Anda di halaman 1dari 19

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 2 :
1. ANA OKTARISA (J210171099)
2. ARIEF FEBRIANTO (J210171098)
3. ARY AGUSTIN (J210171118)
4. DEBBY SUKMA OKTAVIANY (J210171102)
5. DEWI AULIA RACHMAWATI (J20171173)
6. ERNI ROSITA (J210171101)
7. IRFAN DARUL MUTTAQIN (J210171189)
8. ROSITA RAJAB (J210171115)
9. SARWEDI DWI ATMAJA (J20171174)
10. WULAN AGUSTINA SETYOWATI (J210171107)
11. YONANDA HARISDA SAPUTRI (J20171179)

Tingkat : 1 S1 Transfer Keperawatan

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA


PRODI KEPERAWATAN
T.A 2017/2018

i
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr.Wb

Alhamdulillah hirobbil ‘alamin, Puji syukur kehadirat Allah swt. Kami ucapkan atas selesainya
Makalah ini. Karena tanpa rida, hidayah, dan inayah-Nya mustahil Makalah ini dapat selesai.

Pada kesempatan ini secara khusus kami ucapkan terima kasih kepada Ibu . Sebagai dosen
pembimbing mata kuliah Psikososial dan Budaya yang telah membimbing dan memberikan penilaian
kepada kami.

Meskipun demikian kami menyadari Makalah ini masih terdapat kesalahan, oleh karena itu Saran
dan Kritik menjadi harapan kami.

Akhirnya harapan kami semoga Makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Wassalamualaikum Wr.Wb.

Surakarta,……Agustus 2017

Penulis

ii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL .................................................................................................. i

KATA PENGANTAR ................................................................................................ ii

DAFTAR ISI............................................................................................................... iii

BAB I : PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .................................................................................. 1
1.2 Rumusan masalah .............................................................................. 1
1.3 Tujuan ................................................................................................ 1
1.4 Manfaat .............................................................................................. 2
BAB II : TINJAUAN TEORI
2.1 Definisi Konsep Diri ........................................................................ 3
2.2 Dimensi Konsep Diri ....................................................................... 3
2.3 Komponen Konsep Diri ................................................................... 5
2.4 Penyebab Gangguan Konsep Diri.................................................... 7
2.5 Tahap Perkembangan Konsep Diri .................................................. 7
2.6 Faktor yang Mempengaruhi Konsep Diri ........................................ 8
2.7 Kriteria Kepribadian yang Sehat ..................................................... 9
2.8 Karakteristik Konsep Diri Rendah .................................................. 11
2.9 Faktor Resiko / Masalah Gangguan Konsep Diri ............................ 12
2.10 Budaya dan Konsep Diri ................................................................. 12
BAB III : PENUTUP
3.1 Kesimpulan ........................................................................................ 15
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB 1
Pendahuluan

1.1 Latar Belakang


Konsep diri adalah semua ide, pikiran, kepercayaan dan pendirian yang diketahui
individu tentang dirinya dan mempengaruhi individu dalam berhubungan dengan orang
lain. Hal ini termasuk persepsi individu akan sifat dan kemampuannya, interaksi dengan
orang lain dan lingkungan, nilai-nilai yang berkaitan dengan pengalaman dan objek,
tujuan serta keinginannya.
Konsep diri adalah cara dalam memandang diri kita secara utuh meliputi fisik,
intelektual, kepercayaan, sosial, perilaku, emosi, spiritual, dan pendirian dalam
percakapan sehari-hari (Tarwoto dan Wartonah, 2009).
Konsep diri individu terkait dengan berbagai nilai yang ia adopsi dari keluarga dan
lingkungan sekitarnya. Selain itu, konsep diri ini juga dipengaruhi oleh konsep diri
orang-orang yang dekat dengan dirinya. Konsep tentang diri ada hubungannya dengan
budaya dan dengan adanya budaya yang berbeda-beda, hal itu telah menyumbang terciptanya
konsep diri yang berbeda-beda pula.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa definisi dari konsep diri?
2. Apa dimensi dari konsep diri?
3. Apa saja komponen dari konsep diri?
4. Apa saja penyebab gangguan konsep diri?
5. Bagamana tahap perkembangan dari konsep diri?
6. Faktor apa saja yang mempengaruhi konsep diri?
7. Bagaimana kriteria kepribadian yang sehat?
8. Bagaimana karakteristik konsep diri rendah?
9. Apa saja faktor resiko / masalah gangguan dari konsep diri?
10. Apa hubungan budaya dan konsep diri?

1.3 Tujuan
1. Agar mahasiswa mengetahui dan memahami definisi konsep diri
2. Agar mahasiswa mengetahui dan memahami dimensi konsep diri
3. Agar mahasiswa mengetahui dan memahami komponen konsep diri?
4. Agar mahasiswa mengetahui dan memahami penyebab gangguan konsep diri
5. Agar mahasiswa mengetahui dan memahami tahap perkembangan konsep diri
6. Agar mahasiswa mengetahui dan memahami faktor yang mempengaruhi konsep diri
7. Agar mahasiswa mengetahui dan memahami kriteria kepribadian yang sehat
8. Agar mahasiswa mengetahui dan memahami karakteristik konsep diri rendah
9. Agar mahasiswa mengetahui dan memahami faktor resiko / masalah gangguan dari
konsep diri
10. Agar mahasiswa mengetahui dan memahami hubungan budaya dan konsep diri

1
1.4 Manfaat
Setelah membuat makalah konsep diri ini, mahasiswa diharapkan dapat
mengetahui dan memahami Apa definisi dari konsep diri, dimensi dari konsep diri,
komponen dari konsep diri, penyebab gangguan konsep diri, tahap perkembangan dari
konsep diri, faktor yang mempengaruhi konsep diri, kriteria kepribadian yang sehat,
karakteristik konsep diri rendah, faktor resiko / masalah gangguan dari konsep diri serta
hubungan budaya dan konsep diri.

2
BAB II
Tinjauan Teori

2.1. Definisi Konsep Diri


Konsep diri adalah semua ide, pikiran, kepercayaan dan pendirian yang diketahui
individu tentang dirinya dan mempengaruhi individu dalam berhubungan dengan orang
lain. Hal ini termasuk persepsi individu akan sifat dan kemampuannya, interaksi dengan
orang lain dan lingkungan, nilai-nilai yang berkaitan dengan pengalaman dan objek,
tujuan serta keinginannya (Muhith, 2016).
Konsep diri adalah merefleksikan pengalaman interaksi sosial, sensasinya juga
dirasakan bagaimana orang lain memandangnya ( Varcarolis, 2000).
Konsep diri sebagai cara memandang individu terhadap diri secara utuh baik fisik,
emosi, intelektual, sosial dan spiritual. Terdapat dua aspek besar dalam menjelaskan
konsep diri, yaitu identitas dan evaluasi diri (Wahyudi dan Wahid, 2016).
Konsep diri adalah cara dalam memandang diri kita secara utuh meliputi fisik,
intelektual, kepercayaan, sosial, perilaku, emosi, spiritual, dan pendirian dalam
percakapan sehari-hari (Tarwoto dan Wartonah, 2009).

2.2. Dimensi Konsep Diri


Menurut (Muhith, 2016) dimensi konsep diri terbagi menjadi empat bagian yang terdiri
atas:
1. Konsep diri aktual
Konsep diri ini dapat dinyatakan sebagai persepsi yang realistis terhadap diri kita
sendiri. Ada pula yang berpendapat bahwa konsep diri aktual adalah persepsi atas
siapa diri kita saat ini. Konsep diri aktual merupakan persepsi nyata kita pada diri
kita sendiri dan persepsi yang saya gambarkan pada orang lain, seperti status sosial,
usia, jenis kelamin, dan tingkat pendidikan. Ketika kita sedang mengatakan “saya
mahasiswa UT semester 3” maka kita sedang mengungkapkan konsep diri aktual
kita.
2. Konsep diri ideal
Konsep diri ideal merupakan persepsi seseorang atas dirinya harus seperti apa.
Ketika kita memutuskan untuk meneruskan pendidikan di Universitas X, ini
merupakan keputusan yang berupaya untuk menunjukkan konsep diri yang ideal.
Dengan konsep diri yang ideal itulah kita berusaha dan berjuang untuk terus
memperbaiki kemampuan dan kehidupan kita. Pekerjaan, keterampilan dan
pendidikan daat dijadikan sebagai upaya untuk merealisasikan konsep diri yang
ideal.
3. Konsep diri pribadi (private)
Konsep diri pribadi merupakan gambaran bagaimana kita menjadi diri kita sendiri.
Kita berusaha untuk menunjukkan bahwa kita bertinadka sebagai orang yang ramah,
bersahabat, kreatif dan menyukai tantangan.
4. Konsep diri sosial

3
Konsep diri sosial pada dasar nya berkaitan dengan relasi kita pada sesama. Kita
ingin agar orang lain memandang kita sebagai orang yang cerdas, menarik, baik hati,
peduli pada sesama. Keinginan kita untuk menjadi seperti itu merupakan wujud
konsep diri sosial. Dalam konsep diri sosial ini tercermin bagaimana kita ingin
dipandang oleh orang lain sebagai bagian dari satu kelompok masyarakat.
Menurut (Shives, 2008) membagi aspek konsep diri menjadi dua dimensi besar yaitu:
1. Dimensi internal
a Diri identitas
Diri identitas merupakan simbol atau label yang dikenakan oleh seseorang untuk
menjelaskan dirinya dan membentuk identitasnya. Label-label ini akan terus
bertambah seiring dengan bertambahnya kemampuan seseorang dalam segala
bidang.
b Diri perilaku
Diri perilaku merupakan adanya keinginan pada diri seseorang untuk melakukan
sesuatu sesuai dengan dorongan rangsang internal maupun eksternal.
Konsekuensi perilaku tersebut akan berdampak pada lanjut tidaknya perilaku
tersebut, sekaligus akan menentukan apakah suatu perilaku akan diabstraksikan,
disimbolisasikan, dan di gabungkan dalam diri identitas.
c Diri penilai
Diri penilai yang lebih berfungsi sebagai pengamat, penentu standar, penghayal,
pembanding, dan terutama sebagai penilai.
2. Dimensi eksternal
a Konsep diri fisik
Konsep diri fisik merupakan cara sesorang dalam memandang dirinya dari sudut
pandang fisik, kesehatan, penampilan luar dan gerak motorik.
Aspek positif dari konsep diri ini dalah apabila ia memilki pandangan yang
positif terhadap kondisi fisiknya, penampilannya, kondisi kesehatannya,
kulitnya, tampan atau cantiknya serta ukuran tubuh yang ideal.
Aspek negatif dari konsep diri ini adalah apabila ia memandang dirinya rendah
atau memandang sebelah mata kondisi yang lekat pada fisiknya.
b Konsep diri pribadi
Konsep diri pribadi adalah cara seseorang dalam menilai kemampuan yang ada
pada dirinya dan menggambarkan identitas dirinya.
Aspek positif adalah apabila ia memandang dirinya sebagai pribadi yang penuh
kebahagiaan, memiliki optimisme dalam menjalani hidup mampu mengontrol
diri sendiri dan sarat akan potensi.
Aspek negatif nya adalah apabila ia memandang dirinya sebagai individu yang
tak pernah merasakan kebahagiaan, pesimis dalam menjalani kehidupan.
c Konsep diri sosial
Konsep diri sosial adalah persepsi, pikiran, perasaan dan evaluasi seseorang
terhadap kecenderungan sosial yang ada pada dirinya sendiri, berkaitan dengan
kapasitasnya dalam berhubungan dengan dunia di luar dirinya, perasaan mampu
dan berharga dalam lingkup interaksi sosialnya.

4
Aspek positif nya adalah apabila ia merasa sebagai pribadi yang hangat, penuh
keramahan, memiliki minat terhada orang lain, memiliki sikap empati, supel,
merasa di perhatikan, memiliki sikap tenggang rasa dan aktif dalam kegiatan
sosial.
Aspek negatif nya adalah apabila ia meras tidak berminat dengan keberadaan
orang lain, acuh tak acuh, tidak memiliki empati pada orang lain dan kurang
peduli terhadap perasaan dan nasib orang lain.

2.3. Komponen Konsep Diri


1. Citra tubuh
Citra tubuh adalah sikap, persepsi, keyakinan dan pengetahuan individu secara sadar
atau tidak sadar terhadap tubuhnya terdiri dari ukuran, bentuk, struktur, fungsi,
keterbatasan, makna, objek yang kontak secara terus menerus sepertii anting, make
up, lensa kontak, pakaian, dan kursi roda baik masa lalu atau masa sekarang. Citra
tubuh dipengaruhi oleh pandangan seseorang tentang sifat-sifat fisik dan
kemampuan yang dimiliki dan oleh persepsi orang lain terhadap dirinya serta
dipengaruhi juga oleh perkembangan kognitif dan pertumbuhan fisik (Wahyudi &
Abd, 2016).
Perkembangan dan perubahan normal yang terjadi seiring usia akan mempengaruhi
gambaran diri seseoarng selain itu, budaya, sikap masyarakat, dan nilai atau norma
dalam masyarakat juga berpengaruh terhadap seseorang. Hal ini meliputi nilai-nilai
kecantikan, kepercayaan ataupun kebiasaan yang dilakukan secara turun temurun.
Citra tubuh berhubungan erat dengan kepribadian. Cara individu memandang diri
mempunyai dampak yang penting pada aspek psikologisnya. Pandang yang realistis
terhadap diri, menerima dan menyukai bagian tubuh akan mengurangi rasa cemas
dan meningkatkan harga diri. Individu yang stabil, realistis, dan konsisten terhadao
realisasi yang akan memacu sukses di dalam kehidupan individu dapat mengubah
citra tubuh secara dinamis (Wahyudi & Abd, 2016).
2. Ideal Diri
Ideal diri adalah persepsi seseorang tentang bagaimana dia harus berperilaku sesuai
dengan suatu standar tertentu. Standar dapat berhubungan dengan tipe orang yang
diinginkanya atau sejumlah aspirasi, tujuan atau nilai-nilai yang ingin dicapai. Ideal
diri akan mewujudkan cita-cita dan harapan pribadi berdasarkan norma sosial, di
mana seseorang berusaha untuk mewujudkanya. Pembentukan ideal diri dimulai
sejak masa kanak-kanak dan sangat dipengaruhi oleh orang-orang disekitarnya yang
memberikan keuntungan dan harapan-harapan tertentu. Pada masa remaja, ideal diri
mulai terbentuk melalui proses identifikasi dari orang tua, guru dan teman. Pada usia
lanjut, dibutuhkan beberapa penyesuaian, tergantung pada kekuatan fisik, dan
perubahan peran serta tanggung jawab.Menurut Wahyudi & Abd (2016) banyak
faktor yang mempengaruhi ideal diri seseorang diantaranya:
a. Seseorang cenderung menetapkan ideal diri sesuaibatas kemampuanya
b. Ideal diri dipengaruhi oleh faktor budaya dimana seseoarng akan
membandingkan standar dirinya dengan teman sebayanya

5
c. Ambisi dan keinginan untuk lebih unggul dan sukses, kebutuhan yang realistis,
keinginan untuk menghindari kegagalan dan perasaan cemas serta rendah diri.
Ideal diri hendaknya ditetapkan tidak terlalu tinggi, tetapi masih lebih tinggi dari
kemampuan agar tetap menjadi pendorong dan masih dapat di capai.
3. Harga Diri
Adalah perasaan tentang nilai, harga atau manfat dari diri sendiri yang berasal dari
kepercayaan positif atau negatif seseorang individu tentang kemampuanya dan
menjadi berharga. Frekuensi pencapaian tujuan akan menghasilkan harga diri yang
rendah atau harga diri yang tinggi. Jika individu cenderung sukses maka cenderung
harga diri tinggi, jika individu sering gagal maka cenderung harga diri rendah.
Seseorang dengan harga diri tinggi dapat menerima orang lain, berekspresi tanpa
cemas atau takut dan berfungsi efektif di lingkungan sosial. Aspek utama adalah
cinta dan menerima penghargaan dari orang lain. Harga diri akan rendah jika
kehilangan cinta dan seseoarng kehilangan penghargaan dari orang lain. Harga diri
yang rendah dapat berupa mengkritik diri sendiri, perasaan tidak mampu, rasa
bersalah, mudah tersinggung, pesimis, gangguan hubungan dan merusak diri
(Wahyudi & Abd, 2016).
4. Penampilan Peran
Adalah seperangkat perilaku yang diharapkan oleh lingkungan sosial berhubungan
dengan fungsi individu di berbagai kelompok sosial yang berbeda. Perilaku tersebut
diharapkan dapat diterima oleh keluarga, masyarakat dan budaya. Peran yang di
tetapkan adalah peran dimana seseorang tidak punya pilihan. Peran yang diterima
adalah peran yang terpilih dan dipilih oleh individu. Setiap orang mempunyai peran
lebih dari satu, untuk berfungsi efektif sesuai dengan peraanya seseoarang harus tahu
perilaku dan nilai-nilai diharapkan, harus berkeinginan untuk menyesuaikan diri dan
harus mampu mencukupi peran yang di kehendaki. Faktor-faktor yang menyebabkan
seseorang menyesuaikan diri dengan peran yang diterimanya adalah pengetahuan
tentang peran yang diharapkan, respon yang konsisten dari orang lain terhadap
peran, kecocokan dan kelengkapan berbagai peran, kesesuaian antara norma budaya
dan harapan terhadap perilaku peran dan pemisahan situasi yang akan membuat
perilaku peran yang bertentangan. Posisi dibutuhkan oleh individu sebagai
aktualisasi diri. Posisi di masyarakat dapat merupakan stressor terhadap peran
karena struktur sosial yang menimbulkan kesukaran, tuntutan, posisi yang tidak
mungkin dilaksanakan (Wahyudi & Abd, 2016).
5. Identitas Diri
Adalah kesadaran akan diri sendiri yang bersumber dari observasi dan penilaian
yang merupakan sintesa dari semua aspek konsep diri sebagai suatu kesatuan yang
utuh. Seseorang yang mempunyai perasaan identitas diri yang kuat akan memandang
dirinya berbeda dengan orang lain, unik dan tidak ada duanya. Kemandirian timbul
dari perasaan berharga, kemampuan dan penguasaan diri. Seseorang yang mandiri
dapat mengatur dan menerima dirinya. Salah satu dasar persepsi seseorang terhadap
kecukupan peran yang diterimanya adalah ego yang menyertai peran, berkembang

6
sesuai dengan harga diri. Harga diri yang tinggi adalah hasil dari pemenuhan
kebutuhan peran dan sejalan dengan ideal diri seseorang (Wahyudi & Abd, 2016).

2.4. Penyebab Gangguan Konsep Diri


Berbagai hal yang dapat menyebabkan gangguan konsep diri menurut Muhith, Abdul.
(2016)
Pola Asuh Pola asuh orang tua seperti sudah diuraikan di atas turut menjadi
Orang Tua faktor signifikan dalam mempengaruhi konsep diri yang terbentuk.
Sikap positif orang tua yang terbaca oleh anak akan menumbuhkan
konsep dan pemikiran yang positif serta sikap menghargai diri
sendiri. Sikap negatif orang tua akan mengandung pertanyaan pada
anak dan menimbulkan asumsi bahwa dirinya tidak cukup berharga
untuk dikasihi, untuk disayangi dan dihargai, dan semua itu akibat
kekurangan yang ada padanya sehingga orang tua tidak sayang.
Kegagalan Kegagalan yang terus-menerus dialami ssering kali menimbulkan
pertanyaan kepada diri sendiri dan berakibat dengan kesimpulan
bahwa semua penyebabnya terletak pada kelemahan diri.
Kegagalan membuat orang merasa dirinya tidak berguna.
Depresi Orang yang sedang mengalami depresi akan mempunyai pemikiran
yang cenderung negatif dalam memandang dan merespon segala
sesuatunya, termasuk menilai diri sendiri. Segala situasi yang netral
akan dipersepso secara negatif.
Kriteria Terkadang, mengkritik diri sendiri memang dibutuhkan untuk
Internal menyadarkan seseorang akan perbuatan yang telah dilakukan.
Kritik terhadap diri sendiri sering berfungsi menjadi regulator atau
rambu-rambu dalam bertindak dan berperilaku agar keberadaan
kita diterima oleh masyarakat dan dapat beradaptasi dengan baik.
Merubah Seringkali diri kita sendirilah yang menyebabkan persoalan
Konsep Diri bertambah rumit dengan berpikir yang tidak-tidak terhadap suatu
keadaan atau terhadap diri kita sendiri. Namun, dengan sifatnya
yang dinamis, konsep diri dapat mengalami perubahan ke arah
yang lebih positif.

2.5. Tahap Perkembangan Konsep Diri


Konsep diri tidak muncul dengan sendirinya, tetapi terbentuk sebagai hasil interaksi
individudengan orang lain. Perkembangan konsep diri menurut Saputra (2013) dapat
dibagi dalam beberapa tahap, yaitu sebagai berikut:
1. < 1 tahun
a. Belajar bahwa diri mereka secara fisik terpisah dann berbeda dari lingkungan
sekitar
b. Menumbuhkan rasa percaya diri dari konsistensi dalam interaksi pengasuhan
dan pemeliharaan yang dilakukan oleh orang tua atau orang lain
2. 1-3 tahun

7
a. Kemandirian dalam berfikir dan bertindak meningkat sehingga dapat mulai
menyatakan apa yang disukai dan yang tidak disukai
b. Menghargai penampilan dan fungsi tubuh
c. Mengembangkan diri dengan mencontoh orang yang dikagumi, meniru, dan
bersosialisasi
3. 3-6 tahun
a. Mengenali jenis kelamin
b. Memiliki inisiatif
c. Sensitif terhadap umpan balik dari keluarga
d. Kesadaran diri meningkat
e. Keterampilan berbahasa meningkat, termasuk pengenalan akan perasaan
misalnya senang, kecewa, dan marah.
4. 6-12 tahun
a. Identitas seksual meningkat
b. Menyadari kekuatan dan kelemahan diri
c. Harga diri dan kepercayaan diri meningkat karena menguasai keterampilan baru
misalnya matematika, olahraga, dan musik
d. Menggabungkan umpan balik dari teman sebaya dan guru, keluarga tidak lagi
dominan
5. 12-20 tahun
a. Menerima perubahan tubuh akibat proses pertumbuhan dan perkembangan
b. Merasa positif atas berkembangnya konsep diri
c. Belajar menentukan masa depan
d. Belajar mengenal sikap, nilai, dan keyakinan
e. Berinteraksi dengan orang yang menurutnya menarik secara seksual atau
intelektual
6. 20-40 tahun
a. Merasa stabil dan positif mengenai diri
b. Memiliki hubungan yang intin dengan keluarga dan orang lain
c. Berhasil menjalani transisi peran
d. Tanggung jawab meningkat
7. 40-60 tahun
a. Dapat menerima perubahan fisik dan penurunan ketahan tubuh akibat proses
penuaan
b. Mengevaluasi ulang tujuan hidup
8. > 60 tahun
a. Merasa positif mengenai hidup dan makna hidup
b. Berkeinginan untuk meninggalkan wasiat bagi generasi berikutnya

2.6. Faktor yang Mempengaruhi Konsep Diri


a. Lingkungan
Faktor lingkungan yang mempengaruhi antara lain adalah kondisi masyarakat di
sekitar individu. Masyarakat yang berpikiran terbuka dan berpendidikan akan

8
menunjang perkembangan konsep diri, sedangkan masyarakat yang tertutup dan
tidak berpendidikan akan menghambat perkembangan konsep diri.
b. Tingkat pertumbuhan dan perkembangan
Dukungan mental dan perlakuan terhadap anak akan mempengaruhi konsep diri
anak tersebut. Seiring dengan perkembangan tubuh, faktor-faktor yang
mempengaruhi konsep diri ikut berubah. Kegagalan selama masa tumbuh kembang
ini akan membentuk konsep diri yang kurang memadai.
c. Pengalaman
Konsep diri yang tinggi cenderung berasal dari kesuksesan yang pernah dialami,
sedangkan konsep diri yang rendah cenderung berasal dari kegagalan masa lalu.
Contohnya individu yang pernah gagal cenderung menganggap diri mereka kurang
baik sehingga konsep dirinya menjadi lebih negatif. Individu yang pernah sukses
akan menganggap bahwa diri mereka baik sehingga konsep dirinya menjadi
negative.
d. Stressor
Kemampuan mengatasi stressor akan memperkuat konsep diri seseorang. Kegagalan
dalam mengatasi stressor dapat mengakibatkan respons maladaptif, misalnya
menarik diri, kecemasan, atau penyalahgunaan obat. Orang yang gagal menangani
stress dapat mengalami depresi, mudah tersinggung, merasa bersalah dan marah. Hal
ini akan mempengaruhi konsep diri mereka.
e. Keluarga dan budaya
Konsep diri individu terkait dengan berbagai nilai yang ia adopsi dari keluarga dan
lingkungan sekitarnya. Selain itu, konsep diri ini juga dipengaruhi oleh konsep diri
orang-orang yang dekat dengan dirinya.
f. Penyakit
Kondisi sakit dapat mempengaruhi konsep diri. Sebagai contoh, seseorang yang
sakit kanker dan menjalani kemoterapi terkadang akan mengalami kerontokan
rambut yang parah. Hal ini dapat menurunkan konsep diri orang tersebut karena ia
merasa dirinya tidak menarik sehingga memengaruhi cara ia bertindak dan menilai
diri sendiri. (Saputra, 2013).

2.7. Kriteria Kepribadian yang Sehat


Bagaimana individu berhubungan dengan orang lain yang merupakan inti dari
kepribadian. Kepribadian tidak cukup di uraikan melalui teori perkembangan dan
dinamika diri sendiri. Berikut ini adalah pengalaman yang akan dialami oleh individu
yang mempunyai kepribadian yang sehat:
Gambaran diri yang : Kesadaran akan diri berdasarkan atas observasi
positif dan akurat mandiri dan perhatian yang sesuai dengan kesehatan
diri. Termasuk persepsi saat ini dan yang lalu, akan
diri sendiri, perasaan tentang ukuran, fungsi,
penampilan dan potensi.
Idea diri realistis : Individu yang mempunyai ideal diri yang realitas akan
memunyai tujuan hidup yang dapat dicapai

9
Konsep diri positif : Konsep diri positif menunjukkan bahwa individu akan
sukses di hidupnya.
Harga diri tinggi : Seorang yang mempunyai harga diri tinggi akan
memandang dirinya sebagai seorang yang berarti dan
bermanfaat. Ia memandang dirinya sangat sama
dengan apa yang ia inginkan.
Kepuasan penampilan : Individu yang mempunyai kepribadian sehat akan
peran dapat berhubungan dengan orang lain secara intim dan
mendapat kepuasan. Ia dapat mempercayai dan
terbuka pada orang lain dan membina hubungan
interdependen.
Identitas Jelas : Individu merasakan keunikan dirinya, yang memberi
arah kehidupan dan mencapai keadaan (Muhith, Abdul
2016)

Untuk mencapai gambaran diri yang positif dalam buku Muhith, Abdul 2016. maka
yang perlu dilakukan adalah:
a. Objektif dalam mengenali diri
Jangan abaikan pengalaman positif ataupun keberhasilan sekecil apapun yang
pernah dicapai, banggakan keberhasilan yang telah anda capai walaupun
keberhasilan itu tidak penting dalam kehidupan kita. Lihatlah talenta, bakat dan
potensi diri dan carilah cara dan kesempatan untuk mengembangkannya. Janganlah
terlalu berharap bahwa anda dapat membahagiakan semua orang atau melakukan
segala sesuatu sekaligus. You can’t be all things to all people, you can’t do all
things at once, you just do the best you could in every way…. kamu tidak bisa
menjadi siapapun dan apapun, kamu tidak bisa melakukan semua hal dalam waktu
singkat, kamu hanya bisa melakukan ang terbaik dengan segala cara.
b. Hargai diri sendiri
Tidak ada orang lain yang lebih menghargai diri kita selain diri sendiri. Jikalau kita
tidak bisa menghargai diri sendiri, tidak dapat melihat kebaikan yang ada pada diri
sendiri, tidak mampu memandang hal baik dan postif terhadap diri, bagaimana kita
dapat menghargai orang lain dan melihat hal baik yang ada dalam diri orang lain
secara positif? Jika kita tidak bisa menghargai orang lain, bagaiman orang lain bisa
menghargai kita?
c. Jangan menyalahkan diri sendiri
Peperangan terbesar dan paling melelahkan adalah peperangan yang terjadi dalam
diri sendiri. Sikap menyalahkan diri sendiri secara berlebihan merupakan pertanda
bahwa ada permusuhan dan peperangan antara harapan ideal dengan kenyataan diri
sejati (real self). Akibatnya, akan timbul kelelahan mental dan rasa frustasi yang
dalam serta makin lemah dan negatif konsep dirinya.
d. Berpikir positif dan rasional
We are what we think. All that we are arises with our thoughts. With our thoughts,
we make the world.kita akan menjadi seperti apa yang kita pikirkan. Semua yang

10
kita capai sesuai dengan apa yang kita lakukan. Kita akan bisa membuat dunia
dengan apa yang kita pikirkan dan kita lakukan. Jadi, semua itu tergantung pad acara
kita memandang segala sesuatu, baik itu persoalanmaupun tehadap seseorang. Jadi
kendalikan pikiran kita itu mulai menyesatkan jiwa dan raga.
e. Rentang respon konsep diri
Konsep diri dipelajari mulai kontak sosial dan pengalaman berhubungan dengan
orang lain. Pandangan individu tentang dirinya di pengaruhi oleh bagaiman individu
mengartikan pandangan orang lain tentang dirinya. Konsep diri atas komponen: citra
diri, ideal diri, harga diri, penampilan peran, dan identitas personal. Respon individu
terhadap konsep dirinya berfluktuasi sepanjang rentang konsep diri yaitu dari adaptif
sampai maladaptif. Staises mengatakan dalam stuart and sunden, 1995 (dalam buku
muhith, abdul 2016) bahwa konsep diri memiliki peranan penting dalam
terbentuknya pola kepribadian seseorang karena konsep diri merupakan inti pola
kepribadian. Konsep ini mempengaruhi berbagai sifat dalam diri seseorang.
f. Proses pembentukan konsep diri
Konsep diri terbentuk melalui proses belajar sejak masa pertumbuhan seorang
manusia dari kecil hingga dewasa. Lingkungan, pengalaman, dan pola asuh orang
tua turut memberikan pengaruh yang signifikan terhadap konsep diri yang terbentuk.
Sikap atau respon orang tua dan lingkungan akan menjadi bahan informasi bagi anak
untuk menilai siapa dirinya. Oleh sebab itu, seringkali anak-anak yang tumbuh dan
dibesarkan dalam pola asuh yang keliru dan negative ataupun lingkungan yang
kurang mendukung, cenderung mempunyai konsep diri yang negative. Hal ini
disebabkan sikap orang tua yang misalnya suka memukul, mengabaikan, kurang
memperhatikan, melecehkan, menghina, bersikap tidak adil, tidak pernah memuji,
suka marah-marah, dianggap sebagai hukuman akibat kekurangan, kesalahan
ataupun kebodohan dirinya. Jadi anak meniali dirinya berdasarkan apa yang dia
alami dan dapatkan dari lingkunga. Jika lingkunagan meberikan sikap yang baik dan
positif, maka anak akan merasa dirinya cukup berharga sehingga tumbuhlah konsep
diri yang positif. Konsep diri ini mempuyai sikap yang dinamis, artinya tidak luput
dari perubahan.
Respon adaptif Respon maladaptive

Aktualisasi Konsep diri Harga diri Kerancunan depersonalisasi


diri positif rendah identitas

Diagram 1: Rentang Respon Konsep diri dalam (Muhith, Abdul 2016).

2.8. Karakteristik Konsep Diri Rendah


Menurut (Tarwoto, Wartonah 2009) :
1. Menghindari sentuhan atau melihat bagian tubuh tertentu.

11
2. Tidak mau berkaca.
3. Menghindari diskusi tentang topik dirinya.
4. Menolak usaha rehabilitasi.
5. Melakukan usaha sendiri dengan tidak tepat.
6. Mengingkari perubahan pada dirinya.
7. Peningkatan ketergantungan pada orang lain.
8. Tanda dari keresahan seperti marah, keputusasaan, dan menangis.
9. Menolak berpartisipasi dalam perawatan dirinya.
10. Tingkah laku merusak seperti penggunaan obat-obatan dan alkohol.
11. Menghindari kontak sosial.
12. Kurang bertanggung jawab.

2.9. Faktor Resiko / Masalah Gangguan Konsep Diri


Menurut (Tarwoto, Wartonah 2009):
1. Gangguan identitas diri.
a. Perubahan perkembangan.
b. Trauma.
c. Jenis kelamin yang tidak sesuai.
d. Budaya yang tidak sesuai.
2. Gangguan citra tubuh (body image)
a. Hilangnya bagian tubuh.
b. Perubahan perkembangan.
c. Kecacatan.
3. Gangguan harga diri
a. Hubungan interpersonal yang tidak harmonis.
b. Kegagalan perkembangan.
c. Kegagalan mencapai tujuan hidup.
d. Kegagalan dalam mengikuti aturan moral.
4. Gangguan peran
a. Kehilangan peran.
b. Peran ganda.
c. Konflik peran.
d. Ketidakmampuan menampilkan peran.

2.10. Budaya dan Konsep Diri


Satu dari konsep paling kuat dan paling luas dibicarakan dalam ilmu-ilmu sosial
adalah konsep diri. Kita mungkin tidak dengan sadar memikirkan tentang diri kita
dengan baik sekali, namun bagaimana kita memahami atau menguraikan pengertian
kita tentang diri kita sangat terkait erat dengan bagaimana kita mengerti dunia sekitar
kita dan hubungan kita dengan sesama. Sadar atau tidak, konsep kita tentang diri kita
adalah suatu bagian penting dan integral dari kehidupan kita sendiri.
Jika seseorang menggambarkan dirinya sebagai “sociable”, konsepnya tentang
dirinya seperti itu berakar, didukung, dan dikuatkan oleh perpaduan sangat kuat dari
informasi khusus mengenai tindakannya sendiri, pikiran, perasaan, motivasi, dan

12
rencananya sendiri (Matsumoto, 2004). Karena budaya berbeda-beda, maka terciptalah
konsep diri yang berbeda-beda dalam anggota-anggotanya.
Sebaliknya, perbedaan konsep diri ini mempengaruhi semua aspek lain dari
perilaku orang. Apa yang sesungguhnya seseorang maksud dan mengerti sebagai diri
(self) nyata berbeda dari satu budaya ke budaya lain. Perbedaan-perbedaan dalam hal
konsep diri yang terjadi karena perbedaan budaya, telah dikaitkan dengan perbedaan
system aturan-aturan hidup dan hadir dalam perbedaan lingkungan sosial dan ekonomi
serta lingkungan alamiah hidup manusia.
Markus and Kitayama (1991) menggambarkan dua pemahaman tentang diri
yang berbeda secara fundamental, melawankan antara the Western atau pemahaman
individualistis tentang diri sebagai yang independen; dengan yang non-Western, yang
memiliki pemahaman lain tentang diri, di mana individu dipandang sebagai yang
terhubung atau saling terhubungkan dengan yang lain, dan tidak dapat dipisahkan dari
suatu konteks sosial tertentu, yang dicirikan dengan budaya kolektif.
Studi yang dilakukan oleh Wang (2001) tentang kecenderungan individualistis
dan kolektif mahasiswa Jepang dan Amerika memperlihatkan bahwa ada perbedaan
signifikan tentang bagaimana mereka mengingat kembali peristiwa-peristiwa yang
terjadi pada masa-masa kecil mereka. Dari hasil penelitian itu, kelihatan hawa ingatan
orang-orang Amerika lebih self-oriented, menekankan pengalaman dan perasaan
individual mereka di masa lalu. Sebaliknya, orang-orang Jepang, lebih other or group
oriented, menekankan pengalaman dan perasaan kolektif mereka, yang dilewati
bersama orang lain.
Peneliti sosial lainnya, Kanagawa, Cross, and Markus (2001) melaporkan bahwa
orang Amerika lebih banyak menggambarkan diri mereka menggunakan term positif
dibandingkan dengan orang Jepang. Ini terjadi karena orang Amerika lebih bersifat
“asertif”, sementara orang Jepang lebih tidak memperlihatkan atau menonjolkan diri.
Kenyataan ini menunjukkan bahwa orang Amerika lebih banyak memiliki konsep diri
independent dibandingkan dengan orang Jepang, yang lebih memiliki konsep diri
interdependent
Negara-negara yang berbudaya kolektif lebih menekankan apa yang dikatakan
“the fundamental connectedness of human being”. Tugas normatif utama adalah
menyesuaikan diri dan memelihara kesalingtergantungan di antara individu. Semua
individu dalam budaya kolektif bersosialisasi untuk menyesuaikan diri terhadap
hubungan kebersamaan atau kelompok di mana mereka bergabung, untuk membaca
pikiran satu sama lain, bersimpati, melakukan atau mengikuti aturan yang sudah dibuat
bersama, dan memperlihatkan tindakan-tindakan yang sesuai, yang diterima secara
sosial.
Indonesia merupakan sebuah Negara yang dilintasi oleh garis khatulistiwa dan
berada diantara benua Asia dan Australia serta antara Samudra Pasifik dan Samudra
Hindia. Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia terdiri dari 13.466 pulau
dan memiliki 300 kelompok etnis. Keanekaragaman suku bangsa di Indonesia
menciptakan budaya yang berbeda pula, wujud kebudayaan bangsa ini dapat tercermin
pada motif rumah adat, upacara adat, tarian, lagu, musik, seni gambar, seni patung,
pakaian adat, seni suara, makanan.

13
Keragaman budaya atau “cultural diversity” adalah keniscayaan yang ada di
bumi Indonesia. Keragaman budaya Indonesia adalah sesuatu yang tidak dapat
dipungkiri keberadaannya, dalam konteks pemahaman masyarakat majemuk selain
kebudayaan kelompok suku bangsa, masyarakat Indonesia juga terdiri dari berbagai
kebudayaan yang bersifat kewilayahan dan merupakan pertemuan dari berbagai
kebudayaan kelompok suku bangsa yang ada di daerah tersebut. Pertemuan-pertemuan
dengan kebudayaan luar mempengaruhi proses asimilasi kebudayaan yang ada di
Indonesia sehingga menambah ragamnya jenis kebudayaan tersebut.

14
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Konsep diri adalah semua ide, pikiran, kepercayaan dan pendirian yang diketahui
individu tentang dirinya dan mempengaruhi individu dalam berhubungan dengan orang
lain. Hal ini termasuk persepsi individu akan sifat dan kemampuannya, interaksi dengan
orang lain dan lingkungan, nilai-nilai yang berkaitan dengan pengalaman dan objek,
tujuan serta keinginannya.
Karena budaya berbeda-beda, maka terciptalah konsep diri yang berbeda-beda
dalam anggota-anggotanya. Seperti negara-negara yang berbudaya kolektif lebih
menekankan tugas normatif utama adalah menyesuaikan diri dan memelihara
kesalingtergantungan di antara individu. Semua individu dalam budaya kolektif
bersosialisasi untuk menyesuaikan diri terhadap hubungan kebersamaan atau kelompok
di mana mereka bergabung, untuk membaca pikiran satu sama lain, bersimpati,
melakukan atau mengikuti aturan yang sudah dibuat bersama, dan memperlihatkan
tindakan-tindakan yang sesuai, yang diterima secara sosial.
Keragaman budaya atau “cultural diversity” adalah keniscayaan yang ada di
bumi Indonesia. Keragaman budaya Indonesia adalah sesuatu yang tidak dapat
dipungkiri keberadaannya, dalam konteks pemahaman masyarakat majemuk selain
kebudayaan kelompok suku bangsa, masyarakat Indonesia juga terdiri dari berbagai
kebudayaan yang bersifat kewilayahan dan merupakan pertemuan dari berbagai
kebudayaan kelompok suku bangsa yang ada di daerah tersebut. Pertemuan-pertemuan
dengan kebudayaan luar mempengaruhi proses asimilasi kebudayaan yang ada di
Indonesia sehingga menambah ragamnya jenis kebudayaan tersebut.

15
DAFTAR PUSTAKA

Antonius. 2010. pengembangan culture, self, and personality dalam diri manusia.
Jurnal Psikologi Indonesia, 37-48.
Gunarta, Meding Edie. 2015. Konsep Diri, Dukungan Sosial dan Penyesuaian Sosial
Mahasiswa Pendatang Di Bali. Jurnal Psikologi Indonesia, 183 – 194
Kanagawa, C. et al. 2001. “Who am I?” The cultural psychology of conceptual self.
Social Personality Bulletin, 27, 90-103.
Markus, H., R., and Kitayama, S. 1991. Culture and the self: Implications for
cognition, emotion, and motivation. Psychological Review, 98, 224-253.
Matsumoto, D., and Linda J. 2004. Culture and psychology. Wadsworth/Thomson
Learning 10 Davis Drive Belmont, CA 94002-3098, USA.
Muhith, Abdul. 2015. Pendidikan Keperawatan Jiwa dan Aplikasi. Yogyakarta:
Penerbit Andi.
Muhith, Abdul. 2016. Pendidikan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: CV ANDI
OFFSET.
Saputra, Lyndon. 2013. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta : Binarupa
Aksara.
Shives, R. 2008. Basic Concept Of Psychiatric and Mental Health Nursing. St
Louis: Mosby.
Tarwoto dan Wartonah. 2009. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan
Edisi 3. Jakarta: EGC.
Tarwoto, Wartonah. 2009. Kebtuhan Dasar Manusia Dan Proses Keperawatan.
Jakarta: Selemba Medika.
Varcarolis, E.M. 2000. Psychiatric Nursing Clinical Guide. Philadelphia: WB
Saunder Company.
Wahyudi, Andri Setiya dan Abd Wahid. 2016. Buku Ajar Ilmu Keperawatan Dasar.
Jakarta: Mitra Wacana Media.
Wahyudi, Setiya Andri & Wahid, Abd. 2016. Buku Ajar Ilmu Keperawatan Dasar.
Jakarta: Mitra Wacana Media.
Wang, Q. 2001. Culture effects on adults’ earliest childhood recollection and sef-
description: Implication for the relation between memory and the self. Journal of
Personality and Social Psychology, 81, 220-233.

16

Anda mungkin juga menyukai