Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH PSIKOLOGI SOSIAL

TEORI PSIKOANALISIS ERIK ERIKSON

OLEH :
SHANNA NOORADIA (1724090207)
TRI WAHYUDI (1924090090)
EVA MARIA (1924090238)
NERISSA ARVIANA (2024070002)
DANIA ZAHRA (1924090172)
NUR AZIZAH ULAYYA (1924090217)
DENISA PUTRI RAHAYU (1924090188)
JENIFER FRISKA (1924090199)

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS PERSADA INDONESIA Y.A.I
2020
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa. Karena
atas segala limpahan rahmat, karunia, serta hidayah-Nya Kami dapat
menyelesaikan tugas makalah ini tepat pada waktunya. Semoga segala kebaikan
dan rezeki tetap tercurah kepada nabi dan keluarga karena mereka yang telah
membantu menyampaikan risalah Tuhan Yang Maha Esa untuk membimbing umat
menjadi manusia yang berguna bagi Agama, nusa, dan bangsa. Makalah yang
berjudul “Teori Psikoanalisis Erik Erikson” ini kami susun untuk memenuhi tugas
Psikologi Sosial. Tentunya tak lupa kami sampaikan terima kasih kepada semua
pihak yang telah membantu terlaksananya tugas ini.

Tidak ada yang sempurna di dunia ini kecuali Tuhan Yang Maha Esa. Kami
sangat menyadari bahwa makalah ini masih memiliki banyak kekurangan, meskipun
Kami telah sangat berusaha dengan mengerahkan segala kemampuan agar teliti
dalam menyelesaikan tugas makalah ini. Tetapi kami masih merasakan bahwa
masih banyak kekurangan dalam pengerjaan makalah ini. Untuk itu kami
mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi bisa menjadi lebih baik
kedepannya dan dapat berintropeksi dimana kesalahan yang kami buat. Semoga
apa yang kami kerjakan tidak sia-sia dan semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
pembaca, Terimakasih.

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................ i
DAFTAR ISI............................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................... 3
1.1 LATAR BELAKANG................................................................................ 3
1.2 RUMUSAN MASALAH........................................................................... 3
1.3 TUJUAN.................................................................................................. 4
1.4 CIRI UTAMA........................................................................................... 4
1.5 HUBUNGAN DAN KONTRIBUSI TERHADAP PSIKOLOGI SOSIAL.... 5

BAB II ISI................................................................................................................. 6
2.1 PEMBAHASAN....................................................................................... 6
2.2 STUDI KASUS........................................................................................13

BAB III PENUTUP...................................................................................................19


3.1 KESIMPULAN.........................................................................................19

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................21

ii
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Teori Erik Erikson membahas tentang perkembangan manusia dikenal
dengan teori perkembangan psiko-sosial. Teori perkembangan psikososial ini
adalah salah satu teori kepribadian terbaik dalam psikologi. Seperti Sigmund
Freud, Erikson percaya bahwa kepribadian berkembang dalam beberapa
tingkatan. Salah satu elemen penting dari teori tingkatan psikososial Erikson
adalah perkembangan persamaan ego. Persamaan ego adalah perasaan sadar
yang kita kembangkan melalui interaksi sosial. Menurut Erikson, perkembangan
ego selalu berubah berdasarkan pengalaman dan informasi baru yang kita
dapatkan dalam berinteraksi dengan orang lain. Erikson juga percaya bahwa
kemampuan memotivasi sikap dan perbuatan dapat membantu perkembangan
menjadi positif, inilah alasan mengapa teori Erikson disebut sebagai teori
perkembangan psikososial.

Menurut Erikson perkembangan psikologis dihasilkan dari interaksi antara


proses-proses maturasional atau kebutuhan biologis dengan tuntutan
masyarakat dan kekuatan-kekuatan sosial yang dihadapi dalam kehidupan
sehari-hari. Dari sudut pandang seperti ini, teori Erikson menempatkan titik
tekan yang lebih besar pada dimensi sosialisasi dibandingkan teori Freud.
Selain perbedaan ini, teori Erikson membahas perkembangan psikologis di
sepanjang usia manusia, dan bukan hanya tahun-tahun antara masa bayi dan
masa remaja. Seperti Freud, Erikson juga meneliti akibat yang dihasilkan oleh
pengalaman-pengalaman usia dini terhadap masa-masa berikutnya, akan tetapi
ia melangkah lebih jauh lagi dengan menyelidiki perubahan kualitatif yang terjadi
selama pertengahan umur dan tahun-tahun akhir kehidupan.

1.2 RUMUSAN MASALAH


1.2.1 Bagaimana perkembangan psikososial menurut Erik Erikson?
1.2.2 Konsep apa saja yang di pakai oleh Erik Erikson?

4
1.3 TUJUAN
1.3.1 Mengetahui konsep dari penjabaran mengenai psikososial menurut Erik
Erikson
1.3.2 Mengetahui perkembangan konsep-konsep yang Erik Erikson
kembangkan dalam kehidupan sehari-hari.
1.3.3 Mengetahui studi kasus yang terjadi yang berkaitan dengan penjelasan
mengenai teori perkembangan psikososial.

1.4 CIRI UTAMA


Teori perkembangan psikoanalisa milik Erik Erikson merupakan salah
satu teori yang memiliki pengaruh kuat dalam bidang psikologi. Teori ini
merupakan hasil pengembangan Erikson terhadap teori Freud terdahulu.
Erikson menyebutkan ada delapan tahapan perkembangan dalam
diri manusia dari bayi sampai dewasa, yaitu:
1. Tahap 1 (0-2 tahun)
2. Tahap 2 (2-3 tahun)
3. Tahap 3 (3-6 tahun)
4. Tahap 4 (6-12 tahun)
5. Tahap 5 (12-20 tahun)
6. Tahap 6 (20-40 tahun)
7. Tahap 7 (40-65 tahun)
8. Tahap 9 (65-kematian)

Berbeda dengan Freud yang hanya mengemukakan tahap


perkembangan manusia dari bayi sampai remaja saja. Erikson melangkah lebih
jauh hingga tahapan lanjut usia sehingga ini membuat teorinya dianggap lebih
lengkap dari teori Freud.
Teori milik Erikson ini dianggap lebih realistis karena membahas tentang
aspek kehidupan sosial dan fungsi budaya, sedangkan dulu Freud banyak
membahas tentang wilayah ketidaksadaran manusia. Salah satu elemen penting
dari teori Erikson adalah perkembangan persamaan ego. Persamaan ego adalah
perasaan sadar yang kita kembangkan melalui interaksi sosial. Perkembangan
ego selalu berubah berdasarkan pengalaman dan informasi baru yang kita dapat
dalam berinteraksi dengan orang lain. Erikson menggambarkan adanya sejumlah

5
kualitas yang dimiliki ego yang tidak ada pada teori Freud, yaitu kepercayaan dan
penghargaan, keakraban dan cinta, generativitas dan pemeliharaan, serta
integritas.

1.5 HUBUNGAN DAN KONTRIBUSI TERHADAP PSIKOLOGI SOSIAL

1.5.1Perkembangan Psikososial dan ego

Teori dari Erikson tentang perkembangan manusia dikenal dengan istilah


perkembangan psikososial. Teori psikososial Erikson ini merupakan salah satu
teori terbaik mengenai kepribadian yang ada dalam psikologi. Seperti Sigmund
Freud, Erikson juga mempercayai bahwa kepribadian seseorang akan
berkembang melalui beberapa tingkatan tertentu.

Salah satu elemen yang penting dari tingkatan psikososial Erikson adalah
perkembangan mengenai persamaan ego, suatu perasaan sadar yang kita
kembangkan melalui proses interaksi sosial. Perkembangan ego akan selalu
berubah berdasarkan pengalaman dan informasi baru yang didapatkan
seseorang sebagai hasil dari interaksinya dengan orang lain. Ego yang
sempurna menurut Erikson adalah yang mengandung tiga aspek utama yaitu:

1. Faktualitas yaitu kumpulan fakta dan data yang dapat diverifikasi dengan
metode kerja yang digunakan, sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungan.

2. Universalitas yaitu berkaitan dengan kesadaran akan kenyataan atau sense


of reality, menggabungkan hal yang praktis dan konkrit dengan pandangan
mengenai seluruh semesta.

3. Aktualitas yaitu suatu cara untuk memperkuat hubungan dengan orang lain
agar mencapai tujuan Bersama.

Erikson juga mempercayai bahwa kemampuan untuk memotivasi sikap dan


perbuatan seseorang dapat memicu suatu perkembangan menjadi positif, hal
inilah yang kemudian mendasari penyebutan teorinya sebagai Teori
Perkembangan Psikososial.

6
BAB II
ISI

2.1 PEMBAHASAN

A. PRINSIP DASAR
Erikson dalam membentuk teorinya secara baik, sangat berkaitan erat
dengan kehidupan pribadinya dalam hal ini mengenai pertumbuhan egonya.
Erikson berpendapat bahwa pandangan-pandangannya sesuai dengan ajaran
dasar psikoanalisis yang diletakkan oleh Freud. Jadi dapat dikatakan bahwa
Erikson adalah seorang post-freudian atau neofreudian. Akan tetapi, teori Erikson
lebih tertuju pada masyarakat dan kebudayaan.
Hal ini terjadi karena dia adalah seorang ilmuwan yang punya ketertarikan
terhadap antropologis yang sangat besar, bahkan dia sering meminggirkan
masalah insting dan alam bawah sadar. Oleh sebab itu, maka di satu pihak ia
menerima konsep struktur mental Freud, dan di lain pihak menambahkan
dimensi sosial-psikologis pada konsep dinamika dan perkembangan kepribadian
yang diajukan oleh Freud.
Bagi Erikson, dinamika kepribadian selalu diwujudkan sebagai hasil interaksi
antara kebutuhan dasar biologis dan pengungkapannya sebagai tindakan-
tindakan sosial. Tampak dengan jelas bahwa yang dimaksudkan dengan
psikososial apabila istilah ini dipakai dalam kaitannya dengan perkembangan.
Secara khusus hal ini berarti bahwa tahap-tahap kehidupan seseorang dari lahir
sampai dibentuk oleh pengaruh-pengaruh sosial yang berinteraksi dengan suatu
organisme yang menjadi matang secara fisik dan psikologis. Sedangkan
konsepperkembangan yang diajukan dalam teori psikoseksual yang menyangkut
tiga tahap yaitu oral, anal, dan genital, diperluasnya menjadi delapan tahap
sedemikian rupa sehingga dimasukkannya cara-cara dalam mana hubungan
sosial individu terbentuk dan sekaligus dibentuk oleh perjuangan-perjuangan
insting pada setiap tahapnya.

B. KONSEP – KONSEP TEORI PSIKOANALISIS ERIK ERIKSON


Teori Erikson menjelasakan tahap perkembangan manusia mulai dari lahir
hingga lanjut usia, dan dibagi menjadi delapan tahap perkembangan manusia.
Pusat dari teori Erikson mengenai perkembangan ego ialah sebuah asumpsi
mengenai perkembangan setiap manusia yang merupakan suatu tahap yang
telah ditetapkan secara universal dalam kehidupan setiap manusia. Proses yang
terjadi dalam setiap tahap yang telah disusun sangat berpengaruh terhadap
“Epigenetic Principle” yang sudah dewasa/matang. Dengan kata lain, Erikson
mengemukakan persepsinya pada saat itu bahwa pertumbuhan berjalan
berdasarkan prinsip epigenetic. Di mana Erikson dalam teorinya mengatakan
melalui sebuah rangkaian kata yaitu.

7
1. Pada dasarnya setiap perkembangan dalam kepribadian manusia
mengalami keserasian dari tahaptahap yang telah ditetapkan sehingga
pertumbuhan pada tiap individu dapat dilihat/dibaca untuk mendorong,
mengetahui, dan untuk saling mempengaruhi, dalam radius soial yang lebih
luas.
2. Masyarakat, pada prinsipnya, juga merupakan salah satu unsur untuk
memelihara saat setiap individu yang baru memasuki lingkungan tersebut
guna berinteraksi dan berusaha menjaga serta untuk mendorong secara
tepat berdasarkan dari perpindahan didalam tahap - tahap yang ada.
Dalam bukunya yang berjudul “Childhood and Society” tahun 1963,
Erikson membuat sebuah bagan untuk mengurutkan delapan tahap secara
terpisah mengenai perkembangan ego dalam psikososial, yang biasa dikenal
dengan istilah “delapan tahap perkembangan manusia”. Erikson berdalil bahwa
setiap tahap menghasilkan epigenetic. Epigenetic berasal dari dua suku kata
yaitu epi yang artinya “upon” atau sesuatu yang sedang berlangsung, dan
genetic yang berarti “emergence” atau kemunculan.

Selanjutnya, Erikson berpendapat bahwa tiap tahap psikososial juga


disertai oleh krisis. Perbedaan dalam setiap komponen kepribadian yang ada
didalam tiap-tiap krisis adalah sebuah masalah yang harus
dipecahkan/diselesaikan. Konflik adalah sesuatu yang sangat vital dan bagian
yang utuh dari teori Erikson, karena pertumbuhan dan perkembangan antar
personal dalam sebuah lingkungan tentang suatu peningkatan dalam sebuah
sikap yang mudah sekali terkena serangan berdasarkan fungsi dari ego pada
setiap tahap.
Erikson percaya “epigenetic principle” akan mengalami kemajuan atau
kematangan apabila dengan jelas dapat melihat krisis psikososial yang terjadi
dalam lingkaran kehidupan setiap manusia yang sudah dilukiskan dalam bentuk
sebuah gambar Di mana gambar tersebut memaparkan tentang delapan tahap
perkembangan yang pada umumnya dilalui dan dijalani oleh setiap manusia
secara hirarkri seperti anak tangga.
Erikson mengembangkan teori tersebut dengan menekankan pada aspek-
aspek perkembangan sosial. Melalui teori yang dikembangkannya yang biasa
dikenal dengan sebutan Theory of Psychosocial Development (Teori
Perkembangan Psikososial), Erikson tidak berniat agar teori psikososialnya
menggantikan baik teori psikoseksual Freud maupun teori perkembangan kognitif

8
Piaget. Ia mengakui bahwa teori-teori ini berbicara mengenai aspek-aspek lain
dalam perkembangan. Selain itu di sisi lain perlu diketahui pula bahwa teori
Erikson menjangkau usia tua sedangkan teori Freud dan teori Piaget berhenti
hanya sampai pada masa dewasa.

Menurut Erikson delapan tahap perkembangan yang ada berlangsung


dalam jangka waktu yang teratur maupun secara hirarki, akan tetapi jika dalam
tahap sebelumnya seseorang mengalami ketidakseimbangan seperti yang
diinginkan maka pada tahap sesudahnya dapat berlangsung kembali guna
memperbaikinya.Delapan tahap/fase perkembangan kepribadian menurut
Erikson memiliki ciri utama setiap tahapnya adalah di satu pihak bersifat biologis
dan di lain pihak bersifat sosial, yang berjalan melalui krisis diantara dua
polaritas. Adapun tingkatan dalam delapan tahap perkembangan yang dilalui
oleh setiap manusia menurut Erikson adalah sebagai berikut:

Developmental Stage Basic Components


Infancy (0-1 thn) Trust vs Mistrust
Early childhood (1-3 thn) Autonomy vs Shame, Doubt
Preschool age (4-5 thn) Initiative vs Guilt
School age (6-11 thn) Industry vs Inferiority
Adolescence (12-10 thn) Identity vs Identity Confusion
Young adulthood ( 21-40 thn) Intimacy vs Isolation
Adulthood (41-65 thn) Generativity vs Stagnation Ego
Senescence (+65 thn) Ego Integrity vs Despair

1. Trust vs Mistrust (Kepercayaan vs Kecurigaan)


Masa bayi (infancy) ditandai adanya kecenderungan trust – mistrust.
Perilaku bayi didasari oleh dorongan mempercayai atau tidak mempercayai
orang-orang di sekitarnya. Dia sepenuhnya mempercayai orang tuanya, tetapi
orang yang dianggap asing dia tidak akan mempercayainya. Oleh karena itu
kadang-kadang bayi menangis bila di pangku oleh orang yang tidak
dikenalnya.

Tahap ini berlangsung pada masa oral, kira-kira terjadi pada umur 0-1
atau 1 ½ tahun. Dalam tahap ini, bayi berusaha keras untuk mendapatkan

9
pengasuhan dan kehangatan, jika ibu berhasil memenuhi kebutuhan
anaknya, sang anak akan mengembangkan kemampuan untuk dapat
mempercayai dan mengembangkan asa (hope). Jika krisis ego ini tidak
pernah terselesaikan, individu tersebut akan mengalami kesulitan dalam
membentuk rasa percaya dengan orang lain sepanjang hidupnya, selalu
meyakinkan dirinya bahwa orang lain berusaha mengambil keuntungan dari
dirinya.

2. Autonomy vs Shame and Doubt (Otonomi vs Perasaan Malu dan Ragu-


ragu)
Masa kanak-kanak awal (early childhood) ditandai adanya
kecenderungan autonomy–shame, doubt. Pada masa ini sampai batas-batas
tertentu anak sudah bisa berdiri sendiri, dalam arti duduk, berdiri, berjalan,
bermain, minum dari botol sendiri tanpa ditolong oleh orang tuanya, tetapi di
pihak lain dia telah mulai memiliki rasa malu dan keraguan dalam berbuat,
sehingga seringkali minta pertolongan atau persetujuan dari orang tuanya.
Pada tahap kedua adalah tahap anus-otot (analmascular stages), masa ini
biasanya disebut masa balita yang berlangsung mulai dari usia 18 bulan
sampai 3 tahun. Tugas yang harus diselesaikan pada masa ini adalah
kemandirian (otonomi) sekaligus dapat memperkecil perasaan malu dan ragu-
ragu.
Dalam tahap ini, anak akan belajar bahwa dirinya memiliki kontrol atas
tubuhnya. Orang tua seharusnya menuntun anaknya, mengajarkannya untuk
mengontrol keinginan atau impuls-impulsnya, namun tidak dengan perlakuan
yang kasar. Mereka melatih kehendak mereka, tepatnya otonomi. Harapan
idealnya, anak bisa belajar menyesuaikan diri dengan aturan-aturan sosial
tanpa banyak kehilangan pemahaman awal mereka mengenai otonomi, inilah
resolusi yang diharapkan.

3. Initiative versus Guilt (Inisiatif vs Kesalahan)


Tahap ketiga ini juga dikatakan sebagai tahap kelamin-lokomotor
(genital-locomotor stage) atau yang biasa disebut tahap bermain. Tahap ini
pada suatu periode tertentu saat anak menginjak usia 3 sampai 6 tahun, dan
tugas yang harus diemban seorang anak pada masa ini ialah untuk belajar

10
punya gagasan (inisiatif) tanpa banyak terlalu melakukan
kesalahan.Dikarenakan sikap inisiatif merupakan usaha untuk menjadikan
sesuatu yang belum nyata menjadi nyata, sehingga pada usia ini orang tua
dapat mengasuh anaknya dengan cara mendorong anak untuk mewujudkan
gagasan dan ide-idenya.
Resolusi yang tidak berhasil dari tahapan ini akan membuat sang anak
takut mengambil inisiatif atau membuat keputusan karena takut berbuat
salah. Anak memiliki rasa percaya diri yang rendah dan tidak mau
mengembangkan harapan-harapan ketika ia dewasa. Bila anak berhasil
melewati masa ini dengan baik, maka keterampilan ego yang diperoleh
adalah memiliki tujuan dalam hidupnya.

4. Industry vs Inferiority (Kerajinan vs Inferioritas)


Tahap keempat ini dikatakan juga sebagai tahap laten yang terjadi
pada usia sekolah dasar antara umur 6 sampai 12 tahun. Salah satu tugas
yang diperlukan dalam tahap ini ialah adalah dengan mengembangkan
kemampuan bekerja keras dan menghindari perasaan rasa rendah diri. Saat
anak-anak berada tingkatan ini area sosialnya bertambah luas dari
lingkungan keluarga merambah sampai ke sekolah, sehingga semua aspek
memiliki peran, misalnya orang tua harus selalu mendorong, guru harus
memberi perhatian, teman harus menerima kehadirannya, dan lain
sebagainya.
Penyelesaian yang sukses pada tahapan ini akan menciptakan anak
yang dapat memecahkan masalah dan bangga akan prestasi yang diperoleh.
Ketrampilan ego yang diperoleh adalah kompetensi. Di sisi lain, anak yang
tidak mampu untuk menemukan solusi positif dan tidak mampu mencapai apa
yang diraih teman-teman sebaya akan merasa inferior

5. Identity vs Role Confusion (Identitas vs Kekacauan Identitas)


Tahap kelima merupakan tahap adolesen (remaja), yang dimulai pada
saat masa puber dan berakhir pada usia 18 atau 20 tahun. Masa Remaja
(adolescence) ditandai adanya kecenderungan identity – Identity Confusion.
Pada tahap ini, terjadi perubahan pada fisik dan jiwa di masa biologis
seperti orang dewasa sehingga tampak adanya kontraindikasi bahwa di lain

11
pihak ia dianggap dewasa tetapi di sisi lain ia dianggap belum dewasa. Tahap
ini merupakan masa stansarisasi diri yaitu anak mencari identitas dalam
bidang seksual, umur dan kegiatan. Peran orang tua sebagai sumber
perlindungan dan nilai utama mulai menurun, adapun peran kelompok atau
teman sebaya tinggi.
Menurut Erikson masa ini merupakan masa yang mempunyai peranan
penting, karena melalui tahap ini orang harus mencapai tingkat identitas ego,
dalam pengertiannya identitas pribadi berarti mengetahui siapa dirinya dan
bagaimana cara seseorang terjun ke tengah masyarakat.

6. Intimacy vs Isolation (Keintiman vs Isolasi)


Masa dewasa awal yang berusia sekitar 20-30 tahun. Masa Dewasa
Awal (Young adulthood) ditandai adanya kecenderungan intimacy – isolation.
Kalau pada masa sebelumnya, individu memiliki ikatan yang kuat dengan
kelompok sebaya, namun pada masa ini ikatan kelompok sudah mulai
longgar. Mereka sudah mulai selektif, dia membina hubungan yang intim
hanya dengan orang-orang tertentu yang sepaham. Jadi pada tahap ini timbul
dorongan untuk membentuk hubungan yang intim dengan orang-orang
tertentu, dan kurang akrab atau renggang dengan yang lainnya.
Jenjang ini menurut Erikson adalah ingin mencapai kedekatan dengan
orang lain dan berusaha menghindar dari sikap menyendiri. Periode
diperlihatkan dengan adanya hubungan spesial dengan orang lain yang
biasanya disebut dengan istilah pacaran guna memperlihatkan dan mencapai
kelekatan dan kedekatan dengan orang lain. Tapi, jika pada tahap ini tidak
mempunyai kemampuan untuk menjalin relasi dengan orang lain secara baik.
Maka Erikson menyebut adanya kecenderungan maladaptif yang muncul
dalam periode ini ialah rasa cuek, dimana seseorang sudah merasa terlalu
bebas, sehingga mereka dapat berbuat sesuka hati tanpa memperdulikan.
Sementara dari segi lain atau malignansi Erikson menyebutnya dengan
keterkucilan, yaitu kecenderungan orang untuk mengisolasi/menutup diri
sendiri dari cinta, persahabatan dan masyarakat, selain itu dapat juga muncul
rasa benci dan dendam sebagai bentuk dari kesendirian dan kesepian yang
dirasakan.

12
7. Generativity vs Stagnation (Generativitas vs Stagnasi)
Masa dewasa (dewasa tengah) berada pada posisi ke tujuh, dan
ditempati oleh orang-orang yang berusia sekitar 30 sampai 60 tahun. Masa
Dewasa (Adulthood) ditandai adanya kecenderungan generativity-stagnation.
Sesuai dengan namanya masa dewasa, pada tahap ini individu telah
mencapai puncak dari perkembangan segala kemampuannya.
Pengetahuannya cukup luas, kecakapannya cukup banyak, sehingga
perkembangan individu sangat pesat.
Pada tahap ini, individu memberikan sesuatu kepada dunia sebagai
balasan dari apa yang telah dunia berikan untuk dirinya, juga melakukan
sesuatu yang dapat memastikan kelangsungan generasi penerus di masa
depan. Ketidakmampuan untuk memiliki pandangan generatif akan
menciptakan perasaan bahwa hidup ini tidak 5 berharga dan membosankan.
Bila individu berhasil mengatasi krisis pada masa ini maka keterampilan ego
yang dimiliki adalah perhatian.

8. Ego Integrity versus Despair (Integritas vs Keputusasaan)


Tahap terakhir dalam teorinya Erikson disebut tahap usia senja yang
diduduki oleh orang-orang yang berusia sekitar 60 atau 65 ke atas. Masa hari
tua (Senescence) ditandai adanya kecenderungan ego integrity – despair.
Pada masa ini individu telah memiliki kesatuan atau intregitas pribadi, semua
yang telah dikaji dan didalaminya telah menjadi milik pribadinya.
Pada tahap usia lanjut ini, mereka juga dapat mengingat kembali masa
lalu dan melihat makna, ketentraman dan integritas. Refleksi ke masa lalu itu
terasa menyenangkan dan pencarian saat ini adalah untuk mengintegrasikan
tujuan hidup yang telah dikejar selama bertahun-tahun. Kegagalan dalam
melewati tahapan ini akan menyebabkan munculnya rasa putus asa.

13
2.2 STUDI KASUS

Aspek Psikososial Model Erickson pada Perilaku Toileting

Anak Usia Toddler : Studi Kasus

Absktrak
Anak toddler usia 1-3 tahun merupakan anak dengan tahap
perkembangan psikososial antara otonomi dengan malu dan ragu sehinga
perlu adanya latihan untuk mengontrol dirinya salah satunya adalah toilet
training. Metode yang digunakan dalam proses penulisan artikel ilmiah ini
menggunakan pendekatan studi kasus dengan metode deskriptif yang
diambil dari kehidupan serta pengalaman pribadi penulis. Untuk
mengumpulkan data yang berupa artikel, penulis menggunakan beberapa
database yaitu PROQUEST, Science Direct, Google Search dan Scopus.
Penulis juga menggunakan beberapa kata kunci pencarian yaitu “Toodler
Development”, “Erickson Theory”, “Toilet Training”, “Psychosocial
Process”, dengan menggunakan boolean “AND”. Selain menggunakan
kata kunci, penulis juga menggunakan kriteria inklusi dan eksklusi mulai
dari artikel terbitan 2012- 2017, menggunakan bahasa Indonesia dan
bahasa Inggris serta artikel fulltext dengan sumber yang terpercaya. Dari
pencarian diatas didapatkan ribuan artikel dan penulis menganalisa dan
mengangkat judul “Aspek Psikososial Model Erickson pada Perilaku
Toileting Anak Usia Toddler: Studi Kasus”. Hasil dan pembahasan dari
Perkembangan anak Toddler berbeda-beda antara satu dengan yang lain.
Anak usia toddler juga bisa melaksanakan perintah yang diberikan dari
orang lain kepada dirinya. Setelah memasuki usia 24-30 bulan disarankan
untuk melatih anak toileting karena usia tersebut anak sudah bisa
mengontrol diri. Sehingga dapat disimpulakn bahwa perkembangan anak
dalam kasus masih sejalan dengan teori perkembangan psikososial
Erikson sehingga anak masih dalam batas sehat secara psikososial. Perlu
adanya perhatian khusus orang tua kepada anak toddler terutama terkait

14
dengan perkembangan psikososial agar tidak terjadi keterlambatan
sehingga tidak mengganggu perkembangan tahap selanjutnya.

PENDAHULUAN

Anak usia toddler antara 1-3 tahun menunjukkan perkembangan


motorik yang lebih lanjut dan anak menunjukkan kemampuan aktivitas yang
lebih banyak bergerak, mengembangkan rasa ingin tahu dan eksplorasi
terhadap benda-benda yang ada disekelilingnya (Hockenberry et al, 2016).
Perkembangan merupakan perubahan yang teratur, sistematis dan
terorganisir yang mempunyai tujuan tertentu. Perkembangan memiliki
beberapa ciri, yaitu: berkesinambungan, kumulatif, bergerak ke arah yang
lebih kompleks dan holistik (Masadis et al, 2016). Perkembangan psikososial
berarti perkembangan sosial seorang individu ditinjau dari sudut pandang
psikologi. Perkembangan masa anak-anak merupakan hal yang menarik
untuk dipelajari. Sangatlah penting bagi kita untuk mengetahui bagaimana.
perkembangan psikososial dari seorang anak terutama di zaman seperti
sekarang. Dengan mempelajari perkembangan psikososial anak, kita dapat
membimbing dan membantu mengoptimalkan proses perkembangan yang
akan dialami sang anak dengan cara yang tepat (Copeland et al, 2012; Leifer,
2015). Salah satu anak usia toddler dengan rentang usia 12-36 bulan. Masa
ini merupakan masa eksplorasi yang memang perlu pengawasan ketat baik
secara mental maupun fisik (Michael et al, 2012; Wight et al, 2016).
Hal ini sesuai dengan kasus yaitu “Seorang anak laki-laki 3 tahun,
tinggal dengan orang tua anak dan kakek serta neneknya. Pada saat itu anak
sedang aktif- aktifnya dalam kehidupan sosial dan berinteraksi dengan orang
lain. Akan tetapi, beberapa kondisi anak masih malu dan bingung untuk
proses kebersihan diri terutama BAK. Anak masih sering ngompol di siang
hari dan malam hari. Saat ditanya orang tua, anak malu dan belum bisa
menyampaikan keinginannya. Sehingga keluarga mengajarkan anak untuk
menyampaikan keinginannya dan mengajarkan toilet training pada anak.
Orang tua anak juga mengamati perkembangan anak dari hari ke hari
semenjak diajarkan toilet training. Hasilnya anak sudah mulai bisa

15
menyampaikan keinginnya untuk BAK pada siang hari dan sebelum tidur
sehingga jarang ngompol pada malam hari. Selain itu anak juga sudah bisa
membersihkan alat kelamin setelah BAK. Berdasarkan penjelasan di atas
penulis tertarik untuk menganalisa kasus terkait dengan perilaku toileting
pada anak usia toddler.
HASIL DAN PEMBAHASAN

Toddler adalah periode anak yang memiliki rentang usia 12-36 bulan.
Masa ini merupakan masa eksplorasi lingkungan yang intensif karena anak
berusaha mencari tahu terkait semua yang terjadi dan bagaimana mengontrol
orang lain melalui perilaku tempertantrum, negativisme dan keras kepala.
Masa ini merupakan periode yang sangat penting untuk pencapaian
perkembangan dan pertumbuhan intelektual (Leifer, 2015; Hockenberry et al,
2016). Toddler merupakan usia dimana perkembangan perlu adanya
dukungan dan bantuan dari lingkungan sekitar (Cohiola et al, 2012; Meland
et al, 2016; Masadis et al, 2016). Perkembangan psikososial pada toddler
dapat dilihat dari banyak teori, salah satu pendekatan psikososial yang
terkenal adalah model Erik Erikson.
Perkembangan psikososial anak usia toddler, menurut Erickson anak
usia toddler memasuki tahap II dimana anak mulai memahami bahwa ada
aturan-aturan yang harus diperhatikan dan juga tidak boleh dilanggar, selain
itu tahap ini anak juga sudah merasakan keinginan untuk mengontrol dirinya
(Townsend, 2014).
Tahap II: Autonomy versus Shame and Doubt (l-3 tahun) dalam tahap
ini, anak akan belajar bahwa dirinya memiliki kontrol atas tubuhnya. Orang
tua seharusnya menuntun anaknya, mengajarkannya untuk mengontrol
keinginan atau impuls-impulsnya, namun tidak dengan perlakuan yang kasar.
Mereka melatih kehendak mereka, tepatnya otonomi. Harapan idealnya, anak
bisa belajar menyesuaikan diri dengan aturan-aturan sosial tanpa banyak
kehilangan pemahaman awal mereka mengenai otonomi, inilah resolusi yang
diharapkan (Tawnsend, 2014; Hockenberry et al, 2016).

Perkembangan setiap anak berbeda-beda satu dengan yang lain.


Seorang anak yang berusia di bawah 12 bulan tidak memiliki kendali atas

16
gerakan kandung kemihnya. Dilanjutkan pada usia antara 12 sampai 18
bulan ada sedikit kontrol terkait bladdernya. Kebanyakan anak tidak dapat
memperoleh kontrol kandung kemih antara 24 sampai 30 bulan. Setelah
berumur lebih dari 30 bulan anak sudah sepenuhnya mendapatkan kontrol
atas kandung kemihnya (Michael et al, 2012; Kimball, 2016). Sedangkan
pada kasus yang diangkat anak berusia 36 bulan dan sudah bisa mengontrol
untuk berkemih. Hal ini terlihat dari anak sudah memperlihatkan bahwa jika
akan buang air kecil anak lari ke toilet dan sudah tidak mengompol pada
malam hari. Dalam teori Erickson perkembangan psikososial anak usia 36
bulan masih memasuki tahap II yaitu Autonomy versus Shame and Doubt (l-3
tahun) dimana anak mempunyai kendali kontrol terkait dengan tubuhnya
(Townsend, 2014; Hockenberry et al, 2016).
Perkembangan psikososial anak usia toddler, menurut Erickson anak
toddler memasuki tahap II dimana anak mulai memahami bahwa ada aturan-
aturan yang harus diperhatikan dan juga tidak boleh dilanggar, selain itu
tahap ini anak juga sudah dapat mengontrol keinginan atas tubuhnya
(Towsend, 2014). Hal ini tercerminkan dalam kasus yang menunjukkan
bahwa anak laki-laki berusia toddler mulai memahami perintah yang diberikan
baik oleh orang tua dan juga kakek serta neneknya. Mulai dari bagaimana
untuk melepas celana ketika mau BAK, lalu dimana untuk BAK, bagaimana
posisi ketika BAK dan disarankan untuk menahan BAK sebelum sampai toilet.
Penelitian juga mengatakan bahwa observasi yang dilakukan di taman kanak-
kanak menunjukkan bahwa secara gender (usia 30-36 bulan) anak
perempuan lebih bisa memahami terkait dengan perintah daripada anak laki-
laki. Tetapi pada kasus yang diangkat hal tersebut bisa dilakukan oleh anak
toddler tersebut terkait dengan perintah berpakaian, melepas pakaian,
membersihkan diri dan latihan toileting (Meland et al, 2016).

Proses latihan toilet dapat dilakukan antara usia Toddler karena


tahap ini anak sudah bisa mengontrol keinginnya dan sudah bisa mengetahui
perintah dari orang lain. Rata-rata anak yang bisa dilakukan toilet training
adalah yang berusia 27 bulan (Kimball, 2016; Hockenberry et al, 2016). Pada
kasus yang diangkat anak berusia 36 bulan dan anak sudah siap untuk
dilakukan pelatihan toileting. Hal ini untuk melatih anak agar anak dapat BAK
17
di toilet dan tidak mengompol lagi baik pada siang ataupun malam hari.

Selain perkembangan psikososial ini juga ada perkembangan


motorik. Perkembangan anak toddler terkait dengan kasus yang diangkat
oleh penulis yaitu perkembangan motorik halus seperti mengikuti perintah,
melaksanakan perintah, menirukan gerakan dan mencoba menelaah setiap
perkataan. Hal ini terlihat dari kasus bahwa anak mulai mengikuti perintah
dari orang tua, kakek, dan neneknya serta menirukan cara untuk membuka
celana saat akan BAK. Perkembangan motorik yang dicapai anak usia
toddler terbagi menjadi dua meliputi perkembangan motorik halus dan
perkembangan motorik kasar. Motorik halus adalah aspek yang berhubungan
dengan kemampuan anak mengamati sesuatu, melakukan gerakan yang
melibatkan bagian-bagian tubuh tertentu, dilakukan otak kecil, dan
memerlukan koordinasi yang cepat, sedangkan motorik kasar merupakan
aspek yang berhubungan dengan pergerakan dan sikap tubuh (Cocchiola et
al, 2012; Kimball, 2016).

Setelah anak masuk ke dalam proses siap untuk dilakukan pelatihan


toilet ada beberapa indikator yang bisa digunakan yaitu: (1) berjalanlah
dengan baik agar bisa sampai ke toilet, (2) memberitahu kapan ada
kebutuhan untuk pergi ke toilet dan (3) mulai mengkontrol otot yang
digunakan untuk menahan rasa BAK (Cocchiola et al, 2012; Kimball, 2016;
Moser&Reikeras, 2016). Pada kasus juga terlihat bahwa anak berjalan
menuju ke toilet ketika merasakan BAK hal ini juga terlihat dari perintah orang
tua apabila anak merasakan ingin BAK maka harus ke toilet dan
menahannya. Selain itu orang tua juga mengajarkan pada anak agak
membuang BAK pada toilet. Anak juga sudah bisa memberikan informasi
kepada orang tua apabila ingin BAK dan saat malam hari sudah bisa untuk
menahan BAK dan tidak mengompol.

Proses kemajuan perkembangan psikososial terkait dengan latihan


yang diberikan oleh orang tua dan keluarga terkait proses toileting. Anak
sudah memasuki umur 36 bulan dan disini anak sudah diajarkan latihan toilet
agar anak bisa lakukan toilet di kamar mandi. Hal ini senada dengan tanda-
18
tanda bahwa anak sudah siap dilakukan toilet training yaitu: (1) Meminta agar
popok diganti atau memberitahu bahwa ingin buang air besar atau air
kencing, (2) Menunjukkan ketidaknyamanan saat popok basah atau kotor, (3)
menikmati prosespergantian pakaian yang dilakukan orang tua atau anak-
anak, (4) Mengikuti ke kamar mandi untuk melihat bagaimana toilet
digunakan, (5) Ingin melakukan sesuatu (seperti pergi ke toilet) untuk
membuat orang tua senang atau mendapat pujian, (6) Memiliki popok kering
minimal 2 jam di siang hari atau sudah kering setelah tidur siang atau
semalam (Kimball, 2016; Meland et al, 2016).
Dari pembahasan yang didapatkan penulis antara perkembangan
anak dengan teori, anak masih dalam tahap sesuai dengan teori yang
diangkat penulis yaitu Teori Psikososial Erikson. Pembagian psikososial dari
Erikson khusunya terkait tahap II yaitu anak akan belajar bahwa dirinya
memiliki kontrol atas tubuhnya salah satunya adalah proses toileting yang
meliputi BAK (Kimball, 2016; Meland et al, 2016). Sehingga kasus yang
diangkat sesuai dengan teori bahwa anak usia toddler sudah dapat
mengontrol atas tubuhnya.

Pelatihan toileting sangat penting pada usia toddler, yaitu mengajar


anak untuk mengenali sinyal tubuhnya karena buang air kecil dan buang air
besar dan menggunakan toilet dengan benar dan pada waktu yang tepat.
Latihan toilet harus dimulai saat anak menunjukkan tanda bahwa dia sudah
siap dan tidak ada usia yang tepat untuk memulai (Cocchiola et al, 2012;
Kimball, 2016). Dalam kasus yang diangkat pelatihan toileting sangat tepat
dan tidak terlambat diberikan pada anak usia toddler sehingga proses tumbuh
kembang dapat berjalan dengan baik untuk proses selanjutnya.

19
BAB III
PENUTUP

3.1. KESIMPULAN
Erik Homburger Erikson yang terlahir dengan nama Erik Salomonsen (15
Juni 1902 – 12 Mei 1994) adalah seorang pakar psikologi perkembangan dan
psikoanalis berkebangsaan Jerman, dikenal akan teorinya akan perkembangan
psikososial manusia. Teori psikososial Erikson ini merupakan salah satu teori
terbaik mengenai kepribadian yang ada dalam psikologi. Seperti Sigmund
Freud, Erikson juga mempercayai bahwa kepribadian seseorang akan
berkembang melalui beberapa tingkatan tertentu.

Erikson mengembangkan teori tersebut dengan menekankan pada


aspek-aspek perkembangan sosial. Melalui teori yang dikembangkannya yang
biasa dikenal dengan sebutan Theory of Psychosocial Development (Teori
Perkembangan Psikososial), Erikson tidak berniat agar teori psikososialnya
menggantikan baik teori psikoseksual Freud maupun teori perkembangan
kognitif Piaget. Ia mengakui bahwa teori-teori ini berbicara mengenai aspek-
aspek lain dalam perkembangan.

Salah satu elemen yang penting dari tingkatan psikososial Erikson


adalah perkembangan mengenai persamaan ego, suatu perasaan sadar yang
kita kembangkan melalui proses interaksi sosial. Dasar dari teori Erikson adalah
sebuah konsep yang mempunyai tingkatan. Ada delapan tingkatan yang
menjadi bagian dari teori psikososial Erikson, yang akan dilalui oleh manusia.
Setiap manusia dapat naik ke tingkat berikutnya walaupun tidak sepenuhnya
tuntas mengalami perkembangan pada tingkat sebelumnya.

20
Teori psikososial Erikson berkaitan dengan prinsip – prinsip dari
perkembangan secara psikologi dan sosial, dan merupakan bentuk
pengembangan dari teori psikoseksual dari Sigmund Freud. Delapan tahapan
yang dibuat oleh Erikson yaitu:

1. Trust vs Mistrust ( Percaya & Tidak Percaya, 0-18 bulan)


2. Otonomi vs Malu dan Ragu – ragu (Autonomy vs Shame and Doubt, 18
bulan – 3 tahun)
3. Initiative vs Guilt (Inisiatif vs Rasa Bersalah, 3 – 6 tahun)
4. Industry vs Inferiority ( Tekun vs Rasa Rendah Diri, 6-12 tahun)
5. Identity vs Role Confusion ( Identitas vs Kebingungan Peran, 12-18
tahun)
6. Intimacy vs Isolation ( Keintiman vs Isolasi, 18-35 tahun)
7. Generativity vs Stagnation ( Bangkit vs Stagnan, 35-64 tahun)
8. Integrity vs Despair (Integritas vs Keputusasaan, 65 tahun keatas)

Teori erikson ini mempunyai kelebihan yakni sebenarnya teori dari


Erikson adalah pengembangan dari teori Freud. Banyak orang yang lebih
memilih teori Erikson daripada teori Freud karena Erikson mencakup seluruh
masa dan tahapan kanak – kanak hingga lanjut usia sementara Freud hanya
sebagian diantaranya yaitu sampai masa remaja dan juga karena banyak orang
tidak percaya bahwa manusia hanya didominasi oleh naluri seksual mereka
seperti yang dinyatakan Freud. Erikson menangkap banyak masalah utama
dalam kehidupan yang menjadi dasar pembentukan teori psikososisalnya
tersebut. Teori psikososial Erikson dianggap lebih realistis karena membawa
aspek kehidupan seperti sosial dan budaya.

21
DAFTAR PUSTAKA

1. Cramer, Craig, Flynn, Bernadette. & La Fave, Ann. 1997. Critiques &
Controversies of Erikson. Tersedia di :
https://web.cortland.edu/andersmd/erik/crit.html [Diakses 26 Oktober pada
pukul 13.30]

2. Krisnawati Yeni., 2014. Teori Psikologi Perkembagan Erik H. Erikson dan


Manfaatnya Bagi Tugas Pendidikan Kristen Dewasa Ini. Tersedia di :
https://sttpb.ac.id/e-journal/index.php/kurios/article/view/20/21 [Diakses pada
26 Oktober 2020 pada pukul 14.05]

3. Retno Devita., Teori Psikososial Erikson dan Perkembangannya. Tersedia di:


https://dosenpsikologi.com/teori-psikososial-erikson [Diakses 26 Oktober
2020 pada pukul 14.40]

4. Eriyono B. W, Mustikasari.2019. Aspek Psikososial Model Erik Erikson pada


Perilaku Toileting Anaka Usia Toddler. Jurnal Ilmiah Keperawatan Indonesia.
Tersedia di : http://jurnal.umt.ac.id/index.php/jik/article/view/1485/1615 Vol 3
no. 1 : 2-8 [Diakses 28 Oktober 2020 pada pukul 14:47]

5. Thahir, A. (2018). Psikologi Perkembangan. Tersedia di :


http://repository.radenintan.ac.id/id/eprint/11010 [Diakses 26 Oktober 2020
pada pukul 21.12]

22
6. Reindravi, S. (2000). Perkembangan Psikososial Anak. Bagian/SMF Psikiatri
Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/Rumah Sakit Umum Pusat
Sanglah Denpasar. Tersedia di :
https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum/article/download/7029/5274 [Diakses 26
Oktober 2020 pada pukul 21.23]

23

Anda mungkin juga menyukai