Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH PSIKOLOGI UMUM I

“DIRI, KONSEP DIRI, DAN PENYESUAIAN DIRI”


Disusun Guna Memenuhi Mata Kuliah
Psikologi Umum I

Disusun oleh :
R Muhammad Imron Alfandi
22081004
Vidi Yuliana Sari
22081008
Idea Nabila Hasnaa
22081010

Dosen Pengampu :
Starry Kireida Kusnadi, S.Psi.,M.Psi.
0718078901

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS WIJAYA PUTRA
SURABAYA
2022
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr.wb. Puji syukur atas rahmat Allah SWT, berkat rahmat serta karunia-Nya
sehingga makalah dengan berjudul ‘Diri, Konsep Diri, Dan Penyesuaian Diri’ dapat selesai.
Makalah ini di buat dengan tujuan untuk memenuhi tugas yang ada pada semester 1 dari ibu
Starry Kireida Kusnadi, S.Psi.,M.Psi. pada bidang studi psikologi umum 1. Berkat tugas yang
di berikan ini, dapat menambah wawasan penulis berkaitan dengan topik yang diberikan.
Penulis juga mengucapkan terimakasih yang sebesarnya kepada semua pihak yang membantu
dalam proses penyusunan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan dan penulisan masih melakukan banyak
kesalahan. Oleh karena itu penulis memohon maaf atas kesalahan dan ketidaksempurnaan yang
pembaca temukan dalam makalah ini. Penulis juga mengharap adanya kritik serta saran dari
pembaca apabila menemukan kesalahan pada makalah ini.

Surabaya,4 November 2022

Kelompok saya
1.R.M Imron Alfandi (22081004)
2.Vidi Yuliana Sari (22081008)
3. Idea Nabila Hasnaa (22081010)

ii
DAFTAR ISI

KATA
PENGANTAR………………………………………………………………………………ii
DAFTAR
ISI……………………………………………………………………………………...……iii
BAB I
PENDAHULUAN…………………………………………………………………………..4
1.1 Latar
Belakang……………………………………………………………………………...…4
1.2 Rumusan
masalah………………………………………………………………………………….4
1.3 Tujuan………………………………………………………………………….………..4
1.4 Manfaat…………………………………………………………………………...……..5
BAB II
PEMBAHASAN…………………………………………………………………………….6
2.1 DIRI, KONSEP DIRI, DAN PENYESUAIAN DIRI
a) Diri(Self).........................................................................................................6
b) Konsep Diri(Self Concept)..............................................................................7
 Diri sebagai Bangunan Konsep...........................................................7
 Hakikat Konsep Diri............................................................................8
 Bagaimana Konsep Diri Terbentuk.....................................................9
 Proses Perkembangan Konsep Diri.....................................................9
 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Konsep Diri...............................11
c) Penyesuaian Diri.............................................................................................12
 Apakah Penyesuaian Diri Itu..............................................................12
 Batasan Penyesuaian Diri...................................................................13
 Bentuk-Bentuk Penyesuaian Diri.......................................................13
 Reaksi-Reaksi Penyesuaian Diri........................................................14
 Mengapa Kita Membutuhkan Penyesuaian Diri................................16
BAB III PENUTUP...............................................................................................................17
3.1 Kesimpulan......................................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................18

iii
BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Konsep diri adalah semua bentuk kepercayaan, perasaan, dan penilaian yang diyakini
individu tentang dirinya sendiri dan mempengaruhi proses interaksi sosial dengan lingkungan
sekitar. Konsep diri juga merupakan gambaran yang dimiliki individu tentang dirinya sendiri.
Konsep diri adalah evaluasi individu mengenai diri sendiri, penilaian atau penafsiran
mengenai diri sendiri oleh individu yang bersangkutan. Konsep diri memberikan sebuah
gambaran yang menentukan bagaimana seseorang mengolah informasi yang didapatkan.
Perilaku yang dilakukan oleh seseorang sangat dipengaruhi oleh konsep diri yang dimiliki.
1.2 Rumusan Masalah
1) Beberapa pengertian pengungkapan diri
2) Apa saja konsep diri
3) Bagaimana konsep diri terbentuk?
4) Bagaimana perkembangan konsep diri?
5) Apa saja faktor-faktor yg mempengaruhi konsep diri
6) Apa saja bentuk-bentuk penyesuain diri
7) Apa saja reaksi-reaksi penyesuain diri
1.3 Tujuan
1) Ada 6
2) a. Diri sebagai bangunan konsep
b.Hakikat konsep diri
c.Bagaimana konsep diri terbentuk
d.Proses perkembangan diri
e.Faktor faktor yang mempengaruhi konsep diri
3) Konsep diri terbentuk dalam waktu yang relatif lama dan pembentukan ini tidak bisa
diartikan bahwa reaksi yang tidak biasa dari seseorang dapat mengubah konsep diri Namun
apabila tipe reaksi seperti yang memiliki arti signifikan other yaitu orang yang kita nilai
umpamanya orang tua teman dan lain-lain reaksi
4) Pengalaman secara situasional dan interaksi kita dengan orang lain
5) Self apprasial,reaction and response of others,roles you play,reference groups
6) Yang adaptive,yang adjustive
7) Konpensasi,negativisme,kepasrahan,pelarian,represi,kebodohan semu,pemikiran
obsesif,pengalihan,perubahan

4
1.4 Manfaat
1) Mengetahui arti diri dan yang mempengaruhi
2) Memahami tentang konsep diri
3) Mengetahui cara menanggapi diri sendiri secara keseluruhan
4) Memahami bagaimana konsep diri terbentuk
5) Mengetahui proses pengembangan konsep diri
6) Memahami faktor yang mempengaruhi konsep diri

5
BAB II PEMBAHASAN

2.1 DIRI, KONSEP DIRI, DAN PENYESUAIAN DIRI


A. Diri(Self)
Diri yang akhirnya berkembang ialah komposisi pikiran dan perasaan yang menjadi
kesadaran seseorang mengenai eksistensi individualitasnya, pengamatan tentang apa yang
merupakan miliknya, pengertianya mengenai siapakah dia itu, dan perasaanya tentang sifat-
sifat nya, kualitasnya dan segala miliknya. Diri seseorang ialah jumlah total dari apa yang bisa
disbut kepunyaanya (James, 1902, dalam Jersild, 19540.
Self adalah segala sesuatu yang dapat dikatakan orang tentang dirinya sendiri, bukan hanya
tentang tubuh dan keadaan pikiran saja, melainkan juga tentang anak istri, rumah, pekerjaan,
teman teman, dan uangnya. Kalau semua bagus ia merasa senang dan bangga. Akan tetapi
kalua ada yang kurang baik, rusak, hilang ia merasa putus asa, kecewa. Dengan demikian, bisa
dikatakan bahwa diri atau self adalah semua ciri, jenis kelamin, pengalaman, sifat sifat, latar
belakang budaya, Pendidikan dan sebagainya yang melekat pada diri seseorang. Semakin
dewasa dan tinggi kecerdasaan seseorang, semakin mampu ia menggambarkan dirinya sendiri.
Lebih jauh lagi, diri meliputi, komponen pengamatan yaitu cara seseorang mengamati diri
sendiri tanggapanya tentang wajahnya: gambaran mengenai kesan kesan yang dibuatnya
terhadap orang lain.

DeVito (1997:61-62) secara rinci mengemukakan hakikat pengungkapan diri sebagai berikut.
1. Pengungkapan diri adalah jenis kemunikasi saat kita mengungkapkan informasi tentang
diri kita sendiri yang biasanya kita sembunyikan. Catatan khusus perlu diberikan
mengenai beberapa aspek dari definisi elementer ini.
2. Pengangkapan diri adalah jenis komunikasi. Jadi, pernyataan-pernyataan tak disengaja
yang menyangkut diri kita seperti selip lidah, gerakan nonverbal yang tidak disadari,
serta pengakuan terbuka, semuanya dapat digolongkan dalam komunikasi
pengungkapan diri. Akan tetapi biasanya, istilah pengangkapan diri digunakan untuk
mengacu pada pengungkapan informasi secara sadar, seperti pernyataan "saya takut
terbang" atau "saya menghabiskan waktu dalam penjara selama dua tahun sebelum saya
berjumpa denganmu."
3. Pengungkapan diri adalah "informasi" sesuatu yang sebelumnya tidak diketahui oleh
penerima. Informasi adalah pengetahuan baru. Agar pengungkapan diri terjadi, suatu
pengetahuan baru harus dikomunikasikan.
4. Pengungkapan diri adalah informasi tentang diri sendiri; atau tentang orang lain yang
sangat dekat yang sangat dipikirkannya. Jadi, pengungkapan dini dapat sebagai
tindakan Anda sendiri atau tindakan, misalnya, orang tua atau anak Anda, karena
mereka mempunyai hubungan langsung dengan Anda.

5. Pengungkapan diri menyangkut informasi yang biasanya dan secara akaf


disembunyikan. Sementara beberapa peneliti (misalnya, Derlega dkk... 1987, dalam

6
DeVito, 1997) memandang pengungkapan diri sebagai setiap informasi tentang diri
sendiri; DeVito berpendapat bahwa sebaiknya kita lebih memusatkan pada informsi
yang biasanya kita sembunyikan ketimbang pada segala jenis informasi yang tadinya
belum Anda ungkapkan. Pengungkapan diri adalah informasi yang biasanya tidak akan
Anda ungkapkan dan secara aktif Anda berusaha tetap menjaga kerahasiaannya.
6. Pengungkapan diri melibatkan sedikitnya satu orang lain. Agar pengungkapan diri
terjadi, tindak komunikasi harus melibatkan sedikitnya dua orang. Pengungkapan diri
7. tidak bisa merupakan tindak intrapribadi. Untuk menjadi pengungkapan diri, informasi
harus diterima dan dimengerti oleh orang lain.
Salah satu ciri perkembangan diri ialah makin bertambahnya kesadaran tentang milik dan
kemampuan dirinya.
self dan ego, memang banyak diperbincangkan para ahli dalam dunia psikologi sosial. Kedua
hal tersebut sesungguhnya sangat sukar untuk dibedakan. Solomon E. Asch, misalnya,
berpendapat bahwa secara fenomenal keduanya adalah identik, tetapi secara fungsional
keduanya tidak sama.
Ego atau aku mulai mekar dari id melalui kontaknya dengan dunia luar. Aktivitas ego bisa
sadar, prasadar maupun tak sadar. Namun, sebagian besar ego bersifat sadar. Adalah tugas ego
(bukan ide dan naluri- naluri) untuk mempertahankan kepribadiannya sendiri dan menjamin
penyesuaian dengan alam sekitar.
Demikianlah, sebagaimana self maka ego juga selalu dalam keadaan berkembang, yang
realisasinya adalah perkembangan pribadi.

B. Konsep Diri (Self Concept)

1. Diri sebagai Bangunan Konsep


Namun, menurut Calhoun dan Acocella, tidak demikian. Mereka mendefinisikan diri
sebagai "A hypothetical çontruct referring to the complex set of physical, behavioral, and
psychological processes characteristic of the individual" (Calhoun dan Acocella, 1990:34).
Jadi, diri adalah suatu susunan konsep hipotetis yang merujuk pada perangkat kompleks dari
karakteristik proses fisik, perilaku, dan kejiwaan dari seseorang.
Bahwasanya terdapat banyak aspek yang menyangkut diri adalah sesuatu yang biasa bagi
psikologi (Markus dan Nurius, 1986, dalam Calhoun dan Acocella, 1990). Dalam kaitan ini,
kita dapat melihat sekurangnya lima aspek dari diri, yakni: Pertama, dan yang paling jelas,
adalah tentang fisik- diri, tubuh dan semua aktivitas biologis berlangsung di dalamnya.
Walaupun hanyak orang mengidentifikasikan diri mereka lebih pada akal pikiran daripada
dengan tubuh mereka sendiri, tak dapat disangkal bahwa manakala tubuh terancam bahaya atau
benar-benar cedera-misalnya, saat kaki seseorang harus diamputasi-pengertian diri menjadi
terganggu.

7
2. Hakikat Konsep Diri
Konsep diri adalah semua presepsi kita terhadap aspek-diri yang meliputi aspek fisik, aspek
social, dan aspek psikologis, yang diasarkan pada pengalaman dan interaksi kita dengan orang
lain.
Siapakah saya? Apakah saya? Jawaban yang saya berikan terhadap kedua pertanyaan ini
mengandung konsep diri saya sendiri, yang terdiri atas:
1. Citra-diri (self-image). Bagian ini merupakan deskripsi sederhana; misalnya, saya
seorang pelajar, saya seorang kakak, saya seorang pemain bulutangkis, saya seorang
pesilat, saya seorang petinju, tinggi badan saya 170 cm, berat badan saya 73 kg, dan
sebagainya.
2. Penghargaan-diri (self-esteem). Bagian ini meliputi suatu penilaian, suatu perkiraan,
mengenai kepantasan-diri (self worth); misalnya, saya peramah, saya sangat pandai,
dan sebagainya.
Konsep diri, menurut Rogers (dalam Budiharjo, ed., 1997), adalah bagian sadar dari ruang
fenomenal yang disadari dan disimbolisasikan, yaitu: "aku merupakan pusat referensi setiap
pengalaman. Konsep diri ini merupakan bagian inti dari pengalaman individu yang secara
perlahan- lahan dibedakan dan disimbolisasikan sebagai bayangan tentang diri yang
mengatakan "apa dan siapa aku sebenarnya" dan "apa sebenarnya yang harus aku perbuat".
Jadi, konsep diri adalah kesadaran batin yang tetap. mengenai pengalaman yang berhubungan
dengan aku dan membedakan aku dari yang bukan aku. Untuk menunjukkan apakah konsep
diri yang konkret sesuai atau terpisah dari perasaan dan pengalaman organismik. Rogers
mengajukan dua konsep. Sehubung dengan konsep diri ini, kita harus membedakanya dengan
istilah kepribadian. Kepribadian terbentuk berdasarkan penglihatan orang lain terhadap diri
saya sendiri, jadi pandangan dari luar. Sebaliknya konsep diri merupakan suatu yang ada dalam
diri saya sendiri jadi pandangan dari dalam. Atau dengan cara lebih mudah dimengerti, dapat
dikatakan bahwa kepribadian adalah saya seperti orang lain melihat saya, sedangkan konsep
diri adalah saya seperti saya melihat diri saya sendiri. Hal ini menunjukkan bahwa kita tidak
hanya dapat menilai orang lain, tetapi kita juga dapat menilai diri kitasendiri. Diri kita bukan
hanya sebagai penanggap, namun juga sebagai perangsang. Jadi, diri kitab isa menjadi subjek
dan objek sekaligus.
Cara menanggapi diri sendiri secara keseluruhan dapat dibagi dalam tiga hal, yaitu:
1. Konsep diri yang disadari, yakni mengenai kemampuannya, statusnya, dan
perannya.
2. Aku sosial atau aku menurut orang lain, yaitu pandangan individu tentangcara orang
lain memandang atau menilai dirinya.
3. Aku ideal, yaitu harapan individu tentang dirinya atau akan menjadiapa dirinya
kelak. Jadi, aku ideal merupakan aspirasi setiap individu.
Dibandingkan dengan konsep diri mayor dan konsep diri spesifik, konsep diri global relatif
sukar diubah karena konsep diri global merupakan sikap dan keyakinan individu dalam
memahami keseluruhan dirinya. Tanggapan individu terhadap keseluruhan dirinya tersebut
sudah melekat dalam dirinya, dan sudah menjadi inti bagi kepribadian setiap individu. Seperti
yang dikemukakan oleh Sullivan (McCandless, 1970, dalam Pudjijogyanti, 1988) bahwa
konsep diri atau dinamika aku adalah inti kepribadian.

8
Konsep diri mayor dan konsep diri spesifik lebih mudah diubah sebab keduanya merupakan
ranggapan individu terhadap dirinya sendiri dalam kegiatan kegiatan yang dilakukan. Jadi
konsep diri mayor dan konsep diri spesifik merupakan sikap dan keyakinan individu dalam
memahami bagian bagian dari dirinya.
3. Bagaimana Konsep Diri Terbentuk?
Konsep diri terbentuk dalam waktu yang relatif lama, dan pembentukan ini tidak
bisa diartikan bahwa reaksi yang tidak biasa dari seseorang dapat mengubah konsep
diri. Namun, apabila tipe reaksi seperti ini sangat penting terjadi, atau jika reaksi ini
muncul karena orang lain yang memiliki arti (significant others)-yaitu orang-orang
yang kita nilai, umpamanya orang tua, teman, dan lain-lain- reaksi ini mungkin
berpengaruh terhadap konsep diri. Konsep diri dapat dibedakan menurur daerah
keaktifan seseorang, misalnya, diri sebagai seorang yang terpelajar, diri sebagai
seorang olahragawan, atau diri sebagai orang terkemuka di lingkungannya. Jadi, jatidiri
(identity) orang lain dapat memengaruhi konsep diri seseorang bergantung pada aspek
tertentu, mana yang akan membangkitkan respons. Seorang dosen lebih mungkin
memengaruhi konsep-diri-terpelajar pada diri seseorang ketimbang terhadap konsep-
diri- sosialnya, yang lebih dipengaruhi oleh teman-temannya. Konsep diri relatif stabil,
karena kita biasanya memilih teman-teman yang menganggap kita sebagaimana kita
melihat diri kita sendiri; karenanya, mereka memperkukuh konsep diri kita (Hardy dan
Heyes, 1988).

4. Proses Perkembangan Konsep Diri


Dari mana konsep diri datang, dan bagaimana ia berkembang? Bagaimana ia
memengaruhi cara kita memproses pengalaman kita? Bagaimana pula konsep diri
berkembang dalam pengaruh-memengaruhi ketika kita berinteraksi dengan orang lain?
Sewaktu lahir, Anda tidak memiliki konsep diri-tidak memiliki pengetahuan tentang
diri sendiri, dan tidak memiliki penghargaan bagi diri Anda sendiri, serta tidak memiliki
penilaian terhadap diri sendiri.
Akan tetapi, keadaan menyatu dengan lingkungan ini tidak berlangsung lama. Secara
perlahan, hari demi hari, selama kehidupan tahun pertama, Anda mulai membedakan
antara "aku" dan "bukan aku". Anda mulai tahu bahwa yang Anda isap adalah ibu jari
Anda. Menyadari bahwa yang ada di bawah adalah jari kaki Anda dan bahwa Anda
dapat menggerakkan bila Anda menghendaki. Ketika pancaindra Anda makin menguat,
Anda mulai membentuk gagasan tentang hubungan antara "aku" dan "bukan aku". Yang
paling penting, Anda belajar bahwa dunia "bukan aku mencakup orang-makhluk yang
tidak seperti lampu atau penyangga kelambu-melakukan hal-hal untuk Anda dan
bereaksi terhadap apa-apa yang Anda kerjakan. Jadi, pada awal penghidupan Anda,
Anda belajar untuk menempatkan kemanusiaan sebagai hal terpenting (dalam hal ini,
orang tua Anda), karena mereka dapat memenuhi-atau gagal memenuhi- kebutuhan
Anda yang paling utama: kehangatan, makanan, kontak fisik (dalam bentuk timangan),
dan akhirnya interaksi sosial.
Akhirnya ada dua hal yang mendasari perkembangan konsep diri kita, yaitu

9
a. Pengalaman Kita Secara Situasional
Biasanya, kita mengamati pengalaman-pengalaman yang datang pada diri kita.
Segenap pengalaman yang datang pada diri kita tidak seluruhnya mempunyai
pengaruh kuat pada diri kita. Jika pengalaman-pengalaman yitu merupakan sesuatu
yang sesuai dan konsisten dengan nilai-nilai dan konsep diri kita, secara rasional
dapat kita terima. Sebaliknya, jika pengalaman tersebut tidak cocok dan tidak
konsisten dengan nilai-nilai dan konsep diri kita, secara rasional tidak dapat kita
terima. Di lain pihak, dapat saja jika apa yang kita perlukan tak bisa dipertahankan,
timbul keinginan kita untuk mengubah konsep diri agar bisa disesuaikan dengan
pengalaman yang mutakhir sepanjang ada kesadaran untuk merespons pengalaman
kita melalui pancaindra yang bisa kita mengerti dan bisa kita terima. Pada tahap
selanjutnya, penerimaan berbagai pengalaman mutakhir ke dalam konsep diri
mungkin akan dapat mengubah sistem nilai yang kaku, yang dianut sebelumnya.
Dari pengalaman ini, maka kita akan menjadi lebih terbuka untuk mengubah nilai-
nilai, dan mengubah konsep diri kita.

Dengan membuka diri (self disclosure), konsep diri kita akan menjadi lebih dekat
dengan kenyataan. Sedangkan manfaat dari "membuka diri" in kepada orang lain
akan dapat diketahui umpan balik orang lain kepada kita, yang pada gilirannya
umpan balik ini nantinya akan memudahkan dalam proses pengenalan diri sendiri.
Dengan demikian, hasilnya bukan saja dapat merasakan berbagai kelemahan dalam
diri kita, tetapi juga dapat memperbaikinya. Sebaliknya, kita dapat mengetahui pula
mengenai kelebihan- kelebihan diri kita, yang untuk selanjutnya berbagai kelebihan
kita tersebut dapat kita manfaatkan untuk hal-hal yang kita anggap lebih baik.

b. Interaksi kita dengan orang lain


Segala aktivitas kita dalam masyarakat memunculkan adanya interaksi kita dengan
orang lain. Dari interaksi yang muncul tersebut, terdapat usaha untuk pengaruh-
memengaruhi antara kita dan orang lain tersebut. Dalam situasi seperti itu, konsep
diri berkembang dalam proses saling memengaruhi itu.

Brooks (1971:64-65) menandaskan bahwa "The young child is relatively neutral as


to the kind of self-concept he develops, but as he begins to perceive the world
around himself and comes to discover himself he starts to develop his self- concept."
Dengan demikian, pada awal perkembangannya, konsep diri pada anak kecil
biasanya lebih netral dibanding dengan anak yang sudah dewasa; namun, begitu
merasa lingkungan sekitarnya datang mendekati, ia mulai mengembangkan konsep
dirinya.

Penemuan diri dari berbagai bagian tubuhnya, mengenal suaranya sendiri dan
pandangan mengenai dirinya di depan cermin, adalah permulaan yang dini dari
kesadarannya tentang karakteristik yang dimilikinya, menurut konsep anak. Konsep
diri ini dipelihara secara kontinu dalam pengembangan suatu tujuan. Masa kanak-
kanak yang dini adalah periode kritis dalam perkembangan konsep diri. Anak
mempelajari kata-kata, seperti cantik, tampan, baik, buruk, bodoh, pintar, dan

10
sebagainya, adalah ciri dari manusia yang secara berangsur-angsur
mengembangkan gambaran diri, dan hal ini biasanya tetap bisa dipertahankan.

Atas dasar itu, pandangan kita terhadap diri sendiri adalah dasar dari konsep diri
kita, dan untuk memperoleh pengertian mengenai diri kita tersebut dapat dilakukan
melalui "interaksi dengan orang lain", yang tentunya disertai persepsi dan kesadaran
kita tentang cara orang lain tersebut melihat kita dan reaksi mereka terhadap kita.

5. Faktor Faktor yang Mempengaruhi Konsep Diri


Banyak faktor yang dapat memengaruhi konsep diri. Jalaluddin Rakhmat (1994),
misalnya, menyebut faktor "orang lain" dan "kelompok rujukan" (reference group)
sebagai faktor-faktor yang memengaruhi konsep diri. "Kita mengenal diri kita dengan
mengenal orang lain lebih dahulu. Bagaimana Anda menilai diri saya, hal itu akan
membentuk konsep diri saya" (Rakhmat, 1994:101).
Lebih jelasnya, William Brooks menyebutkan empat factor yang mempengaruhi
perkembangan konsep diri sesorang, yaitu (Brooks, 197:65-66):

a. Self Appraisal - Viewing Self as an Object


Istilah ini menunjukkan suatu pandangan, yang menjadikan diri sendiri sebagai objek
dalam komunikasi, atau dengan kata lain, adalah kesan kita terhadap diri kita sendiri.

Dalam hal ini, kita kesan-kesan kita tentang diri kita. Kita mengamati perilaku fisik
(lahiriah) secara langsung, misalnya, kita melihat diri kita di depan cermin dan
kemudian menilai atau mempertimbangkan ukuran badan kita, pakaian yang kita
kenakan, dan senyum manis kita. Penilaian-penilaian tersebut sangat berpengaruh
terhadap cara kita memberi kesan terhadap diri sendiri: cara kita merasakan tentang diri
kita, suka atau tidak suka, senang atau tidak senang, pada apa yang kita lihat tentang
diri kita.

b. Reaction and Response of Others


Sebetulnya, konsep diri itu tidak saja berkembang melalui pandangan kita terhadap
diri sendiri, namun juga berkembang dalam rangka interaksi kita dengan
masyarakat. Oleh sebab itu, konsep diri dipengaruhi oleh reaksi serta respons orang
lain terhadap diri kita, misalnya saja dalam berbagai perbincangan masalah sosial.
Menurut Brooks (1971), "Self-concept is the direct result of how significant others
react to the individual". Jadi, self concept atau konsep diri adalah hasil langsung
dari cara orang lain bereaksi secara berarti kepada individu.

c. Roles You Play - Role Taking


Dalam hubungan pengaruh peran terhadap konsep diri, adanya aspek peran yang
kita mainkan sedikit banyak akan memengaruhi konsep diri kita. Misalnya, ketika
masih kecil, kita sering "bermain peran"; kita meniru perilaku orang lain yang kita
lihat, umpamanya peran sebagai ayah, ibu, kakek, nenek; atau meniru ekspresi
orang lain, misalnya cara tersenyum, cara marah dari orang yang kerap kita lihat.
Permainan peran inilah yang merupakan awal dari pengembangan konsep diri. Dari

11
permainan peran ini pula, kita mulai memahami cara orang lain memandang diri
kita.
Dari contoh-contoh yang telah dikemukakan, dapat disimpulkan bahwa yang
dimaksud peran adalah:
1. sekelompok norma dan harapan mengenai tingkah laku seseorang,
2. norma-norma dan harapan yang dimiliki oleh orang-orang di lingkungan dekat
dengan individu itu;
3. norma-norma dan harapan tersebut memang diketahui dan disadari
oleh individu yang bersangkutan.

d. Reference Groups
Yang dimaksud dengan reference groups atau kelompok rujukan adalah kelompok
yang kita menjadi anggota di dalamnya. Jika kelompok ini kita anggap penting,
dalam arti mereka dapat menilai dan bereaksi pada kita, hal ini akan menjadi
kekuatan untuk menentukan konsep diri kita. Dalam hubungan ini, menurut
William Brooks, "Research shows that how we evaluate ourselves is in part a
function of how we are evaluated by reference groups (Brooks, 1971-66). Jadi,
penelitian menunjukkan bahwa cara kita menilai diri kita merupakan bagian dari
fungsi kita dievaluasi oleh kelompok rujukan.
Berkaitan dengan hal ini, dalam bukunya Fundamentals of Human Communication,
Robert G. King (Yulianita, 1990) memberikan 6 (enam) macam gambaran tentang
cara seseorang mengembangkan konsep dirinya, yakni:
1. Me as I am
2. Me as I think I am
3. Me as others think I am
4. Me as I think others think I am
5. Me as I think I ought to be
6. Me as I think I measure up to what I think I ought to be.

C. Penyesuain Diri
1. Apakah Penyesuain Diri Itu?
Penyesuaian diri merupakan faktor yang penting dalam kehidupan manusia. Begitu
pentingnya hal ini sampai-sampai dalam berbagai literatur, kita kerap menjumpai
ungkapan-ungkapan seperti: "Hidup manusia sejak lahir sampai mati tidak lain adalah
penyesuaian diri". Dalam lapangan psikologi klinis pun, sering kita temui berbagai
pernyataan para ahli yang menyebutkan bahwa "Kelainan-kelainan kepribadian tidak
lain adalah kelainan-kelainan penyesuaian diri:" Karena itu, tidaklah heran bila untuk
menunjukkan kelainan-kelainan kepribadian seseorang, sering dikemukakan istilah
"maladjustment", yang artinya "tidak ada penyesuaian" atau "tidak punya kemampuan
menyesuaikan diri". Jadi, misalnya, seorang anak yang mengalami hambatan-hambatan
emosional sehingga ia menjadi nakal, anak itu sering disebut maladjusted child
(Gunarsa, 1981).

12
2. Batasan penyesuain Diri
James F. Calhoun dan Joan Ross Acocella memberikan definisi yang lebih plastis
mengenai penyesuaian diri ini. Dikatakan, "Penyesuaian dapat didefinisikan sebagai
interaksi Anda yang kontinu dengan diri Anda sendiri, dengan orang lain, dan dengan
dunia Anda" (Calhoun dan Acocella, 1990:13). Menurut pandangan mereka, ketiga
faktor ini secara konstan mempengaruhi Anda. Dan hubungan tersebut bersifat timbal
balik mengingat Anda secara konstan juga mempengaruhi mereka.
Adapun orang lain, menurut Calhoun dan Acocella, jelas bahwa mereka berpengaruh
besar pada kita, sebagaimana kita juga berpengaruh besar terhadap mereka. Sama juga,
dunia kita - penglihatan dan penciuman serta suara yang mengelilingi kita saat kita
menyelesaikan urusan kita memengaruhi kita, dan kita memengaruhi mereka.
Berbagai definisi dan penjelasan para ahli di atas menyimpulkan bahwa penyesuaian
diri itu pada pokoknya adalah "Kemampuan untuk membuat hubungan yang
memuaskan antara orang dan lingkungan".

3. Bentuk- Bentuk Penyesuaian Diri


a. Yang Adaptive
Bentuk penyesuaian diri yang adaptive sering dikenal dengan istilah adaptasi.
Bentuk penyesuaian diri ini lebih bersifat badani. Artinya, perubahan-perubahan
dalam proses badani untuk menyesuaikan diri terhadap keadaan lingkungan.
Misalnya, berkeringat adalah usaha tubuh untuk mendinginkan tubuh dari suhu
yang panas atau dirasakan terlalu panas. Di tempat-tempat yang dingin, kita
sebaliknya harus berpakaian tebal agar tubuh menjadi "hangat." Berkeringat
ataupun berpakaian tebal merupakan juga bentuk penyesuaian terhadap lingkungan.
Karena tersangkutnya kehidupan psikis dalam penyesuaian yang adjustive ini,
dengan sendirinya penyesuaian ini berhubungan dengan tingkah laku. Sebagaimana
kita ketahui, tingkah laku manusia sebagian besar dilatarbelakangi oleh hal-hal
psikis ini, kecuali tingkah laku tertentu dalam bentuk gerakan-gerakan yang sudah
menjadi kebiasaan atau gerakan- gerakan refleks. Maka, penyesuaian ini adalah
penyesuaian diri tingkah laku terhadap lingkungan yang dalam lingkungan ini
terdapat aturan-aturan atau norma-norma. Singkatnya, penyesuaian terhadap
norma-norma.

b. Yang Adjustive
Bentuk penyesuaian yang lain, yang tersangkut kehidupan psikis kita, biasanya
disebut sebagai bentuk penyesuaian yang adjustive. Misalnya, jika kita harus pergi
ke tetangga atau teman yang tengah berduka cita karena kematian salah seorang
anggota keluarganya, mungkin sekali wajah kita dapat diatur sedemikian rupa,
sehingga menampilkan wajah duka, sebagai tanda ikut menyesuaikan terhadap
suasana sedih dalam keluarga tersebut. Kita mungkin benar-benar ikut bersedih
hati, tetapi mungkin juga oleh kemampuan kita membawakan diri, kita tampil
sebagai orang yang benar-benar sedih sekalipun keadaan sebenarnya tidak
demikian, malah mungkin sebaliknya.

13
4. Reaksi – Reaksi Penyesuain Diri
Setiap orang yang memiliki persoalan-persoalan kronis seharusnya mencari
bantuan profesional. Namun, suatu kesadaran tentang adanya reaksi penyesuaian
utama, atau mekanisme pertahanan, mungkin membuat Anda sanggup lebih efektif
menghadapi ketegangan-ketegangan dan tekanan- tekanan yang relatif normal dari
kehidupan setiap hari yang dapat memengaruhi Anda dan orang lain.
Mekanisme penyesuaian adalah berbagai kebiasaan yang biasa dipakai orang untuk
memuaskan motif-motifnya. Termasuk di sini ialah mekanisme pemecahan masalah
secara realistis dan mekanisme yang lebih bersifat primitif berupa sikap agresif
melawan hal-hal yang merintangi (Mahmud, 1990).

Kalangan psikologi – (kossem, 1983)

a. Rasionalisasi (Rationalization)
Ini terjadi bila seorang individu berupaya memberi penjelasan yang menyenangkan
(rasional) - tapi tidak usah benar- penjelasan untuk perilaku yang khusus sering
tidak diinginkan.
Sebenarnya, orang yang berupaya membenarkan perilaku yang dirasakannya tidak
dikehendaki secara sadar atau bawah sadar - terlibat dalam rasionalisasi.

b. Konpensasi
Beberapa bentuk konpensasi mungkin sangat bermanfaat atau positif, sedangkan
yang lain-lain merugikan atau negatif. Konpensasi positif mungkin terdapat dalam
diri seseorang yang anaknya meninggal dunia karena cacat lahir kemudian
menghabiskan seluruh kemampuan, waktu, dan tenaganya untuk membantu anak-
anak cacat atau terbelakang.

c. Negativisme (Negativism)
Negativisme adalah suatu reaksi yang dinyatakan sebagai perlawanan bawah sadar
pada orang-orang atau objek-objek lain.
Seorang filsuf anonim menyatakan, "Seandainya kita semua mau mengaku saja
bahwa kita gelisah, mungkin kita akan menjadi tidak begitu gelisah." Orang-orang
dengan kegelisahan yang khas, memang cenderung meyakini bahwa makhluk-
makhluk hidup yang lain tidak sama seperti mereka; tetapi hanya sedikit saja dari
kita yang bisa hidup tenang, terlepas dari penampilan "luar".

d. Kepasrahan (Resignations)
Kepasrahan adalah istilah psikologi yang umumnya merujuk pada suatu tipe
kekecewaan mendalam yang sangat kuat, yang ada kalanya dialami oleh individu-
individu. Kondisinya mungkin berlangsung lama atau sementara. Kepasrahan dapat
dinyatakan sebagai keadaan menyerah, menarik diri dari keterlibatan seseorang
dengan suatu keadaan khusus. Misalnya, seorang mahasiswa harus menyelesaikan
tugas membuat makalah yang harus selesai dua hari lagi. Asumsikanlah bahwa
Anda sebagai mahasiswa itu sudah membaca segala bahan dan menyelidiki latar
belakang masalah yang diperlukan, tetapi merasa sulit sekali untuk "meramu"
semua bahan itu.

14
e. Pelarian (Flight)
Reaksi penyesuaian pada kekecewaan yang disebut pelarian, boleh jadi dikacaukan
dengan kepasrahan. Namun, pelarian mencakup sesuatu yang yang lebih jauh, yakni
melarikan diri dari situasi khusus yang menyebabkan kekecewaan atau kegelisahan.
Kepasrahan mungkin meliputi suatu sikap "tidak peduli" yang apatis tentang
masalah, tetapi, berbeda dengan pelarian, tidak harus mencakup meninggalkan
sumber konflik atau kekecewaan.
Pelarian dapat mengakibatkan seseorang mengambil suatu pekerjaan baru sebagai
sarana untuk melarikan diri dari pekerjaan yang sekarang, melamun, lari dari
rumah, bahkan meminum obat-obatan yang melebihi dosis. Seseorang yang
menunjukkan reaksi pelarian, secara sadar maupun bawah sadar, ingin menghindari
suatu keadaan dan mengasumsikan bahwa segala sesuatu akan menjadi lebih baik
"di mana pun, kecuali di sini."

f. Resepsi (Repression)
Jika tanpa diketahui, seseorang mengeluarkan pengalaman atau perasaan tertentu
dari kesadarannya, berarti ia melakukan suatu reaksi penyesuaian yang disebut
represi.
Tidak semua represi harus negatif. Jiwa manusia adalah jiwa ajaib yang
berkecenderungan untuk menekan aspek-aspek yang tidak menyenangkan.
Bertahun-tahun sesudah liburan, umpamanya, anggota-anggota keluarga mungkin
teringat akan berbagai peristiwa yang menyenangkan mereka, namun mereka
cenderung menekan, atau melupakan bagian-bagian yang kurang menyenangkan,
seperti ban kempes ketika mereka tidak memiliki ban serep, perut yang terganggu,
dan nyamuk-nyamuk yang menggigit.

g. Kebodohan-semu (Pseudostupidity)
Dalam beberapa hal tindakan lupa, sebaliknya dari represi peristiwa-peristiwa
secara tak sadar, adalah disengaja dan digunakan sebagai alat untuk menghindarkan
tipe-tipe kegiatan tertentu. Disebut sebagai kebodohan-semu. Hal ini tampak pada
sementara orang yang dengan sadar berupaya memberi kesan menjadi pelupa.

h. Pemikiran Obsesif (obsessive Thinking)


Reaksi penyesuaian lain disebut pemikiran obsesif. Istilah ini merujuk pada
perilaku seseorang yang memperbesar semua ukuran realistis dari masalah atau
situasi yang dia alami. Umpamanya, orang- orang yang dipekerjakan dalam
pekerjaan yang monoton dan membosankan, yang hanya sedikit menghendaki
pemikiran kreatif atau pemusatan pikiran, mungkin terus-menerus
mempertimbangkan masalah-masalah pribadi atau perusahaan dalam pikiran
mereka.

i. Pengalihan (Displacement)
Pengalihan dapat didefinisikan sebagai proses psikologis dari perasaan-perasaan
terpendam yang kemudian dialihkan ke arah objek objek lain daripada ke arah
sumber pokok kekecewaan.

15
j. Perubahan (Conversion)
Jiwa dan tubuh adalah sesuatu yang tak terpisahkan, dan saling memengaruhi satu
sama lain. Dalam tubuh yang sehat, seperti kata ungkapan, cenderung
memungkinkan adanya jiwa yang sehat; dan sikap-sikap mental yang sehat
membuat tubuh lebih sehat.
Istilah konversi digunakan untuk melambangkan suatu proses psikologis, dalam hal
kekecewaan-kekecewaan emosional diekspresi- kan dalam gejala-gejala jasmani
yang sakit atau tak berfungsi sebagaimana mestinya.

5. Mengapa Kita Membutuhkan Penyesuaian Diri?


Kemampuan untuk menyesuaikan diri terhadap perubahan-perubahan ini adalah
suatu keharusan. Apakah dianggap sebagai prestasi positif (pandangan yang dominan
di Amerika) atau sebagai sesuatu yang menghancurkan struktur masyarakat (suatu
posisi minoritas yang penting), tetapi bagaimana pun, perubahan-perubahan itu harus
ditanggapi. Orang harus menyesuaikan gaya hidupnya sedemikian rupa sehingga dapat
memanfaatkan atau melindungi diri terhadap akibat dari perubahan- perubahan
tersebut.

Sesungguhnya banyak factor-berikut ini


a. Pemasan kebutuhan pokok dan kebutuhan pribadi.
b. Hendaknya ada kebiasaan-kebiasaan dan keterampilan yang dapat membantu
dalam pemenuhan kebutuhan yang mendesak.
c. Hendaknya dapat menerima dirinya.
d. Kelincahan.
e. Penyesuaian dan persesuaian.

16
BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Konsep diri adalah semua presepsi kita terhadap aspek-diri yang meliputi aspek
fisik, aspek social, dan aspek psikologis, yang diasarkan pada pengalaman dan interaksi
kita dengan orang lain.Konsep diri ini merupakan bagian inti dari pengalaman individu
yang secara perlahan- lahan dibedakan dan disimbolisasikan sebagai bayangan tentang
diri yang mengatakan "apa dan siapa aku sebenarnya" dan "apa sebenarnya yang harus
aku perbuat".Konsep diri relatif stabil, karena kita biasanya memilih teman-teman yang
menganggap kita sebagaimana kita melihat diri kita sendiri; karenanya, mereka
memperkukuh konsep diri kita (Hardy dan Heyes, 1988).

Di lain pihak, dapat saja jika apa yang kita perlukan tak bisa dipertahankan, timbul
keinginan kita untuk mengubah konsep diri agar bisa disesuaikan dengan pengalaman
yang mutakhir sepanjang ada kesadaran untuk merespons pengalaman kita melalui
pancaindra yang bisa kita mengerti dan bisa kita terima.Sebaliknya, kita dapat
mengetahui pula mengenai kelebihan- kelebihan diri kita, yang untuk selanjutnya
berbagai kelebihan kita tersebut dapat kita manfaatkan untuk hal-hal yang kita anggap
lebih baik.Atas dasar itu, pandangan kita terhadap diri sendiri adalah dasar dari konsep
diri kita, dan untuk memperoleh pengertian mengenai diri kita tersebut dapat dilakukan
melalui "interaksi dengan orang lain", yang tentunya disertai persepsi dan kesadaran
kita tentang cara orang lain tersebut melihat kita dan reaksi mereka terhadap kita.

Kita mengamati perilaku fisik (lahiriah) secara langsung, misalnya, kita melihat diri
kita di depan cermin dan kemudian menilai atau mempertimbangkan ukuran badan kita,
pakaian yang kita kenakan, dan senyum manis kita.Penilaian-penilaian tersebut sangat
berpengaruh terhadap cara kita memberi kesan terhadap diri sendiri: cara kita
merasakan tentang diri kita, suka atau tidak suka, senang atau tidak senang, pada apa
yang kita lihat tentang diri kita.Sama juga, dunia kita - penglihatan dan penciuman serta
suara yang mengelilingi kita saat kita menyelesaikan urusan kita memengaruhi kita,
dan kita memengaruhi mereka.

17
DAFTAR PUSTAKA

Drs. Alex Sobur, M. (2013). Psikologi Umum . Bandung: Pustaka Setia .

18

Anda mungkin juga menyukai