Motivasi seksual merupakan hal penting dalam psikoanalisis. Freud menyatakan bahwa seks itu tidak
hanya berhubungan dengan organ-organ tertentu saja, tapi seluruh bagian tubuh bisa menjadi sumber
kepuasan seksual. Freud percaya bahwa seluruh bagian tubuh bersifat erotogenic sensitif terhadap
stimulasi seksual. Walaupun demikian, dalam menjelaskan perkembangan psikoseksual, Freud ternyata
hanya menunjuk pada beberapa organ tertentu saja, seperti bibir, anus, dan alat kelamin. Menurut Freud
(Hergenhahn, 2009), manusia mengalami tahap-tahap perkembangan psikoseksual yang setiap
tahapannya memiliki sumber kepuasan seksualnya. Pada setiap tahapannya, anak memiliki
kecenderungan untuk menstimulasi organ- organ erotiknya untuk mendapatkan kesenangan seksual atau
"autoerotic". Tahapan yang sumber kepuasan seksualnya berasal dari mulut disebut oral stage; tahapan
yang sumber kepuasan seksualnya berasal dari anus disebut anal stage; tahapan yang sumber kepuasan
seksualnya bersumber dari alat kelamin disebut phallic stage dan genital stage. Selain keempat tahapan
tersebut, Freud menambahkan satu tahapan antara pallic stage dan genital stage, yaitu latency stage.
1) Oral stage, Oral stage dimulai pada usia 0 sampai 18 bulan. Organ tubuh yang menjadi sumber
kepuasan seksual berasal mulut, lidah, bibir, dan sekitarnya. Pada usia ini, anak biasanya suka menghisap,
mengemut, menjilat, atau mengunyah. Anak selalu memainkan benda apa pun dengan mulutnya.
Pemenuhan yang berlebihan atau kurang akan mengakibatkan munculnya fiksasi. Orang yang mengalami
fiksasi pada masa ini bisa menjadi orang yang suka makan atau minum berlebihan, agresif secara verbal
dan juga sinis .
2) Anal stage. Anal stage dimulai pada usia 18 sampai 36 bulan. Organ tubuh yang menjadi sumber
kepuasan anus. Untuk mendapatkan kepuasan seksual dari anus ini mendapatkan tantangan dari norma
sosial, seperti toilet training. Fiksasi pada masa ini akan menyebabkan munculnya karakter anal seperti
jorok, boros, dermawan, perfeksionis, dan lain-lain.
3) Phallic stage. Pallic stage dimulai pada usia 3 sampai 6 tahun. Organ tubuh yang menjadi sumber
kepuasan adalah alat kelamin, baik pada laki-laki maupun perempuan. Menurut Freud, Phallic stage
merupakan tahapan yang paling penting. Sebab, pada tahapan inilah munculnya Oedipus Complex dan
Castration Anxiety. Freud berkeyakinan bahwa pada tahapan ini anak laki-laki menunjukkan ketertarikan
kepada ibunya, dan menganggap ayahnya sebagai rival sehingga muncul kecemasan akan dikebiri oleh
ayahnya yang dianggapnya lebih superior. Konsep Freud mengenai Oedipus Complex ini sebenarnya
berdasarkan analisis yang dilakukan terhadap dirinya sendiri (self analysis). Ketika kecil, Freud memang
mengakui bahwa dirinya menyukai ibunya dan cemburu terhadap ayahnya. Istilah Oedipus Complex
sendiri diambil dari mitos yang berkembang di masyarakat Yunani. Oedipus adalah seorang raja yang
menikahi ibunya, dan membunuh ayahnya. Menurut Freud, untuk mengatasi Oedipus complex tersebut,
anak kemudian berusaha mengidentifikasikan dirinya terhadap orangtua yang jenis kelaminnya sama
sehingga kemudian membentuk superego anak. Anak perempuan mengidentifikasikan dirinya terhadap
ibunya, dan anak laki-laki mengidentifikasikan dirinya terhadap ayahnya. Dengan identifikasi ini, secara
simbolik, anak bisa menjadi seperti ayahnya sehingga ia bisa berbagi dengan ayahnya dan juga bisa
menghindarkan diri dari ancaman kastrasi ayahnya.
4) Latency stage. Latency stage dimulai pada usia 6 sampai 12 tahun Latency stage berakhir sampai usia
puber. Tahapan ini ditandai dengan ketertarikan terhadap peer group dan memiliki rasa ingin tahu yang
sangat besar . Aktifitas fisik anak begitu menonjol. Ketertarikan seksual terhadap lawan jenis sudah mulai
muncul, tapi tidak diperlihatkan.
5) Genital stage. Genital stage dimulai pada usia 12 tahun ke atas. Pada tahapan ini, anak sibuk dalam
menjalin relasi dengan teman sebayanya dan terlibat dalam aktivitas sosial. Dorongan seksual menjadi
lebih intens, dan anak berlajar untuk menjalin relasi dengan lawan jenis. Viney dan King (2003)
menyebutkan bahwa genital stage ini bertujuan untuk reproduksi dan aktivitas sosial serta kerja.
Dalam teorinya entang “animal magnetism” Mesmer mengatakan bahwa dalam dirinya terdapat
“currative power of magnetic iron”( daya penyembuhan magnetis ) yang timbul dari semacam cairan
yang terdapat dalam dirinya yang dapat disalurkannya keluar melalui sebatang sebatang besi berani
kepada pasien yang membutuhkan pengobatan.
Sebagai seorang dokter, Mesmer berminat sekali pada teknik terapi yang berbau mistik ini, karena di
samping ilmu kedokterannya Mesmer juga mempelajari teologi ( ilmu ketuhanan ).
Persona menunjuk pada topeng yang dipakai seseorang ketika berinteraksi dengan dunia luar. Persona ini
merupakan sistem yang kita pakai ketika berinteraksi dengan lingkungan sosial dengan persona tersebut,
kita hanya menampilkan sebagian kepribadia yang memang ingin diketahui oleh orang lain, dan
menyembunyikan sebagiannya lagi. Menurut Schultz dan Schulz (2011), ketika berinteraksi dengan orang
lain, setiap orang pasti menggunakan persona, dan kita hanya menampilkan apa yang ingin diketahui oleh
orang lain sehingga apa yang kita tampilkan belum te tenta menggambarkan kepribadian kita
sesungguhnya. Dalam arsitektur psikis menurut Jung, persona ini merupakan bagian paling luar yang
berfungsi melindungi ego dari keterbukaan .
Berbeda dengan Persona, Anima dan Animus merupakan archetypes yang berkaitan dengan
kecenderungan kita untuk memiliki karakteristik jenis kelamin yang berseberangan. Anima berarti
seorang laki-laki selain memiliki karakteristik maskulin, juga memiliki karakteristik feminim, sebaliknya
Animus berarti seorang perempuan selain memiliki karakteristik feminim juga memiliki karakteristik
maskulin. Jadi, konsep anima dan animus Jung menunjukkan bahwa kita itu memiliki dua karakteristik,
baik feminim maupun maskulin.
Menurut Jung, manusia pun memiliki kecenderungan untuk bertentangan dengan nilai-nilai moral.
Archetype yang mengendalikan kecenderungan tersebut adalah shadow. Shadow ini merupakan bagian
gelap dari diri manusia, dan merupakan warisan dari zaman sebelum. Menurut Schultz dan Schultz
(2011), shadow terdiri dari aktivitas dan keinginan yang bertentangan dengan moralitas, dan tidak dapat
diterima secara sosial. Walaupun demikian, shadow ini tidak selamanya negatif. Sisi positif dari shadow
adalah dapat membuat manusia bertindak spontan, kreatif, mempunyai insight, dan mengalami emosi
yang dalam.
Terakhir, adalah archetype yang mengitegrasikan dan menjaga kesimbangan semua aspek ketidaksadaran,
serta menjaga stabilitas dan kesatuan dari kepribadian seseorang, yaitu self. Self ini merupakan archetype
yang paling penting.
• Tipologi Psikologis
Jung menyebutkan bahwa kesadaran itu memiliki sika dan fungsi yang berbeda. Ketika berinteraksi
dengan lingkungan, sikap seseorang bisa diorientasikan ke dalam dirinya atau ke luar dirinya. Orang yang
energinya (libido) diarahkan dan terfokus pada sesuatu yang ada di luar dirinya, baik orang atau kejadian,
disebut orang yang memiliki tipe psikologi ekstravert (biasa disingkat E), sedangkan orang yang
energinya diarahkan dan terfokus ke dalam dirinya disebut dengan introvert (biasa disingkat I). Orang
dengan tipe E memiliki karakteristik yang mudah bergaul (sociable), ekspresif, banyak bicara (talkative)
menyukai tugas-tugas kelompok, dan lebih bagus belajar dengan mendengarkan, sedangkan orang dengan
tipe I lebih suka menahan diri, pendiam dan tidak banyak bicara, lebih baik belajar dengan membaca, dan
lebih suka berkerja secara mandiri.
Menurut Jung, sikap seseorang terhadap lingkungannya tersebut bisa dipengaruhi fungsi kesadaran, yaitu
bagaimana suatu informasi diterima dan bagaimana suatu keputusan diambil. Suatu informasi bisa
diterima melalui fungsi indrawi atau melalui intuisi. Orang yang menerima informasi dengan
menggunakan fungsi indranya disebut dengan tipe Sensing (biasa disebut tipe S) dan orang yang
menerima informasi dengan menggunakan intuisi atau ketidaksadaran disebut dengan tipe Intuition (biasa
disebut tipe N). Seperti halnya bagaimana suatu informasi diterima, bagaimana suatu keputusan diambil
pun terdiri dari dua tipe yang saling bertentangan. Ada orang yang mengambil keputusan dengan
menggunakan pertimbangan kognitif, dan ada orang menggunakan pertimbangan perasaan. Orang
mengambil keputusan dengan pertimbangan kognitif disebut dengan tipe Thinking (biasa disebut tipe T),
sedangkan orang yang mengambil keputusan dengan pertimbangan perasaan disebut dengan tipe Feeling
(biasa disebut tipe F).
1. Honey memang mengakui bahwa pengalaman masa kecil merupakan sesuatu yang penting. Namun,
Horney percaya bahwa manusia mempunyai kuasa untuk mengubahnya.
2. Jika Freud lebih menekankan pada faktor ketidaksadaran yang berpengaruh pada manusia, Horney
justru lebih menekankan pada pengaruh situasi. Seperti, bagi Horney, basic anxiety terbentuk karena
lingkungan bukan karena pengaruh insting atau dorongan tidak sadar lainnya.
3. Horney berkeyakinan bahwa gangguan mental lebih dikarenakan masalah- masalah interpersonal dan
hubungan sosial, bukan karena konflik intrapsikis seperti yang disampaikan Freud.
4. Horney percaya bahwa pembentukan kepribadian seseorang lebih banyak dipengarhi budaya, daripada
faktor-faktor biologis. Termasuk pandangannya mengenai karakteristik gender. Perempuan sering merasa
inferior, katanya, bukan karena penis envy, tapi karena secara kultural cenderung merendahkan
perempuan.
5. Berbeda dengan Freud yang percaya adanya tahap-tahap perkembangan, Horney justru menolaknya.
Menurutnya, kecenderungan anak apa anal ataupun oral lebih banyak dipengaruhi oleh pola asuh
orangtua.
Horney, menyebutkan tiga mekanisme yang mungkin dilakukan oleh seorang anak dalam mengadaptasi
kecemasannya tersebut.
Pertama, ada anak yang menyampaikan keberatannya secara langsung kepada orangtuanya (moving
toward). Anak yang mengambil cara ini disebut dengan compliant style yang didasari oleh kebutuhan
untuk menghadapi dan mengekspresikan kebutuhannya untuk mendapatkan persetujuan, kasih sayang,
penghargaan, penerimaan dan afeksi.
Kedua, ada anak yang mengambil cara dengan menunjukkan permusuhan terhadap orangtuanya (moving
againt). Anak yang mengambil cara ini disebut dengan hostile style yang didasari dengan kebutuhan akan
kekuasaan, prestige, pujian, dan prestasi.
Ketiga, ada anak yang mengambil jarak dari orangtuanya (moving away). Anak yang mengambil cara ini
disebut detached style, yang didasari kebutuhan untuk mandiri dan mengambil jarak.