Anda di halaman 1dari 28

Makalah

Psikologi Aliran Psikoanalisis dan Behaviorisme


Dosen Pengampu : Saidul Hudri, S.Psi., M.Psi, Psikolog

Disusun Oleh :
Andhika Firmansyah (202350023)

FAKULTAS PSIKOLOGI
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

2023
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI.................................................................................................................................... 2
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................................... 2
1.1 LATAR BELAKANG........................................................................................................3
1.2 RUMUSAN MASALAH..................................................................................................4
1.3 TUJUAN....................................................................................................................... 4
1.4 MANFAAT....................................................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN.....................................................................................................................4
2.1 PSIKOANALISIS............................................................................................................ 5
2.2 BEHAVIORISME......................................................................................................... 16
BAB III PENUTUP......................................................................................................................... 26
3.1 KESIMPULAN.............................................................................................................26

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………………………………………………. 28

2
BAB I PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Menurut asal katanya, psikologi berasal dari kata-kata Yunani : psyche yang berarti jiwa dan
logos yang berarti ilmu. Jadi secara harfiah psikologi berarti ilmu jiwa. Psikologi merupakan ilmu
pengetahuan yang mempelajari manusia dan hubungannya dengan lingkungannya. Manusia
sebagai objek material dalam pembelajaran ilmu psikologi tentu memiliki kepribadian dan
tingkah laku yang berbeda satu dengan yang lainnya. Manusia memiliki kecerdasan, akal
pikiran, tingkah laku yang berbeda dari makhluk lainnya, sehingga manusia merupakan makhluk
yang sempurna baik fisik maupun mental. Keunggulan manusia yang unik tersebut, menjadi
objek pembelajaran ilmu pengetahuan terutama ilmu psikologi.
Seiring dengan perkembangan zaman dan berkembangnya rasa keingintahuan dalam
memahami manusia, mulailah bermunculan tokoh-tokoh beserta teori-teori dan aliran psikologi
yang mendukung penjelasan mengenai karakter, tingkah laku serta kejiwaan manusia. Setiap
aliran yang muncul memiliki paham, pengertian dan mekanisme yang berbeda terhadap objek
yang sama yaitu manusia. Seperti aliran Psikoanalisis yang mempelajari Psikoanalisis adalah
teknik yang khusus menyelidiki aktivitas ketidaksadaran (bawah sadar). Sedangkan aliran
Behaviorisme yang Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai
hasil belajar.

Kerap sekali orang menganggap psikologi tersebut sebagai ilmu yang netral (bebas nilai),
padahal di balik setiap teori maupun aliran psikologi, terdapat banyak perbedaan pendapat atau
asumsi-asumsi yang tidak netral dari masing-masing tokoh.
Berdasarkan perbedaan tersebut, makalah ini disusun dengan tujuan untuk menjelaskan
beberapa aliran psikologi seperti aliran Psikoanalisis dan Behaviorisme dari pencentusnya dan
menjawab rasa keingintahuan tentang karakter manusia yang berbeda dan unik dari makhluk
lainnya.

3
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dari latar belakang diatas, rumusan masalahnya adalah sebagai berikut :
1. Apa yang disebut dengan aliran Psikoanalisis dan Behaviorisme?
2. Siapa saja tokoh aliran Psikoanalisis dan Behaviorisme?
3. Apa saja prinsip dasar dan pendekatan aliran Psikoanalisis dan Behaviorisme?
4. Bagaimana metode kajian dalam aliran Psikoanalisis dan Behaviorisme?

1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini yaitu :
1. Mengetahui sejarah dari aliran Psikoanalisis dan Behaviorisme.
2. Mengetahui siapa saja tokoh aliran Psikoanalisis dan Behaviorisme.
3. Mengetahui bagaimana pendekatan aliran Psikoanalisis dan Behaviorisme.
4. Mengetahui bagaimana kajian aliran Psikoanalisis dan Behaviorisme.

1.4 Manfaat
Dalam pembahasan makalah ini diharapkan dapat memberikan manfaat pengetahuan
tentang aliran-aliran dalam psikologi khususnya aliran Psikoanalisis dan aliran Behaviorisme
serta menambah wawasan dalam mata kuliah Psikologi Umum.

4
BAB II PEMBAHASAN

2.1 Psikoanalisis

2.1.1 Definisi Aliran Psikoanalisis

Psikoanalisis didefinisikan sebagai metode penelitian, sebagai teknik penyembuhan dan


juga sebagai pengetahuan psikologi.

Psikoanalisis menurut definisi modern yaitu :

1. Psikoanalisis adalah pengetahuan psikologi yang menekankan pada dinamika,


faktorfaktor psikis yang menentukan perilaku manusia, serta pentingnya pengalaman
masa kanak-kanak dalam membentuk kepribadian masa dewasa.
2. Psikoanalisis adalah teknik yang khusus menyelidiki aktivitas ketidaksadaran (bawah
sadar).
3. Psikoanalisis adalah metode interpretasi dan penyembuhan gangguan mental.

Psikoanalisis adalah cabang ilmu yang dikembangkan oleh Sigmund Freud dan para
pengikutnya, sebagai studi fungsi dan perilaku psikologis manusia. Psikoanalisis Freudian, baik
teori maupun terapi berdasarkan ide-ide Freud telah menjadi basis bagi terapi-terapi modern
dan menjadi salah satu aliran terbesar dalam psikologi.

2.1.2 Sejarah lahirnya psikoanalisis

Hingga akhir abad ke 19, hysteria dianggap sebagai penyakit atau gangguan yang hanya
menyerang perempuan. Saat itu, hysteria dianggap terjadi karena " organ dalam" perempuan
memanas. Pengobatannya dilakukan dengan cara mengalirkan air dingin ke "organ dalam"
perempuan dengan teknik yang cukup mengerikan. Freud memilki pandangan bahwa hysteria
bisa terjadi pada laki-laki juga, dan dapat disembukan dengan cara menenangkan penderita
dengan menggunakan teknik hipnotis.

5
Freud membuka klinik praktek sendiri, dikarenakan ia ditolak dan dilarang masuk ke
laboratorium di kota asalnya, Wina. Penyebabnya gara-gara teori yang diajukan tentang
penanganan penderita hysteria dengan terapi hipnotis. Pada tahun 1895 Freud berkonsultasi
dengan Josef Breuer dan menerbitkan buku dengan judul "Studies on Hysteria" yang
menguraikan terapi komunikasi. Freud dan Breuer pun malah dicerca banyak orang, dan
akhirnya Breuer memilih berpisah dari Freud. Sementara, Freud masih yakin bahwa hipnotis
adalah teknik yang paling tepat untuk menangani penderita gangguan kejiwaan khusunya
hysteria.

Freud berpandangan bahwa segala hal yang selama ini terlupakan adalah sesuatu yang
meresahkan atau menyakitkan dan memalukan menurut standar pasiennya. Atas dasar
asumsinya tersebut, Freud berencana menghipnotis pasien-pasiennya dengan maksud supaya
mereka mengenali peristiwa masa lalu yang memicu masalah kejiwaan mereka. Tetapi teknik
hipnotis ini mempunyai keterbatasan salah satunya muncul transference (pemindahan
perasaan). Pasien Freud justru jatuh cinta kepadanya karena ada kontak mata antara Freud dan
para pasien.

Menyadari banyaknya kelemahan dari terapi hipnotis akhirnya Freud memutuskan tidak
lagi menggunakan hipnotis dalam proses terapi. Freud menggantinya dengan Psikoanalisis
dengan teknis ia duduk di belakang pasien. Psikoanalisis mengajukan pertanyaan yang sama
kepada pasien yang tidak terhipnotis dan mengandalkan kepercayaan kepada pasien supaya
mau membuka diri. Teknik baru Psikoanalisis memerlukan waktu yang cukup lama untuk dapat
diterima secara luas.

Di bawah kritikan dan cercaan, Freud menunjukkan kegigihannya utk mengembangkan


teorinya, dan lahirlah pandangan Freud tentang “struktur kepribadian”. Freud membagi
kepribadian atas tiga struktur yakn:

1. Id
2. Ego
3. Super-ego

6
Setelah itu Freud juga mereka-reka teori seksualitas. Menurutnya perkembangan mental
seksual dimulai sejak lahir. Freud meyakini bahwa, pada awalnya bayi adalah penyuka segala
(polymorphously perverse), bayi mendapat kenikmatan dari semua bagian tubuhnya. Setelah
itu, bayi yg tumbuh memindahkan energi seksual (libido) nya ke bagian-bagian tubuh tertentu.

Semasa hidupnya, Freud dicerca sebagai lelaki tua cabul, yang memanfaatkan sensasisensai
cabul untuk menjual buku dan mengiklankan diri sebagai psikiater. Teknik psikoanalisis Freud
tidak akan ada yang melirik, mengenal, apalagi menerima kalau saja dia tidak diundang ke
Amerika. Pada tahun 1908 Freud yang saat itu belum terkenal diminta memberi rangkaian
ceramah di Clark University, Worcester, Massachusetts. Undangan dari Clark University inilah
yang dapat dikatakan sebagai titik awal dikenalnya Freud sekaligus teknik psikoanalisisnya oleh
dunia.

2.1.3 Struktur Kepribadian Psikoanalisis

Sigmund Freud berasumsi bahwa energi penggerak awal perilaku manusia berasal dari
dalam diri manusia yang terletak jauh di alam bawah sadar. Itulah sebabnya, mengapa begitu
banyak penyakit fisik yang disebabkan oleh tertekannya psikologis seseorang. Tekanan
psikologis itu ditekan ke dalam alam bawah sadar seseorang.

Menurut Freud, kehidupan jiwa memiliki tiga tingkatan kesadaran, yakni sadar
(conscious), prasadar (preconscious), dan tak-sadar (unconscious).

Di tengah-tengah psikologi yang memprioritaskan penelitian atas kesadaran dan


memandang kesadaran sebagai aspek utama dari kehidupan mental. Sigmund Freud, yang
mengemukakan gagasan bahwa kesadaran itu hanyalah bagian kecil saja dari kehidupan
mental, sedangkan bagian yang terbesarnya adalah justru ketaksadaran atau alam tak sadar.
Freud mengibaratkan alam sadar dan tak sadar itu dengan sebuah gunung es yang terapung di
mana bagian yang muncul ke permukaan air (alam sadar) jauh lebih kecil daripada bagian yang
tenggelam (alam tak sadar).

7
Topografi atau peta kesadaran ini dipakai untuk mendeskripsikan unsur awareness
dalam setiap kejadian mental seperti berpikir dan berfantasi. Sampai pada awal tahun 1920an,
teori tentang konflik kejiwaan hanya melibatkan ketiga unsur kesadaran itu. Baru pada tahun
1923 Freud mengenal tiga model struktur yang lain, yakni id, ego, dan superego. Struktur baru
ini tidak mengganti struktur lama, melainkan melengkapi serta menyempurnakan gambaran
mental terutama dalam fungsi atau tujuannya. Enam elemen pendukung struktur kepribadian
itu sebagai berikut:

a. Sadar (Conscious)

Tingkat kesadaran yang berisi semula yang kita cermati pada saat tertentu. Menurut
Freud, hanya sebagian kecil saja dari kehidupan mental (pikiran, persepsi, perasaan, dan
ingatan) yang masuk kesadaran (consciousness). Isi dari hasil daerah sadar itu merupakan hasil
proses penyaringan yang diatur oleh stimulus atau cue-external. Isi dari kesadaran itu hanya
bertahan dalam waktu yang singkat di daerah conscious, dan segera tertekan ke daerah
preconscious atau unconscious, ketika seseorang memindahkan perhatiannya ke cue yang lain.
b. Prasadar (Preconscious)

Disebut juga ingatan siap (available memory), yakni kesadaran yang menjadi jembatan
antara sadar dan tak-sadar. Isi preconscious berasal dari conscious dan dari unconscious.
Pengalaman yang ditinggal oleh perhatian, semula disadari tapi kemudian tidak dicermati, akan
diarahkan dan ditekan sehingga berpindah ke daerah prasadar. Di sisi lain, isi dari daerah
taksadar dapat muncul ke daerah prasadar. Kalau sensor sadar dapat menangkap bahaya yang
bisa timbul akibat kemunculan materi tak sadar, materi tersebut akan ditekan kembali ke
ketidaksadaran. Materi taksadar yang sudah ada pada daerah prasadar itu bisa muncul ke
kesadaran yang tidak simbolis, seperti mimpi, lamunan, salah ucap, dan mekanisme pertahanan
diri.

8
c. Tak Sadar (Unconscious)

Adalah bagian yang paling dalam pada struktur kesadaran dan menurut Freud merupakan
bagian terpenting dari jiwa manusia. Secara khusus Freud membuktikan bahwa ketidaksadaran
bukanlah abstraksi hipotetis tetapi itu adalah kenyataan empiris. Ketidaksadaran itu berisi
insting, impuls dan drivers yang dibawa dari lahir, dan pengalaman-pengalaman traumatis
(biasanya pada masa kanak-kanak) yang ditekan oleh kesadaran sehingga berpindah ke daerah
ketidaksadaran. Isi dan/atau materi ketidaksadaran itu memiliki kecenderungan kuat untuk
bertahan terus dalam ketidaksadaran, pengaruhnya dalam mengatur tingkah laku sangat kuat
namun tetap tidak disadari.

2.1.4 Dinamika Kepribadian Menurut Freud

Dinamika kepribadian menurut Freud terdiri dari cara-cara energi psikis dibagikan
kepada id, ego, dan super ego. Ajaran psikoanalisis menyatakan bahwa perilaku seseorang itu
lebih rumit dari pada apa yang dibayangkan pada orang tersebut.

Menurut Sigmund Freud, perilaku manusia itu ditentukan oleh kekuatan irrasional yang
tidak disadari dari dorongan biologis dan dorongan naluri psikoseksual tertentu pada masa
enam tahun pertama dalam kehidupannya. Pandangan ini menunjukkan bahwa aliran teori
Freud tentang sifat manusia pada dasarnya adalah deterministik. Freud memberikan indikasi
bahwa tantangan terbesar yang dihadapi manusia adalah bagaimana mengendalikan dorongan
agresif itu. Bagi Freud, rasa resah dan cemas seseorang itu ada hubungannya dengan kenyataan
bahwa mereka tahu umat manusia itu akan punah.

Sebagai teori kepribadian, psikoanalisa membagi jiwa menjadi tiga sistem yaitu:

1. Id adalah komponen biologis

Sistem kepribadian yang orisinil. Kepribadian setiap orang hanya terdiri dari id ketika
dilahirkan. Id merupakan tempat bersemayam naluri-naluri. Seperti kawah yang terus
mendidih dan bergejolak, id tidak dapat mentoleransi ketegangan, dan senantiasa bekerja

9
untuk melepaskan ketegangan itu sesegera mungkin. Orientasi id adalah selalu pada
kesenangan dan menghindarkan pada kesakitan. Dengan kata lain, id bersifat tidak sadar
dan selalu berusaha untuk memuaskan kebutuhan-kebutuhan naluriah sesuai dengan asas
kesenangan. Id tidak pernah matang dan selalu menjadi “anak manja” dalam struktur
kepribadian

2. Ego adalah komponen psikologis

Ego ditafsirkan sebagai hasrat untuk memanuhi nafsu. Hanya saja telah ada kontrol dari
manusia itu sendiri. Sudah ada pertimbangan, dan telah memikirkan akibat dari yang telah
dilakukannya. Dengan diatur oleh asas kenyataan, ego berlaku realistis dan berpikir logis
serta merumuskan rencana-rencana tindakan bagi pemuasan kebutuhan. Oleh karena itu
bisa dikatakan bahwa hubungan id dan ego adalah ego merupakan tempat bersemayam
intelegensi dan rasionalitas yang mengawasi dan mengendalikan id. Sementara id hanya
mengenal kenyataan subjektif.

3. Superego adalah komponen sosial.

Superego adalah cabang moral atau hukum kepribadian atau lebih sering disebut
dengan “hati nurani”. Pembentukan dan perkembangan superego sangat ditentukan oleh
pengarahan atau bimbingan lingkungan sejak usia dini. Superego memberikan kode moral
kepada individu dalam menentukan baik-buruk, benar-salah. Superego merepresentasikan
hal-hal yang ideal dan mendorong kepada kesempurnaan bukan pada kesenangan (Corey,
2005; 15). Superego merepresentasikan pada nilai-nilai tradisional dan ideal-ideal
masyarakat yang diajarkan orangtua kepada anak. Superego berfungsi menghambat
impulsimpuls id. Superego berkaitan dengan imbalan-imbalan dan hukuman. Imbalan
merupakan perasaan-perasaan bangga dan mencintai diri, sedangkan hukuman merupakan
perasaanperasaan berdosa dan rendah diri.

10
2.1.5 Teknik-Teknik Dasar yang Digunakan dalam Pendekatan Psikoanalisis Sigmund Freud

1) Asosiasi bebas

Teknik pokok dalam terapi psikoanalisis adalah asosiasi bebas. Dorongan dari asosiasi bebas
adalah aturan mendasar konselor. Konselor memerintahkan konseli untuk menjernihkan
pikirannya dari pemikiran sehari-hari dan sebanyak mungkin untuk mengatakan apa yang
muncul dalam kesadarannya. Konseli mengemukakan segala sesuatu melalui perasaan atau
pemikiran dengan melaporkan secepatnya tanpa sensor. Konseli harus memberitahukan
kepada konselor segala sesuatu yang terjadi kepada mereka, bahkan jika tidak nyaman,
menyakitkan, atau (tampaknya) tidak berarti. Mereka harus berbagi semua pikiran, kenangan,
asosiasi, perasaan dan ide-ide, dan konselor harus mendorong mereka untuk meletakkan
semua kritik-diri ke samping. Tujuan ini adalah untuk mengangkat represi dengan membuat
materi tak sadar sadar. Metode ini adalah metoda pengungkapan pangalaman masa lampau
dan penghentian emosi-emosi yang berkaitan dengan situasi traumatik dimasa lalu. Hal ini
dikenal juga sebagai katarsis. Katarsis dapat mengurangi pengalaman konseli yang menyakitkan,
akan tetapi tidak memegang peranan utama dalam proses penyembuhan. Sebagai suatu cara
membantu konseli memperoleh pengetahuan dan evaluasi diri sendiri, konselor menfasirkan
makna-makna yang menjadi kunci asosiasi bebas. Selama asosiasi bebas, tugas konselor adalah
mengidentifikasi hal-hal yang tertekan dan terkunci dalam ketidaksadaran. Urutan asosiasi
membimbing konselor dalam pemahaman kaitan konseli membuat peristiwa-peristiwa.
Konselor menafsirkan materi pada konseli, membimbing ke arah peningkatan tilikan ke dalam
dinamika dirinya yang tidak disadari. 2) Interpretasi

Adalah prosedur dasar yang digunakan dalam asosiasi bebas, mimpi, dan resistensi.
Prosedurnya terdiri atas penetapan konseloris, penjelasan, dan mengajarkan konseli tentang
makna perilaku dimanifestasikan dalam mimpi, asosiasi bebas, resistensi dan hubungan
terapeutik itu sendiri. Fungsi interpretasi adalah membiarkan ego untuk mencerna materi baru
dan mempercepat proses menyadarkan hal-hal yang tersembunyi. Konselor harus membedakan
antara pengetahuan mereka sendiri dan pengetahuan konseli. Timing sangat penting karena

11
mereka akan mendapat perlawanan jika mereka salah (konseli dapat menolaknya). Ada tiga hal
yang harus diperhatikan dalam interpretasi sebagai teknik terapi. Pertama, interpretasi
hendaknya disajikan saat gejala yang diinterpretasikan berhubungan erat dengan hal-hal yang
disadari konseli. Kedua, interpretasi hendaknya selalu dimulai dari permukaan dan baru menuju
ke hal-hal yang dalam yang dapat dialami oleh situasi emosional konseli. Ketiga, metepakan
resistensi atau pertahanan sebelum menginterpretasikan emosi atau konflik.

3) Analisis mimpi

Merupakan prosedur yang penting untuk membuka hal-hal yang tidak disadari dan
membantu konseli untuk memperoleh tilikan kepada masalah-masalah yang belum
terpecahkan. Selama tidur pertahanan menjadi lebih lemah dan perasaan-perasaan yang
tertekan muncul ke permukaan. Menurut Freud, selama tidur represi dikurangi, yang
memungkinkan materi untuk sadar menjadi sadar dalam bentuk mimpi. Dalam mimpi adanya
pemenuhan (yaitu, yang menyamar ditekan pemenuhan dorongan) dan kompromi antara
dorongan dari id dan mekanisme pertahanan ego. Sebuah mimpi dapat dimasukkan ke dalam
rantai psikis dan harus ditelusuri mundur dalam memori dari ide patologis (patologis dalam
pengertian ini adalah gangguan mental). Penafsiran mimpi melibatkan mimpi mengatasi pikiran
laten yang disamarkan dengan proses mimpi. Tidur selama ego masih mampu mengubah mimpi
laten pikiran untuk membuat mereka kurang mengancam. Freud melihat bahwa mimpi sebagai
“royal road to the unconcious” , dimana dalam mimpi semua keinginan, kebutuhan dan
ketakutan yang tidak disadari diekspresikan. Beberapa motivasi yang tidak diterima oleh orang
lain, dinyatakan dalam simbolik daripada secara terbuka dan langsung.

4) Resistensi / client resistance (perlawanan/penolakan)

Resistensi, sebagai suatu konsep fundamental praktek-praktek psikoanalisis, yang bekerja


melawan kemajuan terapi dan mencegah konseli untuk menampilkan hal-hal yang tidak
disadari. Freud memandang resistensi sebagai suatu dinamika yang tidak disadari yang
mendorong seseorang untuk mempertahankan terhadap kecemasan. Interpretasi konselor
terhadap resistensi ditujukan kepada bantuan konseli untuk menyadari alasan timbulnya

12
resistensi. Resistensi ini didefinisikan oleh Freud sebagai semua kekuatan yang menentang
pekerjaan pemulihan. Mereka menolak mereproduksi direpresi karena segala sesuatu yang
terjadi kepada mereka memiliki beberapa referensi untuk itu.

5) Transferensi

Transferensi terjadi ketika pasien merespon analis sebagai suatu figur pada masa kecil
(orangtua). Respon ini bisa positif, bisa juga negatif bergantung pada pada suasana emosional
yang dialaminya. Ruangan terapi bisa menjadi arena terjadinya reaksi-reaksi atau konflikkonflik
lama.

2.1.6 Tokoh - Tokoh Aliran Psikoanalisis

1. Sigmund Freud

Sigmund Freud adalah seorang anak dari keluarga keturunan Yahudi yang lahir pada
tanggal 6 Mei 1856 di Freiberg (saat ini bernama Czech Republik) dan meninggal dunia pada
tanggal 23 september 1939 di London. Freud mempunyai ayah yang bernama Jacob Freud yang
bekerja sebagai seorang pedagang wol. Freud mengakui pada saat kecil ia sangat membenci
ayahnya karena perlakuannya yang kasar dan otoriter. Ketika Freud berumur 4 tahun,
perdagangan ayahnya mengalami kerugian, akhirnya Freud dan keluarganya terpaksa pindah ke
Leipziq, Jerman.

Tujuh tahun berturut-turut Freud menduduki ranking pertama di kelasnya. Freud dikenal
sebagai pemuda yang mah bekerja keras, senang membaca dan belajar, serta menunjukkan
kemampuan intelektualnya yang brilian. Dalam bidang bahasa dia menguasai berbagai bahasa
yaitu: Jerman, Ibrani, Latin, Perancis, Inggris, Itali, dan Spanyol. Freud mempunyai mimpi dapat
mecapai kesuksesan melalui berbagai penelitian dan penemuan yang ia tekuni.

Freud masuk Fakultas Kedokteran Universitas Vienna dan lulus pada tahun 1881. Setelah
menamatkan kuliahnga, Freud bergabung dengan laboratorium psikologi terkenal di Jerman

13
milik Ernest Bruke. Beberapa tahun kemudian, Freud menjadi praktisi kesehatan yang
menangani masalah kecemasan (nerveous diseases) dan menjadi pengajar bidang
neuropathology. Freud juga mendalami bidang kajian neurology.

Teori psikoanalisis Freud bertahan kurang lebih 3,4 abad lebih dan runtuh di awal 1980-an
ketika dokter berhasil mengobati “manic depressive” dengan lithium. Seorang penderita manic
depressive sembuh dengan lithium, setelah sebelumnya dia telah menjalani sesi psikoanalisis
selama 20 tahun tanpa hasil. Begitulah uraian singkat tentang latar belakang Sigmund Freud
dalam melahirkan karyanya yakni pendekatan Psikoanalisis. Setelah cukup lama tinggal dan
menetap di Viena, pada tahun 1938 Freud memutuskan untuk pindah ke London akibat dari
ancaman dan teror pasukan Nazi. Selama waktu-waktu tersebut kurang lebih 16 tahun, Freud
menderita penyakit kanker yang menjangkit sampai akhir hidupnya.

Di samping gagasan mengenai psikoanalisis, masih banyak gagasan besar dan penting Freud
lainnya yang menjadikan ia dipandang sebagai seorang yang revolusioner dan sangat
berpengaruh bukan saja untuk bidang psikologi atau psikiatri, melainkan juga untuk
bidangbidang lain yang mencakup sosiologi, antropologi, ilmu polilik, filsafat, dan kesusastraan
atau kesenian.

Dalam bidang psikologi, khususnya psikologi kepribadian dan lebih khusus lagi teori
kepribadian, pengaruh Freud dengan psikoanalisis yang dikembangkannya dapat dilihat dari
fakta, bahwa sebagian besar teori kepribadian modern teorinya tentang tingkah laku
(kepribadian) mengambil sebagian, atau setidaknya mempersoalkan, gagasan-gagasan Freud.
Psikoanalisis itu sendiri, sebagai aliran yang utama dalam psikologi memiliki teori kepribadian
yang gampangnya kita sebut teori kepribadian psikoanalisis (psychoanalitic theory of
personality).

14
2. Carl Gustav Jung

Adalah psikiater Swiss dan perintis psikologi analitik. Lahir di Kesswil, 26 Juli 1875 -
Küsnacht, 6 Juni 1961. Pendekatan Jung terhadap psikologi yang unik dan berpengaruh luas
ditekankan pada pemahaman "psyche" melalui eksplorasi dunia mimpi, seni, mitologi, agama
serta filsafat. Bagi Jung, kepribadian merupakan kombinasi yang mencakup perasaan dan
tingkah laku, baik sadar maupun tidak sadar. Meskipun ia adalah seorang psikolog teoretis dan
praktis dalam sebagian besar masa hidupnya, kebanyakan karyanya mengeksplorasi bidang lain,
seperti filsafat Timur vs Barat, alkimia, astrologi, sosiologi, juga sastra dan seni. Jung juga
menekankan pentingya keseimbangan dan harmoni. Ia memperingatkan bahwa manusia
modern terlalu banyak mengandalkan sains dan logika dan akan mendapat manfaat dari
pengitegrasian spiritualitas serta apresiasi terhadap dunia bawah sadar.

3. Franz Anton Mesmer

Era modern hipnosis dan hipnoterapi sebenarnya diawali oleh Franz Anton Mesmer,
seorang fisikawan asal Austria yang menciptakan metode “mesmerism” yang terkenal hingga
sekarang. Ia mengemukakan suatu teori yang menyatakan bahwa penyebab seluruh penyakit
adalah daya magnetik dari dalam tubuh, yang ia sebut animal magnetism atau daya magnet
binatang. Teori ini lalu dikenal sebagai mesmerism. Selain itu, dengan berbagai alasan, Mesmer
memberikan pandangan negatif terhadap hipnosis bagi beberapa orang hingga saat ini.

4. Jean-Martin Charcot

Jean-Martin Charcot merupakan seorang Neurolog yang berasal dari Prancis. Ia mendalami
ilmu Neurologi di saat ilmu tersebut belum terlalu dikenal oleh kalangan luas. Ia merupakan
seorang pelukis berbakat yang menggunakan bakat artistiknya untuk memvisualisasikan
memori yang kuat tentang pola dan asosiasi terhadap penyakit dan anatomi. Ayahnya yang
memiliki perekonomian terbatas tidak menghentikan Charcot untuk ke jenjang pendidikan yang
lebih tinggi. Charcot memenangkan sebuah kompetisi yang membuatnya dapat memasuki
sekolah kedokteran. Ia menguasai beberapa bahasa, yaitu bahasa Prancis, Inggris, Jerman, dan

15
Italia. Hal ini membuat ia dapat membaca berbagai macam literatur dunia yang membahas
mengenai penyakit sendi dan paru-paru, anatomi tubuh, fisiologi, dan patologi dari sistem
saraf.

Charcot tertarik dengan fenomena histeria pada perempuan, dimana perilaku perempuan
yang berlebihan seperti berteriak histeris ketika melihat sesuatu hal yang mereka sukai
contohnya: lelaki tampan dan barang-barang mewah, dianggap sebagai penyakit pada abad
ke19. Fenomena ini tentu tidak bertahan lama, karena sifat histeris atau gembira berlebihan
pada perempuan adalah wajar.

Charcot dengan secara terbuka menghubungkan hipnosis dengan histeria, yang menurutnya
cocok dengan tiga proses dari hipnosis, yaitu: Catalepsy, Lethargy, dan Somnambulism. Ketiga
proses tersebut memerlukan stimulus yang berupa sugesti dari pelaku hipnosis kepada pasien,
lalu diamati hasil reaksi yang ditimbulkan. Charcot sangat tertarik dengan hasil hipnosis yang
dia lakukan, dan menyimpulkan bahwa hipnosis merupakan bentuk lain dari histeria, yaitu
sebuah tingkah laku yang abnormal.

2.2 Behaviorisme

2.2.1 Perkembangan awal Behaviorisme

Psikologi behaviorisme pertama kali dipopulerkan di Amerika Serikat oleh John Buardus
Watson (1878-1958). Behaviorisme artinya serba tingkah laku. Psikologi behaviorisme adalah
psikologi tingkah laku dan menekankan pada tingkah laku. Kemudian teori ini berkembang
menjadi aliran psikologi belajar yang berpengaruh terhadap pengembangan teori pendidikan
dan pembelajaran yang dikenal sebagai aliran behavioristik. Aliran ini menekankan pada
terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar.

Tahun-tahun selanjutnya memperlihatkan perkembangan psikologi behaviorisme sangat


pesat. Terutama setelah Pavlov berhasil mengadakan eksperimen refleks air liur pada anjing
untuk menjelaskan Teori Belajar Refleks Bersyarat atau Teori Pengondisian Klasik, selanjutnya

16
eksperimen-eksperimen belajar banyak dilakukan di Amerika Serikat oleh para tokoh psikologi
fungsionalisme dan behaviorisme. Perkembangan psikologi behaviorisme terjadi pula di Rusia
yang ditandai dengan munculnya tokoh-tokoh psikologi refleks, yaitu I. M. Seehanov, I. P.
Pavlov, dan Vladimir Bekhterve. Namun sejauh itu perkembangan psikologi behaviorisme
tampak paling pesat di Amerika Serikat. Perkembangan konsep psikologi behaviorisme yang
terjadi di Amerika Serikat adalah mengenai belajar dan dilakukan dengan berbagai eksperimen.
2.2.2 Ciri – ciri teori behaviorisme

1. Bersifat mekanistik

2. Menekankan pentingnya latihan

3. Menekankan peranan lingkungan

4. Menekankan pembentukan respon dan stimulus

5. Mengutamakan bagian-bagian terkecil

2.2.3 Prinsip-Prinsip dalam Teori Behavioristik

1. Perilaku nyata dan terukur memiliki makna tersendiri, bukan sebagai perwujudan dari
jiwa atau mental yang abstrak.

2. Aspek mental dari kesadaran yang tidak memiliki bentuk fisik adalah pseudo problem
untuk sciene, harus dihindari.

3. Penganjur utama adalah Watson : overt, observable behavior, adalah satu-satunya


subyek yang sah dari ilmu psikologi yang benar.

4. Dalam perkembangannya, pandangan Watson yang ekstrem ini dikembangkan lagi oleh
para behaviorist dengan memperluas ruang lingkup studi behaviorisme dan akhirnya
pandangan behaviorisme juga menjadi tidak seekstrem Watson, dengan mengikutsertakan
faktor-faktor internal juga, meskipun fokus pada overt behavior tetap terjadi.

17
5. Aliran behaviorisme juga menyumbangkan metodenya yang terkontrol dan bersifat
positivistik dalam perkembangan ilmu psikologi.

2.2.4 Teori behaviorisme menurut para ahli

1. J. B. Watson (1878 – 1958)

Dilahirkan di kota Greenville 9 Januari 1878. Watson belajar ilmu filsafat pada University
of Chicago serta memperoleh gelar Ph.D pada tahun 1903 bersama disertasinya yang berjudul
“Animal Education”. Watson dikenal menjadi ilmuwan yang banyak melakukan penyelidikan
terhadap psikologi binatang. Pada tahun 1908 Watson menjadi profesor pada psikologi
eksperimental dan psikologi komparatif pada John Hopkins University Baltimore dan sekaligus
menjadi direktur laboratorium psikologi di universitas tersebut. Antara tahun 1920-1945
Watson meninggalkan universitas tersebut untuk bekerja pada bidang psikologi konsumen.
Pada tanggal 25 September 1958, John Broades Watson tutup usia di New York City diumurnya
yang ke-80 tahun.
Tokoh dalam Behaviorisme yang dikenal radikal, yaitu Tokoh ini dinilai banyak kalangan
dalam psikologi modern sebagai tokoh yang radikal sebab ia berusaha menghilangkan arti
kesadaran di dalam ilmu jiwa. Berbeda dengan Thorndike, Watson sama sekali tidak bersedia
mengakui kebenaran hasil-hasil metode intropeksi. Watson berpendapat bahwa kesadaran
adalah istilah dari filsafat. Sedangkan berbicara ilmu jiwa, haruslah lepas dari filsafat. Oleh
karena itu, kesadaran harus dihilangkan dari lapangan ilmu jiwa. Menurut Watson, metode
terbaik dalam ilmu jiwa, yaitu metode ilmu pengtahuan alam dengan bukti-bukti yang nyata dan
dapat diindra dengan jelas atau tampak.

Menurut Watson tiap-tiap gerakan terjadi dari adanya suatu perangsang (stimulus), dan
reaksi jawab perangsang (response). Keduanya merupakan suatu ikatan atau bond sehingga
teori Watson lebih dikenal dengan nama “Teori Sarbond”. Watson memperjelas pendapatnya
dengan memberikan sebuah contoh yaitu insting. Menurut Watson, insting juga merupakan
suatu rangkaian refleks-refleks. Kesudahan dari suatu perbuatan refleks menjadi perangsang
bagi perbuatan yang berikutnya. Kesudahan perbuatan ini menjadi perangsang bagi perbuatan

18
selanjutnya lagi. Demikian seterusnya, sampai perbuatan insting tersebut berakhir. Dicontohkan
pada seekor kucing yang sedang lapar. Oleh adanya refleks pada kucing tersebut terjadilah
suatu gerakan pada kucing ketika dilihatnya suatu mangsa, Hal itu membuat kucing melakukan
gerakan menyelundup. Ketika mangsa tersebut semakin tampak jelas oleh kucing itu, hal itu
menjadi perangsang baru bagi kucing sehingga timbul gerakan melompat pada kucing.
Demikian selanjutnya sampai kucing berhasil menangkap mangsa untu dimakan. Dari uraian
penjelasan tersebut dan contoh tersebut menegaskan bahwa kaum Behavioris tidak bersedia
mengakui adanya insting. Mereka mengembalikan insting tersebut kepada susunan refleks-
refleks belaka. Demikian halnya dengan kebiasaan-kebiasaan yang dialkukan pada hewan atau
manusia pada umumnya.

Selain pendapat yang telah dipaparkan diatas, Watson juga memberikan pandangannya
tentang bahasa dan perasaan dalam kaitannya dengan jiwa individu atau pada manusia.
Menurut ahli itu, bahasa tidak lain tidak bukan merupakan gerak-gerak pangkal kerongkongan
yang disertai suara yang ditimbulkannya. Sedangkan perasaan menurut Watson, ialah suatu
reaksi emosional. Watson berpandangan bahwa hanya ada tiga perasaan pokok sebagai
pembawaan individu sejak lahir. Untuk mendukung pendapatnya tersebut ia telah mengadakan
penyelidikan pada bayi-bayi. Ketiga perasaan individual yang dimaksud, yaitu ketakutan, marah,
dan cinta.

Watson juga mengdakan percobaan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh dari
luar untuk reaksi pembawaan pada individu atau seseorang. Untuk itu Watson menggunakan
seorang anak berumur 11 bulan yang kepadanya diberikannya seekor tikus dan seekor kelinci.
Ternyata anak itu tidak takut. Ia malah bermain dengan-main dengan binatang-binatang
tersebut. Pada lain waktu, seekor tikus tersebut diberikannya lagi kepada anak itu. Tetapi ketika
anak tersebut hendak menagkapnya, bersamaan dengan itu dibunyikannya sebuah gong
dengan sangat kuatnya dan dengan sekonyong-konyong. Anak tersebut berlari-lari sambil
berteriak-teriak, ia tidak lagi berniat untuk menangkap tikus dimaksud. Anak tersebut berlari
sambil berteriak-teriak, ia tidak lagi berniat menangkap tikus dimaksud. Anak tersebut berlari
lagi ketika lain waktu diperlihatkan seekor tikus lagi meskipun tidak disertai dengan

19
dibunyikannya gong. Pada waktu yang berlainan ketika anak tersebut sedang makan dengan
enaknya, kepadanya didekatkan seekor tikus di dalam suasana riang, senyum, dan gembira.
Ternyata yang terjadi anak itu tidak takut lagi kepada tikus tesebut. Dari percobaan tersebut
pada akhirnya Watson berhasil menarik suatu kesimpulan bahwa rasa takut pada tikus dan
hewan-hewan yang lain pada diri anak sebenarnya tidak ada. Dalam percobaan itu terlihat
adanya peran orang lain yang berpengaruh terhadap individu. Dalam hal ini misalnya pendidik
yang berperan mengondisikan refleks (mensyaratkan). Hal itu dapat dihilangkan dengan cara
mengondisikan kembali. Menurut Watson pendidikan adalah mahakuasa. Pendidikan selalu
optimis terhadap hasil usahanya.

Menurutnya psikologi sepenuhnya bersifat objektif. Watson sepenuhnya menganut


determinisme lingkungan (environ-mentalism) yang merupakan hasil pengaruh kuat dari paham
empirisme di Amerika Serikat. Menurut Watson lingkungan adalah sangat penting dibandingkan
dengan faktor-faktor keturunan dalam menentukan tingkah laku. Watson juga berpendapat
bahwa pengondisian (conditioning) merupakan kunci untuk memahami tingkah laku. Masalah
psikologi menurut Watson merupakan masalah kegiatan atau aktivitas manusia dan hewan
yang dapat diobservasi dan dapat diukur secara akurat. Watson menegaskan tujuan psikologi
behaviorisme dengan meramalkan responsi dan mengendalikan tingkah laku manusia dan
hewan.

2. Edward Lee Thorndike (1874 – 1949) : Teori Koneksionisme

Thorndike, lahir di Williamsburg, Massachusetts, adalah anak dari seorang pendeta Metodis
di Lowell, Massachusetts. Thorndike lulus dari The Roxbury (1891), di West Roxbury,
Massachusetts dan Wesleyan University (1895). Ia mendapat gelar MA di Harvard University
pada tahun 1897.

Selama di Harvard, ia tertarik pada bagaimana hewan belajar (etologi), dan bekerja sama
dalam penelitian dengan William James. Setelah itu, ia menjadi tertarik pada hewan 'manusia',
dan kemudian mengabdikan dirinya demi penelitiannya ini. Tesis Edward hingga saat ini masih
dianggap sebagai dokumen penting dalam ranah ilmu psikologi komparatif modern. Setelah

20
lulus, Thorndike kembali ke minat awal, psikologi pendidikan. Pada tahun 1898 ia
menyelesaikan PhD-nya di Universitas Columbia di bawah pengawasan James McKeen Cattell,
salah satu pendiri psikometri.

Edward Lee Thorndike dikenal seorang tokoh Behavioris yang tidak radikal. Thorndike
dikatakan tidak termasuk tokoh radikal dalam aliran Behaviorisme oleh orang kebanyakan pada
saat itu. Sebab ia tidak mengesampingkan arti kesadaran dan seluruh teorinya tidak terlalu
mekanistis. Thorndike masih mengakui adanya kesadaran, tetapi objek ilmu jiwa menurutnya
bukan kesadaran. Menurut pandangan Thorndike kesadaran terkandung di dalam tingkah laku.
Thorndike juga tetap mengakui kebenaran dari metode intropeksi sebab tidak semua objek
dalam psikologi dapat diselidiki dengan metode observasi. Misalnya, pengalaman-pengalaman
asli tentang rasa senang dan tidak senang. Untuk itu hal itu hanya dapat diselidiki dengan
metode intropeksi, tidak dapat dengan metode observasi.

Ia berhasil menyusun suatu metode ilmiah yang digunakan dalam penyelidikan psikologi
yang dinamakan metode “Triall and Error”. Ia telah mengadakan penyelidikan atau percobaan
menggunakan seekor kucing yang dimasukan kedalam problem box (sangkar). Tujuan
percobaan ini untuk menyelidiki proses belajar pada manusia dan binatang. Tetapi yang lebih ia
utamakan adalah ingin mengetahui proses belajar pada bintang atau hewan-hewan.
Sebelumnya, Thorndike sudah dikenal sebagai seorang yang ahli dalam ilmu hewan.

Thorndike menempatkan hewan percobaan, yaitu seekor kucing di dalam sangkar yang
dikunci menggunakan kunci model palang (tupai-tupi). Di luar sangkar ditaruhnya sepotong
dendeng goreng yang difungsikan sebagai perangsang kucing percobaan. Begitu kucing
mengetahui di luar sangkar terdapat dendeng goreng seketika menunjukan gerakan yang
meronta-ronta, menerkam, menerjang, mengeong, dan sebagainya. Maksud gerakan kucing itu
tidak lain dan tidak bukan adalah agar bisa keluar dari sangkar dan memakan dendeng goreng
yang ada di luar sangkar. Tetapi pada percobaan pertama itu kucing tidak berhasil keluar dari
sangkarnya. Selanjutnya percobaan tersebut diulang-ulang. Setiap kali Thorndike mengulangi
percobaannya, gerakan-gerakan atau reaksi yang diperlihatkan oleh kucing percobaan dalam
sangkar selalu diamati dengan teliti dan dicatatnya.
21
Pada percobaan-percobaan selanjutnya dapat dilihat bhwa kucing dalam sangkar percobaan
semakin sedikit melakukan gerakan untuk bisa keluar dari sangkar. Kucing rupanya telah
menemukan kuncinya untuk dapat keluar dari sangkar, yaitu dengan membuka pintu yang
dikunci menggunakan kunci model tupai-tupai. Dari pengamatan Thorndike akhirnya kucing
tersebut berhasil melepaskan tupai-tupai tersebut sehingga pintu sangkar dapat dibukanya.
Kucing itu pun keluar dengan cekatan dan langsung menerkam dendeng goreng yang ditaruh di
luar sangkar percobaan. Dari hasil pengamatan pada percobaan tersebut Thorndike dapat
menyimpulkan bahwa binatang atau hewan belajar dengan triall and error, hasil dari tindakan
triall and error seekor binatang tersebut merupakan asosiasi yang kuat untuk menimbulkan
gerakan seperti yang lalu. Oleh karena itu, binatang tersebut mudah menyesuaikan dirinya
dengan masalah yang sama. Peristiwa semacam itu dinamakan law of effect. Kucing percobaan
semakin lama tenaganya semakin berkurang. Hal itu menuntut kucing tersebut untuk
menggunakan tenaganya yang sedikit itu untuk bisa mewujudkan keinginannya bisa keluar dari
dalam sangkar dan menerkam dendeng goreng yang ditaruh di luar sangkar. Kejadian yang
dialami oleh kucing dalam kondisi seperti ini dinamakan law of frequency. Setelah Thorndike
mengamati dengan teliti dalam percobaannya kemudian ia menganggap bahwa perbuatan
kucing percobaan itu tidak berbeda halnya dengan sebuah mesin yang makin lama dipakai
makin dapat lancar dan licin dipakainya.

Pengaruh nyata metode triall and error di lapangan terdapat pada orang-orang yang
berpikir darrinistis, yaitu bahwa dalam proses berpikir manusia juga menggunakan triall and
error. Hanya saja menurut Watson dalam menggunakan triall and error tersebut manusia dapat
lebih cepat dan diam karena manusia memiliki inteligensia. Menurut Watson, tingkah laku
manusia tidak lain adalah refleks yang tersusun. Semua perbuatan yang dilakukan oleh manusia
adalah susunan refleks-refleks belaka. Setiap tingkah laku manusia adalah reaksi terhadap
perangsang-perangsang. Perbuatan yang tersederhana adalah terdiri dari perangsang beserta
reaksinya dan yang berlangsung secara automatis atau refleksif. Watson menegaskan bahwa
refleks ini merupakan reaksi yang yang tidak disadari terhadap suatu perangsang tertentu. Ia
membedakan refleks menjadi dua macam, yaitu refleks gerakan dan refleks pengeluaran.
Refleks gerakan, yaitu reaksi urat daging atau reaksi motoris, seperti gerakan tempurung lutut
22
karena terkena pukulan. Sedangkan refleks pengeluaran, yaitu reaksi kelenjar-kelenjar, seperti
kelenjar ludah (keluarnya air liur), dan lain-lain.

Menurut Thorndike terdapat tiga hukum belajar yang utama yaitu :

a.The Law of Effect (Hukum Akibat).

Hukum akibat yaitu hubungan stimulus respon yang cenderung diperkuat bila akibatnya
menyenangkan dan cenderung diperlemah jika akibatnya tidak memuaskan. Hukum ini
menunjuk pada makin kuat atau makin lemahnya koneksi sebagai hasil perbuatan. Suatu
perbuatan yang disertai akibat menyenangkan cenderung dipertahankan dan lain kali akan
diulangi. Sebaliknya, suatu perbuatan yang diikuti akibat tidak menyenangkan cenderung
dihentikan dan tidak akan diulangi.

Koneksi antara kesan panca indera dengan kecenderungan bertindak dapat menguat
atau melemah, tergantung pada “buah” hasil perbuatan yang pernah dilakukan. Misalnya, bila
anak mengerjakan PR, ia mendapatkan muka manis gurunya. Namun, jika sebaliknya, ia akan
dihukum. Kecenderungan mengerjakan PR akan membentuk sikapnya.

b.The Law of Exercise (Hukum Latihan)

Hukum latihan yaitu semakin sering tingkah laku diulang/dilatih (digunakan), maka
asosiasi tersebut akan semakin kuat. Dalam hal ini, hukum latihan mengandung dua hal: The
Law of Use : hubungan-hubungan atau koneksi-koneksi akan menjadi bertambah kuat, kalau
ada latihan yang sifatnya lebih memperkuat hubungan itu. The Law of Disue :
hubunganhubungan atau koneksi-koneksi akan menjadi bertambah lemah atau terlupa kalau
latihanlatihan dihentikan, karena sifatnya yang melemahkan hubungan tersebut.

c.The Law of Readiness (Hukum Kesiapan).

Hukum kesiapan yaitu semakin siap suatu organisme memperoleh suatu perubahan
tingkah laku, maka pelaksanaan tingkah laku tersebut akan menimbulkan kepuasan individu
sehingga asosiasi cenderung diperkuat.

23
Prinsip pertama teori koneksionisme adalah belajar merupakan suatu kegiatan
membentuk asosiasi (connection) antara kesan panca indera dengan kecenderungan bertindak.
Misalnya, jika anak merasa senang atau tertarik pada kegiatan jahit-menjahit, maka ia akan
cenderung mengerjakannya. Apabila hal ini dilaksanakan, ia merasa puas dan belajar menjahit
akan menghasilkan prestasi memuaskan

4.Edwin Guthrie

Guthrie lahir di Lincoln Nebrazka tanggal 9 Januari pada tahun 1886 dan meninggal
pada tahun 1959. Guthrie adalah profesor psikologi di University of Washington dari tahun
1914 sampai pensiun pada tahun 1952. Gaya tulisan Gutrie lebih mudah untuk dipelajari karena
penuh humor, dan menggunakan banyak kisah untuk menunjukkan contoh ide-idenya supaya
mudah dipahami oleh mahasiswanya. Dia sangat menekankan pada aplikasi praktis dari
gagasanya dan dalam hal ini mirip dengan Thorndike dan Skinner. Dia sebenarnya bukan
eksperimentalis meskipun jelas dia punya pandangan dan orientasi dan eksperimental. Bersama
dengan Horton ia melakukan satu percobaan yang tekait dengan teori belajarnya.
Guthrie, seorang tokoh psikologi behaviorisme mengusulkan teori tingkah laku
berdasarkan hukum tunggal. Guthrie mengatakan bahwa pada setiap responsi yang timbul pada
saat tertentu pasti terhubung dengan sesuatu unsur-unsur stimulus yang tampil pada waktu itu
juga. Dengan demikian responsi pun terjadi pada saat itu. Prinsip-prinsip itu digunakan Guthrie
pada psikologi pendidikan dalam melakukan analisis fenomena sosial dan kepribadian individu.

Azas belajar Guthrie yang utama adalah hukum kontiguiti. Yaitu gabungan
stimulusstimulus yang disertai suatu gerakan. Guthrie juga menggunakan variabel hubungan
stimulus dan respon untuk menjelaskan terjadinya proses belajar. Belajar terjadi karena
gerakan terakhir yang dilakukan mengubah situasi stimulus sedangkan tidak ada respon lain
yang dapat terjadi.

Hubungan antara stimulus dan respon bersifat sementara, sehingga dalam kegiatan
belajar peserta didik perlu diberi stimulus dengan sering agar hubungan stimulus dan respon
bersifat lebih kuat dan menetap. Guthrie juga percaya bahwa hukuman (punishment)

24
memegang peranan penting dalam proses belajar. Hukuman yang diberikan pada saat yang
tepat akan mampu mengubah tingkah laku seseorang.

5.Burrhus Frederic Skinner (1904 – 1990).

Seperti halnya kelompok penganut psikologi modern, Skinner mengadakan pendekatan


behavioristik untuk menerangkan tingkah laku. Pada tahun 1938, Skinner menerbitkan bukunya
yang berjudul The Behavior of Organism. Dalam perkembangan psikologi belajar, ia
mengemukakan teori operant conditioning. Buku itu menjadi inspirasi diadakannya konferensi
tahunan yang dimulai tahun 1946 dalam masalah “The Experimental an Analysis of Behavior”.
Hasil konferensi dimuat dalam jurnal berjudul Journal of the Experimental Behaviors yang
disponsori oleh Asosiasi Psikologi di Amerika (Sahakian,1970)
Konsep-konsep yang dikemukanan Skinner tentang belajar lebih mengungguli konsep
para tokoh sebelumnya. Ia mampu menjelaskan konsep belajar secara sederhana, namun lebih
komprehensif. Menurut Skinner hubungan antara stimulus dan respon yang terjadi melalui
interaksi dengan lingkungannya, yang kemudian menimbulkan perubahan tingkah laku, tidaklah
sesederhana yang dikemukakan oleh tokoh tokoh sebelumnya. Menurutnya respon yang
diterima seseorang tidak sesederhana itu, karena stimulus-stimulus yang diberikan akan saling
berinteraksi dan interaksi antar stimulus itu akan mempengaruhi respon yang dihasilkan.
Respon yang diberikan ini memiliki konsekuensi-konsekuensi. Konsekuensi-konsekuensi inilah
yang nantinya mempengaruhi munculnya perilaku.

Oleh karena itu dalam memahami tingkah laku seseorang secara benar harus
memahami hubungan antara stimulus yang satu dengan lainnya, serta memahami konsep yang
mungkin dimunculkan dan berbagai konsekuensi yang mungkin timbul akibat respon tersebut.
Skinner juga mengemukakan bahwa dengan menggunakan perubahan-perubahan mental
sebagai alat untuk menjelaskan tingkah laku hanya akan menambah rumitnya masalah karena
perlu penjelasan lagi.

25
BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan

3.1.1. Psikoanalisis

Psikoanalisis menurut definisi modern yaitu :

1. Psikoanalisis adalah pengetahuan psikologi yang menekankan pada dinamika,


faktorfaktor psikis yang menentukan perilaku manusia, serta pentingnya pengalaman
masa kanak-kanak dalam membentuk kepribadian masa dewasa.
2. Psikoanalisis adalah teknik yang khusus menyelidiki aktivitas ketidaksadaran (bawah
sadar).
3. Psikoanalisis adalah metode interpretasi dan penyembuhan gangguan mental.

Di tengah-tengah psikologi yang memprioritaskan penelitian atas kesadaran dan


memandang kesadaran sebagai aspek utama dari kehidupan mental. Sigmund Freud, yang
mengemukakan gagasan bahwa kesadaran itu hanyalah bagian kecil saja dari kehidupan
mental, sedangkan bagian yang terbesarnya adalah justru ketaksadaran atau alam tak sadar.
Freud mengibaratkan alam sadar dan tak sadar itu dengan sebuah gunung es yang terapung di
mana bagian yang muncul ke permukaan air (alam sadar) jauh lebih kecil daripada bagian yang
tenggelam (alam tak sadar).

3.1.2 Behavioristik

Teori behavioristik merupakan teori yang menggunakan hubungan stimulus-responnya dan


menganggap orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Teori ini mengutamakan
pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu hal penting untuk melihat terjadi atau
tidaknya perubahan tingkah laku tersebut. Penerapan teori behaviroristik yang salah dalam
suatu situasi pembelajaran mengakibatkan terjadinya proses pembelajaran yang sangat tidak
menyenangkan bagi siswa yaitu guru sebagai central, bersikap otoriter, komunikasi berlangsung
satu arah, guru melatih dan menentukan apa yang harus dipelajari murid.

26
Teori behavioristik tidak mampu menjelaskan situasi belajar yang kompleks, sebab
banyak variabel atau hal-hal yang berkaitan dengan pendidikan dan/atau belajar yang dapat
diubah menjadi sekedar hubungan stimulus dan respon. Pandangan behavioristik juga kurang
dapat menjelaskan adanya variasi tingkat emosi pebelajar, walaupun mereka memiliki
pengalaman penguatan yang sama.

Teori-teori psikologi yang disusun oleh aliran behaviorisme didasarkan pada tiga hal pokok,
yaitu ilmu jiwa bukan menyelidiki kesadaran melainkan ia menyelidiki tingkah laku, segala
tingkah laku tidak lain daripada susunan refleks-refleks, dan pembawaan dan keturunan tidak
ada.

27
3.2 Daftar Pustaka
Saleh, Adnan Achiruddin. "Pengantar psikologi." (2018).Ciccarelli, S. K., White, N. J. (200).
Psychology. New Jersey: Pearson.

"Teori Psikoanalisa dari Sigmund Freud | Blog Tutorial, Psikologi, Bisnis". www.wivrit.com
(dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2023-10-23.

Whealin, Julia (2009) Child Sexual Abuse National Center for PTSD.
Kramer, G.P., et all. (2010). Introduction to Clinical Psychology (7th ed). New Jersey: Pearson.
Corey, G. (2009). Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Bandung: Refika Aditama.

Olson, Matthew H., and Julio J. Ramírez. An introduction to theories of learning. Routledge, 2020.

Hasan, R. (2013). Sigmund Freud; Tentang Histeria & Teori Seksualitas. [Online]. Tersedia di:
http://chirpstory.com/li/83143?page=1. (diakses pada tanggal 23 Oktober 2023).

Ray Colledge. (2002). Mastering Counseling Theory. Palgrave Macmillan.

28

Anda mungkin juga menyukai