Anda di halaman 1dari 2

Aldi Dwi Ardyansah

17/411966/FI/04337
Filsafat Ilmu Sosial

Akar Historisitas Ilmu Sosial: Psikologi

Psikologi didefinisikan sebagai studi ilmiah tentang perilaku dan proses mental.
Psikologi berbatasan dengan berbagai bidang lain termasuk fisiologi, ilmu saraf, sosiologi,
antropologi, serta filsafat. Sejarah psikologi sebagai studi ilmiah tentang pikiran dan perilaku
sudah ada sejak zaman Yunani Kuno. Banyak budaya sepanjang sejarah berspekulasi tentang
sifat pikiran, hati, jiwa, roh, otak, dll. Filsuf Yunani kuno, dari Thales (550 SM) bahkan
hingga periode Romawi, mengembangkan teori yang rumit tentang apa yang mereka sebut
psyche (jiwa) serta istilah psikologi (ilmu jiwa). [1]
Psikologi awal dianggap sebagai studi tentang jiwa. Bentuk filosofis modern dari
psikologi sangat dipengaruhi oleh karya-karya René Descartes (1596–1650), dan perdebatan
yang dia hasilkan, yang paling relevan adalah keberatannya terhadap Meditations on First
Philosophy (1641). Karya yang juga penting untuk perkembangan psikologi selanjutnya
adalah Passions of the Soul (1649) dan Treatise on Man.[2]
Psikologi adalah cabang dari domain filsafat hingga pada tahun 1870-an ketika
psikologi berkembang sebagai disiplin ilmiah independen di Jerman. Psikologi sebagai
bidang studi eksperimental yang mapan dimulai pada tahun 1879, di Leipzig Jerman, ketika
Wilhelm Wundt mendirikan laboratorium pertama yang didedikasikan khusus untuk
penelitian psikologis di Jerman. Wundt juga orang pertama yang menyebut dirinya sebagai
psikolog.
Segera setelah perkembangan psikologi eksperimental, berbagai macam psikologi
terapan muncul. G. Stanley Hall membawa pedagogi ilmiah ke Amerika Serikat dari Jerman
pada awal tahun 1880-an. Teori pendidikan John Dewey tahun 1890-an adalah contoh lain.
Juga pada tahun 1890-an, Hugo Münsterberg mulai menulis tentang penerapan psikologi
pada industri, hukum, dan bidang lainnya. Lightner Witmer mendirikan klinik psikologis
pertama pada tahun 1890-an. James McKeen Cattell mengadaptasi metode antropometri
Francis Galton untuk menghasilkan program pertama pengujian mental pada tahun 1890-an.
Di Wina, Sigmund Freud mengembangkan pendekatan independen untuk mempelajari
pikiran yang disebut psikoanalisis, yang telah berpengaruh luas.
Dekade terakhir abad ke-20 adalah era munculnya ilmu kognitif, pendekatan
interdisipliner untuk mempelajari pikiran manusia. Ilmu kognitif sekali lagi menganggap
"pikiran" sebagai subjek untuk penyelidikan, menggunakan alat-alat psikologi evolusioner,
linguistik, ilmu komputer, filsafat behaviorisme, dan neurobiologi. Bentuk investigasi ini
telah mengusulkan bahwa pemahaman yang luas tentang pikiran manusia dimungkinkan, dan
pemahaman semacam itu dapat diterapkan pada domain penelitian lain seperti kecerdasan
buatan.
Ide psikoanalisis pertama kali mendapat perhatian serius di bawah Sigmund Freud ,
yang merumuskan teori psikoanalisisnya sendiri di Wina pada tahun 1890-an. Freud adalah
seorang ahli saraf yang mencoba menemukan pengobatan yang efektif untuk pasien dengan
gejala neurotik atau histeris. Freud menyadari bahwa ada proses mental yang tidak disadari,
sementara dia bekerja sebagai konsultan neurologis di Rumah Sakit Anak, di mana dia
memperhatikan bahwa banyak anak-anak penderita afasia tidak memiliki penyebab organik
yang jelas untuk gejala mereka. Dia kemudian menulis monograf tentang subjek ini.[3]
Eksperimen bukanlah satu-satunya pendekatan psikologi. Mulai tahun 1890-an, dengan
menggunakan teknik studi kasus, dokter asal Wina Sigmund Freud mengembangkan dan
menerapkan metode hipnosis, asosiasi bebas, dan interpretasi mimpi untuk mengungkapkan
keyakinan dan keinginan yang diduga tidak disadari yang menurutnya adalah penyebab yang
mendasari "histeria pasiennya”. Ia menjuluki pendekatan ini dengan sebutan psikoanalis.
Psikoanalisis Freudian sangat terkenal karena penekanannya pada perjalanan perkembangan
seksual seseorang dalam patogenesis. Konsep psikoanalitik memiliki pengaruh yang kuat dan
bertahan lama pada budaya psikologi Barat.

Referensi
[1] Schwarz, K. A ., Pfister, R. (2016). "Scientific psychology in the 18th century: a historical
rediscovery". Perspectives on Psychological Science. 11 (3): 399–407.
[2] Webster, Richard (2005). Why Freud Was Wrong: Sin, Science, and Psychoanalysis.
Oxford: The Orwell Press. p. 461. ISBN 978-0-9515922-5-0.
[3] Stengel, E. 1953. Sigmund Freud on Aphasia (1891). New York: International University
Press.

Anda mungkin juga menyukai