Anda di halaman 1dari 50

GAMBARAN UMUM TEORI PASCA ALIRAN FREUD

DINAMIKA KEPRIBADIAN ERIK ERIKSON TAHAP


PERKEMBANGAN PSIKOSEKSUAL DAN METODE
INVESTIGASI

Dosen Pengampu : Ira Kesuma Dewi S.Psi, M.Psi

Kelompok 9 :

Jihan Al Fiyah 238600002


Najwa Adelia 238600004
Putri Fadhilah Humairah 238600014
Endah Adelita 238600023
Zahwa Dwi Amanda 238600086

BIDANG STUDI PSIKOLOGI KEPRIBADIAN 1


FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS MEDAN AREA
MEDAN
2024
KATA PENGANTAR
Syukur alhamdulillah senantiasa kami panjatkan kehadiran ALLAH SWT
yang telah melimpahkan Rahmat dan Karunia-nya, sehingga kami dapat
menyelesaikan Makalah ini guna memenuhi tugas kelompok untuk mata kuliah
Psikologi Kepribadian 1 dengan judul “GAMBARAN UMUM TEORI PASCA
ALIRAN FREUD DINAMIKA KEPRIBADIAN ERIK ERIKSON TAHAP
PERKEMBANGAN PSIKOSEKSUAL DAN METODE INVESTIGASI”

Makalah ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas dari Dosen
Pengampu Ibu Ira Kesuma Dewi S.Psi, M.Psi dengan mata kuliah Psikologi
Kepribadian 1. Tidak lupa kami ucapkan terimah kasih kepada Dosen pengampu
yang telah memberikan arahan agar makalah ini dapat diselesaikan dengan tepat
waktu.

Meskipun kami telah berusahan menyelesaikan makalah dengan sebaik


mungkin, kami menyadari makalah kami masih banyak kurangnya. Oleh karena
itu, kami berharap kritik dan saran para pembaca guna menyempurnakan segala
kekurangan dalam Menyusun Makalah ini.

Medan , 13 Maret 2024

Kelompok 9
DAFTAR PUSTAKA
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Setiap manusia pasti mengalami perkembangan psikoseksual
dalam kehidupannya. Perkembangan manusia tidak mengenal baik
anak normal atauanak yang bergangguan, semuanya tetap mengalami
sebuah perkembanga nuntuk mencapai kematangan. Perkembangan
psikoseksual adalah perkembangan ego manusia dan juga sosial yang
berorientasi pada kepuasanyang dimulai saat bayi berusia 0 bulan.
Kematangan perkembangan inidipengaruhi oleh faktor internal dan
eksternal.Faktor internal yang berperan dalam kematangan
perkembangan psikoseksual adalah hormonal. Pendapat ini telah
disampaikan oleh Fisher, etal. (2018) yang menjelaskan bahwa
keberadaan hormon gonad pada masa prenatal memiliki konstribusi
terhadap sex identitas dan orientasi seksual individu. Hasil ini sejalan
dengan penelitian Ristori, et al. (2020) yang menjelaskan bahwa
komponen genetic memiliki peran utama dalam perkembangan
psikoseksual sedangkan Gangaher, et al. (2016) dalam kajianya
mengindikasikan bahwa kelainan kromosom 46XY berdampak pada
pembentukan identitas sex.Selain faktor biologis, perkembangan
psikoseksual juga dapat dipengaruhi oleh lingkungan keluarga.
Keluarga memiliki peran penting dalam membentuk karakter anak
berdasarkan identitas seksualitas seperti perempuan bermain boneka,
laki-laki bermain mobil-mobilan. Kemampuan stimulasi orang tua,
keterlibatan keduanya dalam fase perkembangan sertaadanya
penerimaan maupun penolakan jenis kelamin anak berpengaruh pada
perkembangan psikologi, sosial dan identitas kelamin pada saat
dewasa.Sosial budaya dan ekologi lingkungan memberikan pengaruh
pada penguatan identitas jenis kelamin anak seperti perempuan sabar,
lemah lembut, memiliki fisik lemah sedangkan laki-laki memiliki
tubuh kekar, kasar, kuat dalam aktifitas, namun pada kelompok
masyarakat yang tinggal didaerah konflik atau mengalami krisis
identitas seksual yang dibentuk oleh masyarakat menjadi berbeda
dimana perempuan dibentuk seperti sifat laki-laki kuat fisik,agar
mampu mempertahankan keberlangsungan hidup.

B. Rumus Masalah
 Bagaimana Pengertian Dari Perkembangan Psikoseksual?
 Bagaimana Sejarah, Hakikat, dan Struktur Perkembangan
Pribadi Sosial berdasarkan Teori Psikoseksual
 Apa saja Tahapan Psikoseksual pada Anak?
 Apa saja Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
PerkembanganPsikoseksual Yang Sehat.

C. Tujuan
 Untuk Mengetahui Pengertian Dari Perkembangan
Psikoseksual.
 Sejarah, Hakikat, dan Struktur Perkembangan Pribadi Sosial
berdasarkanTeori Psikoseksual
 Untuk Mengetahui Tahapan-Tahapan Psikoseksual Pada Anak
 Untuk mengetahui Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
PerkembanganPsikoseksual Yang Sehat.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Teori Pasca-Aliran Freud

Erik Erikson orang yang menyumbangkan istilah krisis identitas


Erikson tidak memiliki gelar tingkat perguruan tinggi apa pun, namun
kurangnya Pendidikan formal ini tidak menghalanginya untuk menjadi
terkenal dalam beragam bidang ilmu yang mengagumkan termasuk
psikoanalisis , antropologi, psikohistroris, dan Pendidikan.

Berbeda dengan teoretikus psikodinamika yang bersikap tajam pada


psikoanalisis aliran freud, Erikson bermaksud agar teori kepribadiannya
mengembangkan, bukan menyangkal asumsi freud dan menawarkan “cara
baru untuk melihat sesuatu”. Teori pasca-aliran Freud (post-freudian
theory) yang dikemukakan Erikson mengembangkan tahapan
perkembangan anak-anak Freud menjadi remaja, masa dewasa, dan usia
lanjut. Erikson menyatakan bahwa pada tiap tahap, perjuangan psikososial
spesifik memberikan kontribusi pada pembentukan kepribadian. Dari
mulai remaja hingga seterusnya, perjuangan tersebut berbentuk krisis
identitas (identity crisis) titik balik dalam hidup seorang yang dapat
memperkuat atau memperlemah kepribadian.

Erikson menganggap teori pasca-aliran Freudnya sebagai


pengembangan psikoanalisis, sesuatu yang mungkin dapat dilakukan
Freud pada saat itu. Walapun ia menggunakan teori Freud sebagai
landasan dari pendekatan siklus hidup untuk kepribadian, Erikson berbeda
dengan Freud dalam beberapa aspek. Selain itu, untuk menguraikan tahap
psikoseksual setelah masa kanak-kanak, Erikson menekankan pada
pengaruh sosial dan Sejarah.
Teori pasca-aliran Freud milik Erikson, seperti teoretikus kepribadian
lainnya, merupakan cerminan latar belakangnya, latar belakang yang
mencakup seni, perjalanan jauh, pengalaman dengan beragam kultur, dan
pencarian seumur hidup akan jati dirinya yang telah kami gambarkan
secara singkat di bagian pembukaan.

B. Dinamika Kepribadian
Tingkat kehidupan mental dan area pikiran merujuk pada struktur
atau komposisi kepribadian; tetapi kepribadian itu sendiri juga bertindak.
Oleh karena itu, freud mengusulkan istilah dinamika, atau prinsip
motivasional, untuk menjelaskan kekuatan-kekuatan yang mendorong
Tindakan manusia. Menurut Freud, manusia termotivasi untuk mencari
kesenangan, serta menurunkan ketegangan dan kecemasan. Motivasi ini
diperoleh dari energi psikis dan fisik yang didorong dari doronga-
dorongan dasar yang mereka miliki.
Dinamika Kepribadian memiliki empat bagian yaitu :
a. Dorongan-dorongan
Freud menggunakan istilah dalam Bahasa Jerman, Trieb, untuk
mengacu pada dorongan atau stimulus dalam diri manusia. Penerjemahan
resmi Freud menggunakan istilah insting, tetapi sebenarnya istilah yang
lebih tepat adalah “dorong” atau “implus”. Dorongan berkerja sebagai
desakan motivasional yang konstan. Sebagai stimulus internal, dorongan
berbeda dari stimulus eksternal karena seseorang tidak dapat menghindar
dari stimulus internal.
Menurut Freud (1933/1964), berbagai dorongan yang ada dapat
dikelompokkan ke dalam dua katagori: seks atau eros dan agresi, distraksi
atau Thanatos. Doronga-dorongan ini berasal di bawah kendali ego. Setiap
dorongan memiliki bentuk energi psikisnya sendiri: Freud menggunakan
kata libido untuk dorongan seks, tetapi energi untuk dorongan agresif
tidak nama.
Setiap dorongan dasar memiliki desakan (impetus), sumber, tujuan,
dan objek. Desakan dorongan adalah besar kekuatan dari dorongan yang
keluar; tujuan dorongan adalah memperoleh kepuasan dengan cara
merendam rangsangan atau mengurangi ketegangan; dan objek dorongan
adalah orang atau sesuatu yang dijadikan alat memperoleh tujuan (Freud,
1915/1957a).
b. Seks
Tujuan dorongan seksual adalah kesenangan, tetapi kesenangan ini
tidak terbatasan pada pemuasan genital. Freud meyakini bahwa seluruh
tubuh dialirin oleh libido. Selain genital, mulut dan anus adalah bagian
tubuh yang juga mampu menghasilkan kesenangan seksual dan disebut
sebagai zona erogen (erogenous zone). Tujuan utama dari dorongan
seksual (pengurangan ketegangan seksual) ini tidak bisa diubah, tetapi
jalur yang ditempuh untuk mencapai tujuan dapat bervariasi. Bentuknya
bisa aktif maupun pasif, atau terhambat secara temporer atau permanen
(Freud, 1915/1957a).

Fleksibilitas objek atau figur seksual ini dapat semakin


menyelubungi Eros. Objek erotis dapat dengan mudah diubah atau
dipindahkan. Libido dapat diperoleh dari seseorang dan disimpan dalam
alam ketegangan yang bebas mengambang , atau dapat diarahkan ke orang
lain, termasuk diri sendiri. Misalnya, seorang bayi yang dipaksa untuk
melepaskan puting susu sebagai obejk seksual dapat menggantinya dengan
ibu jari sebagai objek kesenangan seksual.

Seks dapat memiliki banyak bentuk, termasuk narsisme, cinta,


sadism, dan mesokisme. Dua bentuk terakhir memiliki komponen yang
besar dari dorongan agresif.

Bayi umumnya memiliki sifat berpusat-pusat diri sendiri (self-


centered) karena mereka sepenuhnya mengarahkan libido pada ego mereka
sendiri. Kondisi ini, yang tergolongan universal, dikenal sebagai narsisme
pertama (primary narcissism). Ketika ego berkembang, anak-anak
biasanya melepaskan narsisme pertamanya dan mengembangkan
ketertarikan yang lebih besar kepada orang lain. Dalam Bahasa Freud,
libido narsistis kemudian diubah menjadi libido objek. Namun, pada masa
pubertas, remeja sering kali Kembali mengalihkan libido mereka ke ego
dan memusatkan perhatian mereka pada penampilan dan ketertarikan
pribadi. Ini membuktikan bahwa kemunculan narsisme sekunder
(secondry narcissism) tidak universal, tetapi kecintaan terhadap diri sendiri
hingga taraf menegah, umum terjadi pada hamper semua orang (Freud,
1914/1957).

Dua dorongan lain yang juga saling terkaitan adalah sadisme dan
masokisme. Sadisme (sadism) adalah kebutuhan akan kesenangan seksual
dengan menimbulkan rasa sakit atau mempermalukan orang lain. Apabila
dilakukan secara ekstrem, sadisme dipandang sebagai kelainan seksual.
Namun, dalam taraf menengah, sadisme menjadi tidak wajar jika tujuan
seksual dari kesenangan erotis bergeser menjadi tujuan merusak (Freud,
1933/1964).

Masokisme (masochism), seperti sadisme, adalah kebutuhan yang


lazim, tetapi hal itu berubah tidak wajar Ketika Eros menjadi tunduk pada
dorongan perusakan. Masokis mendapatkan kesenangan seksual dari
penderitaan yang diakibatkan oleh rasa sakit dan perasaan dipermalukan
yang dipicu, baik oleh diri mereka sendiri maupun orang lain. Karena
sesorang masokis dapat menimbulkan rasa sakit pada diri sendirinya,
mereka tidak bergantungan pada orang lain untuk mendapatkan kepuasan
atas kebutuhan masokistis. Sebaliknya, seorang pelaku sadisme harus
mencari dan menemukan orang lain yang akan memberikan rasa sakit atau
perasaan dipermalukan pada diri mereka. Oleh karena itu, pelakunya lebih
bergantungan pada orang lain dibandingkan masokisme.
c. Agresi
Menurut Freud, tujuan dari dorongan merusak adalah
mengembalikan organisme ke dalam keadaan anorganik. Karena kondisi
anorganik yang paling utama adalah kematian, tujuan akhir dari dorongan
agresif adalah pengahancuran diri. Seperti dorongan seksual, agresi
bersifat fleksibel dan dapat berubah menjadi berbagai macam bentuk,
seperti mengolok-olok, menggosip, menyindir, mempermalukan, humor,
dan menikmati penderitaan orang lain. Kencenderungan agresif ada dalam
setiap manusia dan hal itulah yang merupakan penyebab dari adanya
perang, pembantaian, dan pencemaran agama.
d. Kecemasan

Seks dan agresi menduduki posisi sentral dalam teori dinamika


Freud bersama-sama dengan konsep kecemasan (anxiety). Dalam
mendefinisikan kecemasan, Freud (1933/1964) menekankan bahwa
kecemasan adalah situasi afektif yang dirasakan tidak menyenangkan
disertai dengan sensasi fisik yang memperingatkan seseorang terhadap
bahaya yang segera datang. Perasaan yang tidak menyenangkan terhadap
sering kali samar-samar dan sulit dipastikan , namun selalu terasa.

Hanya ego yang dapat menghasilkan atau merasakan kecemasan.


Namun, id, superego, dan dunia masing-masing terkait dengan salah satu
dari tiga kecemasan neurosis, moral, dan realistis. Berikut penjelasan dari
tiga macam kecemasan tersebut :

1. Kecemasan Neurosis (neurotic anxiety)

Adalah ketakutan pada bahaya yang tidak diketahui yang


akan terjadi. Perasaan itu sendiri ada di dalam ego, tetapi
muncul dari dorongan-dorongan id. Manusia dapat mengalami
kecemasan neurosis karena kehadiran guru, atasan, atau orang
penting lainnya disebabkan mereka sebelumnya merasakan
adanya keinginan tidak sadar untuk menyingkirkan salah satu
atau kedua orang tua mereka. Selama masa kanak-kanak,
perasaan marah ini sering kali disertai dengan rasa takut
terhadap hukuman, dan rasa takut ini digeneralisasikan ke
dalam kecemasan neurosis tidak sadar.

“Ketergantungan ego pada id menyebabkan munculnya


kecemasan Neurosis”

2. Kecemasan Moral (moral anxiety)

Berasal dari konflik antara ego dan superego. Ketika


anak-anak membangun superego biasanya pada usia 5 atau 6
tahun mereka dapat mengalami kecemasan yang tumbuh dari
konflik antara kebutuhan realistis dan perintah superego.
Misalnya, kecemasan moral dapat muncul dari godaan seksual
jika anak meyakini bahwa menerima godaan tersebut
merupakan sikap yang salah secara moral.

“Ketergantungan ego pada superego menghasilkan


kecemasan Moral”

3. Kecemasan Realistis (realistic anxiety)


Sangat erat kaitannya dengan rasa takut. Kecemasan
realistis adalah perasaan tidak menyenangkan dan tidak
spesifik yang mencakup kemungkinan bahaya itu sendiri.
Misalnya, suatu saat kita merasakan kecemasan realistis Ketika
Tengah berkendara dengan kecepatan yang tinggi di dalam lalu
lintas yang ramai di kota asing, situasi dengan kemungkinan
bahaya di depan mata. Namun, kecemasan realistis berbeda
dari rasa takut karena tidak mencakup rasa takut terhadap objek
tertentu.
“Ketergantungan ego pada dunia luar membawa pada
kecemasan realistis”
C. Tahap Perkembangan Psikososial

Erikson menyatakan bahwa kepribadian berkembang dalam urutan


yang telah ditentukan melalui delapan tahap perkembangan psikososial,
mulai dari bayi hingga dewasa. Pada setiap tahap, orang tersebut
mengalami krisis psikososial yang dapat berdampak positif atau negatif
terhadap perkembangan kepribadian. Bagi Erikson (1958, 1963), krisis-
krisis ini bersifat psikososial karena melibatkan kebutuhan psikologis
individu (yaitu psiko) yang bertentangan dengan kebutuhan masyarakat
(yaitu sosial).

Menurut teori, keberhasilan menyelesaikan setiap tahap akan


menghasilkan kepribadian yang sehat dan perolehan kebajikan-kebajikan
dasar. Kebajikan dasar adalah kekuatan karakteristik yang dapat digunakan
ego untuk menyelesaikan krisis berikutnya.

Kegagalan untuk menyelesaikan suatu tahapan dapat


mengakibatkan berkurangnya kemampuan untuk menyelesaikan tahapan
selanjutnya dan, oleh karena itu, kepribadian dan perasaan diri yang lebih
tidak sehat. Namun tahapan ini dapat diselesaikan dengan sukses di lain
waktu.

Teori Erikson menguraikan 8 tahapan perkembangan psikososial mulai dari


bayi hingga dewasa akhir. Pada setiap tahap, individu menghadapi konflik antara dua
keadaan berlawanan yang membentuk kepribadian. Penyelesaian konflik yang berhasil
akan menghasilkan kebajikan seperti harapan, kemauan, tujuan, dan integritas. Kegagalan
menyebabkan hasil seperti ketidakpercayaan, rasa bersalah, kebingungan peran, dan
keputusasaan.

Tahap 1. Kepercayaan vs Ketidakpercayaan

Kepercayaan vs ketidakpercayaan adalah tahap pertama dalam teori


perkembangan psikososial Erik Erikson. Tahap ini dimulai sejak lahir dan
berlanjut hingga usia kurang lebih 18 bulan. Pada tahap ini, bayi merasa
tidak yakin dengan dunia di mana mere tinggal, dan bergantungan pada
pengasuh utama meraka untuk mendapatkan stabilitas dan konsistensi
perawatan.

 Inilah Konfliknya :
 Kepercayaan : Jika pengasuhnya dapat diandalkan,
konsisten, dan penuh kasih sayang, anak
akan mengembangkan rasa percaya, percaya bahwa dunia
ini aman dan bahwa orang-orang dapat diandalkan dan
penuh kasih sayang.
Rasa percaya ini memungkinkan anak untuk merasa
aman bahkan ketika terancam dan meluas ke dalam hubungan
mereka yang lain, menjaga rasa aman mereka di tengah potensi
ancaman.

 Ketidakpercayaan : Sebaliknya, jika pengasuh gagal


memberikan perawatan dan kasih sayang yang konsisten
dan memadai, anak mungkin akan mengembangkan rasa
ketidakpercayaan dan rasa tidak aman .
Hal ini dapat mengarah pada keyakinan akan dunia yang
tidak konsisten dan tidak dapat diprediksi, sehingga
menumbuhkan rasa ketidakpercayaan, kecurigaan, dan
kecemasan. Dalam keadaan seperti itu, anak mungkin kurang
percaya diri pada kemampuannya untuk mempengaruhi
peristiwa, memandang dunia dengan ketakutan.
 Pemberian Makan Bayi

Memberi makan adalah aktivitas penting pada tahap ini. Ini adalah
salah satu cara bayi yang pertama dan paling mendasar untuk mengetahui
apakah mereka dapat memercayai dunia di sekitar mereka. Hal ini
memberikan landasan bagi pandangan mereka mengenai dunia sebagai
tempat yang aman, dapat diandalkan, atau tempat di mana kebutuhan
mereka mungkin tidak terpenuhi.

 Kepercayaan : Ketika pengasuh secara konsisten


merespons isyarat lapar anak, memberikan nutrisi secara
sensitif dan andal, anak akan belajar bahwa kebutuhannya
akan terpenuhi.
Pengasuhan yang konsisten dan dapat diandalkan ini
membantu anak merasakan rasa aman dan kepercayaan
terhadap pengasuh dan lingkungannya. Mereka memahami
bahwa ketika mereka mempunyai kebutuhan, seperti
kelaparan, seseorang akan ada untuk memenuhi kebutuhan
tersebut.
 Ketidakpercayaan : Jika pengasuh lalai, tidak konsisten,
atau tidak peka dalam memberi makan, anak mungkin
mengalami ketidaknyamanan, kesusahan, dan kelaparan.
Pengalaman negatif tersebut dapat menimbulkan
rasa ketidakpercayaan terhadap lingkungan dan
pengasuhnya. Mereka mungkin mulai percaya bahwa
kebutuhan mereka mungkin tidak terpenuhi, sehingga
menimbulkan kecemasan dan rasa tidak aman.

 Keberhasilan dan Kegagalan Pada Tahap Satu


Keberhasilan pada tahap ini akan membawa pada keutamaan
harapan. Dengan mengembangkan rasa percaya, bayi dapat memiliki
harapan bahwa Ketika krisis baru muncul, ada kemungkinan nyata bahwa
orang lain akan hadir sebagai sumber dukungan.
Gagal memperoleh keutamaan harapan akan menyebabkan
berkembangnya rasa takut. Bayi ini akan membawa rasa ketidakpercayaan
dasar pada hubungan lainnya. Hal ini dapat mengakibatkan kecemasan,
meningkatnya rasa tidak aman, dan rasa ketidakpercayaan yang berlebihan
terhadap dunia di sekitar mereka.
Konsisten dengan pandangan Erikson tentang pentingnya
kepercayaan, penelitian yang di lakukan oleh Bowlby dan Ainsworth telah
menguraikan bagaimana kualitas pengalaman keterikatan awal dapat
memengaruhi hubungan dengan orang lain di kemudian hari.
Keseimbangan antara kepercayaan dan ketidakpercayaan
memungkinkan bayi belajar bahwa meskipun ada saat-saat nyaman atau
tertekan, mereka dapat mengandalkan pengasuhnya untuk memberikan
dukungan. Hal ini membantu bayi membangun ketahanan dan kemampuan
mengatasi stres atau kesulitan di masa depan.
Tahap 2. Otonomi vs Rasa Malu dan Keraguan

Otonomi versus rasa malu dan keraguan merupakan tahap kedua dari
tahapan perkembangan psikososial Erik Erikson. Tahap ini terjadi antara
usia 18 bulan hingga kurang lebih 3 tahun. Menurut Erikson, anak-anak
pada tahap ini fokus pada pengembangan rasa kendali pribadi atas
keterampilan fisik dan rasa kemandirian.

 Inilah Konfliknya :
 Otonomi : Jika didorong dan didukung dalam peningkatan
kemandiriannya, anak-anak akan menjadi lebih percaya diri
dan yakin akan kemampuan mereka untuk bertahan hidup.
Mereka akan merasa nyaman dalam mengambil
keputusan, mengeksplorasi lingkungan sekitar dengan lebih
leluasa, dan memiliki rasa pengendalian diri. Mencapai
otonomi ini membantu mereka merasa mampu dan mampu
menjalani hidup.
 Rasa Malu dan Keraguan : Di sisi lain, jika anak-anak
terlalu dikontrol atau dikritik, mereka mungkin mulai
merasa malu dengan otonominya dan meragukan
kemampuannya.
Hal ini dapat menyebabkan kurangnya rasa percaya
diri, ketakutan untuk mencoba hal baru, dan rasa tidak
mampu dalam mengendalikan diri.

 Pelatihan Toilet
Inilah saatnya anak-anak mulai menunjukan kemandiriannya,
mengambil kendali atas fungsi tubuh mereka, yang dapat sangat
memengaruhi rasa otonomi atau rasa malu dan keraguan mereka.
 Otonomi : Ketika orang tua melakukan pendekatan toilet
training dengan sabar, suportif, dan membiarkan anak
belajar dengan kecepatannya sendiri, anak mungkin
merasakan pencapaian dan otonomi.
Mereka memahami bahwa mereka memiliki kendali
atas tubuh mereka sendiri dan dapat bertanggung jawab atas
tindakan mereka. Hal ini meningkatkan kepercayaan diri
mereka, menanamkan rasa otonomi dan keyakinan pada
kemampuan mereka untuk mengelola tugas-tugas pribadi.
 Rasa Malu dan Keraguan : Sebaliknya, jika prosesnya
terburu-buru, jika ada terlalu banyak tekanan, atau jika
orang tua merespons dengan kemarahan atau kekecewaan
terhadap kecelakaan, anak mungkin merasa malu dan mulai
meragukan kemampuannya.
Mereka mungkin merasa tidak enak atas kesalahan
yang mereka lakukan, dan hal ini dapat menimbulkan
perasaan malu, ragu-ragu, dan kurang percaya diri terhadap
otonomi mereka.
 Keberhasilan dan Kegagalan Tahap Dua
Erikson menyatakan orang tua harus membiarkan anak-anaknya
mengeksplorasi batas kemampuannya dalam lingkungan yang mendukung
dan toleran terhadap kegagalan.
Keberhasilan pada tahap ini akan membawa pada kebijakan
kemuan. Jika anak-anak pada tahap ini didorong dan didukung dalam
peningkatan kemandirian mereka, mereka menjadi lebih percaya diri dan
yakin akan kemampuan mereka untuk bertahan hidup di dunia.Bayi
mengembangkan rasa kendali pribadi atas keterampilan fisik dan rasa
kemandirian.
Misalkan anak-anak dikritik, dikontrol secara berlebihan, atau
tidak diberi kesempatan untuk menyatakan diri. Dalam hal ini, mereka
mulai merasa tidak mampu bertahan hidup, dan kemudian menjadi terlalu
bergantung pada orang lain, kurang percaya diri, dan merasa malu atau
ragu akan kemampuan mereka.
Tahap 3. Inisiatif vs Rasa Bersalah

Inisiatif versus rasa bersalah adalah tahapan ketiga dari teori


perkembangan psikososial Erik Erikson. Selama tahap inisiatif versus rasa
bersalah, anak-anak lebih sering menegaskan diri mereka sendiri melalui
permainan mengarahkan dan interaksi sosial lainnya.

 Inilah konfliknya :
 Inisiatif : Ketika pengasuh mendorong dan mendukung
anak-anak untuk mengambil inisiatif, mereka dapat mulai
merencanakan kegiatan, menyelesaikan tugas dan
mengahadapin tantangan. Anak-anak akan belajar
mengambil inisiatif dan menegaskan kendali atas
lingkungannya.
Mereka dapat mulai berpikir sendiri, merumuskan
rencana, dan melaksanakannya, yang membantu
menumbuhkan tujuan.
 Rasa Bersalah : jika pengasuh tidak menganjurkan
aktivitas mandiri atau menolak atau mengkritik Upaya
mereka, anak mungkin merasa bersalah atas keinginan dan
inisiatif mereka. Hal ini berpotensi menimbulkan perasaan
bersalah, keraguan diri, dan kurangnya inisiatif.

 Apa Yang Terjadi Selama Tahap Ini ?


Ini adalah tahun-tahun yang penuh kehidupan dan perkembangan
pesat dalam kehidupan seorang anak. Menurut Bee (1992), masa ini adalah
“waktu penuh semangat dalam bertindak dan berperilaku yang mungkin
dianggap agresif oleh orang tua”.
Selama periode ini, ciri utamanya melibatkan anak berinteraksi
secara teratur dengan anak-anak lain di sekolah. Inti dari tahap ini adalah
bermain, karena memungkinkan anak-anak mengeksplorasi keterampilan
interpersonal mereka melalui aktivitas memulai.
Anak mulai menegaskan kendali dan kekuasaan atas
lingkungannya dengan merencanakan aktivitas, menyelesaikan tugas, dan
menghadapi tantangan.

 Eksplorasi
Inilah mengapa Eksplorasi itu penting :
 Inisiatif Pengembangan : Eksplorasi memungkinkan
anak-anak untuk menegaskan kekuasaan dan kendali
mereka atas lingkungan mereka. Melalui eksplorasi, anak
berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya, bertanya, dan
menemukan hal-hal baru.
Keterlibatan aktif ini memungkinkan mereka untuk
mengambil inisiatif dan membuat pilihan secara mandiri,
sehingga berkontribusi terhadap otonomi dan kepercayaan
diri mereka.
 Belajar dari Kesalahan : Eksplorasi juga berarti membuat
kesalahan, dan ini memberikan peluang pembelajaran yang
penting. Sekalipun usaha anak mengarah pada kesalahan
atau kegagalan, mereka belajar memahami sebab dan akibat
serta peran mereka dalam mempengaruhi hasil.

 Membangun Rasa Percaya Diri : Ketika pengasuh


mendukung dan mendorong eksplorasi dan inisiatif anak,
hal ini akan meningkatkan rasa percaya diri
mereka. Mereka merasa tindakan mereka berharga dan
signifikan, sehingga mendorong mereka untuk mengambil
lebih banyak inisiatif di masa depan.
 Mengurangi Rasa Bersalah : Jika pengasuh menghargai
kebutuhan anak akan eksplorasi dan tidak terlalu
mengkritik kesalahannya, hal ini membantu mencegah
perasaan bersalah. Sebaliknya, anak belajar bahwa tidak
apa-apa untuk mencoba hal-hal baru dan tidak masalah jika
membuat kesalahan.

 Keberhasilan dan Kegagalan Tahap Tiga


Anak mulai merencanakan aktivitas, membuat permaian, dan
memulai aktivitas Bersama orang lain. Anak mulai merencanakan
aktivitas, membuat permainan, dan memulai aktivitas bersama orang
lain. Jika diberi kesempatan ini, anak-anak akan mengembangkan rasa
inisiatif dan merasa aman dalam kemampuan mereka memimpin orang
lain dan mengambil keputusan. Kesuksesan pada tahap ini mengarah pada
keutamaan tujuan .
Sebaliknya, jika kecenderungan ini dipadamkan, baik melalui
kritik atau kontrol, anak akan mengembangkan rasa bersalah . Anak sering
kali melampaui batas dalam hal kekerasan, dan bahayanya adalah orang
tua cenderung menghukum anak dan terlalu membatasi inisiatifnya.
Pada tahap inilah anak akan mulai banyak bertanya seiring dengan
semakin meningkatnya rasa hausnya akan ilmu pengetahuan. Jika orang
tua menganggap pertanyaan anak sebagai hal yang sepele, mengganggu,
atau memalukan, atau aspek lain dari perilaku mereka sebagai ancaman,
anak mungkin merasa bersalah karena “menjadi gangguan”.

Terlalu banyak rasa bersalah dapat memperlambat interaksi anak


dengan orang lain dan menghambat kreativitasnya. Tentu saja diperlukan
rasa bersalah; jika tidak, anak tersebut tidak akan tahu cara mengendalikan
diri atau memiliki hati nurani.Keseimbangan yang sehat antara inisiatif
dan rasa bersalah itu penting.
Keseimbangan antara inisiatif dan rasa bersalah pada tahap ini
dapat membantu anak-anak memahami bahwa mengambil alih dan
membuat keputusan sendiri adalah hal yang dapat diterima, namun ada
kalanya mereka harus mengikuti aturan atau pedoman yang ditetapkan
oleh orang lain. Keberhasilan menavigasi tahap ini akan mengembangkan
keutamaan tujuan.
Tahap 4. Industri vs Inferioritas
Krisis psikososial keempat Erikson, yang melibatkan industry
(kompetensi) vs inferioritas, terjadi pada masa kanak-kanak antara usia
lima dan dua belas tahun. Pada tahap ini, anak mulai membandingkan
dirinya dengan teman sebayanya untuk mengukur kemampuan dan nilai
dirinya.

 Inilah Konfliknya
 Industri : Jika anak-anak didorong oleh orang tua dan guru
untuk mengembangkan keterampilan, mereka memperoleh
rasa industri perasaan kompeten dan percaya pada
keterampilan mereka.
Mereka mulai belajar bekerja dan bekerja sama
dengan orang lain dan mulai memahami bahwa mereka
dapat menggunakan keterampilan mereka untuk
menyelesaikan tugas. Hal ini menimbulkan rasa percaya
diri terhadap kemampuannya dalam mencapai tujuan.
 Rendah Hati : di sisi lain, jika anak-anak menerima umpan
balik negatif atau tidak diizinkan untuk menunjukan
keterampilan mereka, mereka mungkin mengembangkan
rasa rendah diri.
Mereka mungkin mulai merasa bahwa mereka tidak
sebaik rekan-rekan mereka atau bahwa upaya mereka tidak
dihargai, sehingga menyebabkan kurangnya rasa percaya
diri dan perasaan tidak mampu.
 Apa Yang Terjadi Selama Tahap Ini?
Anak sedang menghadapi pembelajaran baru dan tuntutan sosial.
Anak-anak berada pada tahap di mana mereka akan belajar membaca dan
menulis, menjumlahkan, dan melakukan berbagai hal sendiri. Guru mulai
mengambil peran penting dalam kehidupan anak ketika mereka
mengajarkan keterampilan khusus.
Pada tahap ini, kelompok teman sebaya anak akan memperoleh arti
yang lebih besar dan menjadi sumber utama harga diri anak. Anak
sekarang merasa perlu untuk mendapatkan persetujuan dengan
menunjukkan kompetensi khusus yang dihargai oleh masyarakat dan
mengembangkan rasa bangga atas pencapaian mereka.

 Sekolah
Tahap ini biasanya terjadi selama tahun-tahun sekolah dasar,
sekitar usia 6 hingga 11 tahun, dan pengalaman yang dimiliki anak-anak di
sekolah dapat mempengaruhi perkembangan mereka secara signifikan.
Inilah alasannya:
 Perkembangan Industri : Di sekolah, anak diberikan
banyak kesempatan untuk belajar, mencapai, dan
menunjukkan kompetensinya. Mereka mengerjakan
berbagai proyek, berpartisipasi dalam berbagai kegiatan,
dan berkolaborasi dengan rekan-rekan mereka.
Pengalaman-pengalaman ini memungkinkan anak-
anak mengembangkan rasa industri, memperkuat
kepercayaan diri mereka terhadap kemampuan mereka
untuk menyelesaikan tugas dan berkontribusi secara efektif.
 Perbandingan Sosial : Sekolah memberikan konteks di
mana anak dapat membandingkan dirinya dengan teman
sebayanya.
Mereka mengukur kemampuan dan prestasi mereka
dibandingkan dengan teman-teman sekelasnya, yang dapat
membantu membangun rasa industri atau menimbulkan
perasaan rendah diri, tergantung pada pengalaman dan
persepsi mereka.
 Umpan Balik dan Penguatan : Guru memainkan peran
penting pada tahap ini. Umpan balik mereka dapat
memperkuat rasa industri anak atau memicu perasaan
rendah diri.
Umpan balik yang mendorong akan meningkatkan
keyakinan anak terhadap keterampilannya, sementara
umpan balik negatif yang terus-menerus dapat
menimbulkan rasa rendah diri.

 Membangun Kecakapan Hidup:Sekolah juga


memberikan kesempatan bagi anak-anak untuk
mengembangkan kecakapan hidup yang penting, seperti
pemecahan masalah, kerja sama tim, dan manajemen
waktu. Keberhasilan memperoleh dan memanfaatkan
keterampilan ini akan meningkatkan rasa industri.
 Menghadapi Kegagalan : Sekolah adalah tempat di mana
anak-anak mungkin mengalami kesulitan akademis atau
gagal untuk pertama kalinya. Cara mereka belajar
mengatasi situasi ini dan cara guru serta orang tua
membimbing mereka melewati tantangan ini dapat
memengaruhi apakah mereka mengembangkan rasa ingin
bekerja keras atau rendah diri.

 Keberhasilan dan Kegagalan di Tahap Empat

Kesuksesan mengarah pada keutamaan kompetensi , sedangkan


kegagalan menghasilkan perasaan rendah diri . Jika anak-anak didorong
dan diperkuat atas inisiatif mereka, mereka mulai merasa rajin (kompeten)
dan percaya diri pada kemampuan mereka untuk mencapai tujuan.
Jika inisiatif ini tidak didorong, jika orang tua atau guru
membatasinya, maka anak mulai merasa rendah diri, meragukan
kemampuannya sendiri, dan karena itu mungkin tidak mencapai
potensinya. Jika anak tidak dapat mengembangkan keterampilan khusus
yang mereka rasa dibutuhkan oleh masyarakat (misalnya menjadi atletis),
mereka mungkin akan mengembangkan rasa rendah diri.

Beberapa kegagalan mungkin diperlukan agar anak dapat


mengembangkan kesopanan. Sekali lagi, keseimbangan antara kompetensi
dan kesopanan diperlukan. Keseimbangan antara industri dan inferioritas
memungkinkan anak-anak mengenali keterampilan mereka dan memahami
bahwa mereka memiliki kemampuan untuk bekerja menuju dan mencapai
tujuan mereka, bahkan ketika mereka menghadapi tantangan dalam
perjalanannya.

Tahap 5. Identitas vs Kebingunan Peran


Tahap kelima dari teori perkembangan psikososial Erik Erikson adalah
kebingungan Identitas vs peran, dan terjadi selama masa remaja, sekitar usia 12-
18 tahun. Pada tahap ini, remaja mencari rasa jati diri dan indentitas pribadi,
memulai eksplorasi yang intens terhadap nilai-nilai, keyakinan, dan tujuan
pribadi.

 Inilah Konfliknya :
 Identitas : Jika remaja didukung dalam eksplorasi mereka
dan diberi kebebasan untuk mengeksplorasi peran yang
berbeda, mereka kemungkinan besar akan muncul dari
tahap ini dengan rasa percaya diri yang kuat serta perasaan
mandiri dan terkendali. Proses ini melibatkan eksplorasi
minat, nilai, dan tujuan mereka, yang membantu mereka
membentuk identitas unik mereka sendiri.
 Kebingunan Peran : Jika remaja dibatasi dan tidak diberi
ruang untuk bereksplorasi atau menganggap prosesnya
terlalu membebani atau menyusahkan, mereka mungkin
mengalami kebingungan peran. Ini bisa berarti tidak yakin
akan posisi seseorang di dunia, nilai-nilai, dan arah masa
depan. Mereka mungkin kesulitan mengidentifikasi tujuan
atau jalan mereka, sehingga menimbulkan kebingungan
tentang identitas pribadi mereka.

 Apa Yang Terjadi Selama Tahap Ini?


Pada masa remaja, peralihan dari masa kanak-kanak ke masa
dewasa merupakan hal yang paling penting. Anak-anak menjadi lebih
mandiri dan menatap masa depan dalam hal karier, hubungan, keluarga,
perumahan, dan lain-lain. Individu ingin menjadi bagian dari masyarakat
dan menyesuaikan diri.
Remaja mengeksplorasi siapa mereka sebagai individu, berusaha
membangun kesadaran diri, dan mungkin bereksperimen dengan peran,
aktivitas, dan perilaku yang berbeda. Menurut Erikson, hal ini penting
untuk membentuk identitas yang kuat dan mengembangkan arah hidup.
Pikiran remaja pada hakikatnya adalah suatu pikiran atau
moratorium, suatu tahapan psikososial antara masa kanak-kanak dan masa
dewasa, antara moralitas yang dipelajari oleh anak dan etika yang harus
dikembangkan oleh orang dewasa (Erikson, 1963, p. 245).
Ini adalah tahap utama perkembangan di mana anak harus
mempelajari peran yang akan ia tempati sebagai orang dewasa. Pada tahap
ini, remaja akan memeriksa kembali identitasnya dan mencoba mencari
tahu siapa sebenarnya dirinya. Erikson mengemukakan bahwa ada dua
identitas yang terlibat: seksual dan pekerjaan.

 Hubungan Sosial
Mengingat pentingnya hubungan sosial pada tahap ini, penting
bagi remaja untuk memiliki jaringan sosial yang mendukung yang
mendorong eksplorasi identitas yang sehat. Penting juga bagi orang tua,
guru, dan mentor untuk memberikan bimbingan saat remaja menavigasi
hubungan dan peran sosial mereka.
Inilah alasannya:
 Pembentukan Identitas : Hubungan sosial memberikan
konteks di mana remaja mengeksplorasi berbagai aspek
identitas mereka.
Mereka mencoba peran berbeda dalam kelompok
sebayanya, sehingga memungkinkan mereka menemukan
minat, keyakinan, nilai, dan tujuan mereka. Eksplorasi ini
adalah kunci untuk membentuk identitas unik mereka
sendiri.
 Pengaruh Teman Sebaya : Kelompok teman sebaya sering
kali menjadi pengaruh yang signifikan selama tahap
ini. Remaja sering kali mulai lebih menghargai pendapat
temannya dibandingkan pendapat orang tuanya. Bagaimana
kelompok teman sebaya remaja memandang mereka dapat
mempengaruhi perasaan diri dan pembentukan identitas
mereka.
 Penerima dan Kepemilikan Sosial : Perasaan diterima
dan cocok dengan teman sebaya dapat secara signifikan
mempengaruhi harga diri dan identitas remaja.
Mereka lebih mungkin mengembangkan identitas
yang kuat dan positif jika mereka merasa diterima dan
dihargai. Merasa dikucilkan atau dipinggirkan dapat
menyebabkan kebingungan peran dan kesulitan dalam
pembentukan identitas.
 Mengalami Keberagaman : Berinteraksi dengan beragam
orang memungkinkan remaja memperluas perspektif
mereka, menantang keyakinan mereka, dan membentuk
nilai-nilai mereka. Keberagaman pengalaman ini juga dapat
mempengaruhi pembentukan identitas mereka.
 Konflik dan Resolusi : Hubungan sosial sering kali
melibatkan konflik dan kebutuhan akan resolusi,
memberikan remaja peluang untuk mengeksplorasi peran
dan perilaku yang berbeda. Belajar untuk mengatasi
konflik-konflik ini membantu pengembangan identitas
mereka dan keterampilan sosial yang dibutuhkan di masa
dewasa.

 Keberhasilan dan Kegagalan Pada Tahap Lima


Menurut Bee (1992), apa yang harus terjadi pada akhir tahap ini
adalah “perasaan kembali akan diri sendiri, tentang apa yang ingin
dilakukan atau menjadi apa, dan tentang peran seks yang sesuai”. Pada
tahap ini, body image remaja mengalami perubahan. Erikson mengatakan
remaja mungkin merasa tidak nyaman dengan tubuhnya sampai mereka
bisa beradaptasi dan “tumbuh” dalam perubahan tersebut. Keberhasilan
pada tahap ini akan membawa pada keutamaan kesetiaan .
Kesetiaan mencakup kemampuan untuk menyerahkan diri kepada
orang lain atas dasar penerimaan orang lain, meskipun mungkin terdapat
perbedaan ideologi. Pada periode ini, mereka mengeksplorasi
kemungkinan-kemungkinan dan mulai membentuk identitas mereka
sendiri berdasarkan hasil eksplorasi mereka. Remaja yang memiliki rasa
identitas yang kuat dapat mempertahankan loyalitas dan nilai-nilai yang
konsisten, bahkan di tengah pergeseran dan perubahan masyarakat.
Erikson menggambarkan 3 bentuk krisis identitas:

1. Parah (kebingungan identitas menguasai identitas pribadi)

2. Berkepanjangan (penataan kembali identifikasi masa


kanak-kanak dalam waktu yang lama)
3. Diperburuk (berulang kali upaya resolusi gagal)

Kegagalan dalam membangun rasa identitas dalam masyarakat


(“Saya tidak tahu ingin menjadi apa ketika saya besar nanti”) dapat
menyebabkan kebingungan peran.

Namun, jika remaja tidak memiliki dukungan, waktu, atau


kapasitas emosional untuk mengeksplorasi identitas mereka, mereka
mungkin akan menghadapi masalah identitas yang belum terselesaikan,
merasa tidak yakin tentang peran mereka dan tidak yakin tentang masa
depan mereka.

Hal ini berpotensi menyebabkan lemahnya rasa percaya diri,


kebingungan peran, dan kurangnya arah di masa dewasa. Kebingungan
peran melibatkan individu yang tidak yakin tentang dirinya sendiri atau
tempatnya dalam masyarakat. Menanggapi kebingungan peran atau krisis
identitas , seorang remaja mungkin mulai bereksperimen dengan gaya
hidup yang berbeda (misalnya, pekerjaan, pendidikan, atau aktivitas
politik). Selain itu, menekan seseorang terhadap suatu identitas dapat
mengakibatkan pemberontakan dalam bentuk pembentukan identitas
negatif, dan selain itu perasaan tidak bahagia.
Tahap 6. Keintiman vs Isolasi
Keintiman versus isolasi adalah tahap keenam dari teori perkembangan
psikososial Erik Erikson. Tahap ini terjadi pada masa dewasa muda antara usia
kurang lebih 18 tahun sampai 40 tahun. Pada tahap ini, konflik besar berpusat
pada pembentukan hubungan yang intim dan penuh kasih saying dengan orang
lain.

 Inilah Konfliknya :
 Keintiman : Individu yang berhasil menavigasi tahap ini
mampu membentuk hubungan timbal balik yang intim
dengan orang lain. Mereka dapat membentuk ikatan yang
erat dan merasa nyaman dengan saling
ketergantungan. Keintiman melibatkan kemampuan untuk
terbuka dan berbagi diri dengan orang lain, serta kesediaan
untuk berkomitmen pada suatu hubungan dan melakukan
pengorbanan pribadi demi hubungan tersebut.
 Isolasi : Jika individu kesulitan membentuk hubungan
dekat ini, mungkin karena krisis identitas yang belum
terselesaikan sebelumnya atau ketakutan akan penolakan,
mereka mungkin mengalami isolasi. Isolasi mengacu pada
ketidakmampuan untuk membentuk hubungan yang
bermakna dan intim dengan orang lain. Hal ini dapat
menimbulkan perasaan kesepian, keterasingan, dan
pengucilan.
 Keberhasilan dan Kegagalan Tahap Enam
Kesuksesan menghasilkan hubungan yang kuat, sedangkan
kegagalan menghasilkan kesepian dan keterasingan. Berhasil menavigasi
tahap ini mengembangkan keutamaan cinta . Individu yang
mengembangkan kebajikan ini memiliki kemampuan untuk membentuk
hubungan yang mendalam dan berkomitmen berdasarkan rasa saling
percaya dan menghormati.

Pada tahap ini, kita mulai berbagi diri secara lebih intim dengan
orang lain. Kami mengeksplorasi hubungan yang mengarah pada
komitmen jangka panjang dengan orang lain selain anggota keluarga.
Keberhasilan menyelesaikan tahap ini dapat menghasilkan hubungan yang
bahagia dan rasa komitmen, keamanan, dan kepedulian dalam suatu
hubungan.
 Tahap 7. Generativitas vs Stagnasi
Generativitas versus stagnasi adalah tahapan ketujuh dari delapan tahap teori
perkembangan Erik Erikson. Tahap ini terjadi pada masa dewasa pertengahan
usia 40 sampai 65 tahun. Pada tahap ini , individu lebih fakus dalam
membangun kehidupan kita, terutama melalui karier, keluarga, dan kontribusi
kita kepada Masyarakat.

 Inilah konfliknya :
 Generativitas : Jika individu merasa telah memberikan
kontribusi yang berharga kepada dunia, misalnya melalui
membesarkan anak atau memberikan kontribusi terhadap
perubahan positif dalam masyarakat, maka mereka akan
merasakan adanya generativitas.
Generativitas melibatkan kepedulian terhadap orang
lain dan keinginan untuk berkontribusi pada generasi
mendatang, sering kali melalui pola asuh, pendampingan,
peran kepemimpinan, atau hasil kreatif yang menambah
nilai bagi masyarakat.
 Stagnasi : Jika individu merasa tidak memberikan dampak
positif atau tidak terlibat dalam tugas-tugas produktif atau
kreatif, mereka mungkin mengalami stagnasi.
Stagnasi melibatkan perasaan tidak produktif dan
tidak terlibat, yang menyebabkan egoisme, kurangnya
pertumbuhan, dan perasaan hampa.

 Apa Yang Terjadi Selama Tahap Ini ?


Secara psikologis, generativitas mengacu pada “membuat tanda” di
dunia dengan menciptakan atau memelihara hal-hal yang akan bertahan
lebih lama dari seseorang.
Selama usia paruh baya, individu mengalami kebutuhan untuk
menciptakan atau memelihara hal-hal yang akan bertahan lebih lama dari
mereka, sering kali memiliki orang yang didampingi atau menciptakan
perubahan positif yang akan bermanfaat bagi orang lain.
Kami berkontribusi kembali kepada masyarakat dengan
membesarkan anak-anak kami, menjadi produktif di tempat kerja, dan
berpartisipasi dalam kegiatan dan organisasi komunitas. Kami
mengembangkan rasa menjadi bagian dari gambaran yang lebih besar
melalui generativitas.

 Pekerjaan & Menjadi Orang Tua


Baik pekerjaan maupun peran sebagai orang tua penting dalam tahap ini
karena keduanya memberikan peluang bagi orang dewasa untuk
memperluas pengaruh pribadi dan sosial mereka.
 Pekerjaan : Pada tahap ini, individu sering kali sangat
fokus pada kariernya. Pekerjaan yang bermakna adalah cara
agar orang dewasa dapat merasa produktif dan merasakan
kontribusi terhadap dunia.
Hal ini membuat mereka merasa bahwa mereka
adalah bagian dari komunitas yang lebih besar dan bahwa
upaya mereka dapat bermanfaat bagi generasi
mendatang. Jika mereka merasa berhasil dan dihargai
dalam pekerjaannya, mereka mengalami rasa generativitas.
Namun, jika mereka tidak puas dengan kariernya
atau merasa tidak produktif, mereka mungkin akan
menghadapi perasaan stagnasi.

 Menjadi Orang Tua : Membesarkan anak adalah aspek


penting lainnya dalam tahap ini. Orang dewasa dapat
memperoleh rasa generativitas dengan mengasuh generasi
berikutnya, membimbing perkembangan mereka, dan
menanamkan nilai-nilai mereka.
Melalui peran sebagai orang tua, orang dewasa
dapat merasakan bahwa mereka memberikan kontribusi
yang berarti bagi masa depan.
Di sisi lain, individu yang memilih untuk tidak
memiliki anak atau tidak dapat memiliki anak juga dapat
mencapai generativitas melalui perilaku pengasuhan
lainnya, seperti pendampingan atau terlibat dalam kegiatan
yang berdampak positif pada generasi muda.

 Keberhasilan dan Kegagalan Pada Tahap Tujuh


Jika orang dewasa dapat menemukan kepuasan dan rasa
berkontribusi melalui peran-peran ini, kemungkinan besar mereka akan
mengembangkan rasa generativitas, yang mengarah pada perasaan
produktif dan puas.
Berhasil menavigasi tahap ini akan mengembangkan
keutamaan kepedulian . Individu yang mengembangkan kebajikan ini
merasakan kontribusi terhadap dunia, biasanya melalui keluarga dan
pekerjaan, dan merasa puas bahwa mereka telah membuat perbedaan.
Kesuksesan mengarah pada perasaan berguna dan berprestasi,
sedangkan kegagalan menghasilkan keterlibatan yang dangkal di dunia.
Kita menjadi stagnan dan merasa tidak produktif karena gagal menemukan
cara untuk berkontribusi.
Orang-orang ini mungkin merasa terputus atau tidak terlibat
dengan komunitasnya dan dengan masyarakat secara keseluruhan. Hal ini
berpotensi menimbulkan perasaan gelisah dan tidak produktif di kemudian
hari.

 Tahap 8. Integritas vs Keputusasan


Integritas ego versus keputusasan adalah tahap kedelapan dan terakhir dari teori
tahap perkembangan psikososial Erik Erikson. Tahap ini di mulai pada usia
sekitar 65 tahun dan berakhir pada saat kematian. Pada saat inilah kita
merenungkan pencapaian kita dan dapat mengembangkan integritas jika kita
melihat diri kita menjalani kehidupan yang sukses.

 Inilah Konfliknya :
 Integritas Ego: Jika individu merasa telah menjalani
kehidupan yang memuaskan dan bermakna, mereka akan
mengalami integritas ego.
Hal ini ditandai dengan rasa penerimaan terhadap
kehidupan mereka sebagaimana adanya, kemampuan untuk
menemukan koherensi dan tujuan dalam pengalaman
mereka, serta rasa kebijaksanaan dan kepuasan.
 Keputusasaan: Sebaliknya, jika individu merasa menyesal
atas masa lalunya, merasa telah mengambil keputusan yang
buruk, atau yakin bahwa dirinya gagal mencapai tujuan
hidupnya, maka ia mungkin mengalami keputusasaan.
Keputusasaan melibatkan perasaan penyesalan,
kepahitan, dan kekecewaan terhadap hidup seseorang, dan
ketakutan akan kematian yang akan datang.

 Apa Yang Terjadi Selama Tahap Ini?


Tahap ini terjadi setelah usia 65 tahun dan melibatkan refleksi
terhadap kehidupan seseorang dan berpindah ke perasaan puas dan bahagia
dengan kehidupannya atau merasakan penyesalan yang mendalam.
Erikson menggambarkan integritas ego sebagai “penerimaan satu-
satunya siklus hidup seseorang sebagai sesuatu yang harus terjadi” (1950,
hal. 268) dan kemudian sebagai “perasaan koherensi dan keutuhan” (1982,
hal. 65).
Seiring bertambahnya usia (65+ tahun) dan menjadi warga lanjut
usia, kita cenderung memperlambat produktivitas dan mengeksplorasi
kehidupan sebagai pensiunan.

 Keberhasilan dan Kegagalan Di Tahap Delapan


Keberhasilan pada tahap ini akan membawa pada
keutamaan kebijaksanaan . Kebijaksanaan memungkinkan seseorang
untuk melihat kembali kehidupannya dengan perasaan tertutup dan utuh,
dan juga menerima kematian tanpa rasa takut.
Individu yang merenungkan hidupnya dan menyesal tidak
mencapai tujuannya akan mengalami kepahitan dan keputusasaan.
Erik Erikson percaya jika kita melihat hidup kita tidak produktif,
merasa bersalah atas masa lalu kita, atau merasa bahwa kita tidak
mencapai tujuan hidup kita, kita menjadi tidak puas dengan hidup dan
mengembangkan keputusasaan, yang seringkali berujung pada depresi dan
keputusasaan.
Hal ini berpotensi menimbulkan perasaan takut dan takut akan
kematian mereka. Keadaan integritas ego yang terus-menerus tidak
menjadi ciri orang bijak, namun mereka mengalami integritas ego dan
keputusasaan. Dengan demikian, kehidupan akhir ditandai dengan
integritas dan keputusasaan sebagai silih bergantinya keadaan yang harus
seimbang.
D. Metode Investigasi Erik Erikson Dalam Studi Antropologis
Pada1937, Erikson melakukan kunjungan ke Pine Ridge Indian
Reservation di South Dakota untuk menyelidiki penyebab apatis di
kalangan anak-anak Sioux. Erikson (1963) melaporkan pelatihan awal
Sioux dari sudut pandang teori psikoseksual dan perkembangan
psikososial. Ia menadapati bahwa apatis adalah ungkapan ketergantungan
ekstrem bangsa Sioux yang telah berkembang sebagai hasil rasa percaya
mereka pada program pemerintah federal yang beragam. Di masa lalu,
mereka merupakan pemburu benteng yang pemberani. Akan tetapi pada
1937, bangsa Sioux telah kehilangan identitas kelompok mereka sebagai
pemburu dan mencoba setengah hati untuk hidup sebagi petani. Praktik
pengasuhan anak di masa lalu, melatih anak laki-laki sebagai pemburu dan
anak Perempuan untuk membantu serta menjadi ibu bagi para pemburu di
masa mendatang, tidak lagi cocok untuk Masyarakat pertanian. Akibatnya,
pada 1937, anak-anak Sioux mengalami kesulitan untuk mencapai rasa ego
identitas,terutama Ketika mencapai usia remaja.
Dua tahun kemudian, Erikson melakukan darmawisata yang sama
Northern California untuk mempelajari bangsa Yurok, yang hidup
terutama dari memancing salmon. Walaupun bangsa Sioux dan Yurok
memiliki budaya yang sangat luas ragamnya, tiap suku memiliki tradisi
pelatihan anak-anak muda mereka yang menjadi kekuatan Masyarakat
tersebut. Bangsa Yurok terlatih untuk menangkap ikan, oleh karena itu,
mereka tidak memiliki rasa nasionalisme yang tinggi dan tidak menyukai
peperangan. Mendapatkan dan mempertahankan perlengkapan serta
kepemilikan, dinilai tinggi oleh orang-orang Yurok. Erikson (1963) dapat
menunjukkan bahwa pelatihan di masa kanak-kanak awal yang sesuai
dengan nilai kultur yang kuat dan bahwa Sejarah dan Masyarakat
membantu terbentuknya kepribadian.
BAB III
PENUTUPAN
Gambaran umum teori pasca aliran Freud oleh Erik Erikson
menggabungkan konsep psikoanalisis dengan perkembangan sosial.
Erikson mengidentifikasi delapan tahap perkembangan psikososial,
yang dimulai dari masa bayi hingga dewasa. Ini mencakup tahap-
tahap seperti masa percaya diri versus keraguan diri, identitas versus
kebingungan peran, serta integritas versus putus asa. Erikson
menekankan pentingnya pengalaman sosial dalam membentuk
kepribadian.Metode investigasi yang digunakan mencakup
pengamatan, wawancara, dan analisis kasus untuk memahami
dinamika kepribadian individu dalam konteks perkembangan sosial
mereka.
SARAN DAN KESIMPULAN

1. *Pendahuluan:*
- Perkenalkan teori pasca aliran Freud dan jelaskan relevansinya
dalam konteks perkembangan psikologi.
- Gambarkan latar belakang Erik Erikson dan bagaimana ia
memperluas teori Freud dengan memperkenalkan konsep-konsep
perkembangan psikososial.

2. *Teori Pasca Aliran Freud:*


- Jelaskan konsep-konsep kunci dalam teori Freud, seperti struktur
kepribadian (id, ego, superego), konflik psikoseksual, dan mekanisme
pertahanan.
- Diskusikan bagaimana teori Freud mempengaruhi pemikiran Erik
Erikson dan cara Erikson memperluas teori tersebut.

3. *Dinamika Kepribadian Erik Erikson:*


- Rincikan konsep-konsep utama dalam teori kepribadian Erikson,
termasuk konflik psikososial dan integrasi identitas.
- Bandingkan dan kontraskan pendekatan Erikson dengan teori
kepribadian Freud.

4. *Tahap Perkembangan Psikososial:*


- Gambarkan secara terperinci setiap tahap perkembangan
psikososial menurut Erikson, mulai dari masa bayi hingga masa
dewasa.
- Tinjau dampak dari pencapaian atau kegagalan dalam setiap tahap
terhadap pembentukan kepribadian.
5. *Metode Investigasi:*
- Jelaskan metode-metode penelitian yang digunakan untuk menguji
teori Freud dan Erikson, seperti studi kasus, observasi, dan
eksperimen.
- Diskusikan studi empiris yang mendukung atau menantang asumsi
dalam teori-teori tersebut.

 Kesimpulan dari tahap gambaran umum teori pasca aliran


Freud, dinamika kepribadian Erik Erikson, tahap perkembangan
psikoseksual, dan metode investigasi adalah pemahaman yang
lebih luas tentang interaksi kompleks antara faktor psikologis,
perkembangan kepribadian, dan metode ilmiah dalam
memahami perilaku manusia. Teori pasca aliran Freud, seperti
yang dikembangkan oleh Erik Erikson, menekankan pentingnya
tahapan perkembangan psikoseksual dan aspek-aspek lain dari
perkembangan kepribadian, serta pentingnya menggunakan
metode investigasi yang tepat untuk memahami lebih dalam
kompleksitas manusia.

 Kesimpulan dari integrasi antara teori pasca-Freudian, seperti


yang dijelaskan oleh Erik Erikson, dengan dinamika
kepribadian dan tahap perkembangan psikoseksual adalah
penting untuk pemahaman yang lebih mendalam tentang
perkembangan individu dan dinamika kepribadian mereka.
Metode investigasi yang digunakan dalam penelitian ini
memungkinkan untuk menganalisis dan menggali lebih dalam
aspek-aspek kompleks dari pengembangan kepribadian
manusia. Dengan demikian, pendekatan ini memberikan
gambaran yang lebih lengkap tentang bagaimana individu
membentuk identitas mereka dan bagaimana interaksi antara
faktor internal dan eksternal memengaruhi perkembangan
mereka sepanjang waktu.

Anda mungkin juga menyukai