Disusun untuk memenuhi syarat Tugas Mata Kuliah Perkembangan Peserta Didik
Tahun Ajaran 2024/2025
Dosen Pengampu :
Dr. Happy Karlina Marjo, M.Pd., Kons.
Kelompok 1
PPKN B
Disusun Oleh:
1. Davina Shafa Salsabila (1401623060)
2. Meisya Yudithia (1401623074)
3. Shafira Putri Damayanti (1401623078)
4. Teguh Pribadi (1401623037)
Puji syukur alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena hanya
dengan segala rahmat-Nyalah akhirnya kami bisa menyusun makalah dengan tema
“Konsep dan Teori Perkembangan Peserta Didik dari Sudut Pandang Teori
Psikoanalisa (Sigmund Freud)” ini tepat pada waktunya. Tidak lupa kami
menyampaikan rasa terimakasih kepada Ibu Happy Karlina Marjo selaku dosen
pengampu mata kuliah Perkembangan Peserta Didik yang telah memberikan tugas
ini sehingga kami bisa mendapatkan banyak tambahan pengetahuan khususnya
terhadap materi yang akan dibahas ini. Terimakasih juga kepada teman-teman kami
yang telah memberikan waktunya untuk berdiskusi sehingga makalah ini akhirnya bisa
tersusun dengan baik dan benar.
Kami berharap semoga makalah yang telah disusun ini bisa memberikan
banyak manfaat serta menambah pengetahuan terutama tentang Perkembangan
peserta didik dari sudut pandang teori psikoanalisa. Namun terlepas dari itu, kami
menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, sehingga kami sangat
mengharapkan kritik serta saran yang bersifat membangun demi terciptanya makalah
yang lebih baik lagi di masa depan.
Penulis
DAFTAR ISI
Cover
Kata Pengantar
Daftar Isi
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Tujuan
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Psikoanalisis Sigmund Freud
2.2 Struktur Kepribadian Sigmund Freud
2.3 Dinamika Kepribadian
2.4 Mekanisme Pertahanan Ego
2.5 Tahap-tahap Perkembangan Kepribadian
2.6 Implikasi Teori Perkembangan
2.7 Psikoanalisis Freud terhadap Pendidikan
BAB III PEMBAHASAN
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan
4.2 Saran
Daftar Pustaka
BAB I
PENDAHULUAN
a) Id (das Es)
Id diibaratkan sebagai penguasa absolut yang memprioritaskan kepuasan instan
tanpa mempertimbangkan realitas. Ego berfungsi sebagai perdana menteri yang
menanggapi kebutuhan masyarakat dan mempertimbangkan realitas. Superego,
sebagai pendeta, menekankan nilai-nilai moral dan bijak untuk mengimbangi
dorongan rakus id. Id, berada di alam bawah sadar, menggerakkan manusia untuk
memenuhi kebutuhan dasar dan beroperasi berdasarkan prinsip kesenangan
(Minderop, 2013: 21).
b) Ego (das Ich)
Ego berada di antara dua kekuatan yang saling bertentangan dan berupaya
memenuhi kesenangan individu dengan mempertimbangkan realitas. Fungsi utama
ego mencakup penalaran, penyelesaian masalah, dan pengambilan keputusan. Ego
merupakan pemimpin utama dalam kepribadian, mampu mengambil keputusan
rasional demi kemajuan individu seperti pemimpin perusahaan dalam mengelola
perusahaan. Baik id maupun ego tidak memiliki moralitas, karena keduanya tidak
mempertimbangkan nilai-nilai moral (Minderop, 2013: 22).
c) Superego (das Über Ich)
Struktur ketiga adalah superego, yang mencakup moralitas dalam kepribadian.
Superego, mirip dengan hati nurani, mengenali nilai baik dan buruk. Seperti id,
superego tidak mempertimbangkan realitas kecuali ketika impuls id dapat terpuaskan
secara moral. Superego berfungsi sebagai mediasi dalam pertimbangan moral,
misalnya, ketika ego ingin menjaga karir dengan menghindari kehamilan, namun id
menginginkan kenikmatan hubungan seksual. Dalam situasi ini, superego muncul dan
menengahi dengan penilaian moral tentang tindakan tersebut (Minderop, 2013: 22-
23).
2.3 Dinamika Kepribadian
Kehidupan mental dibagi menjadi tingkat-tingkat dan bagian-bagian pikiran yang
merujuk pada struktur atau komposisi kepribadian, sementara kepribadian sendiri
memiliki peran aktif. Freud mengusulkan prinsip motivasional atau dinamik untuk
menjelaskan kekuatan-kekuatan yang mendorong tindakan manusia. Menurut Freud,
motivasi manusia didorong oleh keinginan untuk mencapai kenikmatan dan
mengurangi tegangan serta kecemasan. Motivasi ini dipicu oleh energi fisik yang
berasal dari insting-insting (Semiun, 2006: 68).
a) Naluri (Instinct)
Freud menggunakan istilah Jerman "trieb" untuk merujuk pada dorongan atau
stimulus dalam individu. Meskipun istilah ini dapat diterjemahkan sebagai insting,
Freud lebih memandangnya sebagai dorongan atau impuls. Bagi Freud, konsep
insting melibatkan aspek psikologis dan biologis, berada di batas antara fenomena
tubuh dan mental. Insting dapat didefinisikan sebagai ekspresi psikologis dari
rangsangan somatik bawaan sejak lahir. Manifestasi psikologisnya disebut hasrat,
sementara rangsangan fisik yang memicu hasrat disebut kebutuhan.
Secara khusus, Minderop (2013: 23-25) menjelaskan bahwa dalam konsep
Freud, naluri atau insting mencerminkan representasi psikologis dari kebutuhan tubuh
yang menghasilkan keadaan tegang dan terangsang. Bentuk naluri menurut Freud
adalah pengurangan tegangan, memiliki ciri regresif dan sifat konservatif dengan
tujuan memelihara keseimbangan dan memperbaiki kekurangan. Proses naluri ini
berlangsung berulang, dengan pola ketegangan, ketenangan, dan kembali tegang
(repetition compulsion).
b) Jenis-Jenis Naluri
Freud mengidentifikasi berbagai jenis naluri dalam manusia, yang dapat
dibedakan menjadi eros atau naluri kehidupan (life instinct) dan destructive instinct
atau naluri kematian (death instinct atau Thanatos). Naluri kehidupan berkaitan
dengan pemeliharaan ego. Bagi Freud, pengertian istilah insting atau naluri tidak
hanya merujuk pada gambaran sederhana yang sering dikaitkan dengan kata
tersebut. Insting dalam konteks bahasa Perancis dapat menggambarkan keterampilan
atau penyesuaian biologis bawaan, mirip dengan naluri yang dimiliki oleh hewan
tertentu. Karena istilah ini tidak dapat mencakup kompleksitas dunia manusia, Freud
menggunakan istilah lain yang disebut pulsi. Pulsi seksual disebut libido, sementara
pulsi non-seksual disebut alimentasi yang berhubungan dengan hasrat makan dan
minum (Minderop, 2013: 26).
c) Naluri Kematian dan Desires of Death
Freud meyakini bahwa perilaku manusia dipengaruhi oleh dua energi pokok,
pertama, naluri kehidupan (life instincts atau Eros) yang termanifestasi dalam perilaku
seksual, mendukung kehidupan dan pertumbuhan. Kedua, naluri kematian (death
instincts atau Thanatos) yang menjadi dasar tindakan agresif dan destruktif. Meskipun
keduanya tersembunyi di alam bawah sadar, keduanya tetap menjadi kekuatan
motivasi (Hilgard et al melalui Minderop, 2013: 27). Naluri kematian dapat mengarah
pada perilaku bunuh diri atau perilaku penghancuran diri (self-destructive behavior),
atau bahkan bersikap agresif terhadap orang lain (Hilgard et al melalui Minderop,
2013: 27).
d) Kecemasan (Anxiety)
Setiap situasi yang mengancam kenyamanan suatu organisme diasumsikan
dapat memicu kondisi yang disebut anxiety. Berbagai bentuk konflik dan frustasi yang
menghambat perkembangan individu menuju tujuan mereka menjadi salah satu
penyebab anxiety. Ancaman ini dapat berupa ancaman fisik, psikologis, dan berbagai
tekanan yang menyebabkan munculnya anxiety. Kondisi ini diikuti oleh perasaan tidak
nyaman yang mencakup rasa khawatir, takut, dan ketidakbahagiaan yang dapat
dirasakan pada berbagai tingkatan (Hilgard et al melalui Minderop, 2013: 28).
Freud menekankan pentingnya anxiety dan membedakan antara kecemasan
objektif (objective anxiety) dan kecemasan neurotik (neurotic anxiety). Kecemasan
objektif adalah respons realistis ketika seseorang merasakan bahaya dalam
lingkungannya, yang sebanding dengan rasa takut. Kecemasan neurotik timbul dari
konflik dalam alam bawah sadar individu, yang tidak disadari oleh individu tersebut
sehingga mereka tidak menyadari alasan di balik kecemasan tersebut (Hilgard et al
melalui Minderop, 2013: 28). Freud meyakini bahwa kecemasan, sebagai hasil dari
konflik bawah sadar, muncul dari pertentangan antara dorongan id (biasanya bersifat
seksual dan agresif) dan upaya pertahanan dari ego dan superego (Minderop, 2013:
28).
3.1
BAB IV
PENUTUP
4.1 KESIMPULAN
4.2 SARAN
DAFTAR PUSTAKA
Dyah, Putri. (2016). “Kepribadian Tokoh Utama Viktor Larenz Dalam Roman Die
Therapie Karya Sebastian Fitzek: Teori Psikoanalisis Freud.” 16-23. Link:
Helaluddin & Syawal, Syahrul. “Psikoanalisis Sigmund Freud dan Implikasinya dalam
Pendidikan.” 6-8. Link: