Anda di halaman 1dari 12

Teori Psikologi Ego Oleh Ericson

A. Riwayat Singkat Ericsson


Teori Erik Erikson dipilih dan disajikan dalam buku ini yang
berjudul “Personality Theory Researche” oleh Pervin dan Jhon sebab
dianggap sebagai teori yang mendukung perkembangan dalam ilmu
psikologi. Dengan kata lain teori Erikson dikatakan sebagai salah satu
teori yang sangat selektif karena didasarkan pada tiga alasan. Alasan yang
pertama, karena teorinya sangat representatif dikarenakan memiliki kaitan
atau hubungan dengan ego yang merupakan salah satu aspek yang
mendekati kepribadian manusia. Kedua, menekankan pada pentingnya
perubahan yang terjadi pada setiap tahap perkembangan dalam lingkaran
kehidupan, dan yang ketiga/terakhir adalah menggambarkan secara
eksplisit mengenai usahanya dalam mengabungkan pengertian klinik
dengan sosial dan latar belakang yang dapat memberikan
kekuatan/kemajuan dalam perkembangan kepribadian didalam sebuah
lingkungan. Melalui teorinya Erikson memberikansesuatu yang baru
dalam mempelajari mengenai perilaku manusia dan merupakan suatu
pemikiran yang sangat maju guna memahami persoalan/masalah psikologi
yang dihadapi oleh manusia pada jaman modern seperti ini.
Menurut Jess & Gregory (2014:289-290) ericsson lahir pada
tanggal 15 Juni 1902, di selatan Jerman. Ericsson dibesarkan oleh ibu dan
ayah tirinya, namun ia tetap tidak tahu pasti identitas ayah kandungnya.
Untuk mencari tempatnya dalam hidup, Ericsson memberanikan diri pergi
dari rumah selama masa remaja akhirnya dan hidup sebagai seniman serta
penyair yang berkelana. Setelah hampir 7 tahum mengembara dan
mencari, ia pulang kerumah dalam keadaan bingung, lelah, depresi, dan
tidak mampu menggambar dan melukis. Saat itu, kejadian tak disengaja
mengubah hidupnya: ia menerima surat dari temanya Peter Blos yang
mengundangnya untuk mengajar anak-anak disekolah baru di Wina. Salah
satu pendiri sekolah tersebut adalah Anna Freud, yang tidak hanya
menjadi atasan Ericsson, namun juga psikoanalisisnya
Menurut Calvin & Gardner (1993:139-140) ibu erikson menikah
dengan seorang dengan seorang dokter anak Karlsruhe, Dr. Homburger,
yang mengadopsinya dan yang namanya di ambil oleh Erikson. Baru jauh
di kemudian hari dalam tahun 1939 ketika Erikson menjadi seorang warga
negara Amerika ia menambahkan nama tersebut dan hingga kini ia dikenal
sebagai-Erik Homburger Erikson.
Sesudah menyelesaikan pendidikanya di Gymnasium, Erikson
tidak dapat memutuskan apa yang ingin dilakukanya. Seperti banyak orang
muda Jerman pada saat itu. Erikson menghabiskan waktu setahun
berkelana berkeliling Eropa untuk mencari inspirasi atau petunjuk tentang
apa yang di inginkanya.
Ketika Erikson berkenalan dengan Freud dan mengikuti
pendidikan psikoanalisis di bawah bimbingan Anna Freud, mempelajari
psikoanalisis di Institut Psikoanalisis Wina, dan tamat dari sana pada tahun
1933. Dus, ia telah menemukan identitas profesinya. Waktu belajar
psikoanalisis dan mengajar di sekolah, Erikson menikah dengan Joan
Serson, seorang penari kelahiran Kanada dan rekan guru. Mereka
memutuskan untuk pindah ke Denmark, tetapi ketika keputusan itu tidak
memuaskan, maka mereka pergi ke Amerika Serikat, menetap di Boston
pada tahun 1933.

B. Pandangan Tentang Manusia

Erikson tidak sependapat dengan Sigmund Freund tentang hakekat


manusia, Erikson beranggapan bahwa manusia tidaklah dijadikan sesederhana
“binatang” yang hanya bertingkah laku berdasarkan pada instink atau semata-
mata untuk memenuhi kebutuhannya. Menurut Erickon bahwa manusia
tidaklah didorong oleh energi dari dalam, tetapi manusia itu lahir kedunia
untuk merespon perangsang-perangsang yang berbeda-beda. Misalnya individu
dalam kehidupannya perlu menyesuasaikan diri dengan keadaan
lingkungannya, perlu melakukan sesuatu untuk keperluan orang lain
disekitarnya dan lain-lain. Konseling ego yang lebih menekankan peranan ego
dalam kehidupan seseorang. Egolah yang mengembangkan segala sesuatunya
misalnya kemampuan yang dimiliki individu, keadaan dan potensi dirinya,
penyaluran minat yang dimilikinya, hubungan sosial dengan orang lain dan
sebagainya.
Selanjutnya dikemukakan oleh Hansen, dkk (1977) bahwa seorang
individu haruslah mempunyai ego yang sehat dan ego yang kuat. Manusia lahir
kedunia dilengkapi dengan kemampuan untuk menampung berbagai
perangsang dari luar. Sedangkan menurut Alwisol (2009)bagi Erikson,
dinamika kepribadian selalu diwujudkan sebagai hasil interaksi antara
kebutuhan dasar biologis dan pengungkapannya sebagai tindakan-tindakan
sosial. Tampak dengan jelas bahwa yang dimaksudkan dengan psikososial
apabila istilah ini dipakai dalam kaitannya dengan perkembangan. Secara
khusus hal ini berarti bahwa tahap-tahap kehidupan seseorang dari lahir sampai
dibentuk oleh pengaruh-pengaruh sosial yang berinteraksi dengan suatu
organisme yang menjadi matang secara fisik dan psikologis.
Teori Erikson berkaitan dengan kehidupan pribadinya. Erikson
berpendapat bahwa pandangan sesuai dengan ajaran dasar psikoanalisis yang
diletakkan oleh Freud. Jadi dapat dikatakan bahwa Erikson adalah seorang
post-freudian atau neofreudian. Akan tetapi, teori Erikson lebih tertuju pada
masyarakat dan kebudayaan. Hal ini terjadi karena dia adalah seorang ilmuwan
yang punya ketertarikan terhadap antropologis yang sangat besar, bahkan dia
sering meminggirkan masalah insting dan alam bawah sadar. Oleh sebab itu,
maka di satu pihak ia menerima konsep struktur mental Freud, dan di lain
pihak menambahkan dimensi sosial-psikologis pada konsep dinamika dan
perkembangan kepribadian yang diajukan oleh Freud.
Teori Erikson dikatakan sebagai salah satu teori yang sangat selektif
karena didasarkan pada tiga alasan, antara lain :
1. Teorinya sangat representatif dikarenakan memiliki hubungan dengan
ego yang merupakan salah satu aspek yang mendekati kepribadian
manusia.
2. Menekankan pada pentingnya perubahan yang terjadi pada setiap tahap
perkembangan dalam lingkaran kehidupan.
3. Menggambarkan secara eksplisit mengenai usahanya dalam
mengabungkan pengertian klinik dengan sosial dan latar belakang
yang dapat memberikan kekuatan atau kemajuan dalam perkembangan
kepribadian didalam sebuah lingkungan.
C. Struktur Kepribadian

Erikson (Alwisol, 2009:85-88) menyatakan bahwa struktur kepribadian


manusia dibagi menjadi tiga bagian, yaitu:
1. Ego Kreatif
Ego kreatif adalah ego yang dapat menemukan pemecahan kreativitas atas
masalah baru pada setiap tahap kehidupan. Apabila menemukan hambatan atau
konflik pada suatu fase, ego tidak menyerah tetapi bereaksi dengan menggunakan
kombinasi antara kesiapan batin dan kesempatan yang disediakan lingkungan.
Ego yg sempurna memiliki 3 dimensi, yaitu faktualisasi, universalitas dan
aktualitas.
a. Faktualisasi adalah kumpulan sumber data dan fakta serta metode yang
dapat dicocokkan atau diverifikasi dengan metode yang sedang digunakan
pada suatu peristiwa. Dalam hal ini, ego berisikan kumpulan hasil interaksi
individu dengan lingkungannya yang dikemas dalam bentuk data dan
fakta.
b. Universalitas adalah dimensi yang mirip dengan prinsip realita yang
dikemukakan oleh Freud. Dimensi ini berkaitan dengan sens of reality
yang menggabungkan pandangan semesta/alam dengan sesuatu yang
dianggap konkrit dan praktis.
c. Aktualitas adalah metode baru yang digunakan oleh individu untuk
berhubungan dengan orang lain demi mencapai tujuan bersama. Dalam hal
ini, ego merupakan realitas masa kini yang berusaha mengembangankan
cara baru untuk dapat memecahkan masalah yang dihadapi, menjadi lebih
efektif, progresif, dan prospektif.Erikson (Alwisol, 2009:86) berpendapat
bahwa sebagian ego yang ada pada individu bersifat tak sadar,
mengorganisir pengalaman yang terjadi pada masa lalu dan pengalaman
yang akan terjadi pada masa mendatang. Dalam hal ini, Erikson
menemukan tiga aspek yang saling berhubungan, yaitu body ego, ego
ideal dan ego identity, yang umumnya akan mengalami perkembangan
pesat pada masa dewasa meskipun ketiga aspek tersebut terjadi pada setiap
fase kehidupan.
1) Body ego merupakan suatu pengalam individu terkait dengan tubuh atau
fisiknya sendiri. Individu cenderung akan melihat fisiknya berbeda dengan
fisik tubuh orang lain.
2) Ego ideal merupakan suatu gambaran terkait dengan konsep diri yang
sempurna. Individu cenderung akan berimajinasi untuk memiliki konsep
ego yang lebih ideal dibanding dengan orang lain.
3) Ego identity merupakan gambaran yang dimiliki individu terkait dengan
diri yang melakukan peran sosial pada lingkungan tertentu.

2. Ego Otonomi Fungsional


Ego otonomi fungsional adalah ego yang berfokus pada penyesuaian ego
terhadap realita. Contohnya yaitu hubungan ibu dan anak. Meskipun Erikson
sependapat dengan Freud mengenai hubungan ibu dan anak mampu
memengaruhi serta menjadi hal terpenting dari perkembangan kepribadian
anak, tetapi Erikson tidak membatasi teori teori hubungan id-ego dalam
bentuk usaha memuaskan kebutuhan id oleh ego. Erikson (Alwisol, 2009:86)
menganggap bahwa proses pemberian makanan pada bayi merupakan model
interaksi sosial antara bayi dengan lingkungan sosialnya.
Lapar adalah menifestasi biologis, dan konsekuensinya akan menimbulkan
kesan terhadap dunia luar bayi ketika mendapat pemuasan id yang dilakukan
oleh ibu. Bayi belajar untuk mengantisipasi interaksi dalam bentuk basic trust
pada saat diberi makan oleh ibunya. Basic trust yang dimaksud yaitu suatu
kepercayaan dasar anak yang memandang kontak dengan manusia dan dunia
luar adalah hal yang sangat menyenangkan karena pada masa lalu (bayi)
hubungan tersebut menimbulkan rasa aman dan menyenangkan terhadap
dirinya.

3. Pengaruh Masyarakat
Pengaruh masyarakat adalah pembentuk bagian tersebesar ego, mesikipun
kapasitas yang dibawa sejak lahir oleh individu juga penting dalam
perkembangan kepribadian. Erikson mengemukakan faktor yang
memengaruhi kepribadian yang berbeda dengan Freud. Meskipun Freud
menyatakan bahwa kepribadian dipengaruhi oleh biologikal, Erikson
memandang kepribadian dipengaruhi oleh faktor sosial dan historikal. Erikson
(Alwisol, 2009:88) menyatakan bahwa potensi yang dimiliki individu adalah
ego yang muncul bersama kelahiran dan harus ditegakkan dalam lingkungan
budaya. Anak yang diasuh dalam budaya masyakarat berbeda, cenderung akan
membentuk kepribadian yang sesuai dengan nilai-nilai dan kebutuhan budaya
sendiri.
Berikut adalah ego yang sempurna menurut Eriksonyaitu :
1. Faktualitas adalah kumpulan fakta, data, dan metoda yang dapat
diverifikasi dengan metoda kerja yang sedang berlaku. Ego berisi
kumpulan fakta dan data hasil interaksi dengan lingkungan.
2. Universalitas berkaitan dengan kesadaran akan kenyataan (sens of
reality) yang menggabungkan hal yang praktis dan kongkrit dengan
pandangan semesta, mirip dengan pronsip realita dari Freud.
3. Aktualitas adalah cara baru dalam berhubungan satu dengan yang lain,
memperkuat hubungan untuk mencapai tujuan bersama.

Di mana Erikson dalam teorinya mengatakan melalui sebuah rangkaian


kata yaitu :
1. Pada dasarnya setiap perkembangan dalam kepribadian manusia
mengalami keserasian dari tahap-tahap yang telah ditetapkan sehingga
pertumbuhan pada tiap individu dapat dilihat/dibaca untuk mendorong,
mengetahui, dan untuk saling mempengaruhi, dalam radius soial yang
lebih luas.
2. Masyarakat, pada prinsipnya, juga merupakan salah satu unsur untuk
memelihara saat setiap individu yang baru memasuki lingkungan
tersebut guna berinteraksi dan berusaha menjaga serta untuk
mendorong secara tepat berdasarkan dari perpindahan didalam tahap-
tahap yang ada.
Ciri khas psikologi ego dari Erikson dapat diringkas sebagai berikut:
1. Erikson menekankan bahwa kesadaran individu untuk menyesuaikan
diri dengan pengaruh sosial. Pusat perhatian psikologi ego adalah
kemasakan ego yang sehat, alih-alih konflik salah satu yang neurotic.
2. Erikson berusaha mengembangkan teori insting dari Freud dengan
menambahkan konsep epigenetic kepribadian.
3. Erikson secara eksplisit mengemukakan bahwa motif mungkin berasal
dari impuls id yang tak sadar, namun motif itu bisa membebaskan diri
dari id seperti individu  meninggalkan peran sosial dimasa lalunya.
Fungsi ego dalam pemecahan masalah, persepsi, identitas ego, dan
dasar kepercayaan bebas dari id, membangun sistem kerja sendiri yang
terlepas dari sistem kerja id.
4. Erikson menganggap ego sebagai sumber kesadaran diri seseorang.
Selama menyesuaikan diri dengan realita, ego mengembangkan
perasaan keberlanjutan diri dengan masa lalu dan masa yang akan
datang.

D. Dinamika Kepribadian
Feist dan Feist (2008, 215-217) menyatakan bahwa perwujudan
dinamika kepribadian adalah hasil interaksi antara kebutuhan biologis
yang mendasar dan pengungkapannya melalui tindakan-tindakan sosial.
Hal ini berarti bahwa perkembangan kehidupan individu dari bayi hingga
dewasa umumnya dipengaruhi oleh hasil interaksi sosial dengan individu
lainnya sehingga membuat individu menjadi matang baik secara fisik
maupun secara psikologis. Erikson (Alwisol, 2009:87) menyatakan bahwa
ego adalah sumber kesadaran diri indvidu. Ego mengembangkan perasaan
yang berkelanjutan diri antara masa lalu dengan masa yang akan datang
selama proses penyesuaian diri dengan realita.
Friedman dan Schustack (2006, 156) mengemukakan bahwa ego
berkembang mengikuti tahap epigenik, artinya tiap bagian dari ego
berkembang pada tahap perkembangan tertentu dalam rentang waktu
tertentu. Menurutnya, semua yg berkembang mempunyai rencana dasar,
dan dari perencanaan ini muncul bagian-bagian, masing-masing bagian
mempunya waktu khusus utk menjadi pusat perkembangan, sampai semua
bagian muncul untuk membentuk keseluruhan fungsi.
Manusia dalam sepanjang hidupnya mengalami perubahan-
perubahan yang meliputi perubahan fisik dan mental (psikologi).
Perubahan-perubahan tersebut terus terjadi karena adanya pertumbuhan
dan perkembangan. Manurut Kurniawan, Beny ( 2014:22-30) Freud
membagi empat tahap perkembangan kepribadian kemudian Erikson
menyempurnakanya menjadi delapan tahap perkembangan, yaitu;
1. Usia bayi (0-1 tahun)
Menurut Erikson kegiatan bayi tidak hanya dengan mulut semata,
tetapi usia bayi adalah saat untuk memasukan apa saja baik melalui
mulut semua indera.
2. Usia anak-anak (1-3 tahun)
Tahap ini anak dihadapkan pada budaya yang menghambat ekspresi
diri. Anak belajar mengenal hak dan kewajiban serta pembatasan-
pembatasan tingkah laku. Di dalam usia anak-anak, seseorang anak
akan cenderung belajar keras kepala dan lembut.
3. Usia bermain (3-6 tahun)
Menurut Erikson, ada banyak perkembangan penting pada fase
bermain ini, yakni diidentifikasikan dengan orang tua, pengembangan
gerak tubuh, keterampilan, bahasa, rasa ingin tahu, imajinasi, dan
kemampuan membentuk tujuan.
4. Usia sekolah (6-12 tahun)
Pada usia ini anak sudah membagi hari-harinya antara lingkungan
keluarga dan lingkungan di luar keluarga. Anak mulai belajar bergaul
dengan teman sebaya, guru, dan orang dewasa lainya. Rasa ingin tahu
anak sangat menjadi sangat kuat.
5. Usia remaja (12-20 tahun)
Menurut Erikson (Alwisol, 2012:98-100) tahap ini merupakan tahap
yang paling penting diantara tahap perkembangan lainya, karena pada
akhir tahap ini orang harus mencapai tingkat identitas ego yang cukup
baik.
6. Dewasa awal (20-30 tahun)
Pada tahap ini waktunya tidak dibatasi. Tahap ini ditandai dengan
perolehan keintiman pada awal periode dan ditandai perkembangan
berkeruntutan pada akhir periode.

7. Dewasa (30-65 tahun)


Tahap dewasa adalah waktu menempatkan diri di lingkungan
masyarakat dan ikut bertanggung jawab terhadap apapun yang
dihasilkan dari masyarakat. Umumnya diantara tahap-tahap
perkembangan, tahap ini menjadi tahap yang paling panjang, sekitar 30
tahun.
8. Usia lanjut (>65 tahun)
Usia tua merupakan tahap perkembangan terakhir yang dikemukakan
oleh Erikson. Menurutnya, usia tua bukan berarti tidak produktif dan
kreatif lagi, tetapi masih banyak hal yang bisa dilakukan, yaitu
memberi perhatian dan merawat generasi penerus (cucudan
remajapada umumnya).

E. Perkembangan Kepribadian
Menurut Jess & Gregory (2014:295-296) ada delapan tahapan
perkembangan kepribadian yang dikemukakan oleh Erikson yang mana
point pentingnya adalah;
1. Pertama pertumbuhan terjadi berdasarkan prinsip epigenetik, yaitu satu
bagian komponen yang tumbuh dari komponen lain dan memiliki
pengaruh waktu tersendiri, tetapi tidak mengantikan komponen yang
sebelumnya.
2. Kedua, di dalam tiap kehidupan terdapat interaksi berlawanan yaitu
konflik antara elemen sintonik (harmonis) dan elemen distonik
( mengacaukan). Contohnya pada masa bayi
3. Ketiga, di tiap tahapan, konflik antara elemen distonik dan sintonik
menghasilkan kualitas ego dan kekuatan ego, yang erikson sebut
sebagai kekuatan dasar (basic strength). Contohnya dari antitesis anatar
rasa percaya diri dan tidak percaya muncul harapan, kualitas ego yang
memungkinkan bayi untuk bergerak ke tahapan selajutnya.
4. Keempat, terlalu sedikitnya kekuatan pada suatu tahap mengakibatkan
pantologi inti pada tahap tersebut. Contohnya seorang anak yang tidak
memperoleh cukup harapan selama masa bayi.
5. Kelima, walaupun Erikson tidak pernah meninggalkan aspek biologis
dalam tahapan perkembangan manusia
6. Keenam, peristiwa-peristiwa di tahapan sebelumnya tidak
menyebabkan perkembangan kepribadian selanjutnya.
7. Ketujuh, selama tiap tahapan khususnya sejak remaja dan selanjutnya
perkembangan kepribadian ditandai oleh krisis identitas yang Erikson
sebut dengan “titik balik”
8. Kedelapan, ego atau kekuatan dasar yang timbul dari konflik-konflik
atau krisis psikososial yang menjadi ciri khas setiap periode.

F. Implikasinya Dalam Konseling


Konseling ego dipopulerkan oleh Erikson. Konseling ego memiliki
ciri khas yang lebih menekankan pada fungsi ego. Kegiatan konseling
yang dilakukan pada umumnya bertujuan untuk memperkuat ego strength,
yang berarti melatih kekuatan ego klien. Seringkali orang yang bermasalah
adalah orang yang memiliki ego yang lemah. Misalnya, orang yang rendah
diri, dan tidak bisa mengambil keputusan secara tepat dikarenakan ia tidak
mampu memfungsikan egonya secara penuh, baik untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya, meraih keinginannya. Perbedaan ego menurut Freud
dengan ego menurut Erikson adalah: menurut Freud ego tumbuh dari id,
sedangkan menurut Erikson ego tumbuh sendiri yang menjadi kepribadian
seseorangn

Adapun tujuan konseling menurut Erikson (1977) adalah


mengfungsikan ego klien secara penuh. Tujuan lainya adalah melakukan
perubahan-perubahan pada diri klien sehingga terbentuk coping behavior
yang di kehendaki dan dapat terbina agar ego klien itu menjadi lebih kuat.
Ego yang baik adalah ego yang kuat, yaitu yang dapat menyesuaikan diri
dengan lingkunganya dengan dimana dia berada. Aturan dalaam konseling
ego

1. Proses konseling harus bertitik tolak dari proses kesadaran.


2. Proses konseling bertitik tolak dari asas kekinian.
3. Proses konseling lebih ditekankan pada pembahasan secara rasional.
4. Konselor hendaknya menciptakan suasana hangat dan spontan, baik
dalam penerimaan klien maupun dalam proses konseling.
5. Konseling harus dlakukan secara profesional
6. Proses konseling hendaknya tidak berusaha mengorganisir keseluruhan
kepribadian individu, melainkan hanya pada pola-pola tingkah laku
salah suai

DAFTAR PUSTAKA

Alwisol. 2012. Psikologi Kepribadian. Malang: UMM Press.

Alwisol. 2009. Psikologi Kepribadian (edisi revisi). Malang: UMM Press.


Calvin & Gardner. 1993. Teori-teori Psikodinamik (Klinis). Yogyakarta: Kanisius.

Erikson. 1977. Toys and Reasons: Stages in The Ritualization Of Experience.


New York: Norton.

Feist, J.  & Feist, G. 2008. Theories of Personality (Edisi keenam). Yogyakarta:


Pustaka Pelajar.

Friedman, H. S. & Schuctack M. W. 2006. Kepribadian: Teori klasik dan riset


modern (edisi ketiga). Jakarta: Erlangga. 
Jess & Gregory. 2014. Edisi 7 Teori Kepribadian. Jakarta: Salemba Humanika.

Kurniawan, Beny. 2014. Dinamika Kepribadian. Malang: FKIP UMP.

Anda mungkin juga menyukai