Kelompok 1 :
Nadia Nufida Aflaha (1521900034)
Farah Almas Riyanthi (1521900036)
Ainur Fadilah (1521900046)
Okky Nur Safitri (1521900050)
Mahard Setia Barata (1521900053)
C. Dinamika Kepribadian
1. Dinamika Kepribadian Menurut Sigmund Freud
Menurut Freud dinamika kepribadian didasarkan pada konversi energi, yang mana
disini dinyatakan bahwa energi dapat berubah dari energi fisiologis pada energi psikis
ataupun sebaliknya. Energi psikis adalah energi yang digunakan dalam kegiatan
psikologis, seperti berfikir. Penghubung antara kedua energi (energi fisiologis dan energi
psikologis) adalah id dan instink-instinknya.
a. Insting
Insting merupakan kumpulan hasrat atau keinginan (wishes). Dalam
kenyataan, insting hanya merefleksikan sumber-sumber kepuasan badaniah atau
kebutuhan-kebutuhan (needs). Tujuan dari insting-insting adalah mereduksi
ketegangn (tention reduction) yang dialami sebagai suatu kesenangan.
Freud mengklasifikasikan insting ke dalam dua kelompok, yaitu:
Insting hidup (life instink: eros)
Insting hidup merupakan motif dasar manusia yang mendorongnya untuk
bertingkah laku secara positif atau konstruktif. Insting ini berfungsi untu melayani
tujuan manusia agar tetap hidup dan mengmbangkan rasnya. Insting ini meliputi
dorongan-dorongan jasmaniah, seperti: seks, lapar, dan haus. Insting ini juga
dinyatakan atau diwujudkan dalam berbagai komponen budaya kreatif, seperti:
seni lukis, music, kerja sama, dan cinta. Energi yang bertanggung jawab bagi
insting hidup adalah libido. Libido ini bersumber dari erotogenic zones yaitu
bagian-bagian tubuh yang sangat peka terhadap rangsangan (bibir,/mulut, dubur
dan organ seks) yang apabila dimanipulasi dengan dngan cara tertentu (sentuhan)
akan menimbulkan perasaan nikmat (menyenangkan). Contohnya mentee akan
menimbulkan kenikmatan oral, buang hajat akan menimbulkan kenikmatan anal,
dan pijitan akan menimbulkan knikmatan genital. Pada masa bayi atau anak,
insting ini (seks) relative terlepas satu sama lainnya, sedangkan pada masa remaja
cenderung melebur dalam melayani tujuan reproduksi secara bersamaan.
Insting mati (death instink: tahnathos)
Insting ini merupakan motif dasar manusia yang mendorongnya untuk bertingkah
laku yang bersifat negative atau destruktif. Freud meyakini nahwa manusia
dilahirkan dengan membawa dorongan untuk mati (keadaan tak bernyawa =
inanimate state). Pendapat ini didasarkan kepada prinsip konstanti dari Fencher
yaitu semua bahwa semua proses kehidupan itu senderung kembali kepada dunia
yang anorganis. Kenyataan manusia akhirnya mati, oleh karena itu tujuan hidup
adalah mati. Hidup itu sendiri tiada lain hanya perjalanan kearah mati. Dia
beranggapan bahwa insting ini merupakan sisi gelap dari kehidupan manusia.
Derivative dari insting ini adalah tingkah laku agresif, baik secara verbal maupun
non-verbal
Insting mempunyai empat macam karakteristik, yaitu:
Sumber Insting, yang menjadi sumber insting yaitu kondisi jasmaniah, yang jadi
kebutuhan.
Tujuan insting, tujuan insting adalah menghilangkan rangsangan kejasmanian.
Sehingga ketidak-enakan yang timbul karena adanya tegangan yang disebabkan
oleh meningkatnya energi dapat ditiadakan. Misalnya tujuan insting lapar (makan)
ialah menghilangkan kadaan kekurangan makanan, dengan cara makan.
Obyek insting, ialah segala aktivitas yang mengantarai keinginan dan
terpenuhinya keinginnan itu. Jadi tidak hanya terbatas pada bendanya saja, tetapi
termasuk pula cara-cara memenuhi kbutuhan yang timbul karena insting itu.
Pendorong atau penggerak insting, adalah kekuatan insting itu, yang tergantung
kepada intensias (besar-kecilnya) kebutuhan, misalnya semakin lapar orang
(sampai batas tertentu) penggerak insting makannya semakin besar.
b. Kecemasan atau Ketakutan
Kecemasan dipandang sebagai komponen pokok dinamika kepribadian. Kecemasan
ini mempunyai peranan sentral dalam teori psikoanalisis. Kecemasan digunakan oleh
ego sebagai isyarat adanya bahaya yang mengancam. Freud mengklasifikasikan
kecemasan ke dalam tiga tipe, yaitu sebagai berikut:
Kecemasan realistis
Kecemasan objektif atau realitas (realistic anxiety) adalah sebuah ketakutan
terhadap ancaman dunia luar atau perasaan takut terhadap bahaya-bahaya yang
nyata (real) yang berada di lingkungan. Contoh kecemasan objektif yaitu gempa
bumi, angin topan, dan bencana yang sejenis. Kecemasan realitas memberikan
tujuan positif untuk memandu perilaku kita untuk melindungi dan menyelamatkan
diri kita dari bahaya yang aktual.
Kecemasan neurotis
Kecemasan neuritis (neurotic anxiety) adalah sebuah respon terhadap letusan
yang mengancam dari dorongan ide ke dalam kesadaran. Kecemasan ini
berkembang berdasarkan pengalaman masa anak yang terkait dengan hokuman
atau ancaman dari orang tua. Ketika seseorang mengalami kecemasan neurotic,
orang tersebut merasa takut akan hukuman yang maya (hayalan) dari orang tua
atau orang lain yang mempunyai otoritas secara maya pula untuk memuaskan
dorongan instingnya.
Kecemasan moral
Kecemasan moral (moral anxiety) adalah sebuah ketakutan sebagai hasil dari
konflik antara id dan superego. Essensinya, kecemasan moral adalah ketakutan
dari kesadaran seseorang. Ketika seseorang termotivasi untuk mengekspresikan
sebuah impuls instingtual yang berlawanan dengan pola moral, superego akan
membalas dendam dengan membuat ita merasa malu atau bersalah. Perbedaan
kecemasan moral dan kecemasan neurotic adalah perbedaan prinsip yakni :
tingkat kontrol ego. Pada kecemasan moral orang tetap rasional dalam
memikirkan masalahnya berkat energi superego, sedangkan pada kecemasan
neurotik orang dalam keadaan distres terkadang panik sehingga mereka tidak
dapat berpikir jelas dan energi id menghambat penderita kecemasan neurotik
membedakan antara khayalan dengan realita.
Kecemasan moral didasarkan juga pada realitas. Anak-anak dihukum karena
melanggar kode moral orangtuanya dan orang dewasa dihukum karena melanggar
kode moral masyarakat. Kecemasan memberi sinyal kepada individu bahwa ego
sedang terancam dan jika tidak ada tindakan yang diambil, maka ego akan jatuh. Jika
tidak ada satupun dari
2. Dinamika Kepribadian Menurut Carl G. Jung
Dibagian dinamika kepribadian ini, kita akan melihat gagasan Jung tentang
Kausalitas dan teleology dan tentang progresi dan regresi.
a. Kausalitas dan Teleologi
Kausalitas meyakini bahwa peristiwa-peristiwa masa kini , memiliki asal-usul
di dalam pengalaman-pengalaman sebelumnya. Freud sangat meyakini sudut pandang
kausal dalam penjelasannya dalam perilaku orang dewasa berdasarkan pengalaman-
pengalaman sebelumnya.Freud sangat meyakini sudut pandang kausal dalam
penjelasannya mengenai perilaku orangdewasa berdasarkan pengalaman-pengalaman
masa kanak-kanak awal mereka.Sebaliknya, teleologi meyakini bahwa peristiwa-
peristiwa masa kini dimotivasikan olehtujuan dan aspirasi-aspirasi kedepan yang
mengarahkan tujuan seseorang. Adler memegang pandangan ini , menegaskan bahwa
manusia dimotivasikan oleh persepsi-persepsi sadar dan tidaksadar mengenai tujuan-
tujuan akhir fiksional. Penekanan Jung terhadap keseimbangan bisa dilihatdalam
konsepnya tentang mimpi.
b. Progresi dan Regresi
Adaptasi pada dunia luar melibatkan aliran maju energy psikis yang disebut
progresi,sedangkan adaptasi dengan dunia batin mengandalkan arus mundur energy
psikis yang disebut regresi.
Keduanya progresi dan regresi sangat esensial, jika manusia ingin mencapai
pertumbuhan individual atau realisasi-diri. Progresi mencakup seseorang yang
bereaksi secarakonsisten berdasarkan seperangkat kondisi lingkungan, sedangkan
regresi adalah langkah munduryang dibutuhkan demi tercapainya suatu tujuan sampai
berhasil.Regeresi dicontohkan dalam krisis paruh baya Jung, dimana selama periode-
periode ituhidup psikisnya bergerak kedalam menuju alam bawah sadar dan menjauh
dari pencapaian keluarapa pun yang signifikan. Jung yakin bahwa langkah regeresif
dibutuhkan untuk menciptakansebuah kepribadian yang seimbang dan untuk tumbuh
menuju perealisasian-diri.
F. Model Psikoanalisa
Tujuan diadakannya konseling menurut psikoanalisa meliputi:
1. Membawa klien dari dorongan-dorongan yang ditekan (ketidaksadaran) yang
mengakibatkan kecemasan kea rah perkembangan kesadaran intelektual.
2. Menghidupkan kembali masa lalu klien dengan menembus konflik yang direpress.
3. Memberikan kesempatan pada klien untuk menghadapi situasi yang selama ini ia gagal
mengatasinya.
4. Memperkuat ego sehingga mampu mengontrol impuls insting dan memperbesar
kapasitas individu untuk mencintai dan berkarya.
5. Membentuk kembali struktur kepribadian klien dengan jalan mengembalikan hal-hal
yang tak disadari menjadi sadar kembali, dengan menitikberatkan pada pemahaman dan
pengenalan pengalaman-pengalaman masa kanak, terutama usia 2-5 tahun, untuk ditata,
didiskusikan, dianalisis, dan ditafsirkan sehingga kepribadian klien bisa direkonstruksi
lagi.
Esensi terapi dengan pendekatan psikoanalitik adalah agar klien mengetahui apa yang
ada di ketidaksadarannya. Karena psikoanalisa memandang bahwa psikopatologi muncul
ketika konflik tidak terselesaikan pada fase psikoseksual. Psikopatologis dipandang sebagai
masalah dalam tahapan perkembangan individu pada saat melewati tahap-tahap psikoseksual.
Jadi kejadian tertentu pada masa awal perkembangan akan menjadi peristiwa traumatik yang
berpengaruh hingga dewasa.
Perbedaan pendapat antara Freud dan Jung dalam melihat psikopatologi
Freud Jung
Cara pandangnya mengarah
Libido dan seksual Dorongan dan seksual
pada
Konflik terjadi Masa kanak-kanak Sepanjang hidup
Collective unconsciousness
Ketidaksadaran karena Libido
dan pengaruh lingkungan
Analisis mimpi dan asosiasi
Treatment Hipnosis
bebas
G. Analisa Kasus
Kasus Pertama
Sdr. N (laki-laki) merupakan anak ke 4 dari 4 bersaudara dan ketiga kakaknya
adalah perempuan. N sangat dekat dengan kakak-kakanya karena mereka merasa N adalah
adik laki-laki satu-satunya. Kedekatannya dengan kakaknya ini membuat N sangat familiar
dengan barang-barang milik perempuan seperti perlengkapan mandi, fashion, mainan, dll.
Disamping itu, N juga sangat dekat dengan ibunya. Ibunya memiliki toko bahan dan
perlengkapan kue. Sejak SD sepulang sekolah N membantu ibunya untuk menjaga toko
tersebut. Kehidupan ekonomi keluarganya bergantung pada toko itu karena ayah dan ibunya
telah bercerai semenjak N berusia 3 tahun.
N lulus dari S1 pada usia 22 tahun dan langsung mendapat pekerjaan disuatu bank
swasta nasional. Ia tidak mengalami hambatan dalam bekerja. Ia cepat belajar dan mampu
mengimbangi ritme kerja yang intens dan cepat.
Ketika ia memasuki semester VII perkuliahan, ibunya didiagnosa menderita penyakit
kanker otak. Dan, cepat, dalam kurun 6 bulan ibunya meninggal dunia meski sempat
mendapat perawatan dirumah sakit dan menjalani berbagai jenis pengobatan. Disisi lain,
ketiga kakaknya sudah berkeluarga dan memiliki kehidupan masing-masing.
N sangat ramah dan sopan ketika menjalin hubungan sosial dengan rekan-rekan
kerjanya. Satu waktu ada kasus dimana AO perempuan di bank tempat ia bekerja merasa
ada barangnya yang hilang. Seperti sisir, jepit rambut dan pembalut. Diawal tidak ada yang
curiga dan mengambil kesimpulan kalau mungkin lupa meletakkan barang. Sampai pada
akhirnya di cek melaui CCTV perusahaan dan didapati yang mengambil barang-barang
tersebut adalah si N tadi.
Ia mengambil dan mennyimpan barang tersebut dengan alasan mewakili keberadaan
ibu dan kakaknya. Ia merasa nayman dengan hal-hal tersebut. Ia lebih memilih mengambil
daripada membeli karena ada aroma si pemakainya.
Analisis Psikoanalisa
Kasus diatas dapat ditangangi dengan konseling psikoanalisa. Teknik konseling ini
menggunakan analisis transferensi, yaitu dengan menjadikan konselor sebagai peran utama
pada masa lalu klien. Klien akan mengalihkan semua perasaan dan harapan masa lalu yang
telah direpresinya. Hal ini akan menghidupkan kembali konflik masa lalu yang mencakup
cinta, seksualitas, kebencian, kecemasan klien yang terpapar pada masa sekarang. Memang
untuk teknik ini, konselor harus bisa memberikan batasan yang pas dan tepat dengan klien.
Tahap Pembukaan Transferensi Tahap pertama yang dilakukan konselor untuk membangun
hubungan awal dengan klien dan mencari tahu pokok
permasalahan klien. Selain data yang didapatkan saat
berbicara dengan klien langsung, data pendukung bisa
dilakukan dengan data keluarga atau lingkungan sekitar.
Pada tahap ini juga klien akan dijelaskan terkait beberapa
kode etik dan hak tanggungjawab antara masing-masing
pihak.
Transferensi Tahap kedua ini klien mulai mengekspresikan perasaannya
pada konselor secara langsung. Hal ini akan berlangsung
bertahap dan berkelanjutan semakin dalam. Konselor
segera mengidentifikasi dinamika kepribadian yang ada
dihadapannya, agar mengerti hal yang dapat dilakukan
kedepannya tepat. Perlakuan ini dapat membuat klien
memiliki ketergantungan emosi pada konselor.
Resolusi Transferensi Tahap ketiga merupakan keadaan dimana konselor mulai
memberikan dorongan atas semua ketergantungan dan
ikatan emosi yang terjadi pada sesi sebelumnya. Konselor
wajib menumbuhkan kemandirian klien atas diri dan
dinamika kepribadian yang terbentuk.
Pertemuan dalam konseling ini tentu tidak berjalan 1 (satu) sampai 3 (tiga) hari saja,
namun dapat menyesuaikan kebutuhan klien. Tujuannya memang sampai semua represi dari
masa lalu dapat tersalurkan dengan baik dan memberikan dorongan untuk mendapatkan
otonomi penuh klien atas dirimnya sendiri.
Teknik ini dipilih agar dapat memfasiltasi kebutuhan N dalam menangani kecemasan
yang tumbuh dari kerinduan akan sosok Ibunya. Kecemasan ini membuatnya banyak
melakukan hal yang melanggar hukum, seperti mencuri benda-benda wanita disekitarnya.
Ditinjau dari struktur kepribadian menurut Freud, maka dapat dilihat sebagai berikut:
1. Id
Id beroperasi dengan prinsip kesenangan (pleasure principle), fungsi id adalah untuk
mencapai kesenangan dan menghindari ketidakpuasan. Id sangat egois, struktur pencarian
kesenangan, primitif, tidak bermoral, pemaksa, dan terburu-buru. Dilihat dari kasus N
yang telah diuraikan diatas, ia mencari kesenangan untuk menenangkan dirinya dalam
kaitannya dengan perasaan ingin bertemu dengan orang tuanya (ibu). Keinginan yang
kuat itu membuat ia tidak mengindahkan nilai-nilai moral sehingga membuat ia
melakukan tindakan yang amoral.
2. Ego
Ego memiliki kemampuan untuk mengerti dan memanipulasi lingkungannya dengan cara
yang praktis dan menjalankannya dengan prinsip kenyataan (reality principles). Ego yang
dimiliki oleh sdr. N yang nampak ialah perilakukanya dalam melakukan pencurian
tersebut. Ia mencoba melakukan hal-hal yang menuntunnya pada kesenangan yang ia
harapkan dengan melihat dan menyesuaikan dengan realitias yang ia alami, dalam hal ini
ialah lingkungan tempat ia bekerja yang kebanyakan rekan kerjanya adalah wanita.
3. Super ego
Superego berisikan kesatuan dari nilai-nilai moral dan kepercayaan yang didapat semasa
kanak-kanak. Nilai-nilai mengenai yang mana yang buruk dan yang baik. Pada kasus N,
ia mengindahkan nilai-nilai mengenai mana yang baik dan mana yang buruk, sehingga
membuat ia melakukan hal yang amoral. Superego bukan untuk menunda keinginan sang
pencari kesenangan melainkan untuk menghambat mereka apabila tidak sesuai dengan
prinsip-prinsip kebenaran dalam realitas. Apa yang sdr. N lakukan juga menunjukkan
bahwa ego-ideal ia tidak terbentk dengan sempurna.
Ditinjuau dari segi dinamika kepribadian menurut Freud, maka dapat dilihat sebagai
berikut:
1. Insting Hidup (life instink: eros)
Insting ini berfungsi untu melayani tujuan manusia agar tetap hidup dan mengembangkan
rasnya.Insting ini meliputi dorongan-dorongan jasmaniah, seperti: seks, lapar, dan haus.
Energi yang bertanggung jawab bagi insting hidup adalah libido. Dilihat dari kasus N
yang diuraikan diatas, ia memiliki insting atau dorongan jasmaniah untuk mengambil
barang perempuan dengan tujuan menimbulkan perasaan puas (menyenangkan). Karena
kepuasan seks dapatdiperoleh bukan hanya dari organ genital dan cara mencapainya juga
berfariasi.
2. Insting mati mendoronguntuk merusak diri sendiri. Defriatif dari insting ini adalah
tingkah laku agresif serupa dengan dorongan seksual agresi bersifat fleksibel. Dari kasus
N ini ia mendapatkan dorongan untuk bertingkah laku agresif karena dorongan seksual
yang diwujudkan dengan melakukan pencurian benda-benda tersebut.
Kasus kedua
Korupsi massal mengguncang Kota Malang, Jawa Timur. Modusnya, uang pelicin
untuk pembahasan APBD Perubahan 2015. Pelakunya, hampir seluruh anggota DPRD
Kota Malang periode 2014-2015 dan melibatkan Wali Kota Malang periode 2013-2018 M
Anton.
Hal itu dipaparkan dalam surat dakwaan untuk anggota DPRD Kota Malang yang
sedang menjalani persidangan di Pengadilan Tipikor Surabaya. Sejauh ini, total 41
anggota dewan, Wali Kota Moch Anton dan seorang pejabat Pemkot Malang sudah
meringkuk sebagai tahanan.
Kasus bermula saat Rapat Paripurna I penyampaian dokumen Kebijakan Umum
Anggaran dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) APBD-P 2015.
Disampaikan oleh Wali Kota Malang M Anton di Gedung DPRD Kota Malang pada 25 Juni
2015.
Rapat Paripurna pembahasan KUA-PPAS yang melibatkan eksekutif dan legislatif
itu berlanjut pada 6 Juli 2015. Agendanya, penyampaian pendapat Badan Anggaran DPRD
Kota Malang dan pendapat fraksi-fraksi.
Sebelum rapat dimulai, Ketua DPRD di ruangannya bersama para pimpinan fraksi
bertemu dengan Wali Kota Malang M Anton, Wakil Wali Kota Malang Sutiaji, dan
Sekretaris Daerah Cipto Wiyono. Saat itulah anggota dewan meminta uang pokok pikiran
(pokir).
Uang pokir itu sebagai imbalan agar pembahasan APBD-P Kota Malang 2015
berjalan lancar. Anton menyanggupinya dan memerintahkan Sekda Cipto Wiyono untuk
mencarikan uang pokir. Tahap berikutnya, Cipto memerintahkan pejabat Dinas PUPPB
untuk mengumpulkan duit pokir itu.
Jarot Edy Sulistiyono, Kepala Dinas PUPPB mengumpulkan uang sebesar Rp 700
juta dari para rekanan. Pada 14 Juli 2015, uang pokir itu diserahkan ke Arif Wicaksono,
Ketua DPRD Kota Malang di rumah dinasnya. Berikutnya, uang dibagikan kepada seluruh
anggota dewan.
Pada 22 Juli 2015, Rapat Paripurna dengan agenda Pendapat Akhir Fraksi DPRD
Kota Malang pun menyetujui rancangan APBD Perubahan 2015 yang diajukan Pemkot
Malang. Proyek multiyears senilai Rp 98 miliar yang diajukan pemkot pun diloloskan
dewan.
Selain suap itu, KPK juga menduga seluruh anggota DPRD Kota Malang menerima
gratifikasi lainnya total senilai Rp 5,8 miliar. Serta ‘uang sampah’ sebesar Rp 300 juta
yang dibagikan pada semuanya untuk memuluskan proyek di TPA Supit Urang.
Analisis Psikoanalisa
Penulis memfokuskan kasus pada perilaku korupsi. Dan dari kasus di atas, terdapat
fakta bahwa perilaku korupsi telah dilakukan banyak orang. Berikut merupakan analisisnya.
Psikoanalisamenekankan pada pentingnya perkembangan masa kanak individu.
Menurut Freud, masa kanak-kanak memegang peran penting dalam menentukan,
membentuk kepribadian, dan tingkah laku individu ketika dewasa kelak.
Freud menyatakan bahwa di fase oral, individu menggunakan mulutnya untuk
merasakan kenikmatan. Oleh karenanya seorang bayi hampir selalu memasukkan setiap
benda yang dipegangnya ke mulutnya untuk merasakan kenikmatan. Sedangkan di fase anal,
seorang anak akan memperoleh kenikmatan ketika ia mengeluarkan sesuatu dari anusnya.
Anak menyukai melihat tumpukan kotorannya dan dapat berlama-lama di toilet. Dan orang
tua dapat memainkan perannya melalui apa yang disebut toilet training.Orang tua dapat
melakukan fungsi kontrol agar anak dapat menahan hasratnya untuk berlama-lama
memperoleh kenikmatan tersebut. Di fase phalic, anak cenderung memperoleh kenikmatan
dengan memainkan alat kelaminnya. Sedangkan di fase laten, anak mulai melupakan
tahapan memperoleh kenikmatan karena sudah memasuki usia sekolah, mengingat mereka
telah memiliki teman dan permainan baru. Dan terakhir adalah fase genital, dimana
perkembangan menuju kedewasaan mencapai puncaknya.
Tahap-tahap perkembangan kepribadian tidak dengan sendirinya berjalan mulus
untuk setiap anak. Bisa saja terjadi, seorang anak akan terhambat dalam perkembangan
kepribadiannya. Usia bertambah tapi kepribadiannya masih dalam tahap perkembangan dini.
Freud menyebutnya sebagai fiksasi. Penyebabnya beragam, bisa karena orang tua,
lingkungan sosial, maupun konflik mental.
Dari gambaran penjelasan Freud di atas, pada dasarnya manusia adalah mahluk yang
selalu gandrung dan suka mencari kenikmatan, sekaligus suka menghindari penderitaan.
Korupsi adalah godaan kenikmatan terbesar selain perselingkuhan. Ini dapat dimengerti
sebab semua tahapan perkembangan kepribadian dalam psikoanalisa Freud menunjukkan
bahwa manusia selalu bermain-main dengan kenikmatan meski itu kotor sekalipun.
Perkembangan kepribadian yang gagal pada waktu masa kanak-kanak, akan menyebabkan
orang lebih mudah tergoda melihat setumpuk uang meskipun uang itu milik orang lain.
Ada korelasi antara tahapan perkembangan kepribadian anak dengan kondisi setelah
dewasa. Bila pada tahap-tahap itu terjadi fiksasi atau hambatan perkembangan kepribadian,
maka kepribadian itulah yang dibawanya sampai ia besar nanti. Sifat serakah, adalah sifat
dari orang yang memang terhambat dalam perkembangan kepribadiannya. Terutama ketika
seorang anak terhambat dalam tahap kepribadian anal. Seorang anak yang mengalami
hambatan kepribadian pada fase anal, ketika besar akan mempertahankan kepribadian anal.
Karakter orang ini ditandai dengan kerakusan untuk memiliki. Ia merasakan kenikmatan
dalam pemilikan pada hal-hal yang material.
Fase anal ditandai oleh kesenangan anak melihat kotoran yang keluar dari anusnya.
Kini, kotoran telah diganti benda lain. Benda itu dapat berwujud uang, mobil, rumah,
saham, berlian, emas, intan, dan benda kenikmatan lainnya. Koruptor adalah anak kecil
dalam tubuh orang dewasa. Badannya besar, namun jiwanya kerdil. Untuk
menyembuhkannya, maka perlu dihilangkan hambatan itu. Kesenangannya mengumpulkan
harta adalah simbol perilaku menyimpang akibat terhambatnya perkembangan kepribadian
di masa kanak-kanak.
Sistem pengawasan keuangan yang tidak ketat, mendorong orang yang gagal dalam
perkembangan masa kanak-kanaknya, gampang memanipulasi angka, bebas berlaku curang,
dan peluang korupsipun terbuka lebar.
DAFTAR PUSTAKA
Bucklew, J. (1962). Paradigms for psychopathology: A contribution for case history analysis.
(New York : J.B. Lippincot Company)
Carson, C.R.,&Butcher, J. N. (1992). Abnormal psychology and modern life(9th ed.). (New
York: Harper-Collin Publisher Inc)
Coleman, J. C. (1978). Abnormal psychology and modern life (5th ed.). (Bombay: Private Ltd)
Davidson, G.C.,& Neale, J.M. (1994). Abnormal psychology. (New York: John Wiley & Sons,
Inc)
Feist, J., & Feist, G. J. (2009). Theories of Personality (7th ed.). (New York: McGraw-Hill)
Gerald, Corey. (2005). Theory and Practice of Counseling and Psychoterapy. (USA: Thompson
learning)
Gunarsa, S.D. (1996). Konseling dan Psikoterapi. (Jakarta:Gunung Mulia)
Hartosujono. Diktat Psikologi. (Yogyakarta: Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa)
James F. Brennan, (2006). Sejarah dan Sistem Psikologi, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Prsada)
Liputan 6. (2018). Ini kronologi korupsi massal DPRD Kota Malang. Diunduh 13Maret, 2020,
dari https://www.liputan6.com/news/read/3638042/ini-kronologi-korupsi-massal-dprd-
kota-malang
Palmer, Stephen. (2011). Konseling Psikoterapi diterjemahkan dari Introduction to Counselling
and Psychotherapy. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar)
Schultz, D. P., & Sydney E. S. (2005). Theories of personality. (Belmont: Wadsworth)
Suryabrata, Sumadi. (1986). Psikologi Kepribadian, (Jakarta: Rajawali)
Yusuf, Syamsu dan A. Juntika Nurihsan, (2012). Teori Kepribadian, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya)