Anda di halaman 1dari 30

MAKALAH PSIKOANALISA

Kelompok 1 :
Nadia Nufida Aflaha (1521900034)
Farah Almas Riyanthi (1521900036)
Ainur Fadilah (1521900046)
Okky Nur Safitri (1521900050)
Mahard Setia Barata (1521900053)

Diserahkan Kepada Dosen


Dra. Adnani. Budi Utami, Msi. Psikolog
Sebagai Tugas dari Matakuliah
Teori dan Metode Psikologi

PROGRAM STUDI MAGISTER PSIKOLOGI


FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945
SURABAYA
2020
BAB I

A. Sejarah Aliran Psikoanalisa


1. Awal Mula Psikoanalisa
Psikoanalisa merupakan salah satu aliran psikologi yang populer. Berkembang
awal dari Jerman pada abad ke-19 dengan pelopor bernama Sigmund Freud. Beliau
merupakan dokter yang cerdas. Saat itu perkembangan psikoanalisa sangat dipengaruhi
oleh perkembangan pandangan seksualias di Vienna. Iklim masyarakat pada zaman itu
cenderung memiliki pemikiran terbuka dengan seksualitas. Di samping itu, masyarakat
juga sedang membahas penuh Hedonisme. Berbondong-bondong mencari kebahagiaan
dan kesenangan, hingga menghindari rasa sakit.
Kontribusi Freud dalam meperbaiki penangan abnormalitas mental dan berilaku
dipengaruhi banyak hal. Saat itu gannguan mental masih dipandang sebagai gejala ilmu
hitam. Ilmu sihir terus menjadi penjelasan yang masuk akal dan diterima masyarakat
untuk mmenjawab gangguan mental pada individu. Perlakuan yang diberikan pada
individu yang mengalami ganggu mental kurang manuasiawi. Para pasien gangguan
mental akan diperlakukan layaknya penjahat, dipenjara, dikucilkan dari masyarakat.
Upaya penanganan yang lebih manusiawi mulai bermunculan, seperti Philippe Pinel
(1745-1826) yang menjadi kepala rumah sakit di Paris dan Dorohea Dix (1802-1887)
yang menjalankan kampanye perbaikan kondisi orang sakit mental yang tinggal di
penjara dan rumah-rumah miskin.
Freud memulai psikoanalisa dari kajian pertamanya menangani gangguan hysteria
pada Anna-O bersama sahabatnya Breur. Perkembangan psikoanalisa berjalan seiring
dengan Freudian. Bahkan penganut Freudian sendiri menjadi pengembang teori yang
lebih kompleks dan menjawab berbagai keinginan masyarakat. Diantaranya, Alferd
Adler, Carl Gustav Jung, Harry Stack Sullivan, Karen Horney,Erich Formm dan lainnya.
2. Tokoh-tokoh
a. Sigmund Freud
Merupakan pencetus psikoanalisa pertama, bahkan sering disebut Bapak
Psikoanalisa. Freud lahir di Freiberg, Moravia pada 6 Mei 1856. Freud merupakan
keturunan Jerman yang menganut atheism dan memilih menjadi Yahudi. Ketika usia
14 tahun, ia dan keluarganya pindah ke Wina, Austria. Hingga ia menghabiskan masa
hidupnya dengan istri dan anaknya di Wina.
Dari kecil Freud memang pintar dan cerdas dari pada kedelapan saudara
kandungnya. Kecedasan dan prestasinya membuatnya mendapatkan dukungan penuh
dari orang tua, terlihat jelas perbedaan fasilitas yang diberikan oleh keluarganya demi
menunjang pendidikan Freud. Freud mengambil pendidikan kedokteran di
Universitas Wina, hal ini merupakan jalan yang paling memungkinkan karena saat itu
Anti-Semitisme sedang ramai. Freud pun menjadi korban anti-Yahudi dan tidak dapat
mengenyam pendidikan yang lebih baik di luar Wina.
Freud sangat aktif dalam penelitian dibidang kesehatan dan pertama kali
secara formal mengikuti kuliah Franz Bretano yang membuatnya menganal psikologi
pada masa itu. Kasus pertama yang ditangani dalam gangguan mental yaitu kasus
Anna-O. Freud bersama dengan sahabatnya Breur menangani kasus tersebut. Anna-O
mengalami gangguan saraf, dengan simtom-simtom histerikal yang parah. Freud
memutuskan menggunakan metode hypnosis untuk menangani kasus Anna-O.
Namun, dalam praktiknya dari hypnosis ada pengalaman-pengalaman tertentu yang
tidak dapat diingat ketika pasien sadar. Digunakanlah talking care dan katarsis dalam
penanganan berkelanjutan selama lebih dari setahun. Penanganan Anna-O berhenti
ketika transferensi positif perasaan emosional antara pasien dan terapis dirasa tidak
wajar.
Dalam melanjutkan pekerjaannya, Freud lebih memfokuskan diri pada
katarsis dari pada hypnosis. Hal ini karena ada tiga hal yang membuat hypnosis tidak
bisa digunakan secara umum pada pasien, yaitu:
b. Alfred Adler
Adler lahir di Wina pada tahun 1870 dari keluarga yang cukup. Adler
Menyelesaikan pendidikan dokternya pada tahun 1895. Adler merupakan pengikut
pertama Freud dalam kajiannya tentang psikoanalisa. Namun, Adler secara perlahan
mulai mengkritik secara terbuka teori psikoanalisa Freud, terutama yang menekankan
pada seksualitas. Adler jelas menolak kekauan system Freud. Dalam perjalanannya
Adler mengembangkan alternatif cara pandang dari psikoanalisa. Adler
memperkenalkan dorongan bukan merupakan negatif dari represi namun, lebih
kepada tarikan individu pada hal positif untuk dirinya sendiri. Kondisi inferior
individu saat lahir, membua individu tidak berhenti memperbaiki diri dan mencari
kesempurnaan (superioritas) bahkan keutuhan diri. Adler memperkenalkan cara
pandangnya sebagai psikologi individual. Dalam pandangannya, individu cenderung
akan melihat kedepan, pengharapan masa depan yang menuju kesempurnaan.
Pengharapan ini disebut “finalisme” karena bersifat tidak nyata dan tidak dapat
dicapai, namun berguna sebagai ekspresi kolektif tujuan hidup individu. Kritik teori
yang sama dengan Freud juga diterima oleh Adler, bahwa kurangnya empiristik dan
kurangnya nilai prediktif atas teori tersebut.
c. Carl Gustav Jung
Jung lahir di Swiss pada tahun 1875. Pendidikanya bergelar dokter dari
Universitas Basel pada tahun 1900. Berpindah dan menetaplah ia setelah itu di Zurich
untuk menangani pasien. Perkenalan awal dengan psikoanalisa ia dapatkan dari
membaca buku “The Interpretation of Dreams” milik Freud. Jung sendiri merupakan
Fredian dan bersama Adler menemani Freud mendatangi Amerika untuk memberikan
kuliah terbuka di Universias Clark. Dalam perjalannya menjadi Freudian, Jung diduga
menjadikan Freud sebagai obyek analisis kritis dan membuat mereka tidak akur.
Hingga saat Jung diberikan tanggungjawab sebagai Presiden Asosiasi Psikoanalitik
Internasional, ia mengundurkan diri dan memilih mengembangkan dengan cara lain.
Jung melanjutkan penelitiannya pada bagian Barat Amerika Serikat, Afrika, Australia
dan Amerika Tengah. Konsep psikoanalisa yang dipaparkan oleh Jung adalah konsep
sama dengan Freud, yaitu tujuan utama kepribadian adalah keseimbangan antara
kesadaran dan ketidaksadaran. Jung mengenalkan ketidaksaran personal yang dapat
dikontrol penuh kesadaran. Ketidaksadaran Jung ini menjelaskan bagian kompleks
dari perasaan tertentu yang menciptakan respon behavioral yang menyimpang.
Baginya kepribadian yang sehat akan hadir ketika individu dapat melewati dan
menyelesaikan hambatan-hambatan selama perkembangan kepribadian dari kanak-
kanak hingga dewasa. Begitulah individu akan mencapai keutuhan diri dan integrase
penuh.
B. Struktur Kepribadian
1. Struktur Kepribadian Menurut Sigmund Freud
a. Konsep Mengenai Conscious dan Unconscious
Dalam teori psikoanalisa dinyatakan bahwa hampir sebagian besar perilaku
dipengaruhi oleh kekuatan dari unconscious dan energi fisik yang kita miliki juga
banyak digunakan untuk menemukan ekspresi yang sesuai dalam unconscious.
Sigmund Freud membagi kepribadian ke dalam tiga tingkatan kesadaran:
 Alam sadar (conscious)
Kita sadar akan segala sesuatu yang ada di sekitar kita, yang dapat kita lihat dan
rasakan. Mencakup semua sensasi dan pengalaman yang kita sadari. Freud
menganggap alam sadar itu aspek yang terbatas karena hanya porsi kecil dari
pikiran, sensasi, dan ingatan yang siaga di alam sadar. Ia menghubungkan pikiran
dengan sebuah gunung es dimana alam sadar berada di ujung es yang terapung.
 Alam pra-sadar (preconscious)
Bagian dimana kita dapat menjadi sadar jika kita menghadirkannya. Waktu yang
diperlukan untuk membawa informasi ke tahap conscious inilah yang disebut
sebagai preconscious.Merupakan gudang dari memori, persepsi, dan pikiran kita
dimana kita tidak secara sadar, siaga setiap waktu tetapi kita dapat dengan mudah
memanggilnya ke alam kesadaran.
 Alam bawah sadar (unconscious)
Proses mental yang terjadi tanpa adanya conscious atau mungkin terjadi dengan
adanya pengaruh yang khusus.Merupakan fokus dari teori psikoanalisa. Bagian
yang besar di dasar gunung es yang tidak kelihatan yang merupakan rumah dari
instink, pengharapan, dan hasrat yang mengarahkan perilaku kita dan tempat
penyimpanan kekuatan yang tidak dapat kita lihat dan kita kendalikan.
Teori psikoanalisa lebih terfokus pada unconscious dikarenakan keinginan–
keinginan yang bersifat merangsang. Gagasan dalam psikoanalisa menyatakan bahwa
kita memiliki tujuan untuk melindungi diri dari keinginan-keinginan yang
diasosiasikan dengan pikiran dan kesenangan, dan kita mencapai tujuan ini dengan
menjaga gagasan tersebut di luar kesadaran, menyimpannya jauh di dalam
unconscious. Unconscious bersifat alogical (tidak masuk akal), mengabaikan ruang
dan waktu.

The Motivated Conscious


Teori yang menyatakan bahwa sebagian perilaku kita ditentukan oleh
pengaruh conscious. Jika keinginan-keinginan yang kita miliki tidak tersalurkan,
maka akan timbul ketidaknyamanan dan rasa sedih. Dan untuk menghindari itu
semua, kita membuang pikiran-pikiran tersebut dari ketidaksadaran. Beberapa pikiran
yang dapat menyebabkan kesedihan akan dibuang dari consciousness seperti
kenangan traumatik, perasaan cemburu, permusuhan atau keinginan untuk melakukan
hubungan seksual dengan orang yang ditakuti, dan keinginan untuk menyakiti
seseorang yang dicintai.
Bukti apa yang mendukung bahwa bagian unconscious ada dalam bagian
pikiran? Dimulai dari observasi yang dilakukan Freud, ia menyadari pentingnya
unconscious setelah mengobservasi fenomena hipnotis. Dalam metode hipnotis,
mereka menampilkan perilaku di bawah perintah tanpa “diketahui” oleh conscious.
Karena itu, Freud melanjutkan penelitian terapinya. Ia menemukan bahwa memori
dan harapan-harapan terjadi bukan hanya karena merupakan bagian dari
consciousness tetapi “dilupakan dengan sengaja” pada unconscious kita.
Segala tingkah laku kita, menurut Freud bersumber pada dorongan-dorongan
yang terletak jauh di dalam ketidaksadaran. Karena itu, Psikologi Freud disebut juga
Psikologi Dalam (Depth Psychology). Selain itu, teori Freud disebut juga sebagia
Teori Psikodinamik (Dynamic Psychology), karena ia menekankan kepada dinaika
atau gerak mendorong dari dorongan-dorongan dalam ketidaksadaran itu ke
kesadaran. Perbedaan psikodinamika dari Freud dan Lewin adalah bahwa Freud lebih
mementingkan gerakan dorongan-dorongan dalam diri, sedangkan Lewin lebih
mementingkan gerakan kekuatan-kekuatan di luar diri (objek-objek di lingkungan)
yang saling tarik-menarik karena masing-masing mempunyai nilai positif atau negatif
terhadap individu, sekalipun sebenarnya Lewin mengakui pula adanya dinamika
dalam diri individu yang disebabkan kekuatan-kekuatan dari unsur-unsur yang ada
dalam diri individu tersebut (misalnya motivasi).
b. Id, Ego, dan Superego
Pada tahun 1923, Freud mengembangkan model struktural yang lebih formal
bagi psikoanalisa. Freud memperkenalkan tiga struktur dasar dalam anatomi
kepribadian yang masing-masing mempunyai fungsi yang berbeda, yaitu:
 Id
Id merupakan tempat penyimpanan instink dan libido. Id merupakan struktur yang
kuat dari kepribadian karena id menyediakan energi bagi kedua komponen lain.
Instink berhubungan langsung dengan pemenuhan kebutuhan fisik dan berusaha
untuk memenuhinya. Id beroperasi dengan prinsip kesenangan (pleasure
principle), fungsi id adalah untuk mencapai kesenangan dan menghindari
ketidakpuasan. Id berjuang untuk mencapai kepuasan yang cepat dan tidak
mentoleransi keterlambatan untuk kepuasan tersebut untuk alasan apapun. Id
sangat egois, struktur pencarian kesenangan, primitif, tidak bermoral, pemaksa,
dan terburu-buru.
Id tidak memiliki kesiagaan kepada realitas. Cara satu-satunya id untuk mencoba
memenuhi kebutuhannya adalah dengan cara tindakan refleks dan pengharapan
halusinasi atau pengalaman khayalan yang disebut Freud sebagai primary process
thought dimana kenyataan dan khayalan tidak dapat dibedakan. Aspek dari
primary process thought ini terlihat dalam mimpi, dimana karakteristik dari
orang-orang dan objek yang berbeda dikombinasikan, peristiwa terjadi dengan
cepat.
Seseorang harus berusaha belajar untuk menunda pemenuhan id untuk
menghindari konsekuensi dari pemenuhan id dengan cara berpikir secara rasional
terhadap dunia luar untuk mengembangkan kekuatan persepsi, pengenalan,
penilaian, dan memori yang disebut Freud sebagai secondary process thought.
Penjumlahan karakteristik dari rasionalitas ini akan dimasukkan ke struktur
kepribadian Freud yang kedua, yaitu ego.
 Ego
Ego memiliki kecenderungan untuk siaga akan kenyataan. Ego memiliki
kemampuan untuk mengerti dan memanipulasi lingkungannya dengan cara yang
praktis dan menjalankannya dengan prinsip kenyataan (reality principles).
Ego adalah yang paling rasional di antara kepribadian. Tujuannya bukan untuk
mencegah impuls-impuls id tetapi untuk membantu id untuk memgurangi
ketegangan yang besar dari id. Oleh karena ego yang siaga akan relitas, ego
memutuskan kapan dan bagaimana insting dari id dapat dipuaskan. Ia
memutuskan perilaku yang cocok dan yang dapat diterima oleh masyarakat,
waktu, tempat dan objek yang dapat memuaskan impuls id. Ego tidak mencegah
id untuk dipuaskan. Ego hanya menunda, mengarahkan dalam kondisi yang
diinginkan oleh realitas. Dengan cara ini ego mengontrol impuls id. Mengontrol
dan menunda fungsi dari ego harus sering dilatih secara konstan. Atau impuls id
akan mendominasi dan tidak terkendali oleh ego yang rasional.
 Super Ego
Prinsip ketiga yaitu superego yang berisi kesatuan dari nilai-nilai moral dan
kepercayaan yang kita dapat semasa kanak-kanak. Ide kita tentang yang mana
yang buruk dan yang baik. Sisi moral dari kepribadian ini biasanya dipelajari
sewaktu kita berumur 5-6 tahun. Terdiri dari seperangkat aturan-aturan yang
diturunkan oleh orang tua kita. Melewati hukuman, pujian dan juga contoh, anak-
anak belajar perilaku yang mana yang dianggap baik dan buruk oleh orang tua
mereka. Perilaku yang mana yang dihukum membentuk “conscience”, satu bagian
dari superego. Bagian kedua dari superego adalah ego-ideal , yang memuat
tentang perilaku yang baik dan benar dimana anak-anak dipuji.
Dengan cara ini anak-anak belajar seperangkat aturan menghasilkan penerimaan
ataupun penolakan dari orang tua mereka. Seiring berjalannya waktu pengajaran
ini akan terinternalisasi, dan hadiah serta hukuman menjadi hukum bagi dirinya
sendiri. Kontrol dari orang tua akan digantikan dengan kontrol dari diri sendiri.
Kita menjadi berprilaku kurang lebih seperti yang diinginkan orang sekitar kita
dengan berpedoman pada moral yang ditanamkan tadi. Hasil dari internalisasi ini,
kita merasa bersalah ataupun malu ketika kita melakukan ataupun memikirkan
perilaku yang berlawanan dengan kode etik ini.
Tujuan dari superego bukan untuk menunda keinginan sang pencari
kesenangan melainkan untuk menghambat mereka. Superego tidak berjuang
untuk mencari kesenangan seperti id ataupun memiki tujuan yang realistis seperti
ego. Id menekan kepuasan, ego mencoba untuk menundanya dan superego
mengagungkan moralitas di atas semua. Seperti id, superego tidak mau
berkompromi dengan keinginannya.

2. Struktur Kepribadian Menurut Carl Jung


a. Ego
Jiwa sadar yang terdiri atas persepsi, ingatan, pikiran, dan perasaan sadar. Ego
berada dala kesadaran jiwa
b. Ketidaksadaran pribadi dan kompleks-kompleks
 Pengalaman-pengalaman sadar yang direpresikan, disupresikan, dilupakan atau
diabaikan
 Pengalaman-pengalaman yang lemah untuk membentuk kesan sadar indivdu
Dalam teori Frued, ketidaksadaran pribadi ini seperti isi bahan pra-sadar ,
yakni lapisan jiwa prasadar. Kompleks-kompleks: perasaan, pikiran, persepsi dan
ingatan yang terorganisir yang terdapat dalam ketidaksadaran pribadi.
c. Ketidaksadaran kolektif: arketip, persona, anima, animus
 Arkhetipe
Arkhetipe adalah suatu bentuk pikiran (ide) universal yang mengandung unsure
emosi yang besar. Bentuk pikiran ini menciptakan gambaran atau visi yang dalam
kehidupan normal berkaitan dengan aspek tertentu dari situasi. Asal usul
arkhetipe merupakan suatu deposit permanent dalam jiwa dari suatu pengalaman
yang secara konstan terulang selama banyak generasi. Misalnya banyak generasi
yang telah melihat matahari terbit setiap hari. Pengalaman berulang yang
mengesankan ini akhirnya tertanam dalam ketidaksadara kolektif dalam suatu
bentuk arkhetipe dewa matahari, badan angkasa yang kuat, berkuasa dan pemberi
cahaya.
Arkhetipe-arkhetipe tidak harus berpisah satu sama lain dalam ketidaksadaran
kolektif. Mereka saling melengkapi dan berfusi. Arkhetipe pahlawan danarkhetipe
laki-laki tua yang bijaksana bisa berpadu menghasilkan “kesatria” seseorang yang
dihormati dan disegani karena ia seorang pemimpinberjiwa pahlawan sekaligus
arif bijaksana.
Mitos, mimpi, penglihatan-penglihatan, upacara agama, simtom neurotic dan
psikotik serta karya senimerupakan sumber pengetahuan paling baik tentang
arkhetipe. Diasumsikan terdapat banyak arkhetipe dalam ketidaksadaran kolektif.
Beberapa diantaranya yang sudah berhasil diidentifikasikan adalah arkhetipe
kelahiran,kelahiran kembali, kematian, kekuasaan ,sihir, kesatuan, pahlawan,
anak, Tuhan, setan, laki-laki tua yang bijaksana, ibu pertiwi, binatang.
 Persona
Persona adalah topeng yang dipakai pribadi sebagai respon terhadap tuntutan-
tuntutan kebiasaan dan tradisi masyarakat, serta tuntutan tentang arketipenya
sendiri. Ia merupakan peranan yag dibrikan masyarakat kepada seseorang yang
diharapkan dimainkan dalam hidupnya. Tujuannya adalah unutk menciptakan
kesan tertentu pada orang lain dan seringkali ia melupakan hakikat kepribadian
sesungguhnya. Apabila ego mengidentifikasikan diri dengan persona, maka
individu menjadi lebih sadar akan bagian yang dimainkannya daripada perasaanya
sesungguhnya. Ia menjasi terasing dari dirinya, dan seluruh kepribadiannya
menjadi rata atau berdimensidua. Ia menjadi manusia tiruan belaka, sekedar
pantulan masyarakat, bukan seorang manusia otonom.
 Anima dan Animus
Jung mengaitkan sisi feminis kepribadian pria dan sisi maskulin kepribadian
wanita dengan arkhetipe-arkhetipe. Arkhetipe feminine pada pria disebut anima,
arkhetipe maskulin pada wanita disebut animus. Erkhetipe ini ditentukan oleh
kelenjar-kelenjar seks dan kromosom namun juga ditentukan pengalaman dimana
pria dan wanita hidup berdampingan selama berabad lamanya.
Arkhetipe-arkhetipe tidak hanya menyebabkan masing-masing jenis
menunjukkan cirri-ciri lawan jenisnya tetapi mereka juga dapat tertarik pada lawan
jenisnya. Pria memahami kodrat wanita berdasarkan animanya, wanita memahami
kodrat pria berdasarkan animusnya.
d. Bayang-Bayang
Bayang-bayang mencerminkan sisi binatang pada kodrat manusia. Arkhetipe
bayang-bayang mengakibatkan munculnya perasaan, tindakan yang tidak
menyenangakan dan patutu dicela masyrakat dalam kehidupan dan tingkah laku.
Selanjutnya semua ini bisa disembunyikan dari pandangan public oleh persona atau
direpresikan kedalam ketidaksadaran pribadi.

e. Sikap introversi dan ektroversi


Jung membedakan dua sikap atau orientasi utama kepribadian, yakni sikap
ekstraversi dan sikap introversi.
Ekstrover adalah kecenderungan yang mengarahkan kepribadian lebih banyak
keluar daripada ke dalam diri sendiri. Seorang ekstrover memiliki sifat social, lebih
banyak berbuat daripada merenung dan berpikir. Ia juga adalah orang yang penuh
motif-motif yang dikoordinasi oleh kejadian-kejadian eksternal.
Jung percaya bahwa perbedaan tipe kepribadian manusia dimulai sejak kecil.
Jung mengtakan bahwa “tanda awal dari perilaku ekstrover seorang anak adalah
kecepatannya dalam beradaptasi dengan lingkungan dan perhatian yang luar biasa,
yang diperankan pada objek-objek, khususnya pada efek yang diperoleh dari objek-
objek itu. Ketakutannya pada obje-objek sangat kecil. Ia hidup dan berpindah antara
objek-objek itudengan penuh percaya diri. Karena itu ia bebas bermain dengan
mereka dan belajar dari mereka. Ia sangat berani. Kadang ia mengarah pada sikap
ekstrem sampai pada tahap risiko. Segala sesuatu yang tidak diketahuinya selalu
memikat perhatiannya.
Bentuk neurotic yang sering diderita orang ekstrover adalah hysteria. Hysteria
akan semakin besar dan panjang untuk menarik perhatian orang lain dan untuk
menimbulkan kesan yang baik bagi orang lain. Mereka adalah orang yang suka
diperhatikan, suka menganjurkan, berlebihan dipengaruhi orang lain, suka bercerita,
yang kadang mengaburkan kebenaran.
Introvert adalah suatu orientasi kedalam diri sendiri. Secara singkat seorang
introvert adalah orang yang cenderung menarik diri dari kontak social. Minat dan
perhatiannya lebih terfokus pada pikiran dn pengalamannya sendiri. Seorang introvert
cenderung merasa mampu dalam upaya mencukupi dirinya sendiri, sebaliknya orang
ekstrover membutuhkan orang lain.
Jung menguraikan perilaku introvert sebagai orang pendiam, menjauhkan diri
dari kejadian-kejadian luar, tidak mau terlibat dengan dunia objektif, tidak senang
berada di tengah orang banyak, merasa kesepian dan kehilangan di tengah orang
banyak. Ia melakukan sesuatu menurut caranya sendiri, menutup diri terhadap
pengaruh dunia luar. Ia oran gyang tidak mudah percaya, kadang menderita perasaan
rendah diri, karena itu ia gampang cemburu dan iri hati. Ia mengahadapi dunia luar
dengan suatu system pertahanan diri yang sistematis dan teliti, tamak sebagai ilmuan,
cermat, berhati-hati, menurut kata hati, sopan santun, dan penuh curiga.
Dalam kondisi kurang normal ia menjadi orang yang pesimis da cemas,
karena dunia dan manusia sekitarnya siap menghancurkannya. Dunianya adalah suatu
pelabuhan yang aman. Tempat tinggalnya (rumah) adalah yang teraman. Teman
pribadinya yang terbaik. Karena itu tidak mengherankan orang-orang introvert sering
tampak sebagai orang yang cinta diri tinggi, egois, bahkan menderita patologis.
Salah satu tanda introvert pada diri seorang anak adalah reflektif, bijaksana,
tenggang rasa, pemalu, bahkan takut pada objek baru. Sedangkan cirri introvert pada
orang dewasa adalah kecenderungan menilai rendah hal-hal atau orang lain.
f. Fungsi pikiran: bersifat rasional, melibatkan ide-ide dan intelektual.
Tujuan berfikir untuk memahami hakekat dunia dan dirinya sendiri. Berfikir
untuk mencari kebenaran atau kesalahan, perasaan: fungsi evaluasi, menilai. Perasaan
adalah menilai benda-benda, baik positif maupun negatif bagi subyek. Dengan
perasaan maka orang akan mendapatkan pengalaman-pengalaman subyektifnya,
misalnya kenikmatan, rasa sakit, amarah,ketakutan, kesedihan, kegembiraan dan cinta
, pendirian: adalah fungsi perseptual atau fungsi kenyataan. Pendirian itu
menghasilkan fakta-fakta konkret dan intuisi: persepsi melalui proses-proses tidak
sadar dan isi dibawah ambang sadar. Misalnya orang yang intuitif adalah orang yang
memiliki perasaan-perasaan dalam mencari hakekat kenyataan.
g. Diri atau Self

C. Dinamika Kepribadian
1. Dinamika Kepribadian Menurut Sigmund Freud
Menurut Freud dinamika kepribadian didasarkan pada konversi energi, yang mana
disini dinyatakan bahwa energi dapat berubah dari energi fisiologis pada energi psikis
ataupun sebaliknya. Energi psikis adalah energi yang digunakan dalam kegiatan
psikologis, seperti berfikir. Penghubung antara kedua energi (energi fisiologis dan energi
psikologis) adalah id dan instink-instinknya.

a. Insting
Insting merupakan kumpulan hasrat atau keinginan (wishes). Dalam
kenyataan, insting hanya merefleksikan sumber-sumber kepuasan badaniah atau
kebutuhan-kebutuhan (needs). Tujuan dari insting-insting adalah mereduksi
ketegangn (tention reduction) yang dialami sebagai suatu kesenangan.
Freud mengklasifikasikan insting ke dalam dua kelompok, yaitu:
 Insting hidup (life instink: eros)
Insting hidup merupakan motif dasar manusia yang mendorongnya untuk
bertingkah laku secara positif atau konstruktif. Insting ini berfungsi untu melayani
tujuan manusia agar tetap hidup dan mengmbangkan rasnya. Insting ini meliputi
dorongan-dorongan jasmaniah, seperti: seks, lapar, dan haus. Insting ini juga
dinyatakan atau diwujudkan dalam berbagai komponen budaya kreatif, seperti:
seni lukis, music, kerja sama, dan cinta. Energi yang bertanggung jawab bagi
insting hidup adalah libido. Libido ini bersumber dari erotogenic zones yaitu
bagian-bagian tubuh yang sangat peka terhadap rangsangan (bibir,/mulut, dubur
dan organ seks) yang apabila dimanipulasi dengan dngan cara tertentu (sentuhan)
akan menimbulkan perasaan nikmat (menyenangkan). Contohnya mentee akan
menimbulkan kenikmatan oral, buang hajat akan menimbulkan kenikmatan anal,
dan pijitan akan menimbulkan knikmatan genital. Pada masa bayi atau anak,
insting ini (seks) relative terlepas satu sama lainnya, sedangkan pada masa remaja
cenderung melebur dalam melayani tujuan reproduksi secara bersamaan.
 Insting mati (death instink: tahnathos)
Insting ini merupakan motif dasar manusia yang mendorongnya untuk bertingkah
laku yang bersifat negative atau destruktif. Freud meyakini nahwa manusia
dilahirkan dengan membawa dorongan untuk mati (keadaan tak bernyawa =
inanimate state). Pendapat ini didasarkan kepada prinsip konstanti dari Fencher
yaitu semua bahwa semua proses kehidupan itu senderung kembali kepada dunia
yang anorganis. Kenyataan manusia akhirnya mati, oleh karena itu tujuan hidup
adalah mati. Hidup itu sendiri tiada lain hanya perjalanan kearah mati. Dia
beranggapan bahwa insting ini merupakan sisi gelap dari kehidupan manusia.
Derivative dari insting ini adalah tingkah laku agresif, baik secara verbal maupun
non-verbal
Insting mempunyai empat macam karakteristik, yaitu:
 Sumber Insting, yang menjadi sumber insting yaitu kondisi jasmaniah, yang jadi
kebutuhan.
 Tujuan insting, tujuan insting adalah menghilangkan rangsangan kejasmanian.
Sehingga ketidak-enakan yang timbul karena adanya tegangan yang disebabkan
oleh meningkatnya energi dapat ditiadakan. Misalnya tujuan insting lapar (makan)
ialah menghilangkan kadaan kekurangan makanan, dengan cara makan.
 Obyek insting, ialah segala aktivitas yang mengantarai keinginan dan
terpenuhinya keinginnan itu. Jadi tidak hanya terbatas pada bendanya saja, tetapi
termasuk pula cara-cara memenuhi kbutuhan yang timbul karena insting itu.
 Pendorong atau penggerak insting, adalah kekuatan insting itu, yang tergantung
kepada intensias (besar-kecilnya) kebutuhan, misalnya semakin lapar orang
(sampai batas tertentu) penggerak insting makannya semakin besar.
b. Kecemasan atau Ketakutan
Kecemasan dipandang sebagai komponen pokok dinamika kepribadian. Kecemasan
ini mempunyai peranan sentral dalam teori psikoanalisis. Kecemasan digunakan oleh
ego sebagai isyarat adanya bahaya yang mengancam. Freud mengklasifikasikan
kecemasan ke dalam tiga tipe, yaitu sebagai berikut:
 Kecemasan realistis
Kecemasan objektif atau realitas (realistic anxiety) adalah sebuah ketakutan
terhadap ancaman dunia luar atau perasaan takut terhadap bahaya-bahaya yang
nyata (real) yang berada di lingkungan. Contoh kecemasan objektif yaitu gempa
bumi, angin topan, dan bencana yang sejenis. Kecemasan realitas memberikan
tujuan positif untuk memandu perilaku kita untuk melindungi dan menyelamatkan
diri kita dari bahaya yang aktual.
 Kecemasan neurotis
Kecemasan neuritis (neurotic anxiety) adalah sebuah respon terhadap letusan
yang mengancam dari dorongan ide ke dalam kesadaran. Kecemasan ini
berkembang berdasarkan pengalaman masa anak yang terkait dengan hokuman
atau ancaman dari orang tua. Ketika seseorang mengalami kecemasan neurotic,
orang tersebut merasa takut akan hukuman yang maya (hayalan) dari orang tua
atau orang lain yang mempunyai otoritas secara maya pula untuk memuaskan
dorongan instingnya.
 Kecemasan moral
Kecemasan moral (moral anxiety) adalah sebuah ketakutan sebagai hasil dari
konflik antara id dan superego. Essensinya, kecemasan moral adalah ketakutan
dari kesadaran seseorang. Ketika seseorang termotivasi untuk mengekspresikan
sebuah impuls instingtual yang berlawanan dengan pola moral, superego akan
membalas dendam dengan membuat ita merasa malu atau bersalah. Perbedaan
kecemasan moral dan kecemasan neurotic adalah perbedaan prinsip yakni :
tingkat kontrol ego. Pada kecemasan moral orang tetap rasional dalam
memikirkan masalahnya berkat energi superego, sedangkan pada kecemasan
neurotik orang dalam keadaan distres terkadang panik sehingga mereka tidak
dapat berpikir jelas dan energi id menghambat penderita kecemasan neurotik
membedakan antara khayalan dengan realita.
Kecemasan moral didasarkan juga pada realitas. Anak-anak dihukum karena
melanggar kode moral orangtuanya dan orang dewasa dihukum karena melanggar
kode moral masyarakat. Kecemasan memberi sinyal kepada individu bahwa ego
sedang terancam dan jika tidak ada tindakan yang diambil, maka ego akan jatuh. Jika
tidak ada satupun dari
2. Dinamika Kepribadian Menurut Carl G. Jung
Dibagian dinamika kepribadian ini, kita akan melihat gagasan Jung tentang
Kausalitas dan teleology dan tentang progresi dan regresi.
a. Kausalitas dan Teleologi
Kausalitas meyakini bahwa peristiwa-peristiwa masa kini , memiliki asal-usul
di dalam pengalaman-pengalaman sebelumnya. Freud sangat meyakini sudut pandang
kausal dalam penjelasannya dalam perilaku orang dewasa berdasarkan pengalaman-
pengalaman sebelumnya.Freud sangat meyakini sudut pandang kausal dalam
penjelasannya mengenai perilaku orangdewasa berdasarkan pengalaman-pengalaman
masa kanak-kanak awal mereka.Sebaliknya, teleologi meyakini bahwa peristiwa-
peristiwa masa kini dimotivasikan olehtujuan dan aspirasi-aspirasi kedepan yang
mengarahkan tujuan seseorang. Adler memegang pandangan ini , menegaskan bahwa
manusia dimotivasikan oleh persepsi-persepsi sadar dan tidaksadar mengenai tujuan-
tujuan akhir fiksional. Penekanan Jung terhadap keseimbangan bisa dilihatdalam
konsepnya tentang mimpi.
b. Progresi dan Regresi
Adaptasi pada dunia luar melibatkan aliran maju energy psikis yang disebut
progresi,sedangkan adaptasi dengan dunia batin mengandalkan arus mundur energy
psikis yang disebut regresi.
Keduanya progresi dan regresi sangat esensial, jika manusia ingin mencapai
pertumbuhan individual atau realisasi-diri. Progresi mencakup seseorang yang
bereaksi secarakonsisten berdasarkan seperangkat kondisi lingkungan, sedangkan
regresi adalah langkah munduryang dibutuhkan demi tercapainya suatu tujuan sampai
berhasil.Regeresi dicontohkan dalam krisis paruh baya Jung, dimana selama periode-
periode ituhidup psikisnya bergerak kedalam menuju alam bawah sadar dan menjauh
dari pencapaian keluarapa pun yang signifikan. Jung yakin bahwa langkah regeresif
dibutuhkan untuk menciptakansebuah kepribadian yang seimbang dan untuk tumbuh
menuju perealisasian-diri.

D. Mekanisme Pertahanan Ego


Freud mengartikan mekanisme pertahanan ego (ego defense mechanism) sebagai
strategi yang digunakan individu untuk mencegah kemunculan terbuka dari dorongan-
dorongan id maupun untuk menghadapi tekanan superego atas ego, dengan tujuan agar
kecemasan bisa dikurangi atau diredakan.
Adapun mekanisme yang banyak dipakai dalam kehidupan sehari-hari ada tujuh
macam, yaitu :
1. Identifikasi (Identification)
Cara mereduksi tegangan dengan meniru (mengimitasi) atau mengidentifikasikan diri
dengan orang yang dianggap lebih berhasil memuaskan hasratnya dibanding dirinya. Diri
orang lain diidentifikasi tetapi cukup hal-hal yang dianggap dapat membantu mencapai
tujuan diri. Terkadang sukar menentukan sifat mana yang membuat tokoh itu sukses
sehingga orang harus mencoba mengidentifikasi beberapa sifat sebelum menemukan
mana yang ternyata membantu meredakan tegangan. Apabila yang ditiru sesuatu yang
positif disebut Introyeksi.
Mekanisme pertahanan identifikasi umumnya dipakai untuk tiga macam tujuan, yaitu :
a. Merupakan cara orang dapat memperoleh kembali sesuatu (obyek) yang telah hilang.
b. Untuk mengatasi rasa takut.
c. Melalui identifikasi orang memperoleh informasi baru dengan mencocokkan
khayalan mental dengan kenyataan.
2. Pemindahan/Reaksi Kompromi (Displacement/Reactions Compromise)
Manakala obyek kateksis asli yang dipilih oleh insting tidak dapat dicapai karena ada
rintangan dari luar (sosial, alami) atau dari dalam (antikateksis) insting itu direpres
kembali ke ketidaksadaran atau ego menawarkan kateksis baru, yang berarti pemindahan
enerji dari obyek satu ke obyek yang lain, sampai ditemukan obyek yang dapat mereduksi
tegangan.
Proses mengganti obyek kateksis untuk meredakan ketegangan, adalah kompromi antara
tuntutan insting id dengan realitas ego, sehingga disebut juga reaksi kompromi. Ada tiga
macam reaksi kompromi, yaitu :
a. Sublimasi adalah kompromi yang menghasilkan prestasi budaya yang lebih tinggi,
diterima masyarakat sebagai kultural kreatif.
b. Subtitusi adalah pemindahan atau kompromi dimana kepuasan yang diperoleh masih
mirip dengan kepuasan aslinya.
c. Kompensasi adalah kompromi dengan mengganti insting yang harus dipuaskan.
Gagal memuaskan insting yang satu diganti dengan memberi kepuasan insting yang
lain.
3. Represi (Repression)
Represi adalah proses ego memakai kekuatan anticathexes untuk menekan segala sesuatu
(ide, insting, ingatan, fikiran) yang dapat menimbulkan kecemasan keluar dari kesadaran.
4. Fiksasi dan Regresi (Fixation and Regression)
Fiksasi adalah terhentinya perkembangan normal pada tahap perkembangan tertentu
karena perkembangan lanjutannya sangat sukar sehingga menimbulkan frustasi dan
kecemasan yang terlalu kuat. Orang memilih untuk berhenti (fiksasi) pada tahap
perkembangan tertentu dan menolak untuk bergerak maju, karena merasa puas dan aman
ditahap itu.
Frustasi, kecemasa dan pengalaman traumatik yang sangat kuat pada tahap
perkembangan tertentu, dapat berakibat orang regresi : mundur ke tahap perkembangan
yang terdahulu, dimana dia merasa puas disana.
Perkembangan kepribadian yang normal berarti terus bergerak maju atau progresif.
Munculnya dorongan yang menimbulkan kecemasan akan direspon dengan regresi.
Orang yang puas berada ditahap perkembangan tertentu, tidak mau progres disebut
fiksasi. Progresi yang gagal membuat orang menarik diri atau regresi
5. Proyeksi (Projection)
Proyeksi adalah mekanisme mengubah kecemasan neurotis atau moral menjadi
kecemasan realistis, dengan cara melemparkan impuls-impuls internal yang mengancam
dipindahkan ke obyek di luar, sehingga seolah-olah ancaman itu terproyeksi dari obyek
eksternal kepada diri orang itu sendiri.
6. Introyeksi (Introjection)
Introyeksi adalah mekanisme pertahanan dimana seseorang meleburkan sifat-sifat positif
orang lain ke dalam egonya sendiri. Misalnya, seorang anak yang meniru gaya
tingkahlaku bintang film menjadi introyeksi, kalau peniruan itu dapat meningkatkan
harga diri dan menekan perasaan rendah diri, sehingga anak itu merasa lebih bangga
dengan dirinya sendiri. Pada usia berapapun, manusia bisa mengurangi kecemasan yang
terkait dengan perasaan kekurangan dengan cara mengadopsi atau melakukan introyeksi
atas nilai-nilai, keyakinan-keyakinan, dan perilaku orang lain.
7. Pembentukan Reaksi (Reaction Formation)
Tindakan defensif dengan cara mengganti impuls atau perasaan yang menimbulkan
kecemasan dengan impuls atau perasaan lawan/kebalikannya dalam kesadaran, misalnya
benci diganti cinta, rasa bermusuhan diganti dengan ekspresi persahabatan. Timbul
masalah bagaimana membedakan ungkapan asli suatu impuls dengan ungkapan
pengganti reaksi formasi : bagaimana cinta sejati dibedakan dengan cinta-reaksi formasi.
Biasanya reaksi formasi ditandai oleh sifat serba berlebihan, ekstrim, dan kompulsif

E. Teknik-Teknik Terapi Psikoanalisis


1. Asosiasi bebas
Asosiasi bebas merupakan teknik utama dalam psikoanalisis, yakni suatu metode
pemanggilan kembali pengalaman-pengalaman masa lampau dan pelepasan emosi-emosi
yang berkaitan dengan situasi traumatis masa lalu, yang kemudian dikenal dengan
katarsis. Freud menyebut metode asosiasi bebas sebagai “penyembuhan dengan bicara”,
dimana terapi ini dirancang untuk memberikan kebebasan secara total kepada klien dalam
mengungkapkan hal yang terlintas di dalam fikirannya mengenai segala hal yang ingin
dikemukakan, termasuk apa yang selama ini ditekan di alam bawah sadar, sehingga
psikoterapis dapat menganalisis masalah apa yang sebenarnya terjadi pada klien. Namun,
ada hal yang menjadi salah satu hambatannya yaitu pasien melakukan mekanisme
pertahanan diri saat mengungkapkan hal, sehingga tidak semua hal bisa terungkap.
Penerapan metode ini dilakukan dengan posisi klien berbaring diatas dipan/sofa
sementara terapis duduk di belakangnya, sehingga tidak mengalihkan perhatian klien
pada saat-saat asosiasinya mengalir dengan bebas. Dalam hal ini terapis fokus bertugas
untuk mendengarkan, mencatat, menganalisis bahan yang direpres,
memberitahu/membimbing pasien memperoleh insight (dinamika yang mendasari
perilaku yang tidak disadari).
2. Interpretasi/Penafsiran
Interpretasi adalah prosedur dasar yang digunakan dalam analisis asosiasi bebas,
analisis mimpi, analisis resistensi dan analisis transparansi. Prosedur penafsiran ini yakni
dengan tindakan-tindakan untuk menyatakan, menerangkan, dan mengajarkan klien
makna-makna tingkah laku apa yang dimanifestasikan dalam mimpi, asosiasi bebas,
resistensi, dan hubungan terapeutik itu sendiri. Fungsi interpretasi adalah membiarkan
ego untuk mencerna materi baru dan mempercepat proses menyadarkan hal-hal yang
tersembunyi atau proses pengungkapan alam bawah sadar secara lebih lanjut. Penafsiran
yang diberikan oleh terapis menyebabkan adanya pemahaman dan tidak terhalanginya
alam bawah sadar pada diri klien. Analis harus benar-benar menyadari mekanisme-
mekanisme dan berbagai dorongan untuk mempertahankan dirinya sebab kalau tidak dia
akan jatuh ke dalam perangkap penafsiran terhadap berbagai perasaan dan pikiran
dinamik pasien menurut sederet pengalaman dan masalah hidup analis sendiri. Hasil
penafsiran harus memperhatikan waktu. Dia harus dapat memilah atau memprediksi
kapan waktu yang baik dan tepat untuk membicarakan penafsirannya kepada klien.
3. Mimpi
Studi Freud yang mendalam tentang mimpi melahirkan pandangan-pandangan
kritisnya tentang hal ini. Baginya mimpi merupakan perwujudan dari materi atau isi yang
tidak disadari, yang memasuki kesadaran yang samar dan bersifat halusinasi atas
keinginan-keinginan yang terpaksa ditekan. Mimpi memiliki dua taraf, yaitu isi laten dan
isi manifes. Isi laten terdiri atas motif-motif yang disamarkan, tersembunyi, simbolik, dan
tidak disadari. Karena begitu menyakitkan dan mengancam, maka dorongan-dorongan
seksual dan perilaku agresif tak sadar ditransformasikan ke dalam isi manifes yang lebih
dapat diterima, yaitu impian yang tampil pada si pemimpi sebagaimana adanya. Bagian
teori tentang mimpi yang paling hakiki dan vital bagi Freud adalah adanya kaitan antara
distorsi mimpi dengan suatu konflik batiniah atau semacam ketidakjujuran batiniah. Oleh
karena itu Freud mencetuskan teknik analisis mimpi. Analisis mimpi merupakan prosedur
yang penting untuk membuka hal-hal yang tidak disadari dan membantu klien untuk
memperoleh pemahaman kepada masalah-masalah yang belum terpecahkan. Selama
tidur, pertahanan-pertahanan melemah, sehingga perasaan-perasaan yang direpres akan
muncul ke permukaan, meski dalam bentuk lain. Freud memandang bahwa mimpi
merupakan “jalan istimewa menuju ketidaksadaran”, karena melalui mimpi tersebut
hasrat-hasrat, kebutuhan-kebutuhan, dan ketakutan tak sadar dapat diungkapkan. Pada
teknik ini biasanya para psikoterapis memfokuskan mimpi-mimpi yang bersifat berulang,
menakutkan dan sudah pada taraf mengganggu. Tugas terapis adalah mengungkap
makna-makna yang disamarkan dengan mempelajari simbol-simbol yang terdapat dalam
isi manifes. Di dalam proses terapi, terapis juga dapat meminta klien untuk
mengasosiasikan secara bebas sejumlah aspek isi manifes impian untuk mengungkap
makna-makna yang terselubung.
4. Analisis Resistensi
Resistensi adalah sesuatu yang melawan kelangsungan terapi dan mencegah klien
mengemukakan bahan yang tidak disadari. Selama asosiasi bebas dan analisis mimpi,
klien dapat menunjukkan ketidaksediaan untuk menghubungkan pikiran, perasaan, dan
pengalaman tertentu. Freud memandang bahwa resistensi dianggap sebagai dinamika tak
sadar yang digunakan oleh klien sebagai pertahanan terhadap kecemasan yang tidak bisa
dibiarkan, yang akan meningkat jika klien menjadi sadar atas dorongan atau perasaan
yang direpres tersebut. Analisis dan penafsiran resistensi, ditujukan untuk membantu
klien agar menyadari alasan-alasan yang ada dibalik resistensi sehingga dia bisa
menanganinya. Tujuannya adalah mencegah material-material mengancam yang akan
memasuki kesadaran klien, dengan cara mencegah klien mengungkapkan hal-hal yang
tidak disadarinya
5. Analisis Transferensi/Pengalihan
Transferensi adalah pengalihan sikap, perasaan dan khayalan pasien. Transferensi
muncul dengan sendirinya dalam proses terapeutik pada saat dimana kegiatan-kegiatan
klien masa lalu yang tak terselesaikan dengan orang lain, menyebabkan dia mengubah
masa kini dan mereaksi kepada analisis sebagai yang dia lakukan kepada ibunya atau
ayahnya ataupun siapapun. Transferensi berarti proses pemindahan emosi-emosi yang
terpendam atau ditekan sejak awal masa kanak-kanak oleh pasien kepada terapis. Dalam
keadaan neurosis, merupakan pemuasan libido klien yang diperoleh melalui mekanisme
pengganti atau lewat kasih sayang yang melekat dan kasih sayang pengganti.
Transferensi dinilai sebagai alat yang sangat berharga bagi terapis untuk menyelidiki
ketidaksadaran pasien karena alat ini mendorong klien untuk menghidupkan kembali
berbagai pengalaman emosional dari tahun-tahun awal kehidupannya. Teknik analisis
transferensi dilakukan agar klien mampu mengembangkan tranferensinya guna
mengungkap kecemasan-kecemasan yang dialami pada masa lalunya (masa anak-anak),
sehingga terapis punya kesempatan untuk menginterpretasi tranferen. Dan pada teknik ini
terapis menggunakan sifat-sifat netral, objektif, anonim, dan pasif serta tidak memberikan
saran. Transferensi pada tahap yang paling kritis berefek abreaksi (pelepasan tegangan
emosional) pada pasien. Efek lain yang mungkin, ada dua, yaitu positif dan negatif.
Positif: saat pasien secara terbuka mentransferkan perasaan-perasaannya sehingga
menyebabkan kelekatan, ketergantungan, bahkan cinta kepada terapis. Negatif: saat
kebencian, ketidaksabaran, dan kadang-kadang perlawanan yang keras terhadap terapis.
Dan ini dapat berefek fatal terhadap proses terapi.

F. Model Psikoanalisa
Tujuan diadakannya konseling menurut psikoanalisa meliputi:
1. Membawa klien dari dorongan-dorongan yang ditekan (ketidaksadaran) yang
mengakibatkan kecemasan kea rah perkembangan kesadaran intelektual.
2. Menghidupkan kembali masa lalu klien dengan menembus konflik yang direpress.
3. Memberikan kesempatan pada klien untuk menghadapi situasi yang selama ini ia gagal
mengatasinya.
4. Memperkuat ego sehingga mampu mengontrol impuls insting dan memperbesar
kapasitas individu untuk mencintai dan berkarya.
5. Membentuk kembali struktur kepribadian klien dengan jalan mengembalikan hal-hal
yang tak disadari menjadi sadar kembali, dengan menitikberatkan pada pemahaman dan
pengenalan pengalaman-pengalaman masa kanak, terutama usia 2-5 tahun, untuk ditata,
didiskusikan, dianalisis, dan ditafsirkan sehingga kepribadian klien bisa direkonstruksi
lagi.
Esensi terapi dengan pendekatan psikoanalitik adalah agar klien mengetahui apa yang
ada di ketidaksadarannya. Karena psikoanalisa memandang bahwa psikopatologi muncul
ketika konflik tidak terselesaikan pada fase psikoseksual. Psikopatologis dipandang sebagai
masalah dalam tahapan perkembangan individu pada saat melewati tahap-tahap psikoseksual.
Jadi kejadian tertentu pada masa awal perkembangan akan menjadi peristiwa traumatik yang
berpengaruh hingga dewasa.
Perbedaan pendapat antara Freud dan Jung dalam melihat psikopatologi
Freud Jung
Cara pandangnya mengarah
Libido dan seksual Dorongan dan seksual
pada
Konflik terjadi Masa kanak-kanak Sepanjang hidup
Collective unconsciousness
Ketidaksadaran karena Libido
dan pengaruh lingkungan
Analisis mimpi dan asosiasi
Treatment Hipnosis
bebas

G. Analisa Kasus
Kasus Pertama
Sdr. N (laki-laki) merupakan anak ke 4 dari 4 bersaudara dan ketiga kakaknya
adalah perempuan. N sangat dekat dengan kakak-kakanya karena mereka merasa N adalah
adik laki-laki satu-satunya. Kedekatannya dengan kakaknya ini membuat N sangat familiar
dengan barang-barang milik perempuan seperti perlengkapan mandi, fashion, mainan, dll.
Disamping itu, N juga sangat dekat dengan ibunya. Ibunya memiliki toko bahan dan
perlengkapan kue. Sejak SD sepulang sekolah N membantu ibunya untuk menjaga toko
tersebut. Kehidupan ekonomi keluarganya bergantung pada toko itu karena ayah dan ibunya
telah bercerai semenjak N berusia 3 tahun.
N lulus dari S1 pada usia 22 tahun dan langsung mendapat pekerjaan disuatu bank
swasta nasional. Ia tidak mengalami hambatan dalam bekerja. Ia cepat belajar dan mampu
mengimbangi ritme kerja yang intens dan cepat.
Ketika ia memasuki semester VII perkuliahan, ibunya didiagnosa menderita penyakit
kanker otak. Dan, cepat, dalam kurun 6 bulan ibunya meninggal dunia meski sempat
mendapat perawatan dirumah sakit dan menjalani berbagai jenis pengobatan. Disisi lain,
ketiga kakaknya sudah berkeluarga dan memiliki kehidupan masing-masing.
N sangat ramah dan sopan ketika menjalin hubungan sosial dengan rekan-rekan
kerjanya. Satu waktu ada kasus dimana AO perempuan di bank tempat ia bekerja merasa
ada barangnya yang hilang. Seperti sisir, jepit rambut dan pembalut. Diawal tidak ada yang
curiga dan mengambil kesimpulan kalau mungkin lupa meletakkan barang. Sampai pada
akhirnya di cek melaui CCTV perusahaan dan didapati yang mengambil barang-barang
tersebut adalah si N tadi.
Ia mengambil dan mennyimpan barang tersebut dengan alasan mewakili keberadaan
ibu dan kakaknya. Ia merasa nayman dengan hal-hal tersebut. Ia lebih memilih mengambil
daripada membeli karena ada aroma si pemakainya.
Analisis Psikoanalisa
Kasus diatas dapat ditangangi dengan konseling psikoanalisa. Teknik konseling ini
menggunakan analisis transferensi, yaitu dengan menjadikan konselor sebagai peran utama
pada masa lalu klien. Klien akan mengalihkan semua perasaan dan harapan masa lalu yang
telah direpresinya. Hal ini akan menghidupkan kembali konflik masa lalu yang mencakup
cinta, seksualitas, kebencian, kecemasan klien yang terpapar pada masa sekarang. Memang
untuk teknik ini, konselor harus bisa memberikan batasan yang pas dan tepat dengan klien.
Tahap Pembukaan Transferensi Tahap pertama yang dilakukan konselor untuk membangun
hubungan awal dengan klien dan mencari tahu pokok
permasalahan klien. Selain data yang didapatkan saat
berbicara dengan klien langsung, data pendukung bisa
dilakukan dengan data keluarga atau lingkungan sekitar.
Pada tahap ini juga klien akan dijelaskan terkait beberapa
kode etik dan hak tanggungjawab antara masing-masing
pihak.
Transferensi Tahap kedua ini klien mulai mengekspresikan perasaannya
pada konselor secara langsung. Hal ini akan berlangsung
bertahap dan berkelanjutan semakin dalam. Konselor
segera mengidentifikasi dinamika kepribadian yang ada
dihadapannya, agar mengerti hal yang dapat dilakukan
kedepannya tepat. Perlakuan ini dapat membuat klien
memiliki ketergantungan emosi pada konselor.
Resolusi Transferensi Tahap ketiga merupakan keadaan dimana konselor mulai
memberikan dorongan atas semua ketergantungan dan
ikatan emosi yang terjadi pada sesi sebelumnya. Konselor
wajib menumbuhkan kemandirian klien atas diri dan
dinamika kepribadian yang terbentuk.

Pertemuan dalam konseling ini tentu tidak berjalan 1 (satu) sampai 3 (tiga) hari saja,
namun dapat menyesuaikan kebutuhan klien. Tujuannya memang sampai semua represi dari
masa lalu dapat tersalurkan dengan baik dan memberikan dorongan untuk mendapatkan
otonomi penuh klien atas dirimnya sendiri.
Teknik ini dipilih agar dapat memfasiltasi kebutuhan N dalam menangani kecemasan
yang tumbuh dari kerinduan akan sosok Ibunya. Kecemasan ini membuatnya banyak
melakukan hal yang melanggar hukum, seperti mencuri benda-benda wanita disekitarnya.
Ditinjau dari struktur kepribadian menurut Freud, maka dapat dilihat sebagai berikut:
1. Id
Id beroperasi dengan prinsip kesenangan (pleasure principle), fungsi id adalah untuk
mencapai kesenangan dan menghindari ketidakpuasan. Id sangat egois, struktur pencarian
kesenangan, primitif, tidak bermoral, pemaksa, dan terburu-buru. Dilihat dari kasus N
yang telah diuraikan diatas, ia mencari kesenangan untuk menenangkan dirinya dalam
kaitannya dengan perasaan ingin bertemu dengan orang tuanya (ibu). Keinginan yang
kuat itu membuat ia tidak mengindahkan nilai-nilai moral sehingga membuat ia
melakukan tindakan yang amoral.
2. Ego
Ego memiliki kemampuan untuk mengerti dan memanipulasi lingkungannya dengan cara
yang praktis dan menjalankannya dengan prinsip kenyataan (reality principles). Ego yang
dimiliki oleh sdr. N yang nampak ialah perilakukanya dalam melakukan pencurian
tersebut. Ia mencoba melakukan hal-hal yang menuntunnya pada kesenangan yang ia
harapkan dengan melihat dan menyesuaikan dengan realitias yang ia alami, dalam hal ini
ialah lingkungan tempat ia bekerja yang kebanyakan rekan kerjanya adalah wanita.
3. Super ego
Superego berisikan kesatuan dari nilai-nilai moral dan kepercayaan yang didapat semasa
kanak-kanak. Nilai-nilai mengenai yang mana yang buruk dan yang baik. Pada kasus N,
ia mengindahkan nilai-nilai mengenai mana yang baik dan mana yang buruk, sehingga
membuat ia melakukan hal yang amoral. Superego bukan untuk menunda keinginan sang
pencari kesenangan melainkan untuk menghambat mereka apabila tidak sesuai dengan
prinsip-prinsip kebenaran dalam realitas. Apa yang sdr. N lakukan juga menunjukkan
bahwa ego-ideal ia tidak terbentk dengan sempurna.
Ditinjuau dari segi dinamika kepribadian menurut Freud, maka dapat dilihat sebagai
berikut:
1. Insting Hidup (life instink: eros)
Insting ini berfungsi untu melayani tujuan manusia agar tetap hidup dan mengembangkan
rasnya.Insting ini meliputi dorongan-dorongan jasmaniah, seperti: seks, lapar, dan haus.
Energi yang bertanggung jawab bagi insting hidup adalah libido. Dilihat dari kasus N
yang diuraikan diatas, ia memiliki insting atau dorongan jasmaniah untuk mengambil
barang perempuan dengan tujuan menimbulkan perasaan puas (menyenangkan). Karena
kepuasan seks dapatdiperoleh bukan hanya dari organ genital dan cara mencapainya juga
berfariasi.
2. Insting mati mendoronguntuk merusak diri sendiri. Defriatif dari insting ini adalah
tingkah laku agresif serupa dengan dorongan seksual agresi bersifat fleksibel. Dari kasus
N ini ia mendapatkan dorongan untuk bertingkah laku agresif karena dorongan seksual
yang diwujudkan dengan melakukan pencurian benda-benda tersebut.

Kasus kedua
Korupsi massal mengguncang Kota Malang, Jawa Timur. Modusnya, uang pelicin
untuk pembahasan APBD Perubahan 2015. Pelakunya, hampir seluruh anggota DPRD
Kota Malang periode 2014-2015 dan melibatkan Wali Kota Malang periode 2013-2018 M
Anton.
Hal itu dipaparkan dalam surat dakwaan untuk anggota DPRD Kota Malang yang
sedang menjalani persidangan di Pengadilan Tipikor Surabaya. Sejauh ini, total 41
anggota dewan, Wali Kota Moch Anton dan seorang pejabat Pemkot Malang sudah
meringkuk sebagai tahanan.
Kasus bermula saat Rapat Paripurna I penyampaian dokumen Kebijakan Umum
Anggaran dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) APBD-P 2015.
Disampaikan oleh Wali Kota Malang M Anton di Gedung DPRD Kota Malang pada 25 Juni
2015.
Rapat Paripurna pembahasan KUA-PPAS yang melibatkan eksekutif dan legislatif
itu berlanjut pada 6 Juli 2015. Agendanya, penyampaian pendapat Badan Anggaran DPRD
Kota Malang dan pendapat fraksi-fraksi.
Sebelum rapat dimulai, Ketua DPRD di ruangannya bersama para pimpinan fraksi
bertemu dengan Wali Kota Malang M Anton, Wakil Wali Kota Malang Sutiaji, dan
Sekretaris Daerah Cipto Wiyono. Saat itulah anggota dewan meminta uang pokok pikiran
(pokir).
Uang pokir itu sebagai imbalan agar pembahasan APBD-P Kota Malang 2015
berjalan lancar. Anton menyanggupinya dan memerintahkan Sekda Cipto Wiyono untuk
mencarikan uang pokir. Tahap berikutnya, Cipto memerintahkan pejabat Dinas PUPPB
untuk mengumpulkan duit pokir itu.
Jarot Edy Sulistiyono, Kepala Dinas PUPPB mengumpulkan uang sebesar Rp 700
juta dari para rekanan. Pada 14 Juli 2015, uang pokir itu diserahkan ke Arif Wicaksono,
Ketua DPRD Kota Malang di rumah dinasnya. Berikutnya, uang dibagikan kepada seluruh
anggota dewan.
Pada 22 Juli 2015, Rapat Paripurna dengan agenda Pendapat Akhir Fraksi DPRD
Kota Malang pun menyetujui rancangan APBD Perubahan 2015 yang diajukan Pemkot
Malang. Proyek multiyears senilai Rp 98 miliar yang diajukan pemkot pun diloloskan
dewan.
Selain suap itu, KPK juga menduga seluruh anggota DPRD Kota Malang menerima
gratifikasi lainnya total senilai Rp 5,8 miliar. Serta ‘uang sampah’ sebesar Rp 300 juta
yang dibagikan pada semuanya untuk memuluskan proyek di TPA Supit Urang.
Analisis Psikoanalisa
Penulis memfokuskan kasus pada perilaku korupsi. Dan dari kasus di atas, terdapat
fakta bahwa perilaku korupsi telah dilakukan banyak orang. Berikut merupakan analisisnya.
Psikoanalisamenekankan pada pentingnya perkembangan masa kanak individu.
Menurut Freud, masa kanak-kanak memegang peran penting dalam menentukan,
membentuk kepribadian, dan tingkah laku individu ketika dewasa kelak.
Freud menyatakan bahwa di fase oral, individu menggunakan mulutnya untuk
merasakan kenikmatan. Oleh karenanya seorang bayi hampir selalu memasukkan setiap
benda yang dipegangnya ke mulutnya untuk merasakan kenikmatan. Sedangkan di fase anal,
seorang anak akan memperoleh kenikmatan ketika ia mengeluarkan sesuatu dari anusnya.
Anak menyukai melihat tumpukan kotorannya dan dapat berlama-lama di toilet. Dan orang
tua dapat memainkan perannya melalui apa yang disebut toilet training.Orang tua dapat
melakukan fungsi kontrol agar anak dapat menahan hasratnya untuk berlama-lama
memperoleh kenikmatan tersebut. Di fase phalic, anak cenderung memperoleh kenikmatan
dengan memainkan alat kelaminnya. Sedangkan di fase laten, anak mulai melupakan
tahapan memperoleh kenikmatan karena sudah memasuki usia sekolah, mengingat mereka
telah memiliki teman dan permainan baru. Dan terakhir adalah fase genital, dimana
perkembangan menuju kedewasaan mencapai puncaknya.
Tahap-tahap perkembangan kepribadian tidak dengan sendirinya berjalan mulus
untuk setiap anak. Bisa saja terjadi, seorang anak akan terhambat dalam perkembangan
kepribadiannya. Usia bertambah tapi kepribadiannya masih dalam tahap perkembangan dini.
Freud menyebutnya sebagai fiksasi. Penyebabnya beragam, bisa karena orang tua,
lingkungan sosial, maupun konflik mental.
Dari gambaran penjelasan Freud di atas, pada dasarnya manusia adalah mahluk yang
selalu gandrung dan suka mencari kenikmatan, sekaligus suka menghindari penderitaan.
Korupsi adalah godaan kenikmatan terbesar selain perselingkuhan. Ini dapat dimengerti
sebab semua tahapan perkembangan kepribadian dalam psikoanalisa Freud menunjukkan
bahwa manusia selalu bermain-main dengan kenikmatan meski itu kotor sekalipun.
Perkembangan kepribadian yang gagal pada waktu masa kanak-kanak, akan menyebabkan
orang lebih mudah tergoda melihat setumpuk uang meskipun uang itu milik orang lain.
Ada korelasi antara tahapan perkembangan kepribadian anak dengan kondisi setelah
dewasa. Bila pada tahap-tahap itu terjadi fiksasi atau hambatan perkembangan kepribadian,
maka kepribadian itulah yang dibawanya sampai ia besar nanti. Sifat serakah, adalah sifat
dari orang yang memang terhambat dalam perkembangan kepribadiannya. Terutama ketika
seorang anak terhambat dalam tahap kepribadian anal. Seorang anak yang mengalami
hambatan kepribadian pada fase anal, ketika besar akan mempertahankan kepribadian anal.
Karakter orang ini ditandai dengan kerakusan untuk memiliki. Ia merasakan kenikmatan
dalam pemilikan pada hal-hal yang material.
Fase anal ditandai oleh kesenangan anak melihat kotoran yang keluar dari anusnya.
Kini, kotoran telah diganti benda lain. Benda itu dapat berwujud uang, mobil, rumah,
saham, berlian, emas, intan, dan benda kenikmatan lainnya. Koruptor adalah anak kecil
dalam tubuh orang dewasa. Badannya besar, namun jiwanya kerdil. Untuk
menyembuhkannya, maka perlu dihilangkan hambatan itu. Kesenangannya mengumpulkan
harta adalah simbol perilaku menyimpang akibat terhambatnya perkembangan kepribadian
di masa kanak-kanak.
Sistem pengawasan keuangan yang tidak ketat, mendorong orang yang gagal dalam
perkembangan masa kanak-kanaknya, gampang memanipulasi angka, bebas berlaku curang,
dan peluang korupsipun terbuka lebar.
DAFTAR PUSTAKA

Bucklew, J. (1962). Paradigms for psychopathology: A contribution for case history analysis.
(New York : J.B. Lippincot Company)
Carson, C.R.,&Butcher, J. N. (1992). Abnormal psychology and modern life(9th ed.). (New
York: Harper-Collin Publisher Inc)
Coleman, J. C. (1978). Abnormal psychology and modern life (5th ed.). (Bombay: Private Ltd)
Davidson, G.C.,& Neale, J.M. (1994). Abnormal psychology. (New York: John Wiley & Sons,
Inc)
Feist, J., & Feist, G. J. (2009). Theories of Personality (7th ed.). (New York: McGraw-Hill)
Gerald, Corey. (2005). Theory and Practice of Counseling and Psychoterapy. (USA: Thompson
learning)
Gunarsa, S.D. (1996). Konseling dan Psikoterapi. (Jakarta:Gunung Mulia)
Hartosujono. Diktat Psikologi. (Yogyakarta: Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa)
James F. Brennan, (2006). Sejarah dan Sistem Psikologi, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Prsada)
Liputan 6. (2018). Ini kronologi korupsi massal DPRD Kota Malang. Diunduh 13Maret, 2020,
dari https://www.liputan6.com/news/read/3638042/ini-kronologi-korupsi-massal-dprd-
kota-malang
Palmer, Stephen. (2011). Konseling Psikoterapi diterjemahkan dari Introduction to Counselling
and Psychotherapy. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar)
Schultz, D. P., & Sydney E. S. (2005). Theories of personality. (Belmont: Wadsworth)
Suryabrata, Sumadi. (1986). Psikologi Kepribadian, (Jakarta: Rajawali)
Yusuf, Syamsu dan A. Juntika Nurihsan, (2012). Teori Kepribadian, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya)

Anda mungkin juga menyukai