Anda di halaman 1dari 17

PSIKOLOGI KLINIS

(PSI 302)

MODUL 1
PENGANTAR PSIKOLOGI KLINIS

DISUSUN OLEH
SITI MASITOH, S.Psi., M.Psi., Psikolog

UNIVERSITAS ESA UNGGUL


2020

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 0 / 17
A. Kemampuan akhir yang diharapkan
Pada sesi ini, kemampuan akhir yang diharapkan dimiliki oleh mahasiswa adalah:
1. Mahasiswa mengetahui sejarah psikologi klinis
2. Mahasiswa memiliki pengetahuan dan mampu menjelaskan definisi psikologi klinis.
3. Mahasiswa memiliki pengetahuan dan mampu mengidentifikasi ruang lingkup
psikologi klinis
4. Mahasiswa memiliki pengetahuan dan mampu mengidentifikasi peran psikologi klinis
5. Mahasiswa memiliki pengetahuan dan mampu mengidentifikasi perbedaan psikol

PENGANTAR PSIKOLOGI KLINIS

Selamat datang di psikologi klinis! Sepanjang 14 sesi ke depan kita akan


membicarakan mengenai psikologi klinis. Diawali dengan sejarah psikologi klinis hingga
perkembangan terbaru di masa sekarang ini. Psikologi Klinis merupakan salah satu bidang
psikologi terapan selain Psikologi Pendidikan, Psikologi Industri dan lainnya, yang bergelut
dengan upaya pendekatan klinis dengan cara kerja tertentu yang tersusun secara sistematis
dan menggunakan metode-metode tertentu. Psikologi klinis mengintegrasikan ilmu
pengetahuan, teori dan praktik dalam menangani kasus-kasus psikologis yang didiagnosa
bersifat klinis.

B. Sejarah Psikologi Klinis


Pertama kali psikologi klinis dikenal melalui kerja Lightner Witmer, ia adalah
seorang psikolog Jerman. Saat ia menerima gelar doktornya, psikologi telah menjadi
sebuah disiplin akademik, sebuah bidang penelitian. Ia sendiri adalah merupakan anak
didik dari Wilhelm Wundt, yang dianggap sebagai pendiri psikologi eksperimen. Di
masanya, psikologi sebagai disiplin ilmu, nyaris tidak memiliki fungsi-fungsi terapan
seperti sekarang ini. Dengan kata lain, pada masa itu, psikolog tidak mempraktekkan
psikologi, tetapi mereka mempelajarinya. (Pomerantz, 2015). Pada 1896, Witmer
mendirikan klinik psikologi pertama di Universitas Pennsylvania, yang merupakan awal
ilmu psikologi diterapkan secara sistematis dan sengaja pada berbagai masalah
individu/manusia. Pada awalnya, klien-klien Witmer adalah anak-anak dengan berbagai

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 1 / 17
masalah perilaku dan masalah kesulitan belajar (Markam, 2005), di masa awal itu, klinik
psikologi tidak menangani orang-orang yang mengalami sakit dan gangguan, tetapi lebih
untuk mengatasi masalah pada bidang pendidikan. Witmer terus mendorong kolega-
koleganya sesama psikolog klinis, agar mendirikan/membuka klinik psikologi mereka,
untuk “menyoroti masalah-masalah yang dihadapi kemanusiaan”. Beberapa tahun
kemudian Witmer mengoperasikan klinik psikologi pertama di Rumah Sakit, yaitu di
Rumah Sakit Pennsylvania, ia menerapkan pemeriksaan mental (mental test) kepada
pasien, pada waktu itu hampir semua tes merupakan tes inteligensi, yang kala itu sedang
dikenal luas misalnya dari Binet & Simon, Cattel, dan sebagainya. Pada 1914, terdapat
20an klinik psikologi di Amerika Serikat, yang kebanyakan meniru klinik Witmer.
Setelah kerja Witmer inilah mulai bermunculan klinik-klinik psikologi di berbagai
universitas di Amerika. Pada 1935, diperkirakan jumlahnya telah menjadi lebih dari 150
klinik psikologi.
Selain mendirikan klinik, Witmer juga mendirikan jurnal ilmiah pertama di
bidang ini, yang diberi judul “The Psychological Clinic” pada tahun 1907. Pada jurnal
inilah pertama kalinya ia mengenalkan istilah psikologi klinik, ia memberi definisi dan
penjelasan tentang perlunya eksistensi dan pertumbuhan yang salah satu usulannya
adalah untuk mengadakan pelatihan psikolog klinis.

C. Sejarah Psikologi Klinis di Indonesia


Di Indonesia sendiri, lahirnya pendidikan psikologi diawali dengan pidato ilmiah
Prof. Dr. Slamet Iman Santoso dalam pengukuhannya sebagai Guru Besar Universitas
Indonesia pada tahun 1952. Dalam pidato tersebut, antara lain dikemukakannya
pentingnya penggunaan pemeriksaan psikologis untuk mendeteksi the right man on the
right place, dan menghindari the right man on the wrong place, the wrong man on the
right place, serta the wrong man on the wrong place. Sebagai kelanjutan dari pidato
tersebut, di lingkungan Kementerian Pendidikan, Pengadjaran, dan Kebudajaan
(Kementerian PP&K), pada tanggal 3 Maret 1953 diselenggarakan Kursus Asisten
Psikologi, yang diketuai oleh Prof. Dr. Slamet Iman Santoso. Tak lama setelah itu, masih
dalam lingkungan Kementerian PP&K, didirikan Lembaga Psikologi, yang kemudian
berubah statusnya menjadi Lembaga Pendidikan Asisten Psikologi yang secara langsung
berada di bawah pimpinan Universitas Indonesia. Pada tahun 1955, Pendidikan Psikologi
Asisten Psikologi diubah statusnya menjadi Pendidikan Sarjana Psikologi, yang secara
administratif berada di bawah Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Pada tanggal 1

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 2 / 17
Juli 1960, Fakultas Psikologi dinyatakan berdiri terpisah dari Fakultas Kedokteran UI.
https://psikologi.ui.ac.id/sejarah/. Pada masa itu, beberapa fakultas mulai didirikan di
universitas negeri lainnya, seperti pada 1958, pendidikan psikologi mulai masuk di
Universitas Gajah Mada, di bawah Fakultas Ilmu Pendidikan UGM, pada tahun 1964
fakultas psikologi UGM mulai berdiri sendiri sebagai fakultas psikologi setelah fakultas
ilmu pendidikan dipisahkan tersendiri sebagai institut keguruan dan ilmu pendidikan
(IKIP) https://psikologi.ugm.ac.id/en/history/. Sedangkan di Universitas Padjajaran, pada
tahun 1964 didirikanlah fakultas psikologi, yang merupakan satu-satunya fakultas
psikologi yang langsung didirikan sebagai fakultas psikologi tanpa “mendompleng”
fakultas lain http://psikologi.unpad.ac.id/profil-fapsi/. Melalui ketiga fakultas psikologi
dari universitas negeri inilah, kemudian lahir psikolog-psikolog dan ilmuwan-ilmuwan
psikologi Indonesia awal, yang memberi kontribusi besar dalam meletakkan pondasi
keilmuan dan praktek psikologi di tanah air.

D. Definisi Psikologi Klinis


Mendefinisikan psikologi klinis tidaklah mudah, apa yang ditangani oleh
ilmuwan psikologi klinis mencakup pengerjaan banyak hal yang berbeda dengan banyak
tujuan yang berbeda, bagi banyak orang yang berbeda. Begitu luasnya cakupan psikologi
klinis, seringkali dalam prakteknya, bersinggungan dengan bidang-bidang lainnya seperti
psikiatri, neurologi, keperawatan, antropologi kesehatan/medis. Akan tetapi, tetaplah
harus dapat kita definisikan apakah itu psikologi klinis.
Secara sederhana, definisi psikologi klinis adalah cabang psikologi yang
mempelajari, menilai dan menangani orang-orang dengan masalah atau gangguan
psikologis (Myers, 2013, VandenBos, 2007 dalam Pomerantz, 2015). Prof. S. Markam
(2005) melihat definisi melalui cakupannya, secara sempit dikatakan Psikologi Klinis
tugasnya ialah mempelajari orang-orang abnormal atau subnormal, dengan menggunakan
alat tes yang merupakan bagian integral dari suatu pemeriksaan klinis di rumah sakit.
Dalam cakupan yang luas, dikatakannya bahwa Psikologi Klinis merupakan bidang
psikologi yang membahas dan mempelajari kesulitan-kesulitan serta rintangan-rintangan
emosional pada manusia, tidak memandang apakah ia abnormal atau subnormal. Yap Kie
Hien (1968 dalam S Markam, 2005) mengatakan definisi lain dari psikologi klinis, yaitu
Psikologi Klinis meneropong gejala-gejala yang dapat mengurangi kemungkinan
manusia untuk berbahagia. Kebahagiaan erat hubungannya dengan kehidupan emosional-
sensitif dan harus dibedakan dengan kepuasan yang lebih berhubungan dengan segi-segi

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 3 / 17
rasional dan intelektual. Phares (1992 dalam S Markam, 2005) menyebutkan psikologi
klinis menunjuk pada bidang yang membahas kajian, diagnostic, dan penyembuhan
(treatment) masalah-masalah psikologis, gangguan (disorder) atau tingkah laku abnormal.
Divisi Psikologi Klinis (Divisi 12) dalam Asosiasi Psikologi Amerika (APA)
mendefinisikan secara lebih akurat, komprehensif dan kontemporer. Dalam definisi yang
luas ini disebutkan bahwa:
Bidang Psikologi Klinis mengintegrasikan ilmu pengetahuan, teori dan
praktik untuk memahami, memprediksi dan menanggulangi maladjustment
(ketidakmampuan untuk menyesuaikan diri), disabilitas dan ketidaknyamanan
sekaligus untuk mendukung adaptasi, penyesuaian dan perkembangan pribadi
manusia. Psikologi klinis focus pada aspek intelektual, emosi, biologis,
psikologis, social dan perilaku fungsi manusia seumur hidup, dalam beragam
budaya, dan dalam semua tingkat social-ekonomi. (APA, 2012a)
(https://www.apa.org)
Dengan semakin luasnya kajian dan penelitian, dan berkembangnya ilmu
pengetahuan yang mana saat ini penelitian lintas bidang ilmu telah banyak dilakukan,
semakin memperjelas peran psikologi klinis di masyarakat.

E. Ruang Lingkup Psikologi Klinis


1. Kajian
Berdasarkan definisi dari Asosiasi Psikologi Amerika (APA), hal-hal yang
dapat menjadi focus kajian psikologi klinis cukuplah luas, yaitu menyangkut pada
aspek intelektual, emosi, biologis, psikologis, social dan perilaku fungsi manusia
seumur hidup dalam beragam budaya dan dalam semua tingkat social-ekonomi.
Berdasar pada itu, maka kajian psikologi klinis, mencakup hampir semua yang
bersinggungan dengan perilaku fungsi manusia.
Aspek intelektual, membicarakan tentang proses mental yang berhubungan
dengan proses-proses kognitif; aspek emosi membicarakan reaksi kompleks dari
perasaan akibat perubahan-perubahan internal dan eksternal organisme; aspek
biologis membicarakan faktor-faktor biologis yang dapat mempengaruhi perilaku;
aspek social membicarakan bagaimana lingkungan social dapat mempengaruhi dan
dipengaruhi perilaku; yang keseluruhan itu akan menciptakan keberfungsian
perilaku manusia secara keseluruhan sepanjang hidupnya, tidak ada diskriminasi
budaya dan tingkat social ekonomi, semua dapat dikaji setara. Maksud dari setara

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 4 / 17
dan tidak ada diskriminasi adalah bahwa kajian tentang kondisi psikologis dapat
berlaku pada siapapun, karena depresi tidak hanya bisa terjadi pada si miskin tetapi
juga dapat terjadi pada si kaya, gugup tidak hanya dapat menghinggapi anak-anak
tetapi juga orang dewasa, kecemasan dapat muncul pada siapapun dengan latar
belakang budaya dan status pendidikan apapun.

2. Diagnosa
Salah satu lingkup fungsi dari psikologi klinis adalah melakukan diagnosa
terhadap perilaku. Perilaku yang didiagnosa adalah yang dianggap menyimpang dari
normal. Diagnosa menyatakan apakah suatu perilaku mengalami penyimpangan,
dengan merujuk kepada pedoman diagnosa yang dikenal dengan Diagnostic and
Statistical Manual of Mental Disorder (DSM). Sebelum menegakkan diagnosa,
psikolog klinis melakukan assessment , dimana dalam melakukan assessment dapat
menggunakan berbagai metode, seperti wawancara klinis, observasi, psikotes dan
lain sebagainya. Mengenai assessment akan dibahas lebih lengkap pada pertemuan
tiga.

3. Treatment
Lingkup lainnya adalah fungsi treatment. Bahasa lain yang lebih umum
digunakan untuk treatment ini adalah intervensi. Dalam psikologi klinis, treatment
atau intervensi merupakan penerapan pola-pola tertentu yang dilakukan kepada
subjek treatment, baik individu ataupun kelompok, bertujuan untuk meringankan
atau bahkan menghilangkan kondisi patologis, perilaku maladaptive dan lain
sebagainya yang dianggap menyimpang dan perlu untuk “dinormalkan”.
S. Markam (2005) mendefinisikan intervensi sebagai upaya untuk mengubah
perilaku, pikiran atau perasaan seseorang. Psikoterapi adalah kegiatan primer bagi
psikolog klinis dalam melakukan intervensi. Psikoterapi adalah merupakan salah
satu intervensi dalam konteks hubungan professional antara psikolog dan klien atau
pasien. S. Markam menyebutkan tujuan dari psikoterapi adalah untuk pemecahan
masalah, untuk peningkatan kemampuan seseorang mengatasi masalahnya sendiri,
pencegahan timbulnya masalah, peningkatan kemampuan seseorang untuk lebih
berbahagia (Phares, 1992 dalam S.Markam, 2005). Mengenai intervensi, akan
dibahas lebih lengkap pada pertemuan tujuh.

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 5 / 17
4. Disorder
Disorder adalah gangguan. J.P. Chaplin (1999) mengartikan disorder sebagai
kekacauan, berantakan, gangguan dan penyakit. Dikatakannya, disorder merupakan
kondisi kurang atau ketiadaan organisasi atau relasi yang berarti diantara gejala-
gejalanya; disorder merupakan tingkah laku sosial yang menyimpang dari kebiasaan.
Artinya, kajian psikologi klinis adalah hal-hal yang menyangkut perilaku individu
yang abnormal atau menyimpang dari pola normal. Abnormal berarti tidak normal,
menyimpang dari suatu standar yang bisa berarti di atas normal atau di bawah
normal. Semakin menjauhi pola normal, artinya semakin meyimpang dan dari segi
jumlah semakin sedikit populasinya.

Gambar. 1.1
Kurva Normal

pola
normal
penyimpangan penyimpangan

Definisi sederhana mengenai abnormal tersebut dapat kita pakai sebagai


kerangka berpikir awal dalam menilai dan mengatakan suatu perilaku dianggap
norma atau abnormal, akan tetapi, dalam kaitannya dengan diagnosa, psikolog klinis
hendaknya lebih berhati-hati untuk mengatakan bahwa seseorang menyimpang,
abnormal, mengalami gangguan, dan lain sebagainya. Psikolog klinis memiliki
pedoman untuk menetapkan dan menyatakan perilaku dalam kondisi
disorder/gangguan, yaitu Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder
(DSM). Di dalam DSM, secara statistic para ahli telah mengkategorikan perilaku-
perilaku mana yang menyimpang, dengan syarat-syarat tertentu yang harus
ditetapkan secara yakin oleh psikolog klinis bahwa klien atau pasien memang berada
pada kondisi tersebut. Psikolog klinis harus melakukan asesment klinis untuk
mencari dan menemukan gejala dan perilaku mana yang dapat dianggap normal atau
abnormal, sehingga diagnosa dapat ditegakkan.

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 6 / 17
Mari kita pahami abnormalitas dengan melihat berkembangnya teori abnormal
dari Stern (1964), Ulman dan Krasner (1980), Gladstone (1978), dan Wakefield
(1992)
▪ Stern (1964, dalam S.Markam, 2005) mengusulkan empat aspek yang harus
diperhatikan untuk melakukan penilaian normal atau tidaknya seseorang, yaitu:
✓ daya integrasi, yaitu kebersatuan fungsi ego yang mengkordinasikan kegiatan
ego ke dalam maupun keluar diri, makin terkordinasi dan terintegrasi, makin
baik;
✓ ada tidaknya simtom gangguan, ditinjau dari segi praktis, pendekatan medis;
✓ kriteria psikoanalisis, dengan memperhatikan dua hal, yaitu tingkat
kesadaran (jika perilaku terlalu banyak dikuasai oleh alam tak sadar, maka
dapat dikatakan seseorang itu kurang sehat jiwanya) dan jalannya
perkembangan psikoseksual (berhubungan erat dengan perkembangan fisik
dan perkembangan libido, lihat tahapan psikoseksual dari psikoanalisa pada
modul pertemuan dua);
✓ determinan sosio-kultural, artinya lingkungan seringkali memegang peranan
besar dalam penilaian suatu gejala sebagai normal atau tidak. Misalnya,
hysterical reaction yang dalam buku-buku psikiatri adalah gejala neurotic,
akan tetapi jika terjadi pada seorang suku Indian, dilihat sebagai orang yang
kerasukan roh dan dianggap peristiwa suci.
▪ Ulman & Krasner (1980, dalam S. Markam, 2005) mengatakan selain definisi
statistic, medis dan psikoanalitis serta sosiokultural terhadap abnormalitas, ada pula
definisi legal tentang abnormalitas, yang menghubungkan tingkah laku manusia
dengan kompetensi, tanggung jawab atas perbuatan kriminal serta komitmen.
Definisi ini digunakan untuk menentukan apakah seseorang sudah harus dimasukkan
ke rumah sakit jiwa, penjara, institusi khusus atau tidak.
✓ Kompeten adalah orang yang mempunyai kemampuan yang memungkinkan
dia untuk melakukan kegiatan-kegiatan menandatangani kontrak,
mengadopsi anak, memilih, dan sebagainya. Orang dengan IQ sangat rendah,
anak di bawah umur, lansia yang sudah pikun, tidak termasuk dianggap
kompeten.
✓ Criminal responsibility, yaitu hubungan antara penyakit dengan tanggung
jawab atas perbuatan criminal. Pandangan medis dapat membebaskan
seseorang atas tanggung jawab kriminalnya jika dianggap sebagai seseorang

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 7 / 17
yang sakit jiwa, sehingga tak dapat dianggap bertanggung jawab atas
perbuatannya. Tetapi jika ia dianggap sehat, maka ia harus mempertanggung
jawabkan perbuatannya.
✓ Commitment, mengacu pada penentuan kapan seseorang harus diamankan ke
dalam RS Jiwa atau ke tempat perawatan khusus. Umumnya, seseorang yang
membahayakan diri sendiri atau membahayakan orang lain, perlu dipisahkan
dari lingkungan masyarakat.
Selanjutnya Ulman mendefinisikan tingkah laku abnormal sebagai jenis tingkah
laku menyimpang (deviance) yang memerlukan perhatian professional dalam bidang
kesehatan jiwa, ia secara implisit mengungkap bahwa jika seorang individu
menunjukkan suatu tingkah laku yang berbeda, tidak mengikuti aturan yang berlaku,
tidak pantas, mengganggu dan tidak dapat dimengerti dengan kriteria biasa, maka
tingkah laku tersebut dianggap abnormal.
▪ Gladstone (1978, dalam S.Markam, 2005) menguraikan pegangan-pegangan
praktis untuk menilai kesehatan mental diri sendiri, yaitu dengan menilai 7 aspek
perilaku penyesuaian diri (adaptability), yaitu:
1) ketegangan;
2) suasana hati;
3) pemikiran;
4) kegiatan (aktivitas);
5) organisasi diri;
6) hubungan antar manusia dan
7) keadaan fisik.
Masing-masing aspek memiliki kriteria tingkah laku yang “normal”, Gladstone
membaginya menjadi 5 tingkatan, yaitu 1) penyesuaian diri yang normal; 2)
penyesuaian ‘darurat’; 3) penyesuaian ‘neurotik’ (neurotic coping style); 3)
kepribadian atau karakter neurotic dan 5) gangguan berat; yang masing-masing
diberi skor antara 10-50. Misalkan dalam aspek ketegangan, yang manakah
dikatakan ketegangan normal, darurat atau neurotic? Ketegangan dikatakan dalam
keadaan normal apabila ada penyebab yang jelas dan konkret dan individu dapat
melakukan sesuatu untuk menguranginya. Bila ketegangan tidak dapat dikurangi
mengganggu pekerjaan sehari-hari, menunjukkan gejala-gejala dari ketegangan ini
dalam pernafasan, berkeringat, dan lain-lain, maka keadaan ini merupakan
penyesuaian darurat. Pada penyesuaian neurotic, ketegangan tak jelas lagi kaitannya

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 8 / 17
dengan penyebab, individu diliputi kecemasan setiap hari, mengganggu pekerjaan
sehari-hari. Dalam membuat profil kesehatan mental klien, bisa saja individu itu
normal dalam beberapa aspek dan bermasalah hanya pada satu-dua aspek saja.

Gambar 1.2
Ilustrasi Profil Kesehatan Mental
(ilustrasi oleh penulis, berdasarkan buku Pengantar Psikologi Klinis S. Markam, 2005)

KRITERIA
Penyesuaian Penyesuaian Kepribadian
ASPEK Normal
Darurat Neurotic Neurotic
Gangguan Berat
10 20 30 40 50 10 20 30 40 50 10 20 30 40 50 10 20 30 40 50 10 20 30 40 50

Ketegangan
Suasana Hati
Pemikiran
Kegiatan
Organisasi
Diri
Hubungan
antar manusia.
Keadaan Fisik

Dari ilustrasi profil diatas, maka dapat “dibaca” profil kesehatan mental individu A
adalah, ia normal dalam aspek ketegangan, suasana hati, kegiatan dan hubungan
antar manusia, tetapi darurat dalam aspek pemikiran dan keadaan fisik, hingga
mengalami patologis pada aspek organisasi diri. Tes ini tidak begitu dikenal di
Indonesia dan kurang diselidiki, tetapi tetap dikemukakan di sini sebagai contoh
untuk menunjukkan kompleksitas masalah penilaian normal atau abnormalnya
tingkah laku manusia.
Definisi terkini mengenai abnormalitas dikemukakan oleh Jerome Wakefield
(1992, dalam Pomerantz, 2014). Ia menjelaskan teori disfungsi yang merugikan
tentang gangguan mental. Menurut pendapatnya, gangguan adalah sebuah disfungsi
yang merugikan, kerugian yang merupakan batasan nilai yang didasarkan pada
norma-norma sosial, dan disfungsi adalah batasan ilmiah yang mengacu pada
kegagalan mekanisme mental untuk menjalankan fungsi alamiah sebagaimana
dirancang oleh evolusi. Jadi, konsep gangguan menggabungkan komponen nilai dan
komponen ilmiah. Artinya, untuk menetapkan suatu gangguan, kita
mempertimbangkan komponen ilmiah (data-data) dan nilai-nilai sosial di dalam
konteks terjadinya perilaku tersebut.

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 9 / 17
Perdebatan mengenai definisi terus berlangsung hingga masa sekarang, namun
saat ini, penguasaan terhadap kriteria-kriteria yang dituangkan ke dalam DSM,
menjadi modalitas psikolog klinis untuk menegakkan diagnosa gangguan/disorder.
Di dalam DSM, masing-masing gangguan mental dikonseptualisasikan sebagai
sebuah sindrom atau pola perilaku atau psikologis yang signifikan secara klinis,
yang terjadi pada individu, dan berkaitan dengan penderitaan saat ini (gejala yang
menyakitkan) atau disabilitas (penurunan fungsi) atau dengan risiko yang meningkat
secara signifikan untuk mengalami penderitaan, kematian, rsa sakit, disabilitas atau
kehilangan kebebasan. Akan tetapi, gangguan tidak dapat dikatakan gangguan jika
pola itu merupakan respon yang diharapkan/diizinkan secara kultural. Misalnya,
meratap kala berduka dalam budaya masyarakat Batak saat ditinggal orang yang
dikasihi, tidak dapat dikatakan sebagai histeria. Karena meratap adalah ungkapan
senandung kesedihan, yang di dalamnya terkandung ungkapan duka lara sekaligus
mengenang sifat-sifat mendiang.
Apapun penyebab awalnya, disorder atau gangguan tersebut saat ini harus
dianggap sebagai manisfestasi dari disfungsi perilaku, psikologis atau biologis pada
individu yang bersangkutan.

F. Peran
1. Jalur Pendidikan Profesi Psikolog Klinis
Asosiasi Psikologi Amerika (APA) pada 1973 mengusulkan peran psikologi
klinis sebagai scientist-practitioner.
Ilmuwan (Scientist) artinya berperan dalam pengembangan keilmuan
psikologi klinis dengan melakukan berbagai kajian dan penelitian, sedangkan
praktisi (practitioner), yaitu yang mempraktekkan keilmuan tersebut. Dengan dua
peran itu, menyebabkan muncul pengaturan dan syarat-syarat akademik sebagai dasar
kompetensi untuk dapat memiliki kewenangan praktik psikologi klinis. Awalnya di
Amerika, syarat akademi tersebut adalah pendidikan tingkat S3 atau Ph.D, akan tetapi
kemudian muncul pengembangan dalam sector pendidikan dan pelatihan, sehingga
kompetensi sebagai psikolog klinis dapat dicapai tanpa harus mengenyam pendidikan
setingkat S3.
Indonesia sendiri, sejak awal masuk ilmu psikologi hingga 1992, pendidikan
akademik psikologi yang menghasilkan sarjana psikologi adalah juga psikolog, karena
pendidikan praktik digabungkan pendidikan akademik. Tetapi setelah 1992,

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 10 / 17
pendidikan akademik psikologi dipisahkan dengan pendidikan profesi, hal ini untuk
memungkinkan minat sarjana psikologi meneruska ke bidang lain yang diminatinya.
Kongres HIMPSI (Himpunan Psikologi Indonesia) VIII di Bandung tahun 2000,
memutuskan bahwa Pendidikan Profesi Psikolog disetarakan dengan jenjang master.
Hasil kongres tersebut dibahas dalam kolokium fakultas-fakultas psikologi seluruh
Indonesia yang dihadiri dekan-dekan fakultas psikologi dari 31 perguruan tinggi
negeri dan swasta, sejak kolokium ke VI hingga ke VIII, dan menyepakati bahwa
Pendidikan Profesi Psikologi adalah berjenjang magister (S-2) yang kelulusannya
diharapkan menguasai prinsip-prinsip psikodiagnostika, konseling dan psikoterapi,
selain itu juga dituntut mampu melakukan asesement, intervensi psikologis, penelitian
terapan dan memahami serta menaati kode etik psikolog.
Setelah tahun 1994, psikolog yang berpraktik diwajibkan memiliki SIPP (Surat
Izin Praktik Psikolog), izin ini dikeluarkan oleh organisasi profesi (HIMPSI). Bagi
bidang psikologi klinis, di masa lalu, perdebatan tentang apakah psikologi klinis
masuk dalam ranah pelayanan kesehatan dan berhak mendapat posisi sebagai bagian
dari tenaga kesehatan, menjadi pembahasan dan “konflik” peran dengan beberapa
bidang profesi lainnya, khususnya dengan kedokteran (psikiatri) dan keperawatan.
Perjuangan panjang dari HIMPSI dan IPK (Ikatan Psikologi Klinis) dalam
memperjuangkan eksistensinya membuahkan hasil dengan diakui dan masuknya
Profesi Psikolog Klinis dalam UU Tenaga Kesehatan, yaitu UU. No. 36 Tahun 2014
tentang Tenaga Kesehatan, pasal 11 ayat (1) huruf b. Dengan psikolog klinis diakui
dan masuk dalam ranah tenaga kesehatan, maka untuk berpraktek di rumah sakit atau
klinik pelayanan kesehatan lainnya, psikolog klinis tidak hanya wajib memiliki Surat
Izin Praktik Psikolog (SIPP) tetapi juga harus memiliki STR (Surat Tanda Registrasi)
seperti tenaga kesehatan lainnya, serta Surat Izin Praktik Psikolog Klinis (SIPPK).

2. Perbedaan Psikolog Klinis dengan Profesi Lainnya


Dikarenakan keilmuan ini melingkupi hampir seluruh aspek fungsi perilaku
manusia, hal itu akhirnya menimbulkan tanggung jawab yang seringkali tumpang
tindih (overlapping) dengan beberapa keilmuan atau profesi lainnya. Bagaimanakah
psikolog klinis berbeda dengan profesi-profesi lainnya? Pomerantz (2014)
menjabarkannya demikian:

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 11 / 17
a) Psikolog Konseling
Pada praktiknya, kegiatan psikolog klinis dengan psikolog konseling serupa dan
tumpang tindih, akan tetapi ada beberapa perbedaan yang dapat dilihat sebagai
pembatas, yaitu dibanding psikolog konseling, psikolog klinis menangani
populasi dengan gangguan yang lebih serius dan berat dan cenderung bekerja di
lingkungan rumah sakit, unit psikiatri rawat-inap. Sedangkan psikolog konseling
cenderung menangani populasi dengan gangguan ringan yang tidak terlalu serius
dan cenderung bekerja pada pusat konseling di universitas-universitas. Psikolog
klinis cenderung menganut behaviorisme dengan lebih kuat, sedangkan psikolog
konseling cenderuung menganut pendekatan-pendekatan humanistic.
b) Psikiater
Psikiater berasal dari sekolah kedokteran dan mendapat izin praktik sebagai
dokter, sebagai dokter mereka diizinkan untuk meresepkan obat. Perbedaan
mendasar adalah dalam pemahaman dan pendekatan terhadap masalah perilaku
atau emosional. Psikiater melihat masalah pasien sebagai gangguan fisiologis dan
karenanya perlu pengobatan, sedangkan psikolog klinis melihat masalah klien
bersifat perilaku, kognitif dan emosional.
c) Pekerja Sosial
Fokus pekerja sosial adalah interaksi antara seorang individu dengan komponen
masyarakat yang mungkin dapat memberi kontribusi pada atau mengurangi
masalah individu sebagai produk dari penyakit sosial. Pekerja sosial adalah
pekerja lapangan di bawah pengawasan, jarang sekali menggunakan metode
penelitian, tes psikolog atau psikologi fisiologis, teori-teori psikopatologi dan
terapi. Petugas sosial lebih menekankan faktor-faktor sosial dan lingkungan.
d) Psikolog Sekolah
Psikolog sekolah berkeja di sekolah, fungsi primernya adalah memperbaiki
kehidupan intelektual, emosional, sosial dan perkembangan siswa. Psikolog
sekolah menggunakan tes-tes psikologi, terutama tes inteligensi dan tes prestasi,
yang digunakan untuk menetapkan diagnosis-diagnosis seperti diabilitas belajar
dan ADHD. Psikolog sekolah mengembangkan program-program yang dirancang
untuk memenuhi kebutuhan Pendidikan dan emosional siswa. Disamping itu
mereka menangani konsultasi dan berkonsultasi dengan orang-orang dewasa yang
terlibat dalam kehidupa siswa, dan dalam tingkatan tertentu menangani konseling
siswa.

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 12 / 17
e) Konselor Profesional
Konselor memiliki program pelatihannya sendiri, ia bukan bagian dari pendidikan
psikologi. Pekerjaan konselor professional umumnya melibatkan konseling
dengan penekanan yang amat kecil pada tes psikologi atau melakukan penelitian.
Program Pendidikan konselor sedikti sekali membahas materi tersebut. Fokus
mereka adalah pelayanan kepada klien yang amat beragam di masyarakat,
spesialisasi mereka biasanya bidang-bidang seperti konseling karir, adiksi,
pernikahan/pasangan/keluarga, sekolah, perguruan tinggi, karir, adiksi.
Selain profesi yanag Pomerantz sebutkan di atas, di Indonesia selain profesi psikolog
klinis, profesi psikolog terbagi dalam bidang psikologi lain yang berbeda dan terjun dalam
masyarakat dalam lingkup masing-masing, diantaranya Psikolog Perkembangan, Psikolog
Industri dan Organisasi dan Psikolog Pendidikan.
▪ Psikolog Perkembangan
Psikolog perkembangan mempelajari perkembangan manusia dan perubahan aspek
kejiwaan manusia sejak lahir (bayi) hingga tua/lansia. Terapan psikologi perkembangan
utamanya digunakan dalam bidang pengasuhan (parenting), pendidikan, pengoptimalan
kualitas hidup manusia dewasa hingga tua dan penanganan masa remaja.
▪ Psikolog Industri dan Organisasi
Psikolog industry dan organisasi mempelajari perilaku manusia di tempat kerja, fokusnya
adalah bagaimana memotivasi dan meningkatkan produktifitas kerja, menghandle stress
kerja, seleksi pegawai, merancang strategi pemasaran (dengan teori-teori psikologi
konsumen), mengidentifikasi system yang dapat mengimprovovisasi etos kerja dan
produktifitas karyawan, melalui system remunerasi, program pelatihan, dan yang saat ini
cukup popular adalah program feedback berupa couching counselling kepada karyawan.
▪ Psikolog Pendidikan
Psikolog pendidikan dapat disebut juga psikolog sekolah, karena ruang lingkup kajiannya
adalah siswa dan sekolah (dunia pendidikan). Mengenai psikolog pendidikan telah
diugkap Pomerantz sebelumnya, penulis menambahkan bahwa psikologi pendidikan tidak
hanya mengkaji aspek intelektual dan emosi saja tetapi juga aspek motivasi, regulasi diri,
konsep diri, interaksi siswa dengan lingkungan serta peranan kesemuanya dalam proses
belajar. Riset mengenai peningkatan aktifitas belajar-mengajar, managemen kelas,
assessment, juga dilakukan untuk memfasilitasi proses pembelajaran dalam berbagai
setting pendidikan. Psikologi kognitif berkaitan erat dengan psikologi pendidikan, dalam

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 13 / 17
hal mempelajari memori, proses belajar pada manusia, proses konseptual dan lain
sebagainya.

G. Latihan
Jelaskan ruang lingkup psikologi klinis!

Jawab:
Ruang Lingkup Psikologi Klinis mencakup 4 hal, yaitu KAJIAN, DIAGNOSA,
TREATMENT dan DISORDER
▪ Kajian meliputi: aspek intelektual, membicarakan tentang proses mental yang
berhubungan dengan proses-proses kognitif; aspek emosi membicarakan reaksi
kompleks dari perasaan akibat perubahan-perubahan internal dan eksternal
organisme; aspek biologis membicarakan faktor-faktor biologis yang dapat
mempengaruhi perilaku; aspek social membicarakan bagaimana lingkungan social
dapat mempengaruhi dan dipengaruhi perilaku; yang keseluruhan itu akan
menciptakan keberfungsian perilaku manusia secara keseluruhan sepanjang
hidupnya, tidak ada diskriminasi budaya dan tingkat social ekonomi, semua dapat
dikaji setara. Maksud dari setara dan tidak ada diskriminasi adalah bahwa kajian
tentang kondisi psikologis dapat berlaku pada siapapun, karena depresi tidak hanya
bisa terjadi pada si miskin tetapi juga dapat terjadi pada si kaya, gugup tidak hanya
dapat menghinggapi anak-anak tetapi juga orang dewasa, kecemasan dapat muncul
pada siapapun dengan latar belakang budaya dan status pendidikan apapun.
▪ Diagnosa, yaitu melakukan diagnosa terhadap perilaku, psikolog klinis menyatakan
apakah suatu perilaku mengalami penyimpangan, dengan merujuk kepada pedoman
diagnosa yang dikenal dengan Diagnostic and Statistical Manual of Mental
Disorder (DSM). Sebelum menegakkan diagnosa, psikolog klinis melakukan
assessment , dimana dalam melakukan assessment dapat menggunakan berbagai
metode, seperti wawancara klinis, observasi, psikotes dan lain sebagainya. Mengenai
assessment akan dibahas lebih lengkap pada pertemuan tiga.
▪ Treatment, atau intervensi merupakan penerapan pola-pola tertentu yang dilakukan
kepada subjek treatment, baik individu ataupun kelompok, bertujuan untuk
meringankan atau bahkan menghilangkan kondisi patologis, perilaku maladaptive
dan lain sebagainya yang dianggap menyimpang dan perlu untuk “dinormalkan”.

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 14 / 17
Treatment atau intervensi memiliki teknik dan metode khusus yang tersusun secara
sistematis.
▪ Disorder, merupakan kondisi kurang atau ketiadaan organisasi atau relasi yang
berarti diantara gejala-gejalanya; disorder merupakan tingkah laku sosial yang
menyimpang dari kebiasaan. Artinya, kajian psikologi klinis adalah hal-hal yang
menyangkut perilaku individu yang abnormal atau menyimpang dari pola normal.
Abnormal berarti tidak normal, menyimpang dari suatu standar yang bisa berarti di
atas normal atau di bawah normal.

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 15 / 17
DAFTAR PUSTAKA

Chaplin, J.P. (1999). Kamus Lengkap Psikologi. Rajawali Pers. Jakarta.


Pomerantz, A. (2014). Psikologi Klinis. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.
Markam, S. (2003). Pengantar Psikologi Klinis. UI Pers. Jakarta.
American Psychology Association, (APA, 2012a) (https://www.apa.org)
https://psikologi.ui.ac.id/sejarah/
https://psikologi.ugm.ac.id/en/history/.
http://psikologi.unpad.ac.id/profil-fapsi/.

Jurnal:
Peran Psikologi Klinis dalam Pengkajian Perilaku Menyimpang pada Remaja
http://journals.ums.ac.id/index.php/indigenous/article/view/4558

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 16 / 17

Anda mungkin juga menyukai