Kelompok 9 :
Makalah ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas dari Dosen
Pengampu Ibu Ira Kesuma Dewi S.Psi, M.Psi dengan mata kuliah Psikologi
Kepribadian 1. Tidak lupa kami ucapkan terimah kasih kepada Dosen pengampu
yang telah memberikan arahan agar makalah ini dapat diselesaikan dengan tepat
waktu.
Kelompok 9
DAFTAR PUSTAKA
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setiap manusia pasti mengalami perkembangan psikoseksual
dalam kehidupannya. Perkembangan manusia tidak mengenal baik
anak normal atauanak yang bergangguan, semuanya tetap mengalami
sebuah perkembanga nuntuk mencapai kematangan. Perkembangan
psikoseksual adalah perkembangan ego manusia dan juga sosial yang
berorientasi pada kepuasanyang dimulai saat bayi berusia 0 bulan.
Kematangan perkembangan inidipengaruhi oleh faktor internal dan
eksternal.Faktor internal yang berperan dalam kematangan
perkembangan psikoseksual adalah hormonal. Pendapat ini telah
disampaikan oleh Fisher, etal. (2018) yang menjelaskan bahwa
keberadaan hormon gonad pada masa prenatal memiliki konstribusi
terhadap sex identitas dan orientasi seksual individu. Hasil ini sejalan
dengan penelitian Ristori, et al. (2020) yang menjelaskan bahwa
komponen genetic memiliki peran utama dalam perkembangan
psikoseksual sedangkan Gangaher, et al. (2016) dalam kajianya
mengindikasikan bahwa kelainan kromosom 46XY berdampak pada
pembentukan identitas sex.Selain faktor biologis, perkembangan
psikoseksual juga dapat dipengaruhi oleh lingkungan keluarga.
Keluarga memiliki peran penting dalam membentuk karakter anak
berdasarkan identitas seksualitas seperti perempuan bermain boneka,
laki-laki bermain mobil-mobilan. Kemampuan stimulasi orang tua,
keterlibatan keduanya dalam fase perkembangan sertaadanya
penerimaan maupun penolakan jenis kelamin anak berpengaruh pada
perkembangan psikologi, sosial dan identitas kelamin pada saat
dewasa.Sosial budaya dan ekologi lingkungan memberikan pengaruh
pada penguatan identitas jenis kelamin anak seperti perempuan sabar,
lemah lembut, memiliki fisik lemah sedangkan laki-laki memiliki
tubuh kekar, kasar, kuat dalam aktifitas, namun pada kelompok
masyarakat yang tinggal didaerah konflik atau mengalami krisis
identitas seksual yang dibentuk oleh masyarakat menjadi berbeda
dimana perempuan dibentuk seperti sifat laki-laki kuat fisik,agar
mampu mempertahankan keberlangsungan hidup.
B. Rumus Masalah
Bagaimana Pengertian Dari Perkembangan Psikoseksual?
Bagaimana Sejarah, Hakikat, dan Struktur Perkembangan
Pribadi Sosial berdasarkan Teori Psikoseksual
Apa saja Tahapan Psikoseksual pada Anak?
Apa saja Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
PerkembanganPsikoseksual Yang Sehat.
C. Tujuan
Untuk Mengetahui Pengertian Dari Perkembangan
Psikoseksual.
Sejarah, Hakikat, dan Struktur Perkembangan Pribadi Sosial
berdasarkanTeori Psikoseksual
Untuk Mengetahui Tahapan-Tahapan Psikoseksual Pada Anak
Untuk mengetahui Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
PerkembanganPsikoseksual Yang Sehat.
BAB II
PEMBAHASAN
B. Dinamika Kepribadian
Tingkat kehidupan mental dan area pikiran merujuk pada struktur
atau komposisi kepribadian; tetapi kepribadian itu sendiri juga bertindak.
Oleh karena itu, freud mengusulkan istilah dinamika, atau prinsip
motivasional, untuk menjelaskan kekuatan-kekuatan yang mendorong
Tindakan manusia. Menurut Freud, manusia termotivasi untuk mencari
kesenangan, serta menurunkan ketegangan dan kecemasan. Motivasi ini
diperoleh dari energi psikis dan fisik yang didorong dari doronga-
dorongan dasar yang mereka miliki.
Dinamika Kepribadian memiliki empat bagian yaitu :
a. Dorongan-dorongan
Freud menggunakan istilah dalam Bahasa Jerman, Trieb, untuk
mengacu pada dorongan atau stimulus dalam diri manusia. Penerjemahan
resmi Freud menggunakan istilah insting, tetapi sebenarnya istilah yang
lebih tepat adalah “dorong” atau “implus”. Dorongan berkerja sebagai
desakan motivasional yang konstan. Sebagai stimulus internal, dorongan
berbeda dari stimulus eksternal karena seseorang tidak dapat menghindar
dari stimulus internal.
Menurut Freud (1933/1964), berbagai dorongan yang ada dapat
dikelompokkan ke dalam dua katagori: seks atau eros dan agresi, distraksi
atau Thanatos. Doronga-dorongan ini berasal di bawah kendali ego. Setiap
dorongan memiliki bentuk energi psikisnya sendiri: Freud menggunakan
kata libido untuk dorongan seks, tetapi energi untuk dorongan agresif
tidak nama.
Setiap dorongan dasar memiliki desakan (impetus), sumber, tujuan,
dan objek. Desakan dorongan adalah besar kekuatan dari dorongan yang
keluar; tujuan dorongan adalah memperoleh kepuasan dengan cara
merendam rangsangan atau mengurangi ketegangan; dan objek dorongan
adalah orang atau sesuatu yang dijadikan alat memperoleh tujuan (Freud,
1915/1957a).
b. Seks
Tujuan dorongan seksual adalah kesenangan, tetapi kesenangan ini
tidak terbatasan pada pemuasan genital. Freud meyakini bahwa seluruh
tubuh dialirin oleh libido. Selain genital, mulut dan anus adalah bagian
tubuh yang juga mampu menghasilkan kesenangan seksual dan disebut
sebagai zona erogen (erogenous zone). Tujuan utama dari dorongan
seksual (pengurangan ketegangan seksual) ini tidak bisa diubah, tetapi
jalur yang ditempuh untuk mencapai tujuan dapat bervariasi. Bentuknya
bisa aktif maupun pasif, atau terhambat secara temporer atau permanen
(Freud, 1915/1957a).
Dua dorongan lain yang juga saling terkaitan adalah sadisme dan
masokisme. Sadisme (sadism) adalah kebutuhan akan kesenangan seksual
dengan menimbulkan rasa sakit atau mempermalukan orang lain. Apabila
dilakukan secara ekstrem, sadisme dipandang sebagai kelainan seksual.
Namun, dalam taraf menengah, sadisme menjadi tidak wajar jika tujuan
seksual dari kesenangan erotis bergeser menjadi tujuan merusak (Freud,
1933/1964).
Inilah Konfliknya :
Kepercayaan : Jika pengasuhnya dapat diandalkan,
konsisten, dan penuh kasih sayang, anak
akan mengembangkan rasa percaya, percaya bahwa dunia
ini aman dan bahwa orang-orang dapat diandalkan dan
penuh kasih sayang.
Rasa percaya ini memungkinkan anak untuk merasa
aman bahkan ketika terancam dan meluas ke dalam hubungan
mereka yang lain, menjaga rasa aman mereka di tengah potensi
ancaman.
Memberi makan adalah aktivitas penting pada tahap ini. Ini adalah
salah satu cara bayi yang pertama dan paling mendasar untuk mengetahui
apakah mereka dapat memercayai dunia di sekitar mereka. Hal ini
memberikan landasan bagi pandangan mereka mengenai dunia sebagai
tempat yang aman, dapat diandalkan, atau tempat di mana kebutuhan
mereka mungkin tidak terpenuhi.
Otonomi versus rasa malu dan keraguan merupakan tahap kedua dari
tahapan perkembangan psikososial Erik Erikson. Tahap ini terjadi antara
usia 18 bulan hingga kurang lebih 3 tahun. Menurut Erikson, anak-anak
pada tahap ini fokus pada pengembangan rasa kendali pribadi atas
keterampilan fisik dan rasa kemandirian.
Inilah Konfliknya :
Otonomi : Jika didorong dan didukung dalam peningkatan
kemandiriannya, anak-anak akan menjadi lebih percaya diri
dan yakin akan kemampuan mereka untuk bertahan hidup.
Mereka akan merasa nyaman dalam mengambil
keputusan, mengeksplorasi lingkungan sekitar dengan lebih
leluasa, dan memiliki rasa pengendalian diri. Mencapai
otonomi ini membantu mereka merasa mampu dan mampu
menjalani hidup.
Rasa Malu dan Keraguan : Di sisi lain, jika anak-anak
terlalu dikontrol atau dikritik, mereka mungkin mulai
merasa malu dengan otonominya dan meragukan
kemampuannya.
Hal ini dapat menyebabkan kurangnya rasa percaya
diri, ketakutan untuk mencoba hal baru, dan rasa tidak
mampu dalam mengendalikan diri.
Pelatihan Toilet
Inilah saatnya anak-anak mulai menunjukan kemandiriannya,
mengambil kendali atas fungsi tubuh mereka, yang dapat sangat
memengaruhi rasa otonomi atau rasa malu dan keraguan mereka.
Otonomi : Ketika orang tua melakukan pendekatan toilet
training dengan sabar, suportif, dan membiarkan anak
belajar dengan kecepatannya sendiri, anak mungkin
merasakan pencapaian dan otonomi.
Mereka memahami bahwa mereka memiliki kendali
atas tubuh mereka sendiri dan dapat bertanggung jawab atas
tindakan mereka. Hal ini meningkatkan kepercayaan diri
mereka, menanamkan rasa otonomi dan keyakinan pada
kemampuan mereka untuk mengelola tugas-tugas pribadi.
Rasa Malu dan Keraguan : Sebaliknya, jika prosesnya
terburu-buru, jika ada terlalu banyak tekanan, atau jika
orang tua merespons dengan kemarahan atau kekecewaan
terhadap kecelakaan, anak mungkin merasa malu dan mulai
meragukan kemampuannya.
Mereka mungkin merasa tidak enak atas kesalahan
yang mereka lakukan, dan hal ini dapat menimbulkan
perasaan malu, ragu-ragu, dan kurang percaya diri terhadap
otonomi mereka.
Keberhasilan dan Kegagalan Tahap Dua
Erikson menyatakan orang tua harus membiarkan anak-anaknya
mengeksplorasi batas kemampuannya dalam lingkungan yang mendukung
dan toleran terhadap kegagalan.
Keberhasilan pada tahap ini akan membawa pada kebijakan
kemuan. Jika anak-anak pada tahap ini didorong dan didukung dalam
peningkatan kemandirian mereka, mereka menjadi lebih percaya diri dan
yakin akan kemampuan mereka untuk bertahan hidup di dunia.Bayi
mengembangkan rasa kendali pribadi atas keterampilan fisik dan rasa
kemandirian.
Misalkan anak-anak dikritik, dikontrol secara berlebihan, atau
tidak diberi kesempatan untuk menyatakan diri. Dalam hal ini, mereka
mulai merasa tidak mampu bertahan hidup, dan kemudian menjadi terlalu
bergantung pada orang lain, kurang percaya diri, dan merasa malu atau
ragu akan kemampuan mereka.
Tahap 3. Inisiatif vs Rasa Bersalah
Inilah konfliknya :
Inisiatif : Ketika pengasuh mendorong dan mendukung
anak-anak untuk mengambil inisiatif, mereka dapat mulai
merencanakan kegiatan, menyelesaikan tugas dan
mengahadapin tantangan. Anak-anak akan belajar
mengambil inisiatif dan menegaskan kendali atas
lingkungannya.
Mereka dapat mulai berpikir sendiri, merumuskan
rencana, dan melaksanakannya, yang membantu
menumbuhkan tujuan.
Rasa Bersalah : jika pengasuh tidak menganjurkan
aktivitas mandiri atau menolak atau mengkritik Upaya
mereka, anak mungkin merasa bersalah atas keinginan dan
inisiatif mereka. Hal ini berpotensi menimbulkan perasaan
bersalah, keraguan diri, dan kurangnya inisiatif.
Eksplorasi
Inilah mengapa Eksplorasi itu penting :
Inisiatif Pengembangan : Eksplorasi memungkinkan
anak-anak untuk menegaskan kekuasaan dan kendali
mereka atas lingkungan mereka. Melalui eksplorasi, anak
berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya, bertanya, dan
menemukan hal-hal baru.
Keterlibatan aktif ini memungkinkan mereka untuk
mengambil inisiatif dan membuat pilihan secara mandiri,
sehingga berkontribusi terhadap otonomi dan kepercayaan
diri mereka.
Belajar dari Kesalahan : Eksplorasi juga berarti membuat
kesalahan, dan ini memberikan peluang pembelajaran yang
penting. Sekalipun usaha anak mengarah pada kesalahan
atau kegagalan, mereka belajar memahami sebab dan akibat
serta peran mereka dalam mempengaruhi hasil.
Inilah Konfliknya
Industri : Jika anak-anak didorong oleh orang tua dan guru
untuk mengembangkan keterampilan, mereka memperoleh
rasa industri perasaan kompeten dan percaya pada
keterampilan mereka.
Mereka mulai belajar bekerja dan bekerja sama
dengan orang lain dan mulai memahami bahwa mereka
dapat menggunakan keterampilan mereka untuk
menyelesaikan tugas. Hal ini menimbulkan rasa percaya
diri terhadap kemampuannya dalam mencapai tujuan.
Rendah Hati : di sisi lain, jika anak-anak menerima umpan
balik negatif atau tidak diizinkan untuk menunjukan
keterampilan mereka, mereka mungkin mengembangkan
rasa rendah diri.
Mereka mungkin mulai merasa bahwa mereka tidak
sebaik rekan-rekan mereka atau bahwa upaya mereka tidak
dihargai, sehingga menyebabkan kurangnya rasa percaya
diri dan perasaan tidak mampu.
Apa Yang Terjadi Selama Tahap Ini?
Anak sedang menghadapi pembelajaran baru dan tuntutan sosial.
Anak-anak berada pada tahap di mana mereka akan belajar membaca dan
menulis, menjumlahkan, dan melakukan berbagai hal sendiri. Guru mulai
mengambil peran penting dalam kehidupan anak ketika mereka
mengajarkan keterampilan khusus.
Pada tahap ini, kelompok teman sebaya anak akan memperoleh arti
yang lebih besar dan menjadi sumber utama harga diri anak. Anak
sekarang merasa perlu untuk mendapatkan persetujuan dengan
menunjukkan kompetensi khusus yang dihargai oleh masyarakat dan
mengembangkan rasa bangga atas pencapaian mereka.
Sekolah
Tahap ini biasanya terjadi selama tahun-tahun sekolah dasar,
sekitar usia 6 hingga 11 tahun, dan pengalaman yang dimiliki anak-anak di
sekolah dapat mempengaruhi perkembangan mereka secara signifikan.
Inilah alasannya:
Perkembangan Industri : Di sekolah, anak diberikan
banyak kesempatan untuk belajar, mencapai, dan
menunjukkan kompetensinya. Mereka mengerjakan
berbagai proyek, berpartisipasi dalam berbagai kegiatan,
dan berkolaborasi dengan rekan-rekan mereka.
Pengalaman-pengalaman ini memungkinkan anak-
anak mengembangkan rasa industri, memperkuat
kepercayaan diri mereka terhadap kemampuan mereka
untuk menyelesaikan tugas dan berkontribusi secara efektif.
Perbandingan Sosial : Sekolah memberikan konteks di
mana anak dapat membandingkan dirinya dengan teman
sebayanya.
Mereka mengukur kemampuan dan prestasi mereka
dibandingkan dengan teman-teman sekelasnya, yang dapat
membantu membangun rasa industri atau menimbulkan
perasaan rendah diri, tergantung pada pengalaman dan
persepsi mereka.
Umpan Balik dan Penguatan : Guru memainkan peran
penting pada tahap ini. Umpan balik mereka dapat
memperkuat rasa industri anak atau memicu perasaan
rendah diri.
Umpan balik yang mendorong akan meningkatkan
keyakinan anak terhadap keterampilannya, sementara
umpan balik negatif yang terus-menerus dapat
menimbulkan rasa rendah diri.
Inilah Konfliknya :
Identitas : Jika remaja didukung dalam eksplorasi mereka
dan diberi kebebasan untuk mengeksplorasi peran yang
berbeda, mereka kemungkinan besar akan muncul dari
tahap ini dengan rasa percaya diri yang kuat serta perasaan
mandiri dan terkendali. Proses ini melibatkan eksplorasi
minat, nilai, dan tujuan mereka, yang membantu mereka
membentuk identitas unik mereka sendiri.
Kebingunan Peran : Jika remaja dibatasi dan tidak diberi
ruang untuk bereksplorasi atau menganggap prosesnya
terlalu membebani atau menyusahkan, mereka mungkin
mengalami kebingungan peran. Ini bisa berarti tidak yakin
akan posisi seseorang di dunia, nilai-nilai, dan arah masa
depan. Mereka mungkin kesulitan mengidentifikasi tujuan
atau jalan mereka, sehingga menimbulkan kebingungan
tentang identitas pribadi mereka.
Hubungan Sosial
Mengingat pentingnya hubungan sosial pada tahap ini, penting
bagi remaja untuk memiliki jaringan sosial yang mendukung yang
mendorong eksplorasi identitas yang sehat. Penting juga bagi orang tua,
guru, dan mentor untuk memberikan bimbingan saat remaja menavigasi
hubungan dan peran sosial mereka.
Inilah alasannya:
Pembentukan Identitas : Hubungan sosial memberikan
konteks di mana remaja mengeksplorasi berbagai aspek
identitas mereka.
Mereka mencoba peran berbeda dalam kelompok
sebayanya, sehingga memungkinkan mereka menemukan
minat, keyakinan, nilai, dan tujuan mereka. Eksplorasi ini
adalah kunci untuk membentuk identitas unik mereka
sendiri.
Pengaruh Teman Sebaya : Kelompok teman sebaya sering
kali menjadi pengaruh yang signifikan selama tahap
ini. Remaja sering kali mulai lebih menghargai pendapat
temannya dibandingkan pendapat orang tuanya. Bagaimana
kelompok teman sebaya remaja memandang mereka dapat
mempengaruhi perasaan diri dan pembentukan identitas
mereka.
Penerima dan Kepemilikan Sosial : Perasaan diterima
dan cocok dengan teman sebaya dapat secara signifikan
mempengaruhi harga diri dan identitas remaja.
Mereka lebih mungkin mengembangkan identitas
yang kuat dan positif jika mereka merasa diterima dan
dihargai. Merasa dikucilkan atau dipinggirkan dapat
menyebabkan kebingungan peran dan kesulitan dalam
pembentukan identitas.
Mengalami Keberagaman : Berinteraksi dengan beragam
orang memungkinkan remaja memperluas perspektif
mereka, menantang keyakinan mereka, dan membentuk
nilai-nilai mereka. Keberagaman pengalaman ini juga dapat
mempengaruhi pembentukan identitas mereka.
Konflik dan Resolusi : Hubungan sosial sering kali
melibatkan konflik dan kebutuhan akan resolusi,
memberikan remaja peluang untuk mengeksplorasi peran
dan perilaku yang berbeda. Belajar untuk mengatasi
konflik-konflik ini membantu pengembangan identitas
mereka dan keterampilan sosial yang dibutuhkan di masa
dewasa.
Inilah Konfliknya :
Keintiman : Individu yang berhasil menavigasi tahap ini
mampu membentuk hubungan timbal balik yang intim
dengan orang lain. Mereka dapat membentuk ikatan yang
erat dan merasa nyaman dengan saling
ketergantungan. Keintiman melibatkan kemampuan untuk
terbuka dan berbagi diri dengan orang lain, serta kesediaan
untuk berkomitmen pada suatu hubungan dan melakukan
pengorbanan pribadi demi hubungan tersebut.
Isolasi : Jika individu kesulitan membentuk hubungan
dekat ini, mungkin karena krisis identitas yang belum
terselesaikan sebelumnya atau ketakutan akan penolakan,
mereka mungkin mengalami isolasi. Isolasi mengacu pada
ketidakmampuan untuk membentuk hubungan yang
bermakna dan intim dengan orang lain. Hal ini dapat
menimbulkan perasaan kesepian, keterasingan, dan
pengucilan.
Keberhasilan dan Kegagalan Tahap Enam
Kesuksesan menghasilkan hubungan yang kuat, sedangkan
kegagalan menghasilkan kesepian dan keterasingan. Berhasil menavigasi
tahap ini mengembangkan keutamaan cinta . Individu yang
mengembangkan kebajikan ini memiliki kemampuan untuk membentuk
hubungan yang mendalam dan berkomitmen berdasarkan rasa saling
percaya dan menghormati.
Pada tahap ini, kita mulai berbagi diri secara lebih intim dengan
orang lain. Kami mengeksplorasi hubungan yang mengarah pada
komitmen jangka panjang dengan orang lain selain anggota keluarga.
Keberhasilan menyelesaikan tahap ini dapat menghasilkan hubungan yang
bahagia dan rasa komitmen, keamanan, dan kepedulian dalam suatu
hubungan.
Tahap 7. Generativitas vs Stagnasi
Generativitas versus stagnasi adalah tahapan ketujuh dari delapan tahap teori
perkembangan Erik Erikson. Tahap ini terjadi pada masa dewasa pertengahan
usia 40 sampai 65 tahun. Pada tahap ini , individu lebih fakus dalam
membangun kehidupan kita, terutama melalui karier, keluarga, dan kontribusi
kita kepada Masyarakat.
Inilah konfliknya :
Generativitas : Jika individu merasa telah memberikan
kontribusi yang berharga kepada dunia, misalnya melalui
membesarkan anak atau memberikan kontribusi terhadap
perubahan positif dalam masyarakat, maka mereka akan
merasakan adanya generativitas.
Generativitas melibatkan kepedulian terhadap orang
lain dan keinginan untuk berkontribusi pada generasi
mendatang, sering kali melalui pola asuh, pendampingan,
peran kepemimpinan, atau hasil kreatif yang menambah
nilai bagi masyarakat.
Stagnasi : Jika individu merasa tidak memberikan dampak
positif atau tidak terlibat dalam tugas-tugas produktif atau
kreatif, mereka mungkin mengalami stagnasi.
Stagnasi melibatkan perasaan tidak produktif dan
tidak terlibat, yang menyebabkan egoisme, kurangnya
pertumbuhan, dan perasaan hampa.
Inilah Konfliknya :
Integritas Ego: Jika individu merasa telah menjalani
kehidupan yang memuaskan dan bermakna, mereka akan
mengalami integritas ego.
Hal ini ditandai dengan rasa penerimaan terhadap
kehidupan mereka sebagaimana adanya, kemampuan untuk
menemukan koherensi dan tujuan dalam pengalaman
mereka, serta rasa kebijaksanaan dan kepuasan.
Keputusasaan: Sebaliknya, jika individu merasa menyesal
atas masa lalunya, merasa telah mengambil keputusan yang
buruk, atau yakin bahwa dirinya gagal mencapai tujuan
hidupnya, maka ia mungkin mengalami keputusasaan.
Keputusasaan melibatkan perasaan penyesalan,
kepahitan, dan kekecewaan terhadap hidup seseorang, dan
ketakutan akan kematian yang akan datang.
1. *Pendahuluan:*
- Perkenalkan teori pasca aliran Freud dan jelaskan relevansinya
dalam konteks perkembangan psikologi.
- Gambarkan latar belakang Erik Erikson dan bagaimana ia
memperluas teori Freud dengan memperkenalkan konsep-konsep
perkembangan psikososial.