Anda di halaman 1dari 36

MAKALAH TEORI – TEORI KEPRIBADIAN

Erik H. Erickson, Dollard & Miller, Hans Eysenck

Dosen Pengampu : Dr. Dyan Evita Santi, S.Psi., M.Si., Psikolog

DISUSUN OLEH:

1. Maylista Kirana Dewi Budianto [1512200007]


2. Puteri Nur Diana Sari Choirudin [1512200019]
3. Aris Maulana Vicky Apriawan [1512200020]
4. Ellen Adelia Elga Vranzani [1512200022]
5. Ayu Rizky Laili Fitriani [1512200030]
6. Cinta Berliana Arlista [1512200037]
7. Sofie Nur Alfiati [1512200048]
8. Vinka Syafitri Hendira Putri [1512200049]

KELAS A

PROGRAM STUDI S1 PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 SURABAYA

2022/2023
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, Atas
rahmat, berkat dan nikmat yang diberikan kepada kami. Berkat rahmat yang
diberikan, kami dapat menyelesaikan tugas makalah kelompok pada mata kuliah
Teori – Teori Kepribadian dengan judul “TEORI – TEORI KEPRIBADIAN
OLEH TOKOH Erik H. Erickson, Dollard & Miller, Hans Eysenck”.

Makalah ini kami susun dengan tujuan pemenuhan tugas mata kuliah Teori
Kepribadian serta dalam usaha kami menambah pengetahuan dan mendalami ilmu
yang sedang kami tempuh saat ini. Dengan adanya makalah ini kami berharap
menghasilkan output yang positif baik untuk kami sebagai tim penulis dan juga
pembaca sehingga dapat memetik pengetahuan baru dan juga bermanfaat bagi
kehidupan sehari – hari.

Kami mengucapkan terima kasih kepada dosen pengampu mata kuliah


teori – teori kepribadian yaitu Dr. Dyan Evita Santi, S. Psi., M. Si., Psikolog, juga
kepada seluruh pihak yang terkait dalam proses pembuatan makalah ini karena
dengan kerja keras serta tanggung jawab yang dicurahkan makalah ini dapat
selesai sesuai dengan batas waktu yang telah ditentukan.

Dalam pembuatan makalah ini kami menyadari bahwa makalah ini tidak
sempurna. Masih terdapat kalimat atau sepatah kata baik kami sengaja maupun
tidak sengaja kurang tepat dalam penulisannya. Kami memohon maaf dan dengan
rendah hati, dengan tangan terbuka kami menerima masukan yang sifatnya
membangun sehingga kedepannya kami dapat menuliskan makalah yang lebih
baik dari makalah pada kali ini.

Demikian kata pengantar yang dapat kami tuliskan, Atas perhatiannya


kami ucapkan terima kasih.

Surabaya, 04 Maret 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ i

DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG .............................................................................. 1

1.2. RUMUSAN MASALAH ......................................................................... 1

1.3. TUJUAN .................................................................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN

2.1. TOKOH ERIK H. ERICKSON ................................................................ 3

2.1.2. BIOGRAFI ERIK H. ERICKSON .................................................... 3

2.1.3. KONSEP KEPRIBADIAN ERIK H. ERICKSON ........................... 4

2.1.4. DINAMIKA KEPRIBADIAN ERIK H. ERICKSON ...................... 6

2.1.5. PEMBAHASAN ERIK H. ERICKSON ......................................... 10

2.1.6. IMPLIKASI ERIK H. ERICKSON ................................................ 12

2.2. TOKOH DOLLARD & MILLER .......................................................... 14

2.2.1. BIOGRAFI DOLLARD & MILLER .............................................. 14

2.2.2. KONSEP KEPRIBADIAN DOLLARD & MILLER ..................... 16

2.2.3. DINAMIKA KEPRIBADIAN DOLLARD & MILLER ................ 16

2.2.4. PEMBAHASAN DOLLARD & MILLER ..................................... 20

2.2.5. IMPLIKASI DOLLARD & MILLER ............................................ 23

2.3. TOKOH HANS EYSENCK ................................................................... 23

2.3.1. BIOGRAFI HANS EYSENCK ...................................................... 23

2.3.2. KONSEP KEPRIBADIAN HANS EYSENCK .............................. 25

ii
2.3.3. DINAMIKA KEPRIBADIAN HANS EYSENCK ......................... 26

2.3.4. PEMBAHASAN HANS EYSENCK .............................................. 27

2.3.5. IMPLIKASI HANS EYSENCK ..................................................... 27

BAB III PENUTUP

3.1. KESIMPULAN ...................................................................................... 29

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Kepribadian atau personality yang berasal dari kata “persona” yang


mempunyai arti “topeng”. Dalam artian, kepribadian atau personality merupakan
hal yang menunjukkan suatu atribut seorang individu, yang menggambarkan apa,
mengapa, dan bagaimana tingkah laku manusia. Kepribadian dapat dilihat dengan
cara memperhatikan pola sifat dan ciri-ciri yang relatif menetap dan konsisten
dalam tingkah laku seseorang. Dalam setiap individu, mempunyai kepribadian
yang berbeda dengan individu lainnya. Hal tersebut menjadi sebuah keunikan
yang terdapat dalam setiap individu.

Teori-teori kepribadian banyak dikemukakan oleh tokoh-tokoh psikologi.


Seperti konsep kepribadian dari tokoh psikologi Erik H. Erickson, Dollard &
Miller, Hans Eysenck yang dibahas dalam makalah ini. Dalam setiap tokoh,
mempunyai konsep yang berbeda-beda dalam memberikan teori kepribadian.
Perbedaan teori itulah yang merupakan dasar dari penyusunan makalah mengenai
beberapa tokoh yang tersebut diatas. Melewati penyusunan makalah ini,
diharapkan agar pembaca dapat mempelajari tentang teori oleh para tokoh dan
bisa mendapatkan perbedaan antara tokoh satu dengan yang lainnya.

1.2. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang diatas, dapat dirumuskan beberapa masalah


penting yang dibahas dalam makalah ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana biografi dari Erik H. Erickson?


2. Bagaimana konsep tentang kepribadian menurut Erik H. Erickson?
3. Bagaimana dinamika kepribadian menurut Erik H. Erickson?
4. Bagaimana pembahasan tentang kepribadian menurut Erik H. Erickson?

1
5. Bagaimana iImplikasi mengenai kepribadian menurut Erik H. Erickson??
6. Bagaimana biografi dari Dollard & Miller?
7. Bagaimana konsep tentang kepribadian menurut Dollard & Miller?
8. Bagaimana dinamika kepribadian menurut Dollard & Miller?
9. Bagaimana pembahasan tentang kepribadian menurut Dollard & Miller?
10. Bagaimana implikasi mengenai kepribadian menurut Dollard & Miller?
11. Bagaimana biografi dari Hans Eysenck?
12. Bagaimana konsep tentang kepribadian menurut Hans Eysenck?
13. Bagaimana dinamika kepribadian menurut Hans Eysenck?
14. Bagaimana pembahasan tentang kepribadian menurut Hans Eysenck?
15. Bagaimana implikasi mengenai kepribadian menurut Hans Eysenck?

1.3. TUJUAN

1. Untuk menjelaskan biografi Erik H. Erickson.


2. Untuk menjelaskan konsep kepribadian menurut Erik H. Erickson.
3. Untuk menjelaskan dinamika kepribadian menurut Erick H. Erickson.
4. Untuk menjelaskan tentang teori kepribadian menurut Erick H. Erickson.
5. Untuk menjelaskan implikasi kepribadian menurut Erik H. Erickson.
6. Untuk menjelaskan biografi Dollard & Miller.
7. Untuk menjelaskan konsep kepribadian menurut Dollard & Miller.
8. Untuk menjelaskan dinamika kepribadian menurut Dollard & Miller,.
9. Untuk menjelaskan tentang teori kepribadian menurut Dollard & Miller.
10. Untuk menjelaskan implikasi kepribadian menurut Dollard & Miller.
11. Untuk menjelaskan biografi Hans Eysenck.
12. Untuk menjelaskan konsep kepribadian menurut Hans Eysenck.
13. Untuk menjelaskan dinamika kepribadian menurut Hans Eysenck.
14. Untuk menjelaskan tentang teori kepribadian menurutdan Hans Eysenck.
15. Untuk menjelaskan implikasi kepribadian menurut Hans Eysenck.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. TOKOH ERIK H. ERICKSON

2.1.1. BIOGRAFI ERIK H. ERICKSON

Erikson H. Erickson lahir di Jerman pada


tanggal 15 Juni 1902 dari orang tua Denmark yang
dipisahkan sebelum erikson lahir ke dunia ini.
Bertahun – tahun lamanya , Erikson diasumsikan
bahwa ayah Jerman, memiliki profesi seorang dokter
anak padahal yang sebenarnya erikson tidak pernah
menemui ayah kandungnya. Karena latar belakang Denmark, penampilan
Nordic dan warisan Yahudi ( ayah nya erikson adalah Kristen, ibu dan ayah
tirinya adalah Yahudi ), Erikson tidak sepenuhnya diterima oleh sekolahnya.
Rekan – rekan Yahudi menjuluki erikson “the goy” artinya adalah “kafir” dan
kenalan non Yahudi menganggap dia seorang Yahudi (Coles, 1970.hlm.180.)

Pada tahun 1927 ia mulai mengajar, di Wina, di sekolah progresif kecil


untuk anak – anak Amerika. Banyak anak – anak orang tua dan beberapa anak
– anak juga telah datang ke Wina untuk dianalisis oleh Freud dan keluarganya.
Segera Erikson mendaftarkan ke Wina Psikoanalitik Institute dan mulai
analisis pribadi dengan Anna Freud. Erickson dianggap salah satu merupakan
terang dan menjanjikan siswa. Ia dilatih di kedua orang dewasa dan anak
psikoanalisis, dan ia lulus pada tahun 1933. Erikson sangat menyadari iklim
politik yang memburuk dari tahun 1930-an dengan demikian, pada tahun 1933
Erikson pindah ke Amerika Serikat, dengan membawa istrinya, mantan Joan
Serson, Kanada – Amerika yang datang ke Wina untuk penelitian sejarah tari-
dan anak – anak mereka, Kai dan Jon ( anak ketiga mereka, lahir di Amerika ).
Mereka menetap dan tinggal di Boston, Erikson membuka praktik pribadi dan
menjadi psikoanalitik anak pertama. Erikson telah diberi janji di Harvard

3
Medical School dan di Rumah Sakit Umum Massachusetts, dan ia segera
berafiliasi juga dengan Harvard Psychological Clinic dan Hakim Baker Pusat
Bimbingan, Klinik perintis untuk pengobatan anak – anak yang terganggu
dengan emosinya. Dari Harvard, Erikson pindah ke University of California di
Berkeley. Di mana ia menulis buku pertamanya yang berjudul “Childhood and
Society”(1950,rev.1963).

Kemudian, sebagai protes pemecatan universitas anggota fakultas yang


menolak tanda royalty sumpah atau untuk memberikan informasi apapun
tentang afiliasi politik mereka, Erikson mengundurkan diri dari posisinya.
Setelah mengundurkan diri dari University of California, Erikson pindah ke
Austen Riggs Pusat Pelatihan psikoanalitik dan penelitian di Massachusetts, di
mana ia melanjutkan untuk mengeksplorasi masalah khusus pemuda dan
mulai membuat studinya di psychohistory. Pada tahun 1960 an ia kembali ke
Harvard sebagai professor psikologi dan tinggal disana hingga masa pension
formal pada 1970.

Selama periode kedua di Harvard, Erikson didirikan tentu saja


sekarang terkenal dengan “The Human Life Cycle”. Saat ini, Erikson tinggal
di dekat San Fransisco, di mana ia menjabat sebagai konsultan untuk Mt.Zion
Hospital dan The University of California’s Health and Medical Sciences
Program. Dia melanjutkan pengejaran teoritis selain memperluas topik yang ia
telah tangani sebelumnya, dia sekarang juga menekankan daerah baru yang
menjadi perhatian, seperti dewasa dan penuaan. Serta Erickson meninggal
pada tanggal 12 Mei 1944 di Harwich, Amerika Serikat.

2.1.2. KONSEP KEPRIBADIAN ERIK H. ERICKSON

Erik Erickson adalah seorang psikolog yang merupakan murid dari


Sigmund Freud seorang tokoh psikoanalitik. Erikson mengambil psikoanalitik
sebagai dasar teorinya namun ia mengikut sertakan pengaruh – pengaruh
sosial individu dalam perkembangannya. Berbeda dengan Freud yang
berpendapat bahwa pengalaman masa kanak – kanak , terutama di lima tahun

4
awal, yang mempengaruhi kepribadian seseorang ketika dewasa. Erikson
berpendapat bahwa masa dewasa bukanlah sebuah hasil dari pengalaman –
pengalaman masa lalu tetapi merupakan proses kelanjutam dari tahapan
kehidupan sebelumnya. Erik Erickson membantah ide Freud yang mengatakan
bahwa identitas sudah ditentukan dan terbentuk sejak kanak – kanak, pada
usia lima tahun atau enam tahun, Erikson berpendapat bahwa pembentukan
identitas merupakan proses yang berlangsung seumur hidup. Manusia adalah
makhluk unik dan menerapkan sistem terbuka serta saling berinteraksi.
Manusia selalu berusaha untuk mempertahankan keseimbangan hidupnya.
Keseimbangan yang dipertahankan oleh setiap individu untuk dapat
menyesuaikan diri dengan lingkungannya, keadaan ini disebut dengan sehat.
Sedangkan seseorang dikatakan sakit apabila gagal dalam mempertahankan
keseimbanagan diri dan lingkungannya. Sebagai makhluk sosial, untuk
mencapai kepuasan dalam kehidupan, mereka harus membina hubungan
interpersonal positif.

Konsep dasar kepribadian manusia menurut Erik Erikson tidak hanya


dipengaruhi oleh keinginan/dorongan dari dalam individu, tapi juga
dipengaruhi oleh faktor – faktor luar, seperti adat, budaya, dan lingkungan
tempat dimana kepribadian individu berkembang dengan menghadapi
serangkaian tahapan – tahapan sejak manusia lahir (bayi) hingga memasuki
usia lanjut ( masa dewasa akhir).

a. Fungsi Ego Impulse Economic, maksudnya adalah dorongan – dorongan


yang menguntungkan disalurkan dengan cara yang baik dan normative.
Pada diri individu terdapat beberapa macam – macam dorongan yang
setiap saat munculnya, misalnya dorongan untuk bekerja, berbicara,
melakukan sesuatu dan sebagainya. Fungsi ego disini adalah menyalurkan
dengan cara mewujudkan dalam bentuk tingkah laku secara baik yaitu
yang baik dan dapat diterima oleh lingkungan.
b. Fungsi Ego Kognitif maksudnya adalah berfungsinya ego pada diri
individu untuk menerima rangsangan dari luar kemudian menyimpannya

5
dan setelah itu dapat mempergunakananya untuk sesuatu keperluan coping
behavior. Individu yang memiliki fungsi kognitifnya dalam bertingkah
laku selalu menggunakan aspek pikiran, dan selalu diiringi dengan
kemampuan mengingat dan memutuskan. Sebaliknya, apabila tidak
berfungsi aspek kognitif ego ini maka tingkah laku individu nampak
cenderung sembrono, impuls dan kekanak – kanakan.
c. Fungsi Pengawas disebut juga dengan fungsi control, maksudnya ego
tidak membiarkan tingkah laku seseorang itu sembarangan atau acak tetapi
tingkah laku yang dilahirkan itu hendaknya merupakan tingkah laku yang
berpola dan menurut aturan tertentu. Secara khusus fungsi ego yang
mengontrol ini termasuk juga mengontrol perasaan dan emosi terhadap
tingkah laku yang dimunculkan. Tingkah laku yang baik adalah
penampilan tingkah laku tersebut tidak begitu juga saja dicakari oleh
emosi, dan sebagai sifat kerasionalannya tingkah laku lebih tampak. Ciri
fungsi control ini adalah individu yang bertingkah laku tanpa diganggu
oleh emosinya, orang yang paling tidak ada kontrolnya adalah “Manic
Depressive”.

2.1.3. DINAMIKA KEPRIBADIAN ERIK H. ERICKSON

Ada 8 tahapan perkembangan menurut Erikson (dalam Hall &


Lindzey,1980,hlm.79)

Stage And
Approximat Psychosocia Psychosocia Major
Virtue
-E Age l Aspect l Crisis Development
Range
Relasi antara ibu
dan bayi
memberikan
fondasi
Oral - Trust vs kepercayaan orang
I Infacy 0-1) Hope
sensory Mistrust lain dan dirinya
sendiri, tetapi juga
memberikan
tantangan untuk
ketidak percayaan

6
Stage And
Approximat Psychosocia Psychosocia Major
Virtue
-E Age l Aspect l Crisis Development
Range
orang lain dan
kurang percaya
diri. Harapan
adalah kepercayaan
yang
mempertahankan
apa yang bis akita
capai yang
dibutuhkan dan
diinginkan.
Mempelajari
pengendalian diri
membentuk
perasaan yang
bebas, tapia nak
juga berkembang
menjadi merasa
malu dan ragu –
II Early Autonomy
Anal – ragu tentang
Childhood ( vs Shame, Will
Muscular kapasitasnya untuk
1-3) Doubt
melakukan sendiri.
Kemauan adalah
kemampuan untuk
bebas memilih dan
mengendalikan dan
menerapkan
terhadap diri
sendiri.
Mobilitas dan rasa
ingin tahu untuk
mendorong
perkembangan
dalam inisiatif
untuk menguasai
Infantile
III Play age Intitiative vs lingkunagn, tetapi
Genital, Purpose
(3-6) Guilty perasaan bersalah
Locomotor
lebih bersikap
agresif dan berani
mungkin muncul.
Maksud/cita – cita
adalah kemampuan
untuk menentukan

7
Stage And
Approximat Psychosocia Psychosocia Major
Virtue
-E Age l Aspect l Crisis Development
Range
dan mengejar
tujuan dengan
percaya diri tanpa
takut akan
hukuman.
Belajar untuk
mengontrol satu
imajinasi dan untuk
IV School Industry vs Competenc
Latency melakukan
Age (6-12) Inveriority -e
pekerjaan sekolah
mengembangankan
.
Rasa dari keunikan
sebagai seseorang,
Hasrat untuk
mengetahui seluruh
peran dan
lingkungan dalam
sosial dan upaya
untuk menerapkan
diri dan memimpin
tujuan untuk
perkembangan rasa
identitas, Tetapi
pubertas,
pertumbuhan fisik,
V Identity vs
kebutuhan untuk
Adolescence Puberty Identify Fidelity
meninggalkan masa
(12-20) Confusion
anak – anak, dan
ketidak tentuan
nilai membuat
perpindahan fase
ini menjadi paling
sulit dibandingkan
dengan fase – fase
lainnya, dan masa
dewasa akan
menjadi
membingungkan
lebih dari siapa dan
apa yang dia
inginkan. Ketaatan

8
Stage And
Approximat Psychosocia Psychosocia Major
Virtue
-E Age l Aspect l Crisis Development
Range
adalah kekuatan
untuk menjadi setia
kepada orang dan
ideal, keduanya
hasil dari dan
kekuatan identitas.
Keinginan untuk
mempersatukan
satu identitas
dengan yang
lainnya memimpin
orang untuk
mencari kerukunan,
tetapi identitas
VI Young
Intimacy vs yang goyah bisa
Adulthood ( Genitality Love
Isolation membuat menjauhi
20-30)
satu relasi dengan
yang lain dan
memimpin isolasi.
Cinta adalah
kekuatan untuk
peralihan bersama
dalam berbagai
relasi
Kebutuhan untuk
menciptakan
berbagai hal
kebutuhan anak,
ide, produk
terdepan jika itu
tidak membutuhkan
keterangan, orang
Generativit
VII beresiko tidak
y vs Care
Adulthood berkembang dan
Stagnation
pemiskinan, Peduli
adalah kekuatan
untuk membimbing
menjadi apa
membangkitkan
anak, proyek dan
masa depan.

9
2.1.4. PEMBAHASAN ERIK H. ERICKSON

Kepribadian pada manusia berkembang melalui beberapa tahapan.


Menurut Erikson, ada delapan tahap dalam perkembangan psikososial, dari
bayi hingga dewasa. Tahapan perkembangan dipengaruhi oleh faktor
keturunan/genetik. Kekuatan lingkungan dan sosial yang kita hadapi
mempengaruhi cara berlangsungnya tahapan-tahapan perkembangan yang
telah ditentukan secara genetik. Jadi, perkembangan kepribadian dpengaruhi
baik oleh faktor biologis maupun faktor sosial. Berikut delapan tahapan
menurut Erikson:

i. Trust vs Mistrust (0-1 tahun)

Dalam tahap ini, seorang anak tidak yakin akan dunia ini dan
kepercayaan itu terjadi apabila lingkungannya dapat mememnuhi
kebutuhan mereka. Mereka akan merasa aman bahkan dalam situasi
mengancam sekalipun. Jika tahapan ini tidak memenuhi maka, si anak akan
tumbuh dengan rasa ketidakpercayaan dalam lingkungannya, seperti
kecurigaan dan kecemasan

ii. Otonomi x Keraguan (1-3 tahun)

Tahap kedua ini difokuskan pada rasa kontrol diri atas keterwampilan
fisik dan kemandirian. Apabila seorang anak didorong dan didukung dalam
peningkatan kemandirian dan keterampilan, maka dia akan lebih percaya
diri dan mampu untuk melanjutkan ketahap berikutnya. Jika anak selalu
dikritik, terlalu dikendalikan, ataupun tidak diberikan kesempatan, maka
mereka mulai kurang percaya diri, merasa ragu, selalu bergantung pada
orang lain.

iii. Inisiatif x Kesalahan (4-5 tahun)

Pada tahapan ini, anak memiliki rasa keingintahuan yang sangat tinggi,
hal ini dapat mendorong perkembangan mereka untuk berinisiatif diberikan
kesempatan untuk melakukan eksplorasi dunia. Pada masa ini pula anak

10
telah memiliki beberapa kecakapan atau keterampilan yang membuatnya
terdorong untuk melakukan beberapa kegiatan, akan tetapi kemampuan
mereka dalam melakukan hal tersebut adakalanya mengalami kegagalan.
Saat anak mengalami kegagalan, disaat itu pula akan menyebabkan mereka
memiliki perasaan bersalah. Biasanya untuk sementara waktu dia tidak mau
untuk melakukan apapun ataupun berinisiatif.

iv. Ketekunan x Rendah Diri (6-11 tahun)

Dalam tahapan ini ditandai dengan munculnya kecenderungan


ketekunan dan rendah diri. Sebagai kelanjutan dari tahap sebelumnya, pada
masa ini anak sangat aktif mempelajari apa saja yang ada di lingkungannya.
Dorongan untuk mengetahui dan berbuat terhadap sesuatu akan dapat
dilakukan dengan mempelajari hal itu dengan tekun atau sungguh-sungguh.
Akan tetapi akan ada keterbatasan dalam kemampuan mereka untuk
melakukan hal tersebut yang dapat membuat mereka melakukan kegagalan,
dan kegagalan ini akan membuat anak merasa rendah diri.

v. Identitas Terpadu x Peran yang Kacau (12-18 tahun)

Tahap kelima merupakan tahap adolsen (remaja), yang dimula pada saat
masa puber dan berakhir pada usia 18 tahun. Biasanya masa ini ditandai
dengan adanya kecenderungan identitas dan kebingungan identitas, hal ini
menjadi salah satu bentuk persiapan menjadi dewasa. Remaja yang berhasil
menangani krisis dan mencapai identitas akan berkembang akan menjadi
orang dewasa yang sehat secara fisik dan mental. Apabila dia gagal dalam
masa ini, maka mereka akan ada gangguan dalam kesehatan mereka baik
secara fisik maupun mental. Pada masa ini anak ditandai dengan memiliki
ikatan dengan kelompok sebaya.

vi. Keakraban x Isolasi (19-35 tahun)

Tahap ini menurut erikson adalah ingin mencapai kedekatan dengan


orang lain dan berusaha menghindar dari sikap menyendiri. Biasanya
diperlihatkan dengan adanya hubungan sepesial seperti persahabatan atau

11
pacaran, hal ini mengandung arti adanya kerjasama yang terjalin dengan
orang lain. Akan tetapi, peristiwa ini akan memiliki pengaruh berbeda
apabila seseorang dalam tahap ini tidak mempunyai kemampuan menjalin
relasi dengan secara baik, sehingga akan tumbuh sifat merasa terisolasi.
Kecenderungan antara keakraban dan isolasi harus berjalan dengan
seimbang guna memperoleh nilai yang positif.

vii. Generativ x Stagnasi (36-55 tahun)

Menurut Erikson, apabila pada tahap terdapat salah satu tugas untuk
dicapai yaitu dengan mengabdikan diri guna keseimbangan antara sifat
melahirkan sesuatu (generativitas) dengan tidak berbuat apapun (stagnasi).
Generativitas adalah perluasan cinta ke masa depan. Sifat ini adalah
kepedulian terhadap generasi yang akan datang. Melalui generativitas akan
dapat dicerminkan sikap memedulikan orang lain. Pemahaman ini sangat
jauh berbeda dengan arti kata stagnasi yaitu pemujaan terhadap diri sendiri
dan sikap yang digambarkan dalam stagnasi ini adalah tidak peduli
terhadap siapapun.

viii. Integritas Ego x Putus Asa (55+ tahun)

Dalam teori Erikson, orang yang sampai pada tahap ini berarti sudah
cukup berhasil melewati tahap-tahap sebelumnya dan yang menjadi tugas
pada usia senja ini adalah integritas dan berupaya menghilangkan putus asa
dan kekecewaan. Jika di dalam diri orang pada tahap paling tinggi dalam teori
Erikson terdapat integritas yang memiliki arti tersendiri yakni menerima
hidup, berarti menerima akhir hidup itu sendiri. Namun, sikap ini akan
bertolak belakang jika dalam diri mereka tidak terdapat integritas yang mana
sikap terhadap datangnya kecemasan dan putus asa akan terlihat

2.1.5. IMPLIKASI ERIK H. ERICKSON

Implikasi dari teori Psikososial Erik Erikson bagi Bimbingan dan


Konseling. Dengan adanya teori konseling dapat digunakan untuk konseling
ego yang dimana konseling ini juga dipopulerkan oleh Erik Erikson juga.

12
Konseling ego memiliki ciri khas yang lebih menekankan pada fungsi ego,
yang merupakan energi psikologis seorang individu dibandingkan id dan super
ego.

Pada umumnya kegiatan konseling diadakan bertujuan guna


memperkuat ego klien. Sedangkan tujuan utama dari konseling ego sendiri
ialah membantu membangun identitas ego, memperluas dan memperkuat
berfungsinya sistem ego pada diri klien.

Contoh Kasus: terdapat individu yang sedang tertekan oleh suatu


keadaan dan kehilangan kontrol pada egonya maka dapat dikatakan kontrol
terhadap tingkah lakunya beralih dari kesadaran menjadi ketidaksadaran atau
beralih dari ego menjadi identitas diri. Hal tersebut dapat terjadi disebabkan
oleh:

a. Seseorang kurang atau tidak mampu merespon dengan cara yang tepat.
b. Pola tingkah yang dimiliki tidak lagi cocok dengan tuntutan lingkungan
(situasi).
c. Rusaknya fungsi ego.

Untuk mengatasi kasus seperti ini yang harus dilakukanadalah konseling


Ego. Dalam konseling ini juga perlu digunakannya teknik yang tidak kaku
melainkan luwes dan tidak membatasi klien untuk menjadi dirinya sendiri.
Sebagai langkah awal, untuk mampu berinteraksi dengan klien, kita harus
mampu membangun atau membina hubungan untuk membuatnya nyaman
dan percaya kepada kita. Hal tersebut dapat diwujudkan ketika kita
melakukan eye contact, cara berbicara, bahasa tubuh, dll.

Setelah mampu membangun hubungan interaksi yang baik dengan klien


dilanjutkan dengan pengontrolan proses:

 Memusatkan kegiatan pada tugas membangun ego.


 Mengontrol keseimbangan antara ekspresi yang bersifat kognitif
maupun konatif (emosi) namun tetap menekankan dimensi kognitif.

13
 Kita harus mampu mencegah perasaan yang muncul yang
kemungkinan nantinya dapat memengaruhi proses dari klien.
 Ketika sampai pada tahap ini, seharusnya kita sudah melakukan
analisis sejak awal. Sehingga kita dapat menyimpulkan melalui apa
yang diceritakan klien kita dan memberikan kesempatan pada klien
untuk memahami kembali apa dan bagaimana konflik yang mereka
hadapi.
 Apabila klien sudah memahami, tahap selanjutnya akan beralih ke
Pembentukan Tingkah Laku Baru yang dapat dilakukan dengan
mneggunakan cara-cara baru yang tidak seperti klien lakukan
sebelumnya, tentu membutuhkan waktu sebagai bentuk latihan yang
dimana hal-hal seperti ini dapat mampu untuk membantu klien
memperkuat egonya agar berfungsi dengan tepat.

2.2. TOKOH DOLLARD & MILLER

2.2.1. BIOGRAFI DOLLARD & MILLER

a. John Dollard

John Dollard dilahirkan di Menasha, Wisconsin, pada tanggal 29 Agustus


1900, ia menerima gelar A.B. dari Universitas Wisconsin pada tahun 1922,
dalam bidang sosiologi di Universitas Chicago dan
tahun 1926 sampai 1929 ia menjadi salah seorang
pembantu rektor Universitas Chicago.

Tahun 1932 ia menerima jabatan rektor dibifdang


antropologi di Universitas Yale dan pada tahun
berikutnya menjadi rektor dibidang sosiologi pada
Institut of Human Relations yang baru saja didirikan.
Pada tahun 1935, ia menjadi penelitian pada institut tersebut dan pada tahun
1948 menjadi penelit dan profesor di bidang psikologi. Dollard dipensiunkan
sebagai Western New England Psychoanalyttic Society, dan keyakinan serta

14
dedikasi pribadi pribadi terhadap penyatuan ilmu-ilmu pengetahuan sosial
tercermin tidak hanya dalam tulisan-tulisannya tetapi dalam fakta bahwa
Dollard pernah mengambil tugas-tugas akademik dibidang antropologi,
sosiologi, dan psikologi pada satu Universitas.

Banyak artikel dalam ilmu-ilmu pengetahuan sosial dari etnologi sampai


psikoterapi yang sudah ditulis oleh Dollard. Ia telah mengarang beberapa
buku yang juga mercerminkan minatnya yang luar tersebut. Satu penelitian
lapangan yang sangat dihargai mengenai peran orang-orang kulit hitam
dalam suatuy masyarakat dibagian selatan di AS yang disebut Caste and
class in a Southerm town (1937).

b. Neal Miller

Neal miller dilahirkan di Milwaukee, Wisconsin, pada tanggal 3 Agustus


1909 serta meraih gelar B.S. dari Universitas Washington pada tahun 1931,
serta meraih gelar M,.A. dari Universitas Stanford pada tahun 1932 dan Ph.D
di bidang psikologi dari Universitas Yale pada 1935. Pada tahun 1936
sampai tahun 1940, menjadi asisten dosen pada
Institut of Human Relations. Ia mendapat
beasiswa dari Social Science Research Council
dan memanfaatkannya untuk mengikuti analisis
pada Institute of Human Relations.

Miller yang bekerja sama dengan John


Dollard juga sangat di kalangan psikologi berkat
karya eksperimental dan teoritisnya yang cermat tentang proses pemerolehan
dorongan-dorongan, hakikat perkuatan, serta penelitian tentang konflik.
Penelitian pada awalnya bersifat behavioral, tetapi sejak tahun 1950-an
Miller mulai menaruh perhatian pada mekanisme-mekanisme fisiologis yang
mendasari dorongan dan perkuatan serta gejala-gejala sejenis lainnya. Karya
ini disajikan secara rinci dalam terbitan-terbitan jurnal. Penghargaan atas

15
sumbangan sumbangannya tercerminkan pada berbagai tanda jasa yang ia
terima.

2.2.2. KONSEP KEPRIBADIAN DOLLARD & MILLER

Habit merupakan satu-satunya elemen dalam teori Dollard dan Miller


yang meiliki sifat struktural. Habit adalah ikatan atau asosiasi antara stimulus
dengan respon, yang mungkin relative stabil dan bertahan lama dalam
kepribadian, oleh karena itu, gambaran kebiasaan seseorang tergantungan
pada event kebiasaan hari ini mungkin berubah sebab pengalaman baru yang
mungkin menjadi ciri seseorang, karena mereka lebih memusatkan bahasanya
mengenai proses belajar, bukannya kepemilikan atau hasilnya. Mereka
menganggap penting suatu kelompok habit dalam bentuk stimulus verbal.
Dollard dan Miller menyerahkan kepada ahli yang lain tentang rincian
perangkat habit tertentu yang mungkin akan menjadi ciri seseorang, sebab
mereka lebih memusatkan bahasan mengenai proses belajarnya, melainkan
bukan ke pemilikannya ataupun hasilnya.

Dollard dan Miller juga mempertimbangkan dorongan sekunder


(secondary drives) yang seperti rasa takut sebagai bagian diri kepribadian
yang relative stabil. Dorongan primer dan hubungan stimulus serta respone
yang bersifat bawaan juga menyumbang struktur kepribadian, meskipun tidak
terlalu penting dibandingkan dengan primer dan hubungan stimulus-respon.
Menurut Dollard dan Miller, bentuk sederhana dari treori belajar adalah
“mempelajari keadaan dimana terjadi hubungan antara respon dengan
cuestimulusnya”. Bahasan mengenai prinsip-prinsp aosiasi, genjaran ataupun
reinforsemen yang menjadi sangat penting.

2.2.3. DINAMIKA KEPRIBADIAN DOLLARD & MILLER

Dollard dan Miller membagi beberapa dinamika kepribadian menjadi


beberapa, yakni:

16
a. Motivasi – Dorongan (Motivation – Drives)

Dollard dan Miller sangat memusatkan perhatiannya kepada motif-motif


seperti kecemasan atapun semacam dorongan. Dalam sebuah menganalisa
perkembangan serta elaborasi kecemasan ini, Dollard dan Miller berusaha
untuk menggambarksn proses umum yang bisa saja berlaku untuk semua
motif. Dalam kehidupan manusia, banyak sekali muncul dorongan yang
dipelajari (secondary drive) dari atau berdasarkan dorongan primer (primary
drive) seperti rasa lapar, haus dan seks. Dorongan yang dipelajari ini
berperan sebagai wajah semu yang berfungsi menyembunyikan dorongan
bawaan. Kenyataannya, dorongan primer sering tidak jelas. Dollard dan
Miller mengemukakan bahwa bukan hanya dorongan primer yang diganti
oleh dorongan sekunder, tetapi hadiah atau penguat yang primer ternyata
juga diganti dengan hadiah atau penguat sekunder.

Perlu diperhatikan bahwa kemampuan hadiah (penguat sekunder) untuk


memperkuat tingkah laku itu tidak tanpa batas. Hadiah (penguat sekunder)
lama-kelamaan menjadi tidak efektif kecuali kalau hadiah (penguat
sekunder) itu kadang masih berlangsung bersamaan dengan penguat primer.

b. Proses Belajar

Dollard dan Miller menyimpulkan dari semua eksperimennya bahwa


sebagian besar dorongan sekunder yang dipelajari manusia, dipelajari
melalui belajar rasa takut dan kecemasan. Mereka juga menyimpulkan
bahwa untuk bisa belajar sesuatu, orang harus menginginkan sesuatu,
mengajarkan, mengenalinya, dan mendapatkannya. Ini kemudian menjadi
satu komponen utana belajar, yakni drive, cue, respone dan reinforcement.

i. Drive

Drive merupakan stimulus yang mendorong terjadinya kegiatan.


Kekuatan drive tergantung pada kekuatan stimulus yang memunculkannya.

17
Semakin kuat drivenya, maka semakin keras usaha tingkah laku yang
dihasilkan. Kekuatan drive sekunder ini tergantung pada kekuatan drive
primer dan jumlah reinforcement yang diperoleh.

ii. Cue

Cue merupakan stimulus yang memberi petunjuk perlunya dilakukan


respon yang sesungguhnya. Jenis dari kekuatan cue bervariasi dan berbagai
variasi ini yang dapat menentukan bagaimana reaksi terhadapnya.

iii. Respone

Respone sendiri merupakan aktivitas yang dilakukan seseorang.


Menurut Dollard dan Miller sebelum suatu respon dikaitkan dengan suatu
stimulus, respon itu harus terjadi terlebih dahulu. Tentu dalam beberapa
situasi, suatu stimulus menimbulkan respon-respon yang berurutan disebut
dengan inisial Hierarchy of Response.

iv. Reinforcement

Menurut Dollard dan Miller sebagai drive pereda dorongan (drive


reduction). Reduksi drive ini menjadikan syarat wajib dari reinforcement.

c. Proses Mental Yang Lebih Tinggi


i. Generalisasi stimulus (stimulus generalization)

Merupakan respon yang dipelajari dalam kaitannya dengan suatu


stimulus, serta dapat dipakai untuk menjawab stimulus lain yang berbentuk
fisiknya mirip. Semakin mirip stimulus lain itu dengan stimulus aslinya,
maka peluang terjadinya generalisasi tingkah laku, emosi, pikiran atau
sikap semakin besar.

ii. Reasoning

Ini memungkinkan seseorang menguji alternatif respon tanpa nyata-


nyata mencobanya sehingga menyngkat proses memilih tindakan.
Reasoning juga memberi kemudahan untuk merencanakan, menekankan

18
tindakan pada masa yang akan datang, serta mengantisipasi respon agar
menjadi lebih efektif.

iii. Bahasa (ucapan, pikiran, tulisan serta sikap tubuh)

Ini merupakan respon isyarat yang penting sesudah reasoning. Dua


fungsi pentingnya sebagai respon isyarat adalah generalisasi dan
diskriminasi. Bisa memberi label yang sama terhadap dua atau lebih
kejadian yang berbeda, maka terjadi generalisasi untuk meresponnya secara
sama. Sebaliknya label yang berbeda terhadap kejadian yang hampir sama,
memaksa seseorang untuk merespon kejadian itu secara berbeda pula
(diskriminasi).

Dollard dan Miller sangat mementingkan peran bahasa dalam motivasi,


hadiah dan pandangan ke depan. Kata dapat menguatkan tingkah laku
sekarang secara verbal dengan menggambarkan konsekuensi.

iv. Secondary drive

Menurut Dollard dan Miller, stimulus atau cue yang sering berasosiasi
dengan kepuasan dorongan primer dapat menjadi reinforcement sekunder.
Semua drive sekunder, bisa dianalisis asosiasinya dengan drive primer,
meskipun terkadang asosiasi itu begitu kompleks sehingga sukar ditemukan
jejaknya.

d. Model Konflik

Formulasi tingkah laku konflik dari Dollard dan Miller sangat terkenal.
Menurut Dollard dan Miller, konflik membuat orang tidak dapat merespon
secara normal. Ada tiga bentuk konflik yaitu konflik approach-avoidance
(orang dihadapkan dengan pilihan nilai positif dan negatif yang ada di satu
situasi), konflik avoidance-avoidance (orang dihadapkan dengan dua pilihan
yang sama-sama negatif), dan konflik approach-approach (orang dihadapkan
dengan pilihan yang sama-sama positif). Ketiga bentuk konflik tersebut
mengikuti lima asumsi dasar mengenai tingkah laku konflik, yaitu:

19
 Kecenderungan mendekat (gradient of approach)
 Kecenderungannya menghindar (gradient of avoidance)
 Peningkatan gradient of avoidance lebih besar dibandingkan gradient of
approach
 Meningkatnya dorongan yang berkaitan dengan mendekat atau
menghindar akan meningkatkan gradient.
 Manakala ada dua respon bersaing, maka yang lebih kuat yang akan
terjadi.
e. Ketidaksadaran

Dollard dan Miller memandang penting faktor ketidaksadaran tetapi


berbeda dengan Freud. Mereka membagi isi-isi ketidaksadaran menjadi dua,
yakni pertama, ketidaksadaran berisi hal yang tidak pernah disadari (seperti
stimuli, drive dan respon yang dipelajari) juga apa yang dipelajari secara
nonverbal dan detail dari berbagai keterampilan motorik. Dua-duanya berisi
apa yang pernah disadari tetapi tidak bertahan dan menjadi tidak disadari
karena adanya represi.

2.2.4. PEMBAHASAN DOLLARD & MILLER

Perkembangan kepribadian menurut Dollard & Miller terbagi menjadi


tiga bagian yaitu:

I. Perangkat Innate : Respon Sederhana dan Primary Process

Dollar dan Miller beranggapan bahwa perubahan bayi menjadi dewasa


secara kompleks merupakan sebuah proses yang menarik. Bayi memiliki
reflek sensitif yang berupa respon terhadap stimulus ataupun kelompok
stimulus tertentu. Seperti ketika pipi bayi disentuh maka akan direspon
dengan memutar kepala ke arah pipi yang disentuh, bayi memiliki Innate
hierarchies of response (hirarki respon bawaan) atau melakukan respon
tertentu terhadap stimulus tertentu sebelum melakukan respon. Bayi juga
memiliki primary drives atau stimulus internal yang kuat dan bertahan lama
yang berkaitan dengan proses fisiologik seperti lapar, haus, dan rasa sakit.

20
Drives memmotivasi bayi untuk melakukan tindakan namun tidak
menentukan tindakan spesifik apa yang harus dilakukan.

Melalui proses belajar bayi berkembang dari tiga repertoir tingkah laku
primitif menjadi dewasa yang kompleks, bayi terus-menerus berusaha untuk
mengurangi tegangan dorongan, memunculkan respon untuk menjawab
stimuli baru, memberi reinforcement respon baru, menumbuhkan motive
sekunder dari drive primer, dan mengembangakn proses mental yang lebih
tinggi melalui mediated stimulus generalization.

II. Konteks Sosial

Kemampuan untuk menggunakan bahasa dan response-produced cues


dipengaruhi oleh konteks sosial tempat individu berkembang. Interaksi anak
dengan lingkungannya berhubungan dengan bagaimana hal tersebut
menghasilkan verbal cues (simbol komunikaasi verbal) dan bagaimana
memahami cues verbal orang lain. Bahasa ialah produk sosial dan jika proses
bahasa itu penting, lingkungan sosial juga penting dalam perkembangan
kepribadian.

Dollard dan Miller menekankan keterkaitan antara tingkah laku dengan


lingkungan sosiokultural seperti masyarakat dapat memengaruhi
perkembangan tingkah laku individu.

III. Training Situation

Menurut Dollar dan Miller 12 tahun awal kehidupan seseorang sangat


memengaruhi tingkah laku menjadi dewasa. Tidak seperti orang dewasa
yang masih memiliki cara untuk keluar dari situasi rumit, bayi belum belajar
mengenai pengharapan dan kenyamanan diri sendiri, bayi belum belajar
berpikir dan selalu tersedak, tidak berdaya, dan tidak berencana. Terdapat
banyak peristiwa dimana konflik mental parah yang tdak disadari dapat
terjadi. Terdaapat empat hal yang dikemukakan oleh Dollard dan Miller yang
dapat menyebabkan konflik dan gangguan emosi yaitu: situasi pemberian

21
makan, toilet training, latihan seks awal, dan latihan mengatur marah dan
agresi.

i. Feeding Situation

Situasi pertama yang banyak menagjarkan sesuatu, ketika bayi


menangis kelaparan dan tidak segera diberi makan, mereka akan belajar
menjadi individu yang bersikap apatis dan gelisah, sebaliknya jika situasi
pemberian makanan yang memuaskan dapat menjadikan dasar belajar akan
sikap sosial dan cinta. Bayi yang diberi makan sebelum lapar kemungkinan
mereka belum belajar tentang menghargai nilai makanan dan kurang
menghargai ibunya. Kondisi ini mengakibatkan kurangnya rasa sosial anak.
Bayi belajar banyak hal dari rasa lapar dan pengaturan makanannya , oleh
Dollard dan Miller disebut sebagai rahasia belajar pada usia awal.

ii. Cleanliness Training

Proses belajar mengontrol proses urinisasi dan defakasi yang sullit dan
kompleks untuk bayi. Toilet Training sangat pebting bagi orang tua dan
anak, anak yang terlambat dalam proses ini cepat dihukum oleh orang
tuanya sehingga mengembangkan asosiasi orang tua dengan hukuman.
Menghindari atau menolak orang tua dapat mengurangi respon kecemasan,
namun terkadang anak merasa harus menuruti kemauan orang tuanya
sehingga anak menjadi sangat penurut.

iii. Early Sex Training

Tabu mengenal masturbasi atau tidak mengajarkan anak tentang


sexuality, anak akan merasa sangat bersalah, malu, dan berdosa ketika
melakukannya karean orang tua menanamkan dalam diri anak kecemasan
yang sangat dalam tentang seks.

iv. Anger Anxiety

Ketika anak marah orang tua seringkali mengamuk dan menghukum,


sehingga menyebabkan anak belajar menekan emosi yang mereka rasakan.

22
Tanpa emosi kepribadian individu tidak dapat berkembang dengan baik dan
semestinya.

2.2.5. IMPLIKASI DOLLARD & MILLER

Dollard dan Miller adalah penggagas teori stimulus respon, menurut


teori ini reinforcement memperkuat hubungan antara stimulus tertentu dengan
perilaku tertentu. Suatu reinforcement akan bemakna apabila sesuai dengan
konteksnya yaitu mengurangi tekanan dorongan, hal ini merupakan bukti
pentingnya konteks sosial dalam perilaku. Perilaku yang dimunculkan sebagai
cara untuk mengurangi dorongan merupakan prinsip dasar dalam
perkembangan proses belajar. Cara untuk mengurangi dorongan dan hal
tersebut harus sesuai dengan konteks lingkungan dimana perilaku tersebut
muncul.

Implikasi teori Dollard dan Miller dalam psikoterapi. Dollard dan


Miller memakai kondisi dan prosedur kondisi teraputik konvensional yaitu
terapis yang simpatetik dan permisif mendorong pasien untuk berasosiasi
bebas dan mengungkapkan perasaanya. Kemudian terapis membantu pasien
untuk memahami perasaanya sendiri dan bagaimana perasaan itu berkembang.
Pembaharuan Dollard dan Miller terhadap psikoterapi tradisional adalah
dengan pemakaian analisis teori belajar tentang apa yang telah terjadi.

2.3. TOKOH HANS EYSENCK

2.3.1. BIOGRAFI HANS EYSENCK

Hans Eysenck (1916-1977) adalah seorang psikolog abad ke-20 yang


mempelajari tentang fenomena psikologis, beliau terkenal karena karyanya di
bidang kecerdasan dan kepribadian. Hans Eysenck lahir pada tanggal 4 Maret
1916 di Berlin, ibunya merupakan seorang aktris dan ayahnya penghibur di
sebuah klub malam. Eysenck pindah ke Inggris pada tahun 1934 setelah
bangkitnya kekuasaan Nazi di Jerman. Eysenck kuliah di Universitas College

23
di London dan menerima gelar PhD pada tahun 1940
saat beliau bekerja di perguruan tinggi di departemen
psikologi.

Pada tahun 1955, Eysenck mengambil posisi di


Institut Psikiatri di King’s College sebagai profesor
psikologi dan menjabat hingga tahun 1983 dan
menerbitkan sebagian karyanya selama waktu itu.
Eysenck berfokus pada kecerdasan dan kepribadian serta membantu
meluncurkan jurnal psikologi Personality and Individual Differences.

Eysenck adalah seorang penulis produktif yang telah menulis ribuan


artikel dan hampir 100 buku. Eysenck wafat pada tahun 1997, beliau
memegang penghargaan sebagai psikolog yang paling banyak dikutip dalam
jurnal ilmiah.

a. Kontribusi Untuk Psikologi

Eysenck mengembangkan konsep neurotisme, dengan alasan bahwa itu


merupakan bentuk psikologis dari ketidakstabilan emosi. Menurut Eysenck
sebagian besar kepribadian ditentukan secara genetis dan menerbitkan
beberapa makalah tentang topik ini. Eysenck menentang psikoanalisis
beranggapan bahwa itu tidak ilmiah, beliau menyukai pendekatan perilaku
untuk terapi. Teori kepribadiannya membandingkan dua faktor sentral,
extraversion (E), dan neuroticism (N) yang dari dua faktor ini empat tipe
kepribadian dasar ada. Tipe kepribadian didasarkan pada formulasi
kepribadian Hippocrates:

 N tinggi, E tinggi menghasilkan kepribadian mudah tersinggung, orang


yang tegas dan pemimpin.
 N tinggi, E rendah menghasilkan kepribadian melanklonis, berhati-hati
dan tertutup.
 N rendah, E tinggi menghasilkan kepribadian yang optimis, mudah
bergaul dan karismatik.

24
 N rendah. E rendah menghasilkan kepribadian apatis yaitu orang yang
konsisten dan tenang.

2.3.2. KONSEP KEPRIBADIAN HANS EYSENCK

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Eysenck melalui pengumpulan


data dari responden dan menganalisa jawaban-jawaban mereka. Beliau
menemukan bahwa ada 2 kepribadian dasar yang dimiliki oleh manusia yaitu:
ekstrovert dan introvert. Tetapi kebanyakan individu berada ditengah-tengah
kedua kepribadian tersebut walaupun ada juga beberapa individu yang
condong terhadap salah satu kepribadian.

Introvert Ekstrovert
Pendiam, pasif, ragu, banyak Lincah, asertif, mencari sensasi,
fikiran, penurut, pesimis, riang, bersemangat, berani,
Sifat penakut, berhati-hati, impulsive, senang bercanda, penuh
tertutup, penuh perhatian, gairah, cepat dalam berfikir, dan
dan damai. optimis.
Tidak membutuhkan individu Membutuhkan teman untuk bicara,
lain untuk bercakap-cakap, gemar akan gurau-gurauan,
Interaksi kurang dapat menarik hati menyukai dunia luar, menyenangi
Sosial orang lain, kurang yakin akan interaksi sosial, beraktifitas
Individu hubungan dengan orang lain dengan orang lain.
dan tidak suka berada
ditempat keramaian.
Lebih gemar membaca Kurang suka membaca, umumnya
sehingga, lebih lancar melakukan suatu pekerjaan dengan
Gaya menulis daripada berbicara, cepat namun kurang teliti, lebih
Belajar senang belajar sendirian efektif apabila belajar dengan
Individu daripada belajar kelompok, metode diskusi (interaksi), lebih
lebih efektif apabila belajar efektif apabila belajar dengan
tanpa melibatkan komunikasi melibatkan fisik, dan belajar

25
Introvert Ekstrovert
(diskusi) secara dominan. secara berkelompok
Lebih memperhatikan Cenderungan untuk berspekulasi
pikiran, suasana hati, reaksi- dengan sembrono pada situasi
reaksi yang terjadi dalam diri yang belum dikenal dan mereka
Sikap Dan
mereka, dan kontrol diri yang cenderung untuk cepat melakukan
Tindakan
kuat tindakan tanpa pertimbangan yang
matang, dan senang mengambil
tantangan

2.3.3. DINAMIKA KEPRIBADIAN HANS EYSENCK

Dimensi kepribadian menurut Eysenck ada 3 jenis: ekstraversi,


neurotisme, dan psikotik. Walaupun demikian Eysenck juga mengutarakan
bahwa dalam kepribadian dapat berasal dari dimensi lain.

a. Ekstraversi

Ekstraversi adalah salah satu kepribadian seseorang yang senang


melakukan kegiatan bersama-sama seperti olahraga beregu, jalan-jalan
berkelompok, dan senang berada dikeramaian. Kebalikan dari ekstraversi
adalah intraversi. Intraversi adalah salah satu kepribadian dimana individu
tesebut lebih senang melakukan aktivitas seorang diri seperti membaca,
berada dalam ruangan sendiri, dan jalan-jalan sendiri.

b. Neurotisme.

Eysenk mengemukakan bahwa orang dengan tingkat neurotik tinggi


memiliki rasa emosional yang tinggi juga. Individu tersebut akan lebih
mudah marah, depresi, dan stress. Individu dengan kepribadian neurotisme
juga akan lebih sering mengeluh sakit pada fisik mereka seperti sakit kepala.
Karena kepribadian ini mudah meledak dan akan susah untuk kembali
normal apabila sudah emosional.

c. Psikotisisme

26
Individu dengan tingkat psikotisisme yang tinggi adalah individu dengan
kepribadian yang memiliki sifat agresif, implusif, anti sosial, dan keras hati.
Walaupun begitu individu dengan sifat ini memiliki kreativitas yang tinggi.
Sebaliknya individu dengan tingkat psikotisme yang rendah adalah individu
yang memiliki kepribadian hangat, akrab, penuh perhatian, dan memiliki rasa
empatik yang tinggi terhadap sesama.

2.3.4. PEMBAHASAN HANS EYSENCK

Kepribadian menurut Hans J Eysenck adalah sejumlah pola tingkah


laku yang aktual atau potensial yang ditentukan oleh gen dan lingkungan yang
dihubungkan melalui interaksi fungsional dari aspek kognitif, afektif dan
konatif ke dalam pola tingkah laku (Suliyanto, 2014).

Hans Eysenck mengemukakan bahwa kepribadian meliputi tingkah


laku seseorang dan kecenderungan seseorang terhadap sesuatu yang
berangsur-angsur (Suyasa et al, 2005).

Menurut Eysenck kepribadian adalah segala macam tingkah laku


seseorang yang didapat dari lingkungan dan juga dari keturunan. Sifat
seseorang sesuai dengan keturunannya dan bagaimana lingkungan mereka
(Dina Satalina, 2014). Eyesenk berpendapat bahwa kepribadian adalah segala
aktivitas psikis yang terjadi secara sadar maupun tidak sadar (Fathul Lubabin
Nuqul, 2007).

Jadi dapat disimpulkan bahwa kepribadian adalah tingkah laku


seseorang yang berkaitan dengan psikis dan sifat seseorang yang terbentuk
dari gen yang mereka bawa dan lingkungan yang membentuk mereka.

2.3.5. IMPLIKASI HANS EYSENCK

a. Memperoleh perilaku neurotik melalui classical conditioning

Watson terkenal karena percobaannya dengan Albert kecil memberikan


ilustrasi klasik dari proses tersebut. Albert adalah seorang bayi berusia 11
bulan yang menyukai tikus putih dan suka bermain dengan tikus-tikus

27
tersebut. Alih-alih menunjukkan rasa takut, Albert malah tampak senang.
Menggunakan pengkondisian klasik Watson membuat fobia terhadap tikus
putih pada Albert dengan cara memberikan stimulus secara bersamaan, tikus
putih dengan suara keras yang ditakuti Albert.

b. Eliminasi perilaku neurotik melalui counter conditioning

Setelah perilaku neurotik tertanam, salah satu cara utama untuk


mengurangi atau menghilangkannya melalui counter conditioning. Melalui
cara ini, orang tersebut harus belajar membuat respon baru terhadap CS
(conditional stimulus) yang menimbulkan perilaku maladaptif. Respon baru
yang muncul bertentangan dengan respon yang lama.

c. Menggunakan terapi perilaku untuk mengurangi gangguan/disorders


 Dalam Modelling, orang yang memiliki fobia menyaksikan orang
yang tidak memiliki fobia berhasil mengatasi objek atau situasi yang
ditakuti. Klien yang kemudian dihadapkan dengan objek ini
menunjukkan pengurangan atau penghapusan ketakutan mereka.
 Dalam Foodling, klien dihadapkan dengan situasi atau objek yang
membuat mereka memiliki fobia untuk mengurangi ketakutan mereka.
Dengan cara ini estimasi waktu yang lama umumnya lebih efektif
dalam mengurangi atau menghilangkan rasa takut dibanding dengan
waktu yang singkat.
 Systenatic Desensitization, melibatkan eksposur bertahap yang
dikendalikan klien terhadap objek atau situasi yang menimbulkan
kecemasan. Dalam sistem ini melibatkan counter conditioning dengan
meminta klien membuat respon antagonis terhadap kecemasan dengan
adanya rangsangan yang membangkitkan kecemasan, sehingga
kecemasan tersebut akan ditekan.

28
BAB III

PENUTUP

3.1. KESIMPULAN

Erikson H. Erickson lahir di Jerman pada tanggal 15 Juni 1902 dari orang
tua Denmark yang dipisahkan sebelum erikson lahir ke dunia ini. Bertahun –
tahun lamanya , Erikson diasumsikan bahwa ayah Jerman, memiliki profesi
seorang dokter anak padahal yang sebenarnya erikson tidak pernah menemui
ayah kandungnya.

Konsep dasar kepribadian manusia menurut Erik Erikson tidak hanya


dipengaruhi oleh keinginan/dorongan dari dalam individu, tapi juga dipengaruhi
oleh faktor – faktor luar, seperti adat,budaya,dan lingkungan tempat dimana
kepribadian individu berkembang dengan menghadapi serangkaian tahapan –
tahapan sejak manusia lahir (bayi) hingga memasuki usia lanjut ( masa dewasa
akhir).

Erikson (Alwisol, 2009:87) menyatakan bahwa ego adalah sumber


kesadaran diri indvidu. Ego mengembangkan perasaan yang berkelanjutan diri
antara masa lalu dengan masa yang akan datang selama proses penyesuaian diri
dengan realita.

Tahapan perkembangan dipengaruhi oleh faktor keturunan/genetik.


Kekuatan lingkungan dan sosial yang kita hadapi mempengaruhi cara
berlangsungnya tahapan-tahapan perkembangan yang telah ditentukan secara
genetik. Jadi, perkembangan kepribadian dpengaruhi baik oleh faktor biologis
maupun faktor sosial.

Implikasi dari teori Psikososial Erik Erikson bagi Bimbingan dan


Konseling. Dengan adanya teori konseling dapat digunakan untuk konseling ego
yang dimana konseling ini juga dipopulerkan oleh Erik Erikson juga. Konseling

29
ego memiliki ciri khas yang lebih menekankan pada fungsi ego, yang merupakan
energi psikologis seorang individu dibandingkan id dan super ego.

Miller yang bekerja sama dengan John Dollard juga sangat di kalangan
psikologi berkat karya eksperimental dan teoritisnya yang cermat tentang proses
pemerolehan dorongan-dorongan, hakikat perkuatan, serta penelitian tentang
konflik. Penelitian pada awalnya bersifat behavioral, tetapi sejak tahun 1950-an
Miller mulai menaruh perhatian pada mekanisme-mekanisme fisiologis yang
mendasari dorongan dan perkuatan serta gejala-gejala sejenis lainnya.

Habit merupakan satu-satunya elemen dalam teori Dollard dan Miller yang
meiliki sifat struktural. Mereka menganggap penting suatu kelompok habit dalam
bentuk stimulus verbal. Dollard dan Miller menyerahkan kepada ahli yang lain
tentang rincian perangkat habit tertentu yang mungkin akan menjadi ciri
seseorang, sebab mereka lebih memusatkan bahasan mengenai proses belajarnya,
melainkan bukan ke pemilikannya ataupun hasilnya.

Dollard dan Miller lebih memusatkan bahasannya mengenai proses belajar


dan mereka menganggap penting kelompok habit dalam bentuk stimulus verbal
(kata-kata) dan respon yang umumnya juga berbentuk verbal.

Implikasi teori Dollard dan Miller dalam psikoterapi. Dollard dan Miller
memakai kondisi dan prosedur kondisi teraputik konvensional yaitu terapis yang
simpatetik dan permisif mendorong pasien untuk berasosiasi bebas dan
mengungkapkan perasaanya. Kemudian terapis membantu pasien untuk
memahami perasaanya sendiri dan bagaimana perasaan itu berkembang.
Pembaharuan Dollard dan Miller terhadap psikoterapi tradisional adalah dengan
pemakaian analisis teori belajar tentang apa yang telah terjadi.

Hans Eysenck (1916-1977) adalah seorang psikolog abad ke-20 yang


mempelajari tentang fenomena psikologis, beliau terkenal karena karyanya di
bidang kecerdasan dan kepribadian. Hans Eysenck lahir pada tanggal 4 Maret
1916 di Berlin, ibunya merupakan seorang aktris dan ayahnya penghibur di

30
sebuah klub malam. Eysenck pindah ke Inggris pada tahun 1934 setelah
bangkitnya kekuasaan Nazi di Jerman.

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Eysenck melalui pengumpulan data


dari responden dan menganalisa jawaban-jawaban mereka. Beliau menemukan
bahwa ada 2 kepribadian dasar yang dimiliki oleh manusia yaitu: ekstrovert dan
introvert. Tetapi kebanyakan individu berada ditengah-tengah kedua kepribadian
tersebut walaupun ada juga beberapa individu yang condong terhadap salah satu
kepribadian.

Dimensi kepribadian menurut Eysenck ada 3 jenis: ekstraversi,


neurotisme, dan psikotik. Walaupun demikian Eysenck juga mengutarakan
bahwa dalam kepribadian dapat berasal dari ekstraversi, neurotisme, dan
psikotisisme.

Kepribadian adalah tingkah laku seseorang yang berkaitan dengan psikis


dan sifat seseorang yang terbentuk dari gen yang mereka bawa dan lingkungan
yang membentuk mereka.

Yang disebut dengan dinamika kepribadian adalah mempelajari interaksi


antar struktur dari kepribadian tertentu. Dengan menggunakan metode analisis
faktor, Eysenck berhasil mengidentifikasi dua dimensi dasar kepribadian yaitu
Extraversion dan Neuroticism. Extraversion dan Neuroticism diberikan ruang 2
dimensi untuk menggambarkan perbedaan individu dalam perilaku. Analoginya,
Extraversion dan Neuroticism adalah lintang dan bujur menggambarkan titik di
muka bumi. Pada prinsipnya, setiap orang dapat ditempatkan dalam ruang dua
duimensionalini tetapi dalam tingkatan yang berbeda.

31
DAFTAR PUSTAKA
Krismawati, Yeni. "Teori psikologi perkembangan Erik H. Erikson dan
manfaatnya bagi tugas pendidikan Kristen dewasa ini." KURIOS (Jurnal
Teologi dan Pendidikan Agama Kristen) 2.1 (2018): 46-56.

Andrian, M. A. TEORI PSIKOSEKSUAL DAN PSIKOSOSIAL.

Fatwikiningsih, N. (2020). Teori Psikologi Kepribadian Manusia. Penerbit Andi.

Rosyidi, Hamim. (2015). PSIKOLOGI KEPRIBADIAN ( Paradigma Traits,


Kognitif, Behavioristik, dan Humanistik ). Surabaya: JAUDAR PRESS

Kadir, A. A., Hikmawati, F., & Gamayanti, W. (2012). Hubungan Antara Tipe
Kepribadian Menurut Eysenck Dengan Komitmen Organisasi Pada Osis
Sman 2 Cimahi. Psympathic: Jurnal Ilmiah Psikologi, 5(1), 521-534.

Kristiyani, T. (2006). Efektivitas Metode Problem-Based Learning dalam


Pembelajaran Mata Kuliah Teori Psikologi Kepribadian II. Jurnal
Psikologi, 33(1), 17-32.

Annisa, W. (2021). Buku Ajar: Mata Kuliah Dinamika Psikologi Umum.

Satura, S. (2016) Teori Kepribadian Erik erikson.docx, Academia.edu. Available


at:https://www.academia.edu/27018877/Teori_Kepribadian_Erik_Erikson
_docx (Accessed: February 28, 2023).

Novayanti, S. (2023) Teori Kepribadian Hans Eysenck (psychology) - teori


Kepribadian Hans Eysenck (theories of, Studocu. Available at:
https://www.studocu.com/id/document/universitas-terbuka/psikologi/teori-
kepribadian-hans-eysenck-psychology/21556159 (Accessed: March 2,
2023).

32

Anda mungkin juga menyukai