirinya memiliki kontrol atas tubuhnya.
Orang tua seharusnya menuntun anaknya, mengajarkannya untuk mengontrol keinginan
atau impuls-impulsnya, namun tidak dengan perlakuan yang kasar. Mereka melatih
kehendak, tepatnya otonomi. Harapan idealnya, anak bisa belajar menyesuaikan diri
dengan aturan-aturan sosial tanpa banyak kehilangan pemahaman awal mereka mengenai
otonomi, inilah resolusi yang diharapkan. Alwisol (2009:93) melanjutkan bahwa apabila
anak tidak berhasil melewati fase ini, maka anak tidak akan memiliki inisiatif yang
dibutuhkan pada tahap berikutnya dan akan mengalami hambatan terus-menerus pada
tahap selanjutnya.

Tahap III : Initiative versus Guilt (3-6 tahun)

Pada periode inilah anak belajar bagaimana merencanakan dan melaksanakan


tindakannya. Resolusi yang tidak berhasil dari tahapan ini akan membuat sang anak takut
mengambil inisiatif atau membuat keputusan karena takut berbuat salah. Anak memiliki
rasa percaya diri yang rendah dan tidak mau mengembangkan harapan-harapan ketika ia
dewasa. Bila anak berhasil melewati masa ini dengan baik, maka keterampilan ego yang
diperoleh adalah memiliki tujuan dalam hidupnya.

Tahap IV: Industry versus Inferiority (6-12 tahun)


Pada saat ini, anak-anak belajar untuk memperoleh kesenangan dan kepuasan dari
menyelesaikan tugas khususnya tugas-tugas akademik. Penyelesaian yang sukses pada
tahapan ini akan menciptakan anak yang dapat memecahkan masalah dan bangga akan
prestasi yang diperoleh. Keterampilan ego yang diperoleh adalah kompetensi. Di sisi lain,
anak yang tidak mampu untuk menemukan solusi positif dan tidak mampu mencapai apa
yang diraih teman-teman sebaya akan merasa inferior.

Tahap V : Identity versus Identity Confusion (12-20 tahun)

Pada tahap ini, terjadi perubahan pada fisik dan jiwa di masa biologis seperti
orang dewasa sehingga tampak adanya kontraindikasi bahwa di lain pihak anak dianggap
dewasa tetapi di sisi lain dianggap belum dewasa. Tahap ini merupakan masa stansarisasi
diri yaitu anak mencari identitas dalam bidang seksual, umur dan kegiatan. Peran orang
tua sebagai sumber perlindungan dan nilai utama mulai menurun. Adapun peran
kelompok atau teman sebaya tinggi. Apabila anak tidak sukses pada fase ini, maka akan
membuat anak mengalami krisis identitas, begitupun sebaliknya.

Tahap VI: Intimacy versus Isolation (masa dewasa muda, 20-30 tahun)

Dalam tahap ini, orang dewasa muda mempelajari cara berinteraksi dengan orang
lain secara lebih mendalam. Ketidakmampuan untuk membentuk ikatan sosial yang kuat
akan menciptakan rasa kesepian. Bila individu berhasil mengatasi krisis ini, maka
keterampilan ego yang diperoleh adalah cinta.

Tahap VII: Generativity versus Stagnation (masa dewasa menengah, 30-65 tahun)

Pada tahap ini, individu memberikan sesuatu kepada dunia sebagai balasan dari
apa yang telah dunia berikan untuk dirinya, juga melakukan sesuatu yang dapat
memastikan kelangsungan generasi penerus di masa depan. Ketidakmampuan untuk
memiliki pandangan generatif akan menciptakan perasaan bahwa hidup ini tidak berharga
dan membosankan. Bila individu berhasil mengatasi krisis pada masa ini maka
ketrampilan ego yang dimiliki adalah perhatian, sedangkan bila individu tidak sukses
melewatinya maka akan merasa bahwa hidupnya tidak berarti.
Tahap VIII: Ego Integrity versus Despair (masa dewasa akhir, 65 tahun ke atas)

Pada tahap usia lanjut ini, mereka juga dapat mengingat kembali masa lalu dan
melihat makna, ketentraman dan integritas. Refleksi ke masa lalu itu terasa
menyenangkan dan pencarian saat ini adalah untuk mengintegrasikan tujuan hidup yang
telah dikejar selama bertahun-tahun. Apabila individu sukses melewati faase ini maka
akan timbul perasaan puas akan diri, sedangkan apabila mengalami kegagalan dalam
melewati tahapan ini akan menyebabkan munculnya rasa putus asa.

D. Perkembangan kepribadian dan implikasinya dalam konseling

Erikson membagi pertumbuhan kepribadian kedalam delapan tahap psikososial. Empat


tahap pertama mirip apa yang dikemukakan Freud, oral, anal, phallic, dan laten,
walaupun Erikson menekankan korelasi psikososial, sementara Freud lebih memfokuskan
pada biologis.Menurut Erikson, proses perkembangan dikuasai oleh prinsip kematangan
epigenetic (Epigenetic Principle of Maturation) yaitu bahwa tahapan-tahapan
perkembangan ditentukan oleh faktor-faktor keturunan. Awalan Epi berarti “berdasarkan
atas atau bergantung pada” jadi perkembangan bergantung pada faktor-faktor genetik.
Kekuatan-kekuatan lingkungan dan sosial yang kita hadapi mempengaruhi cara
berlangsungnya tahapan-tahapan perkembangan yang telah ditentukan secara genetik.
Jadi perkembangan kepribadian dipengaruhi baik oleh faktor-faktor biologis maupun
faktor sosial, baik variabel-variabel situasional.
Erikson menyatakan bahwa dalam perkembangan manusia diliputi serentetan
konflik yang harus ditanggulangi setiap orang. Potensi adanya konflik lahir sebagai
kecenderungan bawaan yang mencolok pada tahap perkembangan mental. Setiap
konfrontasi dengan lingkungan disebut krisis. Krisis meliputi pada perspektif dan
memerlukan kita untuk memfokuskan kembali energi naluri dan dilanjutkan dengan
tuntutan baru dari setiap tahap kehidupan.
Setiap tahap perkembangan mempunyai krisis, atau pembentukan poin yang
mengharuskan beberapa perubahan pada perilaku dan kepribadiannya. Kita dihadapkan
pada pilihan antara dua cara dalam merespon krisis, yaitu penyesuaian diri yang salah
atau cara yang negatif, dan penyesuaian diri atau cara yang positif. Hanya saat kita dapat
memecahkan setiap konflik, kita dapat meneruskan perkembangan kepribadian secara
normal dan memperoleh kekuatan untuk menghadapi krisis pada tahap berikutnya.
Apabila suatu konflik pada suatu tahap tidak dapat diatasi, kurang memungkinkan untuk
bisa menyesuaikan diri pada tahap berikutnya, sehingga banyak ditemui kesulitan untuk
mencapai kesuksesan.
Erikson percaya bahwa ego harus menggabungkan cara penyesuaian diri dengan
cara penyesuaian diri yang salah. Sebagai contoh pada tahap pertama perkembangan
psikososial, kita dapat merespon krisis dengan mengembangkan salah satu kepercayaan
atau ketidak percayaan. Dengan kepercayaan akan lebih menyesuaikan diri dan
merupakan cara yang diinginkan; hal itu jelas merupakan sikap psikologis yang
lebihsehat. Setiap orang juga harus mengembangkan sikap ketidak percayaan pada
beberapa tingkatan sebagai bentuk perlindungan. Jika kita percaya secara penuh dan
mudah tertipu, kita akan mudah diserang dengan usaha lainnya untuk menipu,
menyesatkan atau memanipulasi kita. Secara ideal setiap tahap perkembangan identitas
ego, akan tetap primer dalam penyesuaian sikap yang positif, tetapi akan diimbangi
dengan sebagian sikap negatif
BAB III

PENUTUP

A. SIMPULAN

Setiap individu menjalani tahap-tahap perkembangan secara berurutan meskipun


demikian dengan kecepatan yang berbeda. Setiap tahap atau periode masing-masing
ditandai oleh ciri-ciri perilaku atau perkembangan tertentu. Hurlock (1980:14) membagi
rentang kehidupan manusia menjadi 10 fase perkembangan.
Erikson percaya bahwa ego harus menggabungkan cara penyesuaian diri dengan cara
penyesuaian diri yang salah. Sebagai contoh pada tahap pertama perkembangan
psikososial, kita dapat merespon krisis dengan mengembangkan salah satu kepercayaan
atau ketidak percayaan. Dengan kepercayaan akan lebih menyesuaikan diri dan
merupakan cara yang diinginkan; hal itu jelas merupakan sikap psikologis yang lebih
sehat. Setiap orang juga harus mengembangkan sikap ketidak percayaan pada beberapa
tingkatan sebagai bentuk perlindungan.

B. SARAN
Setiap pengalaman di masa lalu, dijadikan pembelajaran untuk menjadi lebih baik di
masa depan.
DAFTAR PUSTAKA

Danim,S& Khairil H.(2014). Psikologi Pendidikan (Dalam Perspektif Baru). Bandung: Alfabeta
Makmun, A.Sy. (2005).Psikologi Pendidikan (Perangkat Sistem Pengajaran
Modul).Bandung:Rosda
Ratnawulan,T& Hamdani.(2008) Psikologi Umum.Bandung: Publikasi FKIP Uninus

Anda mungkin juga menyukai