Anda di halaman 1dari 33

MAKALAH

TEORI PSIKOANALISIS SIGMUND FREUD DAN TEORI PSIKOSOSIAL


ERIK ERIKSON

Disusun untuk memenuhi tugas Perkembangan Peserta Didik

Dosen Pengampu: Imron Rosadi M.Pd.I

Disusun oleh:

Nadzifa Afni Azizah (211101020052)


Alia Sofiana Ifadatul Husna (221101020008)
Lathifatul Istibsyaroh (2211010200033)

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

PENDIDIKAN BAHASA ARAB

UNIVERSITAS KIAI HAJI AHMAD SIDDIQ JEMBER

2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
limpahan rahmatnya penyusun dapat menyelesaikan makalah ini tepat
waktu tanpa ada halangan yang berarti dan sesuai dengan harapan.
Terima kasih kami sampaikan kepada bapak (Imron Rosadi M.Pd.I)
sebagai dosen pengampu mata kuliah Perkembangan Peserta Didik yang
telah membantu memberikan arahan dan pemahaman dalam penyusunan
makalah ini.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari
sempurna dikarenakan terbatasannya pengalaman dan pengetahuan yang
kami miliki. Oleh karena itu, kami mengharapkan segala bentuk saran serta
masukan bahkan kritik yang membangun dari berbagai pihak. Akhirnya
kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi
perkembangan dunia pendidikan.

Jember, 21 September 2023

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................................... ii

DAFTAR ISI ........................................................................................................ iii

BAB I ..................................................................................................................... 1

PENDAHULUAN ................................................................................................. 1

A. Latar Belakang ............................................................................................ 1

B. Rumusan masalah........................................................................................ 1

C. Tujuan Masalah ........................................................................................... 1

BAB II .................................................................................................................... 2

PEMBAHASAN .................................................................................................... 2

A. Teori Psikoanalisis Sigmund Freud ............................................................ 2

B. Teori Psikososial Erik H. Erikson ............................................................. 14

C. Kritik Mengenai Teori Perkembangan Psikososial Yang Dianut Oleh


Erik-Erikson .............................................................................................. 23

BAB III ................................................................................................................ 27

KESIMPULAN .................................................................................................... 27

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 29

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Teori psikoanalisis merupakan teori yang menjadi usaha
untuk menjelaskan tentang hakikat dan perkembangan kepribadian
manusia. Teori ini beransumsi bahwa kepribadian berkembang
ketika terjadi konflik-konflik dari aspek-aspek psikologis tersebut,
yang pada umumnya terjadi pada anak-anak atau usia dini,
psikoanalisis memiliki banyak hal ditawarkan untuk pendidikan.
Hubungan di antara mereka seperti sebuah perkawinan di mana
kedua pasangan sadar akan kebutuhan bersama mereka, tapi tidak
terlalu mengerti satu sama lain dan karena juga tidak mengerti akan
namaya menyatu. Jadi tujuan menganalisis teori Sigmund Freud ini
yaitu agar kita bisa mengetahui tentang hakikat dan perkembangan
kepribadian manusia.

B. Rumusan masalah
1. Bagaimana pandangan atau teori psikoanalisis Sigmund Freud?
2. Bagaimana pandangan atau teori psikososial Erik Erikson?

C. Tujuan Masalah
1. Mengetahui dengan jelas teori-teori tentang psikoanalisis Sigmund
Freud.
2. Mengetahui dengan jelas tentang teori-teori psikososial Erik
erikson.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Teori Psikoanalisis Sigmund Freud


Ada beberapa buku karangan Sigmund Freud Berikut ada beberapa
karya beliau
 Studi tentang histeri
 Penafsiran mimpi
 Tiga karangan tentang Teori Seksualitas
 Pengantar pada psikoanalisa
1. Pengertian Psikoanalisis
Teori psikoanalisis klasik merujuk pada istilah yang
dipopulerkan oleh Freud. Secara garis besar, teori ini menyatatakan
bahwa ”ketidaksadaran” memiliki peran yang utama dalam diri
seseorang dengan landasan teori ini, Freud melakukan pengobatan
mereka yang menderita gangguan psikis. Teori psikoanalisis Freud
telah menjadi teori yang paling banyak digunakan dan
dikembangkan hingga saat ini. Konsep teori digunakan untuk
meneliti kehidupan seseorang terhadap proses psikis yang tidak
terjangkau oleh hal yang bersifat ilmiah.
Teori psikoanalisis adalah salah satu teori yang membahas
tentang hakikat dan perkembangan bentuk kepribadian yang
dimiliki oleh manusia. Unsur utama dalam teori ini adalah motivasi,
emosi dan aspek kepribadian lainnya. Dasar teori psikoanalisis
adalah mengasumsikan bahwa kepribadian akan mulai berkembang
saat terjadi konflik-konflik dari aspek-aspek psikologi itu sendiri.
Gejala tersebut biasanya terjadi pada anak-anak atau usia dini.
Kemudian pendapat Sigmund Freud tentang kepribadian manusia
ini didasarkan pada pengalaman-pengalaman yang dialami pasien.
Dengan metode psikoanalisis, Freud bermaksud
mengembalikan struktur kepribadian pasien dengan cara
2
memunculkan kesadaran yang tidak ia sadari sebelumnya. Adapun
proses terapi ini berfokus pada pendalaman pengalaman yang
dialami pasien saat masih kanak-kanak. 1
2. Sejarah dan Posisi Psikoanalisis dalam Ilmu Jiwa
Sigmund Freud lahir di Moravia, 6 mei 1858, orangtuanya
adalah keturunan yahudi. Pada waktu berumur 4 tahun keluarganya
pindah ke wina dan ia menetapdi kota itu selama 78 tahun. Setelah
hitler menyerbu Austria, Ia mengungsi ke london, dan belajar
ilmu kedokteran di universitas Wina, dia pernah berkerja di
laboratorium profesor bruecke (1876-1885) dan juga pernah bekerja
di rumah sakit jiwa wina (1882-1882). Psikoanalisis menurut hall
(1980:24), mempunyai dua dimensi: teoritis dan praktis. Dimensi
teoritis, yaitu menyangkut teori kepribadian dan dimendi itulah
yang menempatkan psikoanalisi sebai bagian ilmu jiwa,
sedangkan dimendi praktis, yaitu merupakan cara-cara pengobatan
penyakit jiwa.Sebelum sampai pada teori yang lengkap,
psikoanalisis mengalami proses panjang: priode 1 (1895-1905),
priode 2 (1895-1920), dan priode 3 (1920-1939).
Periode pertama merupakan dasar yang kemudian di
kembangkan padapriode kedua dan ketiga. Tentu saja, meskipun
teori psikoanalisis telah mencapai tahap kesempurnaan, tidak
berarti luput dari kritikan-kritikan. Pada tahun 1885-1886 Freud
belajar pada Jen Charcot mengenai pengobatan misteri dengan
metode hipnotis, Freud tidak puas dengan metode itu karena
hasilnya di anggap bersifat sementara dan tidak menyinggung
sumber penyakit. Setelah itu dia belajar pada Dr. breuer tentang
metode katarsis, suatu cara pengobatan dengan membiarkan
pasien mencurahkan kesulitannya dan dokter mendengarkan (hall,
1980:18). Pada waktu dia mengobati pasien dengan metode

1
K.bertens, 2005, Psikoanalisis Sigmund Freud, Jakarta, PT Gramedia Pustaka Umum
3
breuer itulah Freud menemukan psikoanalisis dalam hal ini
terlihat kaitan antara ingatan yang dilupakan dengan gejala histeri
dan arti gejala itu dapat dinyatakan setelah pasian dimasukan dalam
keadaan hipnotis. Freud nampaknya kurang puas dengan metode
breur, kemudian dia menggunakan sugesti dalam2 keadaan
sadar yang kemudian ditinggalkannya pula dan setelah itu dia
beralih pada metode asusiasi bebas dan metode itulah yang definitif
dalam psikoanalisis.
Ada tiga prinsip fundamental dalam teori Freud, yaitu
prisip konstansi, prinsip kesenangan, dan prinsip realitas. Prinsip
konstansi cenderung mempertahankan kuantitas ketegangan psikis
pada taraf yang serendah mungkin atau setidaknya pada taraf
yang sedapat mungkin stabil. Konstansi atau stabilitas itu di
hasilkan dengan cara: menghindarkan bertambahnya ketegangan,
misalnya, melalui jalan “pertahanan” (melawan pertahanan
ketegangan) dan dengan melepaskan energi psikis yang ada dalam
subjek. Prinsip kesenangan mengutamakan pada penghindaran
katidaksenangan dan sebanyak mungkin memperoleh kesenangan.
Prinsip itu di anggap sebagai versi subjektif prinsip konstansi dalam
arti sejauh ketidaksenangan berkaitan dengan bertambahnya
kuantitias ketegangan psikis dan kesenangan di kaitkan dengan
berkurangnya kuantitas ketegangan psikis. Pada awal kehidupan
psikis, yaitu pada anak, kedua prinsip itu lama-kelamaan,
subjek (pencari kesenanga) harus mempertimbangkan realita
sehingga pemuasan secara lansung di tangguhkan, dalam hal ini di
sesuaikan dengan realitas dan justru itu hadir prinsip realitas, suatu
prinsip kesenangan yang disesuaikan dengan realitas. Suatu
prinsip kesenangan yang disesuaikan dengan realitas. Kehidupan

2
Ardiansyah dkk, 2022, jurnal Kependidikan kajian Psikoanalisis Sigmund Freud, FKIP
Universitas Samawa
4
psikis adalah konflik daya-daya psikis yang berlansung menurut tiga
prinsip tadi.
3. Persepsi Tentang Jiwa Manusia Menurut Sigmund Freud
Sigmund Freud adalah ilmuwan psikologis yang terkenal
karena gagasannya tentang kepribadian manusia berdasarkan
analisis tentang mimpinya, dan bacaannya yang luas tentang
berbagai literatur ilmu pengetahuan dan kemanusiaan. Pengalaman-
pengalaman inilah yang menjadi data yang mendasar bagi evolusi
teori kepribadian Freud atau kita kenal juga dengan teori
psikoanalisa. Bagi Freud, teori ini cenderung mengikuti observasi
dalam konsep kepribadian, sehingga akan terus mengalami revisi,
bahkan sampai 50 tahun terakhir hidupnya.
Karena teorinya yang terus berevolusi, Freud menegaskan
teori ini tidak boleh jatuh ke dalam eklektisisme. Itulah sebabnya
para pengikutnya yang memiliki pandangan berseberangan dari ide-
ide dasar teori psikoanalisis akan dikucilkan secara pribadi, bahkan
profesional oleh Freud. Ia menganggap dirinya sebagai ilmuwan,
namun, ia memiliki definisi yang berbeda tentang ilmu
dibandingkan kebanyakan psikolog saat ini.
Freud lebih mengandalkan penalaran deduktif dibandingkan
metode riset yang ketat. ia juga lebih memilih melakukan observasi
secara subjektif dengan jumlah sampel yang relatif kecil. Freud
menggunakan pendekatan studi kasus secara eksklusif dan
merumuskan secara khas hipotesis- hipotesis terhadap fakta kasus
yang ditemukannya. Hal tersebut dilakukan Freud saat kajian ilmu
psikologi ini memprioritaskan penelitian atas kesadaran dan
memandang kesadaran sebagai aspek utama dalam kehidupan
mental.
Gagasan Sigmund Freud adalah menyatakan bahwa
kesadaran itu hanyalah bagian kecil saja dari kehidupan mental.
Sedangkan bagian terbesarnya adalah justru ketidaksadaran atau

5
alam tak sadar. Freud menggambarkan alam sadar dan tak sadar ini
seperti bentuk gunung es yang terapung. Ukuran bentuk bagian
gunung es yang muncul ke permukaan air yakni alam sadar
ukurannya jauh lebih kecil dibandingkan bagian gunung es yang
tenggelam, yakni alam tak sadar. Gunung es dijadikan sebuah
perumpamaan oleh Freud untuk menunjukkan skema gambaran jiwa
seseorang. Bagian puncak dinamakan kesadaran (conciousnes),
Bagian tengah dinamakan prakesadaran (sub conciousnes) dan
bagian dasar yang tertutup air adalah ketidaksadaran
(unconciousnes).
Sama seperti perumpamaan akar pohon, disini alam bawah
sadar atau ketidaksadaran merupakan hal yang paling menentukan
kehidupan manusia. Dimana penyebab dari penyimpangan perilaku
ini berasal dari faktor alam bawah sadar ini. Hal yang seperti inilah
yang dianalisa oleh Freud untuk mengungkap kepribadian
seseorang dan menjadikan analisa ini sebagai metode
penyembuhan.3
4. Struktur Kepribadian Menurut Sigmund Freud
Freud membagi struktur ini menjadi tiga aspek yaitu : id, ego
dan superego. Berikut penjelasannya :
a) Id
Id berasal dari kata latin “Is” yang artinya es. Kepribadian
ini disebut Freud sebagai kepribadian bawaan lahir. Didalamnya
terdapat dorongan yang didasari pemenuhan biologis guna
kepuasan bagi dirinya sendiri. Karakter khas pada aspek ini adalah
tidak adanya pertimbangan logis dan etika sebagai prinsip
pengambilan keputusan. Lebih sederhana, id berwujud pada
gambaran nafsu, hasrat seksual dan perasaan superior (ingin
berkuasa).

3
Khanza Savitra, 2021 , konsep psikoanalisis Sigmund Freud, Portal SPADA Universitas Sebelas
Maret
6
Dalam psikis janin sebelum lahir dan bayi baru lahir terdiri
dari id saja, dan id itu mnjadi bahan dasar pembentukan psikis lebih
lanjut. Id sekali-kali tidak terpengaruh pihak kontrol ego dan
prinsip realitas. Disitu prinsip kesenangan masih berkuasa. Dalam
id tidak dikenal urutan menurut waktu, bahkan sama sekali tidak
mengenal waktu. Hukum logika (khususnya prinsip kontradiksi)
tidak berlaku bagi id, tetapi sudah ada struktur tertentu berkat
penentangan dari dua macam naluri, yaitu naluri kehidupan dan
naluri kematian.
b) Ego
Aspek kepribadian ini terjadi akibat pengaruh yang ia
dapatkan dari apa yang terjadi di dunia/lingkungannya. Ciri khas
dari aspek ini, ego mengatur id dan juga superego untuk pemenuhan
kebutuhan sesuai dengan kepentingan kepribadian yang terlibat.
Artinya, berbeda dengan id yang hanya mementingkan diri sendiri,
ego merupakan aspek yang mementingkan keperluan lebih luas
(tidak hanya dirinya).
Menurut Freud, ego terbentuk dengan diferensiansi dari id
karena kontaknya dengan dunia luar, khususnya orang di sekitar
bayi kecil seperti orang tua, pengasuh dan kakak adik. Aktivitasnya
bersifat sadar, prasadar maupun tak sadar. Untuk sebagian besar
ego bersifat sadar, contoh aktivitasnya yaitu persepsi lahiriah,
persepsi batin, dan proses-proses intelektual. Sebagai contoh
tentang aktivitas prasadar dapat dikemukakan fungsi ingatan. Dan
aktivitas tak sadar ego dijalankan dengan aktivitas-aktivitas
ketahanan (defence mechanisms).
c) Superego
Aspek kepribadian yang satu ini akan lekat kaitannya moral
atau nilai kehidupan. Ranah superego berisi tentang batasan untuk
membedakan mana yang baik dan yang buruk. Dengan kata lain,
superego memiliki peran penting untuk menjadi penengah antara id

7
an ego. Ia menjadi penyekat dari sinyal yang dikirimkan aspek id
serta memotivasi ego untuk melakukan hal yang menjunjung
moralitas. Superego merupakan dasar hati moral. Aktivitas
superego menyatakan diri dalam konflik dengan ego yang
dirasakan dalam emosi-emosi seperti rasa bersalah, rasa menyesal,
lain sebagainya. Sikap-sikap seperti observasi diri, kritik diri dan
inhibisi berasal dari superego. Menurut Freud kompleks oidipus
memainkan peranan besar dalam pembentukan superego.4
5. Tahap-tahap Perkembangan Kepribadian
Menurut Freud, kepribadian individu telah terbentuk pada
akhir tahun ke lima, dan perkembangan selanjutnya sebagian besar
hanya merupakan penghalusan struktur dasar itu. Selanjutnya Freud
menyatakan bahwaperkembangan kepribadian berlangsung melalui
5 fase, yang berhubungan dengan kepekaan pada daerah-daerah
erogen atau bagian tubuh tertentu yang sensitif terhadap rangsangan.
Kelima fase perkembangan kepribadian adalah sebagai berikut
(Kuntojo, 2005:172—173).
a) Fase oral (oral stage): 0 sampai dengan 18 bulan. Bagian
tubuh yangsensitif terhadap rangsangan adalah mulut.
b) Fase anal (anal stage): kira-kira usia 18 bulan sampai 3 tahun.
Pada faseini bagian tubuh yang sensitif adalah anus.
c) Fase falis (phallic stage): kira-kira usia 3 sampai 6 tahun.
Bagian tubuh yang sensitif pada fase falis adalah alat kelamin.
d) Fase laten (latency stage): kira-kira usia 6 sampai pubertas.
Pada fase ini dorongan seks cenderung bersifat laten atau
tertekan
e) Fase genital (genital stage): terjadi sejak individu memasuki
pubertas dan selanjutnya. Pada masa ini individu telah

4
K.bertens, 2005, Psikoanalisis Sigmund Freud, Jakarta, PT Gramedia Pustaka Umum
8
mengalami kematangan pada organ reproduksi.5
6. Implikasi Teori Psikoanalisis dalam Pendidikan
Pada perkembangannya teori psikoanalisis banyak
diimplementasikan dalam dunia pendidikan. Beberapa di
antaranya diurai pada jabaran berikut ini. Pertama, berbicara
tentang konsep kecemasan yang dikemukakan oleh Freud, tentu
saja berkaitan pula dengan proses pendidikan. Kecemasan
merupakan fungsi egountuk memperingatkan individu tentang
kemungkinan suatu bahaya sehingga dapat disiapkan reaksi
adaptif yang sesuai. Dalam pendidikan, konsep kecemasan pada
tiap individu dapat diolah dan dikembangkan oleh para
pengajar/konselor demi kebaikan peserta didik. Dengan kosep ini
pula, peserta didik dibantu untuk menghargai diri dan oran lain
serta lingkungannya. Dengan kata lain, konsep kecemasan
diarahkan ke pendidikan ranah afektif atau karakternya.
Kedua, dalam ranah yang lebih luas, teori psikoanalisis
juga digunakan pada proses pendidikan yang berbasis kecerdasan
majemuk. Setiap individu memiliki kecerdasan yang berbeda-
beda. Tidak akan ada dua pribadi berbeda walaupun anak kembar
memiliki kecerdasan yang sama. Kecerdasan bukanlah
berpatokan pada angka-angka yang berkaitan dengan IQ.
Menurut Garner, ada beberapa kecerdasan yang ada pada
manusia, yaitu kecerdasan matematik, linguistik, kinestetik,
visual-spasial, musik, intra-personal, inter-personal, naturalistik,
dan eksistensial. Sebuah pendidikan seharusnya menjembatani
setiap kecerdasan yang dimiliki oleh peserta didik.
Mengembangkan bakat dan minat sesuai dengan kebutuhannya
tentu sejalan dengan teori Freud yang menyebut bahwa manusia
sebagai makhluk yang memiliki keinginan dan kebutuhan dasar.

5
H. Ja’far, 2015, Struktur Kepribadian Manusia Perspektif Psikologi dan filsafat, pysmathic:
Jurnal Ilmiah Psikologi
9
Ketiga, konsep psikoanalisis yang menyatakan bahwa
manusia merupakan makhluk yang memiliki kebutuhan dan
keinginan dasar. Dengan konsep ini, pengajar dapat
mengimplementasikannya ke dunia pendidikan. Berbagai elemen
dalam pendidikan dapat dikembangkan dengan berbasis pada
konsep ini. Kurikulum atau perangkat pembelajaran misalnya,
pendidik harus melakukan berbagai analisis kebutuhan dan tujuan
agar apa yang diajarkannya nanti sesuai dengan kebutuhan dan
perkembangan peserta didik. Hal ini sudah lumrah digunakan
dalam berbagai proses pendidikan dan penelitian pengembangan.
Keempat, berkaitan dengan agresivitas siswa, seorang
pendidik harus mampu mengontrol dan mengatur sikap ini agar
terarah menjadi lebih positif. Agresivitas dalam ilmu psikologi
merupakan wahana bagi siswa untuk memuaskan keinginannya
yang cenderung ke arah merusak, mengganggu, atau menyakiti
orang lain. Dengan kata lain agresivitas merupakan ungkapan
perasaan frustasi yang tidak tepat. Dalam hal ini, penyebab
munculnya tindakan agresivitas dapat berupa penilaian negatif
atau kata-kata yang menyakitkan. Jika siswa melakukan
kesalahan, tidak selayaknya dihukum dengan kata-kata kasar atau
hukuman lain yang justru akan melukai secara psikologis.
Treatment-nya terhadap kasus ini dapat dilakukan dengan
penjajakan secara personal, memberi sugesti dan wejangan, tidak
memberi hukuman tetapi memberi semacam kebebasan dalam
bertanggung jawab, dan membantunya dalam berinteraksi dengan
lingkungan sekitar.
Kelima, perlunya pendidikan inklusif di semua strata
pendidikan. Pendidikan inklusif merupakan pendidikan yang
tidak boleh membeda-bedakan terhadap peserta didik. Dalam hal
ini, sekolah harus mau menampung dan menerima siswa-siswa
yang memiliki kebutuhan khusus. Secara psikologis, anak yang

10
memiliki kekurangan semacam ini akan mengalami krisis
kepercayaan diri atau minder. Untuk mengurangi dan
menghilangkan rasa minder tersebut, sekolah harus menerima
ketunaan tersebut tanpa merasa sebagai bagian yang terpisah dari
masyarakat. Dengan pendidikan inklusif, permasalahan ini
diharapkan dapat membantu bagi anak-anak yang memiliki
keterbatasan.
Terakhir, konsep psikoanalisis yang diterapkan dalam
pendidikan adalah pendidikan yang bermuara pada penciptaan
kreativitas peserta didik. Saat ini kita berada pada era revolusi
teknologi informasi. Pada era ini, setiap manusia dituntut
memiliki kreativitas yang orisinil dan terbaik. Orang-orang yang
sukses pada masa ini adalah orang-orang yang memiliki
kreativitas tanpa batas. Tengoklah seperti pendiri facebook,
android, samsung, dan lain-lain. Mereka eksis dan sukses
mencapai puncak kejayaan karena memiliki inovasi dan
kreativitas yang mumpuni. Menurut Freud, kreativitas merupakan
bagian dari kepribadian yang didorong untuk menjadi kreatif jika
memang mereka tidak dapat memenuhi kebutuhan seksual secara
langsung. Berhubung kebutuhannya tidak terpenuhi maka
terjadilah sublimasi dan akhirnya muncullah imajinasi.
7. Kelebihan dan Kekurangan Teori Psikologi oleh Sigmund Freud
Kelebihan teori psikologi Sigmund Freud:
a. Teori Freud menawarkan suatu pandangan yang inovatif dan
berbeda tentang kepribadian manusia. Teori ini menyatakan
bahwa kepribadian manusia terdiri dari tiga bagian yaitu ego,
superego, dan id. Ego merupakan bagian kepribadian yang
bertanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan
seseorang sesuai dengan realitas, superego merupakan bagian
kepribadian yang mengontrol ego dengan menggunakan norma
dan nilai-nilai sosial, dan id merupakan bagian kepribadian

11
yang bertanggung jawab untuk mengeluarkan keinginan-
keinginan instingtif. Pandangan ini memberikan suatu cara
yang berbeda untuk memahami kepribadian manusia
dibandingkan dengan teori-teori lain yang lebih menekankan
pada kesadaran dan pemikiran seseorang.6
b. Teori ini memberikan suatu cara untuk memahami dan
menjelaskan perilaku yang tidak rasional atau tidak masuk
akal. Teori Freud menyatakan bahwa banyak perilaku yang
tidak rasional atau tidak masuk akal disebabkan oleh konflik
antara bagian-bagian kepribadian yang berbeda atau oleh
represi terhadap pengalaman masa lalu yang tidak disadari.
Dengan demikian, teori ini memberikan suatu cara untuk
menjelaskan perilaku yang sebelumnya tidak dapat dijelaskan
dengan teori-teori lain.
c. Teori ini membantu kita untuk memahami bagaimana
pengalaman masa lalu dapat mempengaruhi tingkah laku saat
ini. Teori Freud menyatakan bahwa banyak tingkah laku saat
ini disebabkan oleh pengalaman masa lalu yang tidak disadari.
Dengan demikian, teori ini membantu kita untuk memahami
bagaimana pengalaman masa lalu dapat. mempengaruhi
tingkah laku saat ini, dan bagaimana tingkah laku saat ini dapat
mempengaruhi pengalaman masa depan.
d. Teori ini telah menjadi dasar bagi banyak terapi psikologi,
seperti terapi psikoanalisis. Terapi psikoanalisis adalah salah
satu jenis terapi yang paling terkenal dan banyak digunakan
yang didasarkan pada teori Freud. Terapi ini menggunakan
teknik-teknik seperti asosiasi bebas, interpretasi mimpi, dan
free association untuk membantu seseorang mengidentifikasi
dan mengelola konflik-konflik yang terjadi di dalam

6
Calvin Hall S. 1980, Pengantar kedalam jiwa Sigmund Freud. Terj. S. Tasrif. Jakarta:
pembangunan
12
kepribadiannya. Dengan demikian, teori Freud telah
memberikan suatu cara efektif untuk mengelola masalah-
masalah kepribadian dan meningkatkan kesejahteraan
emosional seseorang.
e. Teori ini telah menginspirasi banyak penelitian dan
pengembangan teori di bidang psikologi.
Kekurangan teori psikologi Sigmund Freud:
a. Teori ini sering dianggap terlalu sederhana dalam menjelaskan
kepribadian manusia. Meskipun teori Freud menawarkan suatu
pandangan yang inovatif tentang kepribadian manusia.
beberapa orang menganggap bahwa teori ini terlalu sederhana
dalam menjelaskan kompleksitas kepribadian manusia. Teori
ini hanya menekankan pada tiga bagian kepribadian yaitu ego,
superego, dan id, yang mungkin tidak cukup untuk
menjelaskan kepribadian manusia yang lebih kompleks.
b. Teori ini sering dianggap terlalu deterministik, yang berarti
bahwa tingkah laku seseorang dianggap sepenuhnya
ditentukan oleh faktor-faktor yang terjadi di masa lalu. Teori
Freud menyatakan bahwa banyak tingkah laku seseorang
disebabkan oleh pengalaman masa lalu yang tidak disadari,
yang berarti bahwa tingkah laku seseorang dianggap
sepenuhnya ditentukan oleh masa lalu. Beberapa orang
menganggap bahwa pendekatan ini terlalu deterministik dan
tidak memperhitungkan peran yang dimainkan oleh faktor-
faktor seperti pilihan dan keputusan seseorang dalam
menentukan tingkah lakunya.
c. Teori ini sering dianggap terlalu berfokus pada masalah
seksual dan agresif. Teori Freud menyatakan bahwa banyak
tingkah laku seseorang disebabkan oleh konflik antara
keinginan seksual dan agresif dengan norma sosial yang
berlaku. Beberapa orang menganggap bahwa pendekatan ini

13
terlalu berfokus pada masalah seksual dan agresif dan kurang
memperhatikan peran yang dimainkan oleh faktor-faktor lain
dalam tingkah laku sescorang7.
d. Teori ini sering dianggap terlalu berfokus pada individu dan
kurang memperhatikan peran sosial dan kultural dalam tingkah
laku. Teori Freud berfokus pada bagaimana individu
memahami dan mengelola pengalaman masa lalu mereka,
tetapi kurang memperhatikan peran sosial dan kultural dalam
tingkah laku. Beberapa orang menganggap bahwa pendekatan
ini terlalu berfokus pada individu dan kurang memperhatikan
bagaimuna tingkah laku seseorang dipengaruhi oleh
lingkungan sosial dan kulturalnya.
e. Teori ini sering dianggap kurang memperhatikan
perkembangan dan perubahan yang terjadi selama hidup
seseorang. Teori Freud berfokus pada bagaimana individu
memahami dan mengelola pengalaman masa lalu mereka,
tetapi kurang memperhatikan bagaimana tingkah laku
seseorang berubah selama hidupnya. Beberapa orang
menganggap bahwa pendekatan ini kurang memperhatikan
perkembangan dan perubahan yang terjadi selama hidup
seseorang dan lebih berfokus pada bagaimana individu
dipengaruhi oleh pengalaman masa lalu mereka.

B. TEORI PSIKOSOSIAL ERIK H. ERIKSON


1. Biografi Erik Erikson
Erik Erikson dilahirkan pada 15 Juni 1902 di Danish dekat
kota Frankfurt, Jerman. Sejak lahir ia sudah tidak punya ayah
karena orangtuanya telah berpisah sehingga Erik dibesarkan
oleh ibunya. Mereka pindah ke Karlsruhe lalu ibunya menikah

7
Calvin Hall S. 1980, Pengantar kedalam jiwa Sigmund Freud. Terj. S. Tasrif. Jakarta:
pembangunan
14
dengan dr. Homburger yang berkebangsaan Jerman, ayah
kandung Erik sendiri orang Denmark. Saat itu Erik berusia 3
tahun dan pada awal remaja ia mengetahui bahwa nama sisipan
diberikan karena Homburger adalah ayah tirinya. Erik tidak
dapat menyelesaikan sekolah dengan baik karena
ketertarikannya pada berbagai bidang khususnya seni dan
pengetahuan bahkan ia sempat berpetualang sebagai artis dan
ahli pikir di Eropa tahun 1920-1927.8
2. Perkembangan Psikososial Erik H. Erikson
Salah satu ahli yang mendasari teorinya dari sudut sosial
ialah Erik H. Erikson dengan menyebut pendekatannya
“Psikososial” atau “Psikohistoris”. Erikson berusaha
menjelaskan bahwa ada hubungan timbal balik antara pribadi
dan kebudayaan sampai orang tersebut menjadi dewasa. Disini
terlihat bahwa lingkungan hidup seseorang dari awal sampai
akhir dipengaruhi oleh sejarah seluruh masyarakat karena
perkembangan relasi antara sesama manusia, masyarakat serta
kebudayaan semua saling terkait. Itu berarti tiap individu
punya kesanggupan untuk menyesuaikan diri dengan
lingkungan yang senantiasa berkembang dari orang-orang atau
institusi supaya ia bisa menjadi bagian dari perhatian
kebudayaan secara terus-menerus.
Erikson berusaha menemukan perkembangan psikososial
Ego melalui berbagai organisasi sosial dalam kelompok atau
kebudayaan tertentu. Ia mencoba meletakkan hubungan antara
gejala psikis, edukatif dan gejala budaya masyarakat. Dalam
penelitiannya, Erikson membuktikan bahwa masyarakat atau
budaya melalui kebiasaan mengasuh anak, struktur keluarga
tertentu, kelompok sosial maupun susunan institusional,

8
Erik H. Erikson. 1998, Identitas dan Siklus Hidup Manusia, Jakarta:Penerbit Gramedia
15
membantu perkembangan anak dalam berbagai macam daya
Ego yang diperlukan untuk menerima berbagai peran serta
tanggung jawab sosial.9
3. Sumber dan Dasar Teori Erikson
Latar belakang keluarga, pendidikan, agama, kebangsaan
serta profesi yang sempat mengacaukan identitasnya, berhasil
mendorong Erikson menciptakan formulasi konseptual tentang
terjadinya identitas. Setiap orang belajar melalui orang-orang yang
berpengaruh atas dirinya melalui peran relasi-relasi sosial yang
terjadi secara terus-menerus. Keterlibatan Erikson dengan lembaga
pendidikan Sigmund Freud’s menjadikannya banyak belajar
mengenai teori Psikoseksual. Itu sebabnya Erikson dikategorikan
sebagai ahli Neo-Freudian karena pandangannya merupakan
perluasan dari teori Freud.
4. Tahap-tahap Perkembangan Psikososial
Erikson berpendapat bahwa sepanjang sejarah hidup
manusia, setiap orang mengalami tahapan perkembangan dari bayi
sampai dengan usia lanjut. Perkembangan sepanjang hayat tersebut
diperhadapkan dengan delapan tahapan yang masing-masing
mempunyai nilai kekuatan yang membentuk karakter positif atau
sebaliknya, berkembang sisi kelemahan sehingga karakter negatif
yang mendominasi pertumbuhan seseorang. Erikson menyebut
setiap tahapan tersebut sebagai krisis atau konflik yang mempunyai
sifat sosial dan psikologis yang sangat berarti bagi kelangsungan
perkembangan di masa depan.

9
Erik H. Erikson. 1998, Identitas dan Siklus Hidup Manusia, Jakarta:Penerbit Gramedia
16
Delapan tahapan perkembangan tersebut sebagai berikut
1) Kepercayaan Dasar vs Ketidakpercayaan/Kecurigaan Dasar
Timbulnya kepercayaan dasar diawali dari tahap sensorik-
oral, di- tandai bayi dengan tidur tenang dan nyenyak, menyantap
makanan dengan nikmat, dan defekasi dengan mudah dan lancar.
Hal-penting yang perlu dipaparkan pada fase ini, yaitu:
a. Timbulnya rasa aman pada diri anak yang terjadi akibat in-
teraksi erat antara anak dan ibu.
b. Dasar perkembangan rasa aman adalah pengaruh kualitas
hubungan ibu dan anak bukan kuantitas makanan atau ben- tuk
kasih sayang yang berlebihan dari ibu kepada anak. Dari rasa
aman, tumbuh kepercayaan dasar terhadap dunia luar.
c. Apabila hubungan ibu dan anak tidak berkualitas akan timbul
rasa tidak aman dan selanjutnya tidak percaya terhadap dunia
luar ataupun sesama manusia sehingga timbul kecurigaan
dasar.
d. Apabila tidak memperoleh kepercayaan dasar akan timbul
gangguan kepribadian skizofrenia.
e. Apabila tidak memperoleh kepercayaan terhadap dunia luar
akan mengalami kepribadian skizoid, yaitu hanya melihat diri-
nya sendiri (introvert) dan akan terjadi depresi apabila men-
dapatkan stres.10
2) Kemandirian (Otonomi) vs Perasaan Malu dan Keragu-
raguan
Fase ini kurang lebih sejajar dengan fase anal menurut Freud. Hal-
hal penting yang perlu diketahui pada fase ini, yaitu:

10
Sunaryo, 2004, Psikologi untuk keprawatan, Jakarta, penerbit buku kedokteran EGC
17
a. Individu mulai belajar menegakkan otonomi, namun belum
dapat berpikir diskriminatif (membedakan) sehingga
diperlukan adanya bimbingan.
b. Di satu sisi, lingkungan mengharapkan anak dapat mandiri,
akan tetapi disisi lain ia mendapatkan perlindungan dengan
maksud agar anak terhindar dari rasa malu dan ragu.
c. Anak secara bertahap berusaha untuk belajar mengendalikan
diri secara mandiri.
d. Apabila berhasil tanpa kehilangan harga diri akan timbul rasa
kebanggaan dan percaya diri.
e. Apabila ia tidak diberikan kesempatan dan terlalu banyak dik-
endalikan dari luar akan timbul bibit rasa malu dan ragu yang
berlebihan.
f. Gangguan kepribadian akibat ketidakberhasilan pada fase ini
adalah anak memiliki kepribadian obsesif-kompulsif dan bila
parah memiliki kepribadian paranoid.
3) Inisiatif vs Rasa Bersalah
Pada fase ini, anak sangat aktif dan banyak bergerak serta mulai
mengembangkan kemampuan untuk hidup bermasyarakat. Hal-hal
penting yang perlu dipahami pada fase ini, yaitu:
a. Timbul inisiatif, yang ditandai anak sudah mulai merencana-
kan permainan bersama teman sebaya yang dilakukan dengan
gembira.
b. Adanya keseimbangan perkembangan fisik dan psikologis.
c. Sudah tertanam norma masyarakat yang diajarkan oleh orang
tua maupun lingkungannya.
d. Timbul rasa bersalah karena terjadi persaingan dengan orang
tua sejenis. Terjadi setelah dipahaminya norma masyarakat.
Timbul kebencian kepada orang tua karena orang tua melaku-

18
kan hal-hal yang semula dilarang dilakukan anak. Sisa konflik
yang dijumpai pada fase ini adalah reaksi histeris dan
psikosomatik.11
4) Berkarya vs Rasa Rendah Diri
Fase ini kurang lebih sejajar dengan fase laten menurut Freud.
Anak mulai memasuki pendidikan formal. Anak berusaha merebut
perhatian dan penghargaan atas karyanya. Hal-hal penting yang perlu
diketahui pada fase ini bahwa pada diri anak akan dijumpai:
a. Belajar menyelesaikan tugas yang diberikan guru atau
orang lain.
b. Mulai timbul rasa tanggung jawab.
c. Mulai senang belajar bersama. d. Timbul perasaan rendah
diri apabila dirinya kurang mampu dibanding temannya.
5) Identitas vs Kekacauan Identitas
Fase ini sejajar dengan fase remaja menurut Freud. Pada fase ini
dijumpai hal-hal sebagai berikut.
a. Berakhirnya fase kanak-kanak dan memasuki fase remaja.
b. Pertumbuhan fisik yang pesat dan mencapai taraf dewasa.
c. Orang tua sebagai figur identifikasi mulai luntur dan
mencari figur identifikasi lain.
d. Mulai ragu terhadap nilai-nilai yang selama ini diyakini
dan dianutnya.
e. Sering terjadi konflik pada saat mencari identitas diri
sehingga apa yang dialami pada fase anak muncul
kembali.
f. Dalam mencari identitas diri, anak sering mencoba
berbagai macam peran untuk mencari peran yang cocok
dengan dirinya.

11
Sunaryo, 2004, Psikologi untuk keprawatan, Jakarta, penerbit buku kedokteran EG
19
g. Sikap coba-coba ini tidak jarang menjerumuskan remaja
ke hal-hal negatif.
h. Kebingungan peran diri dapat menimbulkan kelainan
perilaku, yaitu kenakalan remaja dan mungkin juga
psikotik.
6) Keintiman vs Isolasi
Dapat disejajarkan dengan fase dewasa awal, yaitu
berakhirnya fase remaja. Hal-hal penting pada fase ini, yaitu:
a. Terjadi hubungan yang intim dengan pasangannya.
b. Terjadi hubungan tertutup dengan kedua orang tuanya.12
7) Perhatian terhadap Apa yang Diturunkan vs Kemandekan
Hal-hal yang penting pada fase ini, yaitu:
a. Adanya perhatian terhadap keturunan.
b. Adanya perhatian terhadap apa yang dihasilkan (produk-
produk).
c. Adanya perhatian terhadap ide-ide.
d. Pembentukan garis pedoman untuk generasi mendatang.
e. Tumbuh nilai pemeliharaan, yang ditandai dengan adanya
kepedulian, keinginan memberi perhatian, berbagi dan
mem-bagi pengetahuan, serta pengalaman kepada orang
lain.
f. Apabila pada fase ini pembentukan garis pedoman untuk
generasi yang akan datang lemah, individu akan
mengalami kemiskinan, kemunduran bahkan mungkin
mengalami kemandekan kepribadian.
g. Tugas perkembangan yang harus diselesaikan adalah
kreati- vitas berperan sebagai orang tua.

12
Sunaryo, 2004, Psikologi untuk keprawatan, Jakarta, penerbit buku kedokteran EGC

20
8) Integritas vs Keputusasaan
Integritas adalah keberhasilan dalam menyesuaikan diri terhadap
keberhasilan dan kegagalan dalam hidup. Hal-hal yang perlu
dimengerti pada fase ini, yaitu:
a. Apabila integritas tercapai, individu akan dapat
menikmati keuntungan dari ketujuh tahap sebelumnya dan
merasa bahwa kehidupan itu bermakna.
b. Individu menyadari gaya hidup individu lain, namun ia
tetap memelihara dan mempertahankan gaya hidupnya
sendiri.
c. Gaya hidup dan integritas kebudayaan merupakan warisan
jiwa.
d. Dapat timbul juga keputusasaan dalam menghadapi
perubah- an siklus kehidupan, kondisi sosial dan historis,
dan kefanaan hidup di hadapan kekekalan hidup
(kematian) sehingga ka- dang-kadang timbul perasaan
bahwa hidup tidak berarti bah- wa ajal sudah dekat,
ketakutan atau bahkan keinginan untuk mati.13
e. Tugas perkembangan yang harus diselesaikan, seperti
penye- suaian terhadap perubahan-perubahan dalam
siklus hidupnya dan menyiapkan diri untuk menuju alam
baka (kematian).
5. Kelebihan dan Kelemahan Teori Erikson
a. Kelebihan teori Erik Erikson
1) Teori erikson dikenal luas dikalangan profesional
maupun di masyarakat umum, dan delapan tahapan
perkembangannya banyak dikutip di literatur maupun
media populer.

13
Sunaryo, 2004, Psikologi untuk keprawatan, Jakarta, penerbit buku kedokteran EGC
21
2) Popularitasnya antara lain karena dia tidak menyerang
Freud, tetapi dia justru melengkapi teori perkembangan
dari Freud. Banyak pengamat yang memandang bahwa
karya erikson sebagai kelanjutan dari karya freud
b. Kelemahan teori Erikson
1) Erikson membangun teorinya terutama memakai prinsip
– prinsip etika yang tidak selalu didukung data ilmiah.
2) Erikson datang dari dunia seni sehingga melihat dunia
lebih sebagai seorang artis dari pada ilmuwan.
3) Erikson cenderung konservative, dalam arti bahwa
manusia itu berkembang dalam kerangka budaya yang
ada, bahwa perkembangan seharusnya tidak bertentangan
dengan etika, moral, dan ritualisasi yang di terima di
masyarakat secara luas.
4) Nilai ilmiah dari metodologinya sesungguhnya ada pada
beberapa metode pengukuran yang dia lakukan, observasi
terhadap anak-anak, dan analisis kesejarahan. Sayang
data-data yang dikumpulkannya termasuk data observasi
dideskripsi secara subjektif, dan dianalisis
secara subjektif .14
6. Implikasi dan Kritik terhadap Teori Erikson
Seperti tahap-tahap piaget, tidak semua orang mengalami krisi-krisis
Erikson dengan kadar yang sama atau pada waktu yang sama. Rentang
usia yang disebutkan disini mungkin melambangkan waktu terbaik bagi
suatu krisis untuk diselesaikan,tetapi bikan itu satu-satunya waktu yang
memungkinkan. Mislnya, anak yang terlahir dalam keluarga berantakan
yang tidak berhasil memberikannya rasa aman yang memadai mungkin
saja mengembangkan kepercayaan setelah diadopsi atau dibawa ke
lingkungan yang lebih stabil. Orang yang pengalaman sekolah

14
Sunaryo, 2004, Psikologi untuk keprawatan, Jakarta, penerbit buku kedokteran EGC

22
negatifnya dan memberinya rasa inferioritas, ketika dia memasuki dunia
kerja, mungkin saja dia menemukan bahwa dia dapat belajar dan bahwa
dia benar-benar mempunyai kemampuan yang bernilai, kesadaran yang
pada akhirnya dapat membantunya mengatasi krisis kemegahan versus
inferioritas yang telah diatasi orang lain pada tahun-tahun sekolah
dasarnya.
Teori Erikson menekankan peran lingkungan dalam meyebabkan
risis maupun dalam menentukan cara dalam mengatasi krisis itu. Tahap-
tahap perkembangan pribadi dan sosial dilanjutkan melalui interaksi
terus-menerus dengan orang lain dan dengan masyarakat sebagai
keseluruhan. Selama ketiga tahap pertama, interaksi terutama
berlangsung dengan orang tua dan anggota keluarga lain, tetapi sekolah
memainkan peran utama bagi kebanyakan anak pada tahap IV
(kemegahan versus inferioritas) dan tahap V (identitas versus
kebingungan peran).15
Teori Erikson menjelaskan masalah-masalah dasar yang dihadapi
orang ketika dia menjalani kehidupan. Namun, teorinya telah dikritik
karena teori tersebut tidak menjelaskan bagaiman atau mengapa orang
melangkah dari satu tahap ke tahap lain dan karena teori itu sulit
dipastikan melalui riset.16

C. Kritik Mengenai Teori Perkembangan Psikososial Yang Dianut Oleh


Erik-Erikson
Erikson adalah pengembang teori Freud dan mendasarkan
kunstruk teori psikososialnya dari psiko-analisas Freud. Kalau Freud
memapar teori perkembangan manusia hanya sampai masa remaja, maka
para penganut teori psiko-analisa (freudian) akan menemukan
kelengkapan penjelasan dari Erikson, walaupun demikian ada perbedaan

15
Calvin Hill, & garnerd Lindzey, 1993, Teori-teori Sifat dan Behavioristik, Yogyakarta:kanisius
16
Gusman Lesmana, 2021, Teori dan Pendekatan Konseling, UMSU press
23
antara psikosexual Freud dengan psikososial Erikson. Beberapa aspek
perbedan tersebut dapat dilihat di bawah ini:
Sigmund Freud Erik Erikson

Peranan/fungsi id dan ketidaksadaran Peran/fungsi ego lebih


sangat penting. Freud berpendapat ditonjolkan, yang berhubungan
bahwa Id menjadi daya dorong bagi dengan tingkah laku yang nyata.
segala perkembangan. Menurut Erikson, ego atau aspek
pkikologis adalah struktur
kepribadian manusia yang relatif
otonom, berkembang secara
sosial dan adaptif sehingga
mendorong perkembangan
manusia

Hubungan segitiga antara anak, ibu Hubungan-hubungan yang


dan ayah menjadi landasan yang penting lebih luas, karena
terpenting dalam perkembangan mengikutsertakan pribadi lain
kepribadian. yang ada dalam lingkungan hidup
yang langsung pada anak.
Hubungan antara anak dan orang
tua melalui pola pengaturan
bersama.

Freud tidak pernah secara langsung Berkaitan dengan pengujian teori,


dan sistematis menangani atau Erikson adalah psikoanalis anak
mengobati anak kecil sehingga pria yang pertama dimana
teorinya lebihberdasarkan data teorinya teruji melalui kontak
empiris yang diperolehnya sendiri. langsung dengan anak-anak
khususnya lewat permainan.

24
Orientasi patologik, mistik karena Orientasinya optimistik, kerena
berhubungan dengan berbagai kondisi-kondisi dari pengaruh
hambatan pada struktur kepribadian lingkungan sosial yang ikut
dalam perkembangan kepribadian. mempengaruhi perkembangan
Freud mengemukakan gambaran kepribadian anak bisa diatur.
manusia sebagai pribadi yang suram
dan pesimistis dimana sikap positif
hanya sebagai penyamaran dari
dimensi negatif.

Timbulnya berbagai hambatan dalam Konflik timbul antara ego dengan


kehidupan psikisnya karena konflik lingkungan sosial yang disebut
internal, antara id dan super ego. dengan konflik sosial.

Solusi yang ditawarkan Freud dalam Pemikiran Erikson mengarah


memecahkan masalah ialah pada masa depan serta daya-daya
mengembalikan fenomena psikis penyembuhan yang sedang
kepada trauma awal yang terjadi pada berpengaruh dalam setiap
masa lampau yang dialami seseorang manusia.
pada masa anak.

Freud memfokuskan teorinya Erikson berpendapat bahwa


berdasarkan daya-daya naluri infra- perspektif psikososial yang
psikis yang berada di dalam diri memperhitungkan faktor ekstern
setiap orang. menjadi aspek penting yang ikut
menentukan perkembangan dan
pembentukan identitas seseorang.

Namun demikian teradapat persamaan antara teori Erikson dan


Psikoseksual Freud sebagai tokoh yang lebih suka disebut “psikolog Ego
pasca-Freudian”, Erik mempunyai beberapa kesamaan pandang dengan
Freud sebagai panutannya:

25
1) Sebagaimana Freud, Erik melihat realitas serta urutan semua tahap
dalam perkembanga setiap individu sebagai hal yang tidak berubah
karena sudah ditentukan sebelumnya.
2) Erik juga mengakui adanya struktur kepribadian triganda manusia17
yang terdiri dari tiga komponen yaitu Id, Ego dan Superego.Pengakuan
terhadap akar dan dasar seksual serta biologis sebagai kecenderungan
motivasional dan kepribadian selanjutnya.
3) Menyetujui bahwa rencana dasar kepribadian manusia ditandai oleh
berbagai hal tetap seperti: konflik traumatis yang mungkin
berhubungan dengan menyusui anak, pembuangan air seni atau feses,
penegasan diri falis pada anak laki-laki maupun sifat mudah menerima
pada anak perempuan.

17
Calvin Hill, & garnerd Lindzey, 1993, Teori-teori Psikodinamika (klinis), Yogyakarta:kanisius
26
BAB III
KESIMPULAN

Teori psikoanalisis adalah salah satu teori yang membahas tentang


hakikat dan perkembangan bentuk kepribadian yang dimiliki oleh
manusia. Unsur utama dalam teori ini adalah motivasi, emosi dan aspek
kepribadian lainnya. Dasar teori psikoanalisis adalah mengasumsikan
bahwa kepribadian akan mulai berkembang saat terjadi konflik-konflik
dari aspek-aspek psikologi itu sendiri.
Hal tersebut dilakukan Freud saat kajian ilmu psikologi ini
memprioritaskan penelitian atas kesadaran dan memandang kesadaran
sebagai aspek utama dalam kehidupan mental. Gagasan Sigmund Freud
adalah menyatakan bahwa kesadaran itu hanyalah bagian kecil saja dari
kehidupan mental. Sedangkan bagian terbesarnya adalah justru
ketidaksadaran atau alam tak sadar. Freud menggambarkan alam sadar
dan tak sadar ini seperti bentuk gunung es yang terapung. Ukuran
bentuk bagian gunung es yang muncul ke permukaan air yakni alam
sadar ukurannya jauh lebih kecil dibandingkan bagian gunung es yang
tenggelam, yakni alam tak sadar

Salah satu ahli yang mendasari teorinya dari sudut sosial ialah Erik
H. Erikson dengan menyebut pendekatannya “Psikososial” atau
“Psikohistoris”. Erikson berusaha menjelaskan bahwa ada hubungan
timbal balik antara pribadi dan kebudayaan sampai orang tersebut
menjadi dewasa. Disini terlihat bahwa lingkungan hidup seseorang dari
awal sampai akhir dipengaruhi oleh sejarah seluruh masyarakat karena
perkembangan relasi antara sesama manusia, masyarakat serta
kebudayaan semua saling terkait. Itu berarti tiap individu punya
kesanggupan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan yang
senantiasa berkembang dari orang-orang atau institusi supaya ia bisa
menjadi bagian dari perhatian kebudayaan secara terus-menerus.

27
Erikson berusaha menemukan perkembangan psikososial Ego
melalui berbagai organisasi sosial dalam kelompok atau kebudayaan
tertentu. Ia mencoba meletakkan hubungan antara gejala psikis,
edukatif dan gejala budaya masyarakat. Dalam penelitiannya, Erikson
membuktikan bahwa masyarakat atau budaya melalui kebiasaan
mengasuh anak, struktur keluarga tertentu, kelompok sosial maupun
susunan institusional, membantu perkembangan anak dalam berbagai
macam daya Ego yang diperlukan untuk menerima berbagai peran serta
tanggung jawab sosial.

28
DAFTAR PUSTAKA

Ardiansyah dkk, 2022, jurnal Kependidikan kajian Psikoanalisis


Sigmund Freud, FKIP Universitas Samawa.
Alwisol, 2004, Psikologi Kepribadian, UMM Press.
Erik H. Erikson. 1998, Identitas dan Siklus Hidup Manusia,
Jakarta:Penerbit Gramedia.
Hall, Calvin S. 1980, Pengantar kedalam jiwa Sigmund Freud. Terj. S.
Tasrif. Jakarta: pembangunan.
Hill, Calvin & garnerd Lindzey, 1993, Teori-teori Psikodinamika
(klinis), Yogyakarta:kanisius.
Hill, Calvin & garnerd Lindzey, 1993, Teori-teori Sifat dan
Behavioristik, Yogyakarta:kanisius.
K.bertens, 2005, Psioanalisis Sigmund Freud, Jakarta, PT Gramedia
Pustaka Umum.
Savitra Khanza, 2021 , konsep psikoanalisis Sigmund Freud, Portal
SPADA Universitas Sebelas Maret.
Sunaryo, 2004, psikologi untuk keprawatan, Jakarta, penerbit
buku kedokteran EGC.
Lesmana, Gusman, 2021, Teori dan Pendekatan
Konseling, UMSU press.

29
30

Anda mungkin juga menyukai