Disusun oleh:
2
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ....................................................................... 4
B. Rumusan Masalah .................................................................. 4
C. Tujuan Penulisan .................................................................... 5
BAB II PEMBAHASAN
A. Biografi Tokoh Teori Psikoanalisis .......................................6
B. Konsep Teori Psikoanalisis .................................................... 8
C. Teknik Teori Psikoanalisis .....................................................9
D. Implementasi Teori Psikoanalisis .........................................12
DAFTAR PUSTAKA
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Banyak yang mengatakan bahwa psikoanalisa merupakan hal yang unik dan
paradoksial. Psikoanalisis merupakan sistem yangpaling dikenal luas meskipun
tidak difahami secara universal. Dari sisi lain psikoanalisis banyak membawa
pengaruh dalam bidang diluar psikologi seperti sosiologi dan disiplin lainnya,
melalui pemikiran penemunya, Sigmund Freud.
Teori psikoanalisis dikembangkan oleh Sigmund Freud pada awal tahun
1890-an. Teori ini banyak dipengaruhi oleh pengalaman atau kehidupan masa
kanak-kanak Freud, khususnya pada cara kedua orangtua memperlakukan
dirinya. Freud awalnya merupakan seorang dokter neurologis yang kemudian
tertarik untuk belajar psikiatri dan gangguan psikologis. Dari hasil kolaborasi
dengan guru dan koleganya dia berhasil mengembangkan teknik hipnotis dan
ekspresi verbal untuk menangani gangguan emosi(neurotis), meskipun
kemudian ia menyadari bahwa eknik tersebut ternyata kurang efektif.
Psikoanalisis dianggap sebagai salah satu gerakan revolusioner dibidang
psikologi yang dimulai melalui metode penyembuhan penderita sakit mental,
hingga menjelma menjadi sebuah konsepsi baru mengenai manusia. Hipotesis
pokok psikoanalisis menyatakan bahwa tingkah laku manusia sebagia besar
ditentukan oleh motif-motif tidak sadar, sehingga Freud dijuluki sebagai bapak
penjelajah dan pembuat peta ketidaksadaran manusia.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana biografi tokoh yang menemukan teori psikoanalisis?
2. Bagaimana konsep kunci dari teori psikoanalisis?
3. Apa saja teknik – teknik konseling dalam psikoanalisis?
4. Bagaimana implementasi dari konsep kunci teori psikoanalisis?
4
C. Tujuan Pembahasan
1. Untuk mengetahui biografi tokoh yang menemukan teori psikoanalisis.
2. Untuk mengetahui konsep kunci dari teori psikoanalisis.
3. Untuk mengetahui teknik – teknik konseling dalam psikoanalisis.
4. Untuk mengetahui implementasi dari konsep kunci teori psikoanalisis.
5
BAB II
PEMBAHASAN
6
terhadap ilmu psikologi bermula ketika dirinya mempelajari otak manusia dan
makhluk hidup lainnya di bawah arahan fisiologis Ernst Brücke. Setelah
sempat harus mengikuti wajib militer pada tahun 1879, Sigmund Freud lulus
dari universitas pada tahun 1881 dengan gelar Doctor of Medicine.
Setelah lulus, Sigmund Freud memulai kariernya sebagai peneliti anatomi
tengkorak manusia di Rumah Sakit Umum Wina. Penelitiannya membuahkan
hasil, dan Sigmund Freud berhasil mempublikasikan hasil temuannya tersebut
dan melanjutkan penelitian lain di rumah sakit tersebut. Tahun 1886, Sigmund
Freud memutuskan keluar dari rumah sakit, dan di tahun yang sama, dirinya
menikahi wanita asal Jerman bernama Martha Bernays. Di usianya yang ke-24
tahun, Sigmund Freud mulai menjadi perokok aktif, dengan dalih bahwa rokok
dapat meningkatkan kinerja otaknya ketika melakukan penelitian. Meskipun
sudah diingatkan terkait bahaya dari rokok, Sigmund Freud tetap bergeming
dan melanjutkan hobi barunya tersebut.
Beberapa sumber mengatakan bahwa ilmu psikoanalisis yang
dikembangkan oleh Sigmund Freud terinspirasi dari beberapa sosok terkenal
seperti filsuf Nietzsche, ilmuwan biologi Charles Darwin, dan bahkan
sastrawan William Shakespeare. Hasil penelitian, teori, dan karya mereka
membantu Sigmund Freud untuk memahami esensi dari psikologi manusia, dan
mengembangkan ilmu psikoanalisis itu sendiri. Gagasan Freud di bidang
psikologi berkembang tingkat demi tingkat. Baru pada tahun 1895 buku
pertamanya Penyelidikan tentang Histeria terbit, bekerja sama dengan Breuer.
Histeria kebanyakan diderita wanita yang memiliki kegilaan misterius,
kehilangan kemampuan berbicara, atau kehilangan sensasi dalam beberapa
wilayah tubuh, namun bukan diakibatkan kelemahan atau luka pada saraf
mereka, melainkan hanya beberapa konsep umum mengenai bagian-bagian
tubuh seperti "tangan" atau "lengan". Secara erimologis, kata "histeria"
berhubungan dengan penjelasan kuno mengenai beberapa gejala gangguan
rahim dan sekarang kata ini umumnya dimaknai sebagai kondisi emosi
irrasional namun pada zaman Freud kata ini memiliki arti sebuah sindrom yang
rumit sehingga pengobatan ortodoks tidak dapat menyembuhkannya (tentu saja
7
orang mungkin heran bahwa penyakit ini berhubungan dengan wanita-wanita
borjuis akhir abad kesembilan belas yang situasi sosialnya tertekan).
Freud, menghadapi gejala-gejala yang sama pada pasiennya sendiri
menanganinya dengan mempergunakan elektroterapi dan hipnotis sugestif,
namun hasilnya tidak memuaskan sehingga ia mulai mencoba metode lain yang
dipelajarinya dari Breuer, seorang konsultan senior dari Wina yang menjadi
temannya. Pendekatan Breuer didasarkan pada asumsi bahwa histera
disebabkan oleh beberapa pengalaman emosional yang kuat yang disebut
"trauma", yang telah dilupakan sehingga perawatannya adalah berusaha
memanggil kembali pengalaman tersebut dan "melepaskan"nya dengan emosi
yang serupa. Pemikiran Freud yang mulai menunjukkan kematangan teorinya
terlihat jelas melalui penerbitan Interpretation of Dream pada tahun 1900,
sebuah buku yang diakuinya sebagai bukunya yang terbaik. Buku ini diikuti
Psikopatologi Everyday Life pada tahun 1901 yang di dalamnya ia
menganalitis kesalahan-kesalahan tingkah laku sehari-hari yang disebabkan
oleh bawah sadar kita, seperti keseleo lidah, dan tahun 1905 terbit Tiga Esai
Teori Seksualitas yang menerapkan teori psikoanalitis atas seluruh kehidupan
kejiwaan nomal manusia, bukan hanya kasus-kasus neutosis.
B. Konsep Teori Psikoanalisis
Freud berpendapat bahwa kepribadian merupakan suatu sistem yang terdiri
dari 3 unsur, yaitu das Es, das Ich, dan das Ueber Ich (dalam bahasa Inggris
dinyatakan dengan the Id, the Ego, dan the Super Ego), yang masing memiliki
asal, aspek, fungsi, prinsip operasi, dan perlengkapan sendiri.
1. Id (Das Es)
Id adalah wilayah yang primitive, kacau balau yang tak terjangkau
oleh alam sadar.secara sederhana Id juga bisa di definisikan perasaan
naluriah yang ada sejak manusia lahir yang perasaan itu jika di lakukan
atau direalitakan maka prinsip kesenangannya akan tersalurkan.
Contohnya saja seperti orang yang merasakan lapar dan haus ia pasti
berpikir untuk makan.
8
2. Ego ( Das Ich)
Ego dapat dipandang sebagai aspek eksplisif kepribadian sebab,
Ego ini mengontrol jalan-jalan yang ditempuh, memilih kebutuhan-
kebutuhan yang dapat dipenuhi dan cara-cara memenuhinya, serta
memiliki obyek yang dapat memenuhi kebutuhan. Di dalam
menjalankan fungsi ini sering kali Ego harus mempersatukan
pertentangan antara Id dan Super Ego serta dunia luar.
Sebagai contoh, ketika anak belajar dengan terbiasa diberikan
imbalan atau penghargaan dari orang tua, maka merekapun akan
berpikir untuk melakukan apa yang seharusnya mereka lakukan supaya
mereka mendapatkan hadiah kembali dan tidak mendapatkan
hukuman.
3. Super Ego
Superego berkembang dari Ego dan Superego, ia tidak punya
sumber energinya sendiri akan tetapi Superego berbeda dari Ego dalam
satu hal penting, Superego tidak punya kontak dengan dunia luar
sehingga tuntutan Superego akan kesempurnaanpun menjadi tidak
realistis.Superego berisikan dua hal, yaitu : Conscienta yang berarti
menghukum orang dengan memberikan rasa dosa dan Ego ideal yang
menghadiahi seseorang dengan rasa bangga akan dirinya. Secara
sederhana Super ego ini dikendalikan berdasaekan prinsip-prinsip
moralitas dan idealis yang mewakili aspek-aspek moral dan ideal dari
kepribadian.
C. Teknik Teori Psikoanalisis
Teknik-teknik dalam konseling psikoanalisis digunakan untuk
meningkatkan kesadaran dan mengetahui gejala-gejala yang tampak, sebagai
berikut:
1. Teknik Talking Cure (Chimney Sweeping). Teknik pertama kali yang
dilakukan oleh Freud dan Josep Breaur dalam prakteknya, yaitu dengan
melakukan pendekatan kepada pasiennya. Dalam dunia bimbingan dan
konseling yaitu pendekatan kepada konseli agar terjalin hubungan yang
9
harmonis dan nyaman dalam proses konseling berlangsung. Dalam teknik
ini konseli diberikan kesempatan untuk menceritakan semua pengalaman
yang terjadi dalam hidupnya. Kemudian hubungan baik itu memunculkan
sebuah kartasis, yaitu kebebasan dalam mengungkapkan masalahnya.
Kartasis merupakan metode yang mejadikan konseli setengah sadar
sehingga memudahkan dalam melihat isi alam ketidaksadarannya yang
dimasukkan dalam keadaan hipnosa (Trinurmi, 2021).
2. Asosiasi Bebas. Sama halnya dengan teknik talking cure, yang
memberikan kesempatan untuk mengungkapkan apapun yang ada di
pikiran konseli. Teknik ini membebaskan konseli untuk menyampaikan
segala sesuatu yang muncul dalam pikirannya, tanpa memikirkan apakah
yang disampaikan itu logis, salah, benar, menyakitkan, menyenangkan,
sehingga konseli dapat terbuka kepada konselor (Hukmi, 2020). Konselor
meminta konseli untuk mengosongkan pikirannya dari pemikiran yang
tidak perlu disaat itu, dibebaskan untuk mengungkapkan semuanya. Lalu,
dilakukan pemanggilan atau mengulik pengalaman masa lalu dan
melepaskan emosi yang dirasakan konseli yang berkaitan dengan masa
lalu (Trinurmi, 2021). Freud beranggapan bahwa apa yang dikatakan
meski secara abstrak akan ditemukan titik penekan di diri konseli, asalkan
konseli jujur dalam mengatakannya. Sehingga dalam penggalian masa lalu
tersebut dapat memudahkan penganalisisan kata-kata konseli (Syamsiah,
2020).
3. Analisis Mimpi. Tidak ada mimpi secara universal yang telah diterima,
menurut Freud sendiri, mimpi adalah produk psikis yang merupakan
sesuatu keinginan terpendam yang muncul dalam posisi sadar. Menurut
Ibnu Abrani, mimpi merupakan imajinasi yang terdiri dari tiga macam
yaitu: 1) berkaitan dengan kegiatan sehari-hari; 2) simbol yang harus
ditafsirkan, dan dari simbol inilah menjadikan teknik konseling
Psikoanalisis Sigmund Freud mengagumkan; 3) spiritual nonsimbolik,
mimpi yang telah mengalami penyucian hati (Mahliatussikah, 2016).
Mimpi ada dua isi, yaitu mimpi isi laten dan manifest. Mimpi laten terdiri
10
dari motif, simbol yang samar, dan tidak disadari, sehingga sulit untuk
dipahami (Hanifa et al., 2017). Isi manifest adalah mimpi yang terlihat
jelas gambarannya. Analisis mimpi merupakan metode penting untuk
mengungkap sesuatu yang tidak disadari oleh konseli dan memberikan
pemahaman terhadap permasalahan yang belum terselesaikan. Freud
beranggapan bahwa mimpi merupakan jalan menuju ketidaksadaran,
karena hasrat, kebutuhan, ketakutan, tersebut dapat terungkap, dimana ego
individu mulai melemah dan digantikan dalam keadaan alam tidak
sadarnya (Hukmi, 2020).
4. Analisis Resistensi. Resistensi merupakan penolakan kelangsungan
konseling dan mencegah konseli untuk mengemukakan hal yang tidak
disadari. Selama proses asosiasi bebas dan analisis mimpi, konseli dapat
menunjukkan ketidaksukaannya untuk menghubungkan pikiran, perasaan,
dan masa lalu. Freud beranggapan bahwa resistensi sebagai dinamika
perubahan tidak sadar yang digunakan untuk mempertahankan kecemasan,
dimana konseli menolak seperti membahas, mengingat, atau memikirkan
tentang pengalaman masa lalu. Sebagai konselor harus bisa menerobos
pertahanan diri tersebut dengan membantu konseli untuk menemukan
alasan dari kecemasan yang dipendamnya (Wahidah, 2017).
5. Analisis Transferensi. Dalam teknik ini, konselor berusaha untuk
membantu memberi alasan dari kecemasan yang dipendam konseli dengan
mengalihkan konselor sebagai objek konseli atas masa lalunya.
Transferensi merupakan cara kerja pertahanan ego dimana impuls yang
tidak sadar dialihkan ke objek yang lain. Dengan kata lain, transferensi
memantulkan kebutuhan konseli akan cinta, yang dimaksudkan dengan
cinta atau benci adalah suatu perasaan emosi di masa lalu yang terpendam
dapat diungkapkan melalui objek tersebut (Arni & Halimah, 2020). Jika
konseli paham akan makna hubungan transferensi, akan memperoleh
pemahaman atas pengalaman masa lalu, sehingga dapat menghubungkan
pengalaman msa lalu itu dengan kondisi saat ini.
11
6. Interpretasi. Proses penganalisisan atau penafsiran asosiasi bebas, mimpi,
resistensi, dan transferensi melalui tindakan yang menyatakan dan
menerangkan kepada konseli tingkah laku yang termanifestikan/tergambar
melalui asosiasi bebas, mimpi, resistensi, dan transferensi (Hanifa et al.,
2017). Fungsi dari interpretasi adalah mempercepat pengungkapan dari
sesuatu yang tidak disadari. Dengan tujuan agar membuka hal-hal yang
tidak disadari konseli. Dilakukan ketika sadar dan konselor dapat
mengeksplorasi secara menyeluruh dan mendalam permasalahan yang
dialami konseli. Interpretasi dapat memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1) Disajikan dengan hal-hal yang berkaitan dengan alam sadar konseli
2) Dimulai dari sesuatu yang umum hingga mendalam
Resistensi sebelum menginterpretasikan konflik.
D. Implementasi Teori Psikoanalisis
Implementasi teknik psikoanalisis dalam menyelesaikan permasalahan
adalah misalnya seorang perempuan yang takut atau trauma dengan seorang
laki-laki dan penyelesaiannya menggunakan teknik asosiasi bebas dan
interpretasi. Namun sebelum melakukan sesi konselin, seorang konselor
menjelaskan teknik apa saja yang akan digunakan dalam sesi konseling ini.
Sehingga setelah adanya sedikit pemaparan tersebut maka terjalin kesepakatan
antara konselor dan konseli. Setelah itu, sesi konseling dapat dilakukan sesuai
dengan teknik yang telah di sepakati bersama. Dalam teknik ini terdapat empat
tahapan yaitu :
a. Tahapan pembuka
Sebelum masuk pada proses konseling, konselor mempersilahkan
konseli untuk memilih posisi tempat duduk yang dirasa nyaman
sehingga konseli dapat rileks saat melakukan sesi konseling. Pada
tahapan pembuka ini konselor mulai meminta konseli untuk
menceritakan tentang trauma yang di alaminya.
Tugas konselor adalah mengamati dan merekam untuk referensi ke
tahapan berikutnya. Konseli diminta untuk mengemukakan apa yang
muncul dalam pikirannya secara bebas, terbuka, tanpa merasa
12
terhambat, tertahan, dan tanpa harus memilih mana yang penting dan
tidak penting. (Asosiasi bebas)
b. Tahapan pengembang transferensi
Pada tahapan ini konselor mencari informasi tentang apa yang
dirasakan konseli saat melihat anak kecil laki-laki dan apakah terdapat
trauma di masa lalu yang membuat konseli mengalami trauma dengan
laki-laki. Tranferensi masuk ke dalam mekanisme pertahanan diri yaitu
displacement di mana seseorang mengalihkan ledakan negatifnya
(trauma) kepada seseorang (biasanya yang lebih lemah) karena ia tidak
mampu melakukan hal tersebut kepada pelaku sebenarnya yang
menyebabkan trauma.
Contohnya :
Saat konseli berusia 5 tahun, ayahnya memperlakukannya dengan
tidak baik (memukulinya, berteriak, dan ditampar). Sehingga hal
tersebut membuat konseli trauma dengan laki-laki yang memiliki suara
berat dan berbadan besar,
c. Tahapan bekerja dengan transferensi
Pada tahapan ini konselor mulai memberikan sebuah cerita atau
nasehat jika tidak semua sifat laki-laki itu seperti ayahnya (keras dan
galak). Sehingga tanpa sadar konseli dapat merbah pemikiran
buruknya dan perlahan mulai menghilangkan traumanya (Interpretasi)
d. Tahapan penutup
Pada tahapan ini, jika konseli di rasa mampu menjalankan nasehat
yang diberikan konselor, maka sesi konseling dianggap telah berhasil.
Namun jika konseli belum mampu menjalankan nasehat tersebut, maka
dapat dilakukan sesi konseling kedua dengan menggubakan teknik
yang sama ataupun berbeda.
13
BAB III
PENUTUP
14
DAFTAR PUSTAKA
Habsy, Bakhrudin All, Dyas Noviarale Fitriani, Dyah Nopitasari, Nik Matul
Rodiyah, Farah Nikmatus Sania. “Tahapan dan Teknik Konseling Psikoanalisis
dalam Lingkup Pendidikan : Studi Literatur”. Ristekdik (Jurnal Bimbingan dan
Konseling) Vol.8, No.2, 2023, 179-189
Husin, H. (2018). Id, Ego Dan Superego Dalam Pendidikan Islam. Al Qalam:
Jurnal Ilmiah Keagamaan Dan Kemasyarakatan, 11(23), 47.
https://doi.org/10.35931/aq.v0i0.3
Muis, D. U. (2017).
P. N., M. S. E. (2016). Dinamika Id, Ego, Superego Dalam Konteks Kebutuhan
Intimasi. Psikoborneo: Jurnal Ilmiah Psikologi, 4(1), 151–158.
https://doi.org/10.30872/psikoborneo.v4i1.3976
Syukriah, D., & Psi, S. (n.d.). DISUSUN OLEH : Anisa Larasati FAKULTAS
PSIKOLOGI JL . PANGERAN DIPONEGORO NO . 74. 74.
teori_perkembangan_sigmund_freud_doc. (n.d.).
Zaenuri, A. (2005). Estetika Ketidaksadaran: Konsep Seni menurut Psikoanalisis
Sigmund Freud (1856-1939) (Aesthetics of Unconsciousness: Art Concept
according Sigmund Freud Psychoanalysis). Harmonia: Journal of Arts
Research and Education, 6(3), 7–10.
15