Anda di halaman 1dari 9

BIOGRAFI

Erik Erikson lahir di Frankfurt, Jerman, 15 Juni 1902 dan meninggal di


Harwich, Amerika Serikat, 12 Mei 1994 pada umur 91 tahun. Erikson adalah
seorang psikolog Jerman yang terkenal dengan teori tentang delapan tahap
perkembangan pada manusia. Erikson adalah seorang psikolog Freudian, namun
teorinya lebih tertuju pada masyarakat dan kebudayaan jika dibandingkan dengan
para psikolog Freudian lainnya. Erikson menjadi terkenal karena upayanya dalam
mengembangkan teori tentang tahap perkembangan manusia yang dirintis oleh
Freud. Erikson menyatakan bahwa pertumbuhan manusia berjalan sesuai prinsip
epigenetik yang menyatakan bahwa kepribadian manusia berjalan menurut
delapan tahap.

STRUKTUR KEPRIBADIAN
EGO KREATIF
Erikson menggambarkan adanya sejumlah kualitas yang dimiliki ego, yang
tidak ada pada psikoanalisis Freud, yakni kepercayaan dan penghargaan, otonomi
dan kemauan, kerajinan dan kompetensi, identitas dan kesetiaan, keakraban dan
cinta, generativitas dan pemeliharaan, serta integritas. Ego semcam itu disebut
juga sebagai ego kreatif, ego yang dapat menemukan pemecahan kreatif atas
masalah baru pada setiap tahap kehidupan. Apabila menemui hambatan atau
konflik, ego tidak menyerah tetapi bereaksi dengan menggunakan kombinasi
antara kesiapan dan kesempatanyang disediakan lingkungan. Ego yang sempurna,
digambarkan Erikson memiliki tiga dimensi, yaitu faktualisasi, universalitas, dan
aktualitas:
1. Faktualitas adalah kumpulan fakta, data, dan metoda yang dapat
diverifikasi dengan metoda kerja yang sedang berlaku. Ego berisi
kumpulan fakta dan data hasil interaksi dengan lingkungan.
2. Universalitas berkaitan dengan kesadaran akan kenyataan (sens of reality)
yang menggabungkan hal yang praktis dan kongkrit dengan pandangan
semesta mirip dengan prinsip realita dari Freud.
3. Aktualitas adalah cara baru dalam berhubungan satu dengan yang lain,
memperkuat hubungan untuk mencapai tujuan bersama.

Menurut Erikson, ego sebagian bersifat tak sadar, mengorganisir dan


mensistensi pengalaman sekarang dengan pengalaman diri masa lalu dan dengan
diri masa yang akan datang. Dia menemukan tiga aspek ego yang paling
berhubungan, yakni body ego, ego ideal, dan ego identity. Ketiga aspek itu
umumnya berkembang sangat cepat pada masa dewasa, namun sesungguhnya
perubahan ketiga elemen itu terjadi pada semua tahap kehidupan.

1. Body ego: mengacu ke pengalaman orang dengan tubuh/fisiknya sendiri.

2. Ego ideal: gambaran mengenai bagaimana seharusnya diri, sesuatu yang


bersifat ideal.

3. Ego identity: gambaran mengenai diri dalam berbagai peran sosial.

EGO OTONOMI FUNGSIONAL


Teori ego dari Erikson yang dapat dipandang sebagai pengembangan teori
perkembangan seksual-infantil dari Freud, mendapatkan pengakuan yang luas
sebagai teori yang khas, berkat pandangannya bahwa perkembangan kepribadian
mengikuti prinsip epigenetik. Bagi organisme, untuk mencapai perkembangan
penuh dari struktur biologis potensialnya, lingkungan harus memberi stimulus
yang khusus. Menurut Erikson, fungsi psikoseksual dari Freud yang bersifat
biologis juga bersifat epigenesis, artinya psikoseksual untuk berkembang
membutuhkan stimulus khusus dari lingkungan, dalam hal ini yang terpenting
adalah lingkungan sosial.
Sama seperti Freud, Erikson menganggap hubungan ibu-anak menjadi
bagian penting dari perkmebnagan kepribadian. Tetapi Erikson tidak membatasi
teori hubungan id-ego dalam bentuk usaha memuaskan kebutuhan id oleh ego.
Menurutnya, situasi memberi makan merupakan model interaksi sosial anatar bayi
dengan dunia luar. Lapar jelas manifestasi biologis, tetapi konsekuensi dari
pemuasan id (oleh ibu) itu akan menimbulkan kesan bagi bayi tentang dunia luar.
Dari pengalaman makannya, bayi belajar untuk mengantisipasi interaksinya dalam
bentuk kepercayaan dasar (basic trust), yakni mereka memandang kontak dengan
manusia sangat menyenangkan karena pada masa lalu hubungan semacam itu
menimbulkan rasa aman dan menyenangkan. Sebaliknya, tanpa basic trust bayi
akan mengantisipasi interaksi interpersonal dengan kecemasan, karena masa lalu
hubungan interpersonalnya menimbulkan frustasi dan rasa sakit.

Kepercayaan dasar berkembang menjadi karakteristik ego yang mandiri,


bebas dari dorongan drives darimana dia berasal. Hal yang sama terjadi pada
fungsi ego seperti persepsi, pemecahan masalah, dan identitas ego, beroperasi
independen dari drive yang melahirkan mereka. Ciri khas psikologi ego dari
Erikson dapat diringkas sebagai berikut:

1. Erikson menekankan kesadaran individu untuk menyesuaikan diri dengan


pengaruh sosial. Pusat perhatian psikologi ego adalah kemasakan ego yang
sehat, alih-alih konflik salah suai yang neurotik.

2. Erikson berusaha mengembangkan teori insting dari Freud dengan


menambahkan konsep epigenetik kepribadian.

3. Erikson secara eksplisit mengemukakan bahwa motif mungkin berasal dari


impuls id yang tak sadar, namun motif itu bisa membebaskan diri dari id
seperti individu meninggalkan peran sosial di masa lalunya. Fungsi ego
dalam pemecahan masalah, persepsi, identitas ego, dan sadar kepercayaan
bebas dari id, membangun sistem kerja sendiri yang terlepas dari sistem
kerja id.

4. Erikson menganggap ego sebagai sumber kesadaran diri seseorang.


Selama menyesuaikan diri dengan realita, ego mengembangkan perasaan
keberlanjutan diri dengan masa lalu dan masa yang akan datang.

PENGARUH MASYARAKAT

Walaupun kapasitas yang dibawa sejak lahir penting dalan perkembangan


kepribadian, bagian terbesar ego muncul dan dibentuk oleh masyarakat. Erikson
lebih mementingkan faktor sosial dan historikal- kebalikan dengan Freud yang
pandangannya sebagian besar biologikal. Bagi Erikson, ego muncul bersama
kelahiran sebagai potensi, yang harus ditegakkan di dalam lingkungan kultural.
Masyarakat yang berbeda, dengan perbedaan kebiasaan cara mengasuh anak,
cenderung membentuk kepribadian yang sesuai dengan kebutuhan dan nilai-nilai
budayanya. Misalnya, suku Sioux yang menyusui bayinya sampai usia 4-5 tahun,
akan membentuk kepribadian yang oleh Freud dinamakan “kepribadian oral”.
Suku Sioux menilai tinggi kedermawaan. Sebaliknya, suku Yurok sangat keras
mengatur defakasi dan urinasi bayi, pengasuhan yang cenderung mengembangkan
“kepribadian anal”. Bagi masyarakat Eropa-Amerika, kepribadian oral dan anal
sering dianggap sifat yang tidak dikehendaki atau bahkan sifat simptom neurotik.
Padahal, kepribadian oral pada suku Sioux yang pekerjaannya berburu, dan
kepribadiananal pada suku Yurok yang pekerjaannya menjadi nelayan, adalah
penyesuaian yang membantu mereka sebagai individu dan masyarakatnya.
Pandangan yang menganggap oraliti dan analiti sebagai sifat yang menyimpang
adalah etnosentris (menilai budaya lain dengan nilai-nilai budaya sendiri).

PERKEMBANGAN KEPRIBADIAN: TEORI PSIKOSOSIAL

PRINSIP EPIGENETIK

Menurut Erikson, ego berkembang melalui berbagai tahap kehidupan


mengikut prinsip epigenetik, istilah yang dipinjam dari embriologi. Perkembangan
epigenetik adalah perkembangan tahap demi tahap dari organ-organ embrio.
Wujud embrio pada mulanya berbentuk bola kecil yang berkembang dalam irama
dan urutan tertentu. Kalau mata, liver, atau organ lain tidak berkembang pada
periode kritik (periode yang disediakan alam untuk berkembang), organ itu tidak
akan pernah mencapai kemasakan yang sempurna.

Ego berkembang mengikuti prinsip epigenetik, artinya tiap bagian dari ego
berkembang pada tahap perkembangan tertentu dalam rentanagn waktu tertentu
(yang disediakan oleh hereditas untuk berkembang). Tahap perkembangan yang
satu terbentuk dan dikembangkan diatas perkembangan sebelumnya (tetapi tidak
mengganti perkembangan tahap sebelumnya itu). Ini analog dengan
perkembangan fisik anak, yang dimulai dari merangkak – duduk – berdiri –
berjalan – berdiri – berlari. Ketika bayi masih dalam tahap merangkak, mereka
kemudian mengembangkan potensi untuk berjalan, berlari, meloncat, namun
sesudah mereka menguasai kemampuan meloncat, mereka tetap bisa merangkak
dan berjalan. Erikson menjelaskan prinsip epigenetiknya sebagai berikut:
semuanya yang berkembang mempunyai rencana dasar, dan dari perncanaan ini
muncul bagian-bagian, masing-masing bagian mempunyai waktu khusus untuk
menjadi pusat perkembangan, sampai semua muncul untuk mem bentuk
keseluruhanfungsi.

KRISIS

Erikson menjelaskan bahwa setiap tahap perkembangan dicirikan dengan


sebuah krisis, krisis yang mencirikan setiap tahap perkembangan ini akan
memunculkan satu resolusi positif yang memungkinkan atau jika gagal
diselesaikan, sebuah resolusi negative. Resolusi positif berkontribusi bagi
penguatan ego dan karenanya, memperbesar kemampuan manusia beradaptasi.
Resolusi negative sebaliknya melemahkan ego dan menghambat manusia
beradaptasi.

Berdasarkan prinsip epigenetik, setiap krisis selalu eksis dalam tiga fase
berikut. Fase tidak matang / dewasa atau belum berkembang (immature) yaitu
ketika krisis tidak menjadi titik focus perkembangan kepribadian. Fase krisis yaitu
ketika disebabkan berbagai alas an biologis, psikologis dan sosial, ia menjadi titik
focus perkembangan kepribadian. Dan fase resolusi ketika resolusi atau krisis
mempengaruhi perkembangan kepribadian ditahap selanjutnya. Jika krisis krisis
berkaitan dengan delapan tahap perkembangan ini terselesaikan secara positif,
perkembangan kepribadian normal yang akan muncul. Jika satu atau lebih krisis
yang terselesaikan secara negatif, maka perkembangan normal tersebut akan
terhambat.

Faktor biologis yang menetukan delapan tahap perkembangan kepribadian


ini muncul, yaitu karena proses pematangan fisiologis penentu kapan sebuah
pengalaman jadi memungkinkan, namun lingkungan sosial yang menentukan
benar tidaknya suatu krisis disebuah tahap perkembangan dapat terselesaikan
secara positif.

Ritualisasi dan Ritualisme

Erikson menekankan kesesuaian antara individu dan budayanya. Faktanya


ditaraf yang lebih besar, kerja budaya adalah menyediakan cara cara yang efektif
untuk memenuhi kebutuhan kebutuhan biologis maupun psikologis manusia.
Menurut Erikson, pengalaman internal dan eksternal manusia mestinya sama,
minimal dibeberapa tarafnya, jika seorang individu berkembang dan berfungsi
normal dibudayanya masing masing.

Erikson menyatakan bahwa setiap tahap dan krisis yang berurutan ini
memiliki relasi yang khusus dengan salah satu elemen dasar masyarakat, dan
karena alasan yang sederhana inilah siklus hidup manusia seiring komponen
komponen kepribadiannya mulai berkembang. Menurut Erikson, ritualisasi adalah
pola pola prilaku yang muncul berulang yang mencerminkan nilai nilai,
keyakinan-keyakinan, kebiasaan-kebiasaan dan prilaku prilaku yang diatur dan
diberi sanksi oleh masyarakat dan budaya tertentu. Sedangkan ritualisme adalah
ritualisasi yang tidak tepat atau keliru, dan mereka adalah penyebab-penyebab
dibanyak patologi sosial dan psikologis.

Aspek Psikoseksual

Teori perkembangan dari Erikson melengkapi dan menyempurnakan teori


Freud dalam dua hal, pertama melengkapi tahapan perkembangan menjadi
delapan tahap, yakni tahap bayi (infancy), anak (early childhood), bermain (play
age), sekolah (school age), remaja (adolesence), dewasa awal (young adulthood),
dewas (adulthood), dan tua (mature). Freud membahas 4 tahapan, dari bayi
sampai dengan usia sekolah. Kedua, memakai analisis konflik untuk mendiskripsi
perkembangan kepribadian, perkembangan insting seksual (seksual infantil)
dipakai Freud untuk menjelaskan bahwa trauma (seksual) bisa dialami manusia
pada usia dini dan bagaiamana pengaruhnya pada masa yang akan datang. Erikson
mengakui adanya aspek psikoseksual dalam perkmbangan, yang menurutnya bisa
berkembang positif (aktualisasi seksual yang dapat diterima) atau negatif
(aktualisasi ekspresi seksual yang tidak dikehendaki). Dia memusatkan
perhatiannya kepada mendiskripsi bagaimana kapasitas kemanusiaan mengatasi
aspek psikoseksual itu, bagaimana mengembangkan insting seksual menjadi
positif. Erikson mengungkapkan teori tentang delapan tahap perkembangan
individu, yaitu :

a. Kepercayaan vs ketidakpercayaan (masa bayi)


Yaitu tahap psikososial pertama menurut Erikson. Perkembangan
kepercayaan (trust) membutuhkan pengasuhan yang hangat dan
bersahabat. Hasil positifnya adalah rasa nyaman dan berkurangnya
ketakutan sampai pada titik minimal. Ketidakpercayaan akan tumbuh jika
bayi diperlakukan terlalu negative atau diabaikan.
b. Otonomi vs ragu dan malu (kanak-kanak awal)
Yaitu tahap psikologis kedua Erikson, tahap ini terjadi pada masa bayi
akhir (late Infacancy) dan masa belajar berjalan (toddler). Setelah
memercayai pengasuhnya, sang bayi akan mulai menemukan bahwa
tindakannya adalah tindakannya sendiri. Mereka menegaskan
independensi dan menyadari kehendaknya sendiri. Jika bayi dibatasi
terlalu banyak atau dihukum terlalu keras, mereka akan mengembangkan
rasa malu dan ragu.
c. Inisiatif vs rasa bersalah (usia prasekolah)
Yaitu tahap psikologis ketiga Erikson. Tahap ini berhubungan dengan
masa kanak kanak awal, sekitar tiga hingga lima tahun. Saat anak
merasakan dunia sosial yang lebih luas, mereka mendapat lebih banyak
tantangan ketimbang saat bayi,. Untuk mengatasi tantangan ini, mereka
harus aktif dan tindakannya mempunyai tujuan. Dalam tahap ini, orang
dewasa berharap anak menjadi lebih bertanggung jawab dan menyuruh
anak mengemban beberapa tanggung jawab untuk menjaga tubuh dan
milik mereka. Memunculkan rasa tanggung jawab membutuhkan inisiatif.
Anak mengembangkan rasa bersalah apabila mereka tidak bertanggung
jawab atau merasa terlalu cemas.
d. Usaha vs inferioritas (usia sekolah)
Yaitu tahap psikologis keempat Erikson. Tahap ini terjadi kira kira pada
masa sekolah dasar, dari usia enam tahun hingga usia puber atau remaja
awal. Inisiatif anak membuat mereka berhubungan dengan banyak
pengalaman baru. Saat mereka masuk sekolah dasar, mereka
menggunakan energinya untuk menguasai pengetahuan dan keterampilan
intelektual. Masa kanak kanak akhir adalah masa dimana anak paling
bersemangat untuk belajar, saat imajinasi mereka berkembang. Bahaya
dimasa sekolah dasar ini, adalah munculnya perasaan rendah diri
(inferioritas), ketidakproduktivan, dan inkompetensi.
e. Identitas vs kebingungan (remaja)
Yaitu tahap psikologi kelima Erikson. Tahap ini terjadi dimasa remaja.
Remaja berusaha untuk mencari tahu jati dirinya, apa makna dirinya, dan
kemana mereka akan menuju. Mereka berhadapan dengan banyak peran
baru dan status dewasa (seperti pekerjaan dan pacaran). Remaja perlu
diberi kesempatan untuk mengeksplorasi berbagai cara untuk memahami
identitas dirinya. Apabila remaja tidak cukup untuk mengeksplorasi peran
yang berbeda dan tidak merancang jalan kemasa depan yang positif,
mereka bisa tetap bingung akan identitas diri mereka.
f. Intemasi vs isolasi (dewasa muda)
Yaitu tahap psikologis keenam Erikson. Tahap ini terjadi pada masa
dewasa awal. Tugas perkembangannya adalah membentuk hubungan
positif dengan ornag lain. Erikson mendeskripsikan intemasi sebagai
penemuan diri sebagai penemuan diri sendiri dalam diri orang lain.
Bahaya dalam tahap ini adalah orang bisa gagal dalam membangun
hubungan dekat dengan pacar atau kawannya dan terisolasi secara sosial.
Bagi individu seperti ini, kesepian bisa membayangi hidup mereka.
g. Generativitas vs stagnasi (dewasa)
Yaitu tahap psikologis ketujuh Erikson. Tahap ini terjadi pada masa
dewasa pertengahan, sekitar usian 40 – 50an. Generativitas berarti
mentransmisikan sesuatu yang positif kepada generasi selanjutnya . ini
bisa berkaitan dengan peran seperti parenting dan pengajaran . melalui
peran itu, orang dewasa membantu generasi selanjutnya untuk
mengembangkan hidup yang berguna. Erikson mendeskripsikan stagnasi
sebagai perasaan tidak perasaan tidak bisa melakukan untuk membantu
generasi selanjutnya.
h. Integritas vs putus asa (usia senja)
Yaitu tahap psikologis terakhir Erikson. Tahap ini, berhubungan dengan
masa dewasa akhir, sekitar usia 60-an sampai meninggal. Orang tua
kembali merenungi hidupnya, memikirkan apa apa yang telah mereka
lakukan. Jika evaluasi restrospektif ini positif, mereka akan
mengembangkan rasa integritas, yaitu mereka memandang hidup mereka
sebagai hidup yang utuh dan positif dan layak dijalani. Sebaliknya, orang
tua akan putus asa jika renungan mereka kebannyakan negative.

Kritik teori Erikson


1. Sulit untuk dites secara empiris
2. Pandangan yang terlalu optimis tentang manusia.
3. Mendukung status quo
4. Moralisasi berlebihan
5. Gagal mengakui pengaruh-pengaruh yang membentuk teorinya.

REFERENSI

Alwisol. 2010. Psikologi Kepribadian. Malang: UMM Press.

Santrock, J. W. 2010. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media


Group

Olson, Matthew H. & Hergenhahn, B. R. 2013. Pengantar Teori Teori


Kepribadian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Anda mungkin juga menyukai