Anda di halaman 1dari 40

1

TEORI PERKEMBANGAN

Lely Lusmilasari

TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah dilakukan pertemuan selama 2X50 menit pembelajaran, mahasiswa akan dapat:
1. Menjelaskan macam-macam teori perkembangan
2. Membedakan teori perkembangan psikososial (Erikson), teori perkembangan kognitif
(Jean Piaget), teori perkembangan Psikoseksual (Sigmund Freud), teori perkembangan
moral (Kohlberg) dan teori tugas-tugas perkembangan (Havighurst)

Perkembangan adalah bertambahnya kemampuan (skill) dalam struktur dan fungsi yang lebih
kompleks dalam pola yang teratur dan dapat diramalkan, sebagai hasil dari proses
pematangan yang menyangkut adanya proses diferensiasi dari sel-sel tubuh, jaringan tubuh,
organ-organ dan sistem organ yang berkembang sedemikian rupa, sehingga masing-masing
dapat memenuhi fungsinya. Secara garis besar, perkembangan individu dibagi dalam tiga
aspek yaitu perkembangan biologis, kognitif dan psikososial.

Perkembangan biologis atau perkembangan fisik mencakup perubahan-perubahan dalam


tubuh individu seperti pertumbuhan otak, otot, sistem saraf, struktur tulang, hormon, organ-
organ indrawi, dan sejenisnya. Dalam perkembangan biologis atau fisik termasuk perubahan-
perubahan dalam cara menggunakan tubuh atau keterampilan motorik, perkembangan seksual
dan kemampuan fisik. Perkembangan kognitif melibatkan perubahan-perubahan dalam
kemampuan dan pola berfikir, kemahiran berbahasa, dan cara individu memperoleh
pengetahuan dari lingkungannya. Aktivitas-aktivitas seperti mengamati dan
mengklasifikasikan benda-benda, menyatukan beberapa kata menjadi satu kalimat, menghafal
sajak atau doa, memecahkan soal-soal matematika, dan menceritakan pengalaman,
merefleksikan peran merupakan proses kognitif dalam perkembangan anak. Perkembangan
psikososial melibatkan perubahan-perubahan dalam aspek perasaan, emosi, dan kepribadian
individu serta cara yang bersangkutan berhubungan dengan orang lain.

Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa perkembangan individu berkenaan dengan
proses tumbuh dan berkembangnya diantaranya meliputi aspek fisik dan psikomotorik,
bahasa dan kognitif/kecerdasan, moral dan sosial. Beberapa teori tentang perkembangan
individu yang dapat dijadikan sebagai rujukan, diantaranya :

1. Teori psikoseksual (Sigmund Freud)


2. Teori kognitif (Jean piaget)
3. Teori perkembangan moral (Kohlberg)
4. Teori psikososial (Erikson)
5. Teori tugas-tugas perkembangan (Havighurst)
2

TEORI PERKEMBANGAN PSIKOSEKSUAL (SIGMUND FREUD)

Teori perkembangan psikoseksual Sigmund Freud adalah salah satu teori yang paling
terkenal, akan tetapi juga salah satu teori yang paling kontroversial. Freud percaya
kepribadian yang berkembang melalui serangkaian tahapan masa kanak-kanak di mana
mencari kesenangan-energi dari id menjadi fokus pada area sensitif seksual tertentu. Energi
psikoseksual, atau libido, digambarkan sebagai kekuatan pendorong di belakang
perilaku.1[10]
Menurut Sigmund Freud, kepribadian sebagian besar dibentuk oleh usia lima tahun.
Awal perkembangan berpengaruh besar dalam pembentukan kepribadian dan terus
mempengaruhi perilaku di kemudian hari. Jika tahap-tahap psikoseksual selesai dengan
sukses, hasilnya adalah kepribadian yang sehat. Jika masalah tertentu tidak diselesaikan pada
tahap yang tepat, fiksasi dapat terjadi. fiksasi adalah fokus yang gigih pada tahap awal
psikoseksual. Sampai konflik ini diselesaikan, individu akan tetap “terjebak” dalam tahap ini.
Misalnya, seseorang yang terpaku pada tahap oral mungkin terlalu bergantung pada orang
lain dan dapat mencari rangsangan oral melalui merokok, minum, atau makan.
1. Fase Oral
Pada tahap oral, sumber utama bayi interaksi terjadi melalui mulut, sehingga
perakaran dan refleks mengisap adalah sangat penting. Mulut sangat penting untuk makan,
dan bayi berasal kesenangan dari rangsangan oral melalui kegiatan memuaskan seperti
mencicipi dan mengisap. Karena bayi sepenuhnya tergantung pada pengasuh (yang
bertanggung jawab untuk memberi makan anak), bayi juga mengembangkan rasa
kepercayaan dan kenyamanan melalui stimulasi oral. Konflik utama pada tahap ini adalah
proses penyapihan, anak harus menjadi kurang bergantung pada para pengasuh. Jika fiksasi
terjadi pada tahap ini, Freud percaya individu akan memiliki masalah dengan ketergantungan
atau agresi. fiksasi oral dapat mengakibatkan masalah dengan minum, merokok makan, atau
menggigit kuku.
2. Fase Anal
Pada tahap anal, Freud percaya bahwa fokus utama dari libido adalah pada
pengendalian kandung kemih dan buang air besar. Konflik utama pada tahap ini adalah
pelatihan toilet – anak harus belajar untuk mengendalikan kebutuhan tubuhnya.
Mengembangkan kontrol ini menyebabkan rasa prestasi dan kemandirian.
3

Menurut Sigmund Freud, keberhasilan pada tahap ini tergantung pada cara di mana
orang tua pendekatan pelatihan toilet. Orang tua yang memanfaatkan pujian dan penghargaan
untuk menggunakan toilet pada saat yang tepat mendorong hasil positif dan membantu anak-
anak merasa mampu dan produktif. Freud percaya bahwa pengalaman positif selama tahap ini
menjabat sebagai dasar orang untuk menjadi orang dewasa yang kompeten, produktif dan
kreatif.
Namun, tidak semua orang tua memberikan dukungan dan dorongan bahwa anak-
anak perlukan selama tahap ini. Beberapa orang tua ‘bukan menghukum, mengejek atau malu
seorang anak untuk kecelakaan. Menurut Freud, respon orangtua tidak sesuai dapat
mengakibatkan hasil negatif. Jika orangtua mengambil pendekatan yang terlalu longgar,
Freud menyarankan bahwa-yg mengusir kepribadian dubur dapat berkembang di mana
individu memiliki, boros atau merusak kepribadian berantakan. Jika orang tua terlalu ketat
atau mulai toilet training terlalu dini, Freud percaya bahwa kepribadian kuat-analberkembang
di mana individu tersebut ketat, tertib, kaku dan obsesif.
3. Fase Phalic
Pada tahap phallic, fokus utama dari libido adalah pada alat kelamin. Anak-anak juga
menemukan perbedaan antara pria dan wanita. Freud juga percaya bahwa anak laki-laki
mulai melihat ayah mereka sebagai saingan untuk ibu kasih sayang itu. Kompleks
Oedipusmenggambarkan perasaan ini ingin memiliki ibu dan keinginan untuk menggantikan
ayah.Namun, anak juga kekhawatiran bahwa ia akan dihukum oleh ayah untuk perasaan ini,
takut Freud disebut pengebirian kecemasan.
4. Fase Latent
Periode laten adalah saat eksplorasi di mana energi seksual tetap ada, tetapi diarahkan
ke daerah lain seperti pengejaran intelektual dan interaksi sosial. Tahap ini sangat penting
dalam pengembangan keterampilan sosial dan komunikasi dan kepercayaan diri. Freud
menggambarkan fase latens sebagai salah satu yang relatif stabil. Tidak ada organisasi baru
seksualitas berkembang, dan dia tidak membayar banyak perhatian untuk itu. Untuk alasan
ini, fase ini tidak selalu disebutkan dalam deskripsi teori sebagai salah satu tahap, tetapi
sebagai suatu periode terpisah.
5. Fase Genital
Pada tahap akhir perkembangan psikoseksual, individu mengembangkan minat
seksual yang kuat pada lawan jenis. Dimana dalam tahap-tahap awal fokus hanya pada
kebutuhan individu, kepentingan kesejahteraan orang lain tumbuh selama tahap ini. Jika
tahap lainnya telah selesai dengan sukses, individu sekarang harus seimbang, hangat dan
4

peduli. Tujuan dari tahap ini adalah untuk menetapkan keseimbangan antara berbagai bidang
kehidupan.2[11]

•Menurut Sigmund Freud :

•Kewujudan ingatan tidak sedar yang berfungsi untuk melindungi kesedaran kita ketika
menghadapi konflik emosi dan ketegangan.

•Perkembangan emosi berkait rapat dengan perkembangan fizikal.

•Personaliti terdiri daripada id, ego dan superego.


ID:
•Bahagianpersonalititidaksedar/utamakankepuasanataukeseronokanmaksima.
•Didorongolehtenagalibidoiaitutempatmenyimpandesakanasas.
•Stesyenmenyimpansegalakeinginanmanusia.
•Tidakakanmengawalkeinginanygmelampau.

EGO:
•Tumbuhketikakanak-kanakberumur6bulan.
•Bahagianpersonalitiyangrealistik,logikdantersusun.
•Kawalkeinginanidsupayatidaklanggarnilaiataunormamasyarakat.

SUPEREGO:
•Bahagianpersonalitiyangbermoraldanberkembangdarididikanagama/moral.
•Berkembangsecaraberansur-ansursemasakanak-kanakterimanilaimoraldaripadaibubapa.
5

Masa kanak-kanak pertengahan adalah periode perkembangan psikososial yang


dideskripsikan oleh Freud sebagai periode laten yaitu fase tenang antara Odipus pada masa
6

kanak-kanak awal dan erotisme pada masa remaja (Wong, 2008). Dalam fase ini anak
cenderung menjalin hubungan yang akrab dengan teman sebaya dan mulai tertarik dengan
lawan jenisnya

TEORI PERKEMBANGAN KOGNITIF (JEAN PIAGET)

Perkembangan kognitif, dikembangkan oleh Jean Piaget, seorang psikolg Swiss


yang hidup tahun 1896 – 1980. Teorinya memberkan banyak konsep utama dalam lapangan
psikologi perkembangan dan berpengaruh tehadap perkembangan konsep kecerdasan, yang
bagi Piaget berarti, kemampuan untuk secara lebih cepat merefresentasikan dunia dan
melakukan operasi logis dalam representasi konsep yang berdasar pada kenyataan. Teori ini
membahas munculnya dan diperolehnya schemata -- sekema tentang bagaimana seseorang
merefresi lingkungannya – dalam tahapan-tahapan perkembangan, saat seseorang
memperoleh cara baru dalam mempresentasikan informasi secara mental. Teori ini
digolongkan ke dalam konstrktivisme, yang berarti tidak seperti, teori Nativisme (yang
menggambarkn perkembangan kognitif sebagai pemunculan pengetahuan dan kemampuan
bawaan), teori ini berpendapat bahwa kita membangun kemampuan konitif kita melalui
tindakan yang termotivasi dengan sendirinya terhadap lingkungan. Untuk pengembangan
teori ini, Piagetmemperoleh Erasmus Prize. Piaget membagi skema yang digunakan anak
untuk memahami dunianya melalui empat periode utama yang berorelasi dengan dan semakin
canggih seiring penambahan usia :

1. Periode Sensorimotor (usia 0 – 2 tahun)

2. Periode Praoperasional (usia 2 – 7 tahun)

3. Periode Operasional Konkrit (usia 8 – 11 tahun)

4. Periode Operasional Formal (usia 11 tahun sampai dewasa)

1. Periode Sensorimotor (usia 0 – 2 tahun)


Menurut Piaget, bayi lahir dengan sejumlah refleks bawaan selain juga dorongan untuk
mengeksplorasi dunianya. Skema awalnya dibentuk melalui diferensiasi refleks bawaan
tersebut. Periode sensorimotor adalah periode pertama dari empat periode. Piaget
berpendapat bahwa tahapan ini menandai perkembangan kemampuan dan pemahaman
spatial penting dalam enam sub-tahapan:

1. Sub-tahapan skema refleks, muncul saat lahir sampai usia enam minggu dan
berhubungan terutama dengan refleks.
2. Sub-tahapan fase reaksi sirkular primer, dari usia enam minggu sampai empat bulan
dan berhubungan terutama dengan munculnya kebiasaan-kebiasaan.
3. Sub-tahapan fase reaksi sirkular sekunder, muncul antara usia empat sampai sembilan
bulan dan berhubungan terutama dengan koordinasi antara penglihatan dan
pemaknaan.
4. Sub-tahapan koordinasi reaksi sirkular sekunder, muncul dari usia sembilan sampai
duabelas bulan, saat berkembangnya kemampuan untuk melihat objek sebagai sesuatu
7

yang permanen walau kelihatannya berbeda kalau dilihat dari sudut berbeda
(permanensi objek).
5. Sub-tahapan fase reaksi sirkular tersier, muncul dalam usia dua belas sampai delapan
belas bulan dan berhubungan terutama dengan penemuan cara-cara baru untuk
mencapai tujuan.
6. Sub-tahapan awal representasi simbolik, berhubungan terutama dengan tahapan awal
kkreativitas.

2. Tahapan praoperasional (usia 2 – 7 tahun)


Tahapan ini merupakan tahapan kedua dari empat tahapan. Dengan mengamati
urutan permainan, Piaget bisa menunjukkan bahwa setelah akhir usia dua tahun jenis
yang secara kualitatif baru dari fungsi psikologis muncul. Pemikiran (Pra)Operasi
dalam teori Piaget adalah prosedur melakukan tindakan secara mental terhadap objek-
objek. Ciri dari tahapan ini adalah operasi mental yang jarang dan secara logika tidak
memadai. Dalam tahapan ini, anak belajar menggunakan dan merepresentasikan objek
dengan gambaran dan kata-kata. Pemikirannya masih bersifat egosentris: anak kesulitan
untuk melihat dari sudut pandang orang lain. Anak dapat mengklasifikasikan objek
menggunakan satu ciri, seperti mengumpulkan semua benda merah walau bentuknya
berbeda-beda atau mengumpulkan semua benda bulat walau warnanya berbeda-beda.
Menurut Piaget, tahapan pra-operasional mengikuti tahapan sensorimotor dan
muncul antara usia dua sampai enam tahun. Dalam tahapan ini, anak mengembangkan
keterampilan berbahasanya. Mereka mulai merepresentasikan benda-benda dengan kata-
kata dan gambar. Bagaimanapun, mereka masih menggunakan penalaran intuitif bukan
logis. Di permulaan tahapan ini, mereka cenderung egosentris, yaitu, mereka tidak dapat
memahami tempatnya di dunia dan bagaimana hal tersebut berhubungan satu sama lain.
Mereka kesulitan memahami bagaimana perasaan dari orang di sekitarnya. Tetapi seiring
pendewasaan, kemampuan untuk memahami perspektif orang lain semakin baik. Anak
memiliki pikiran yang sangat imajinatif di saat ini dan menganggap setiap benda yang
tidak hidup pun memiliki perasaan.
3. Tahapan Operasional Konkrit (usia 8 – 11 tahun)
Tahapan ini adalah tahapan ketiga dari empat tahapan. Muncul antara usia
enam sampai duabelas tahun dan mempunyai ciri berupa penggunaan logika yang
memadai. Proses-proses penting selama tahapan ini adalah:
Pengurutan—kemampuan untuk mengurutan objek menurut ukuran, bentuk, atau ciri
lainnya. Contohnya, bila diberi benda berbeda ukuran, mereka dapat mengurutkannya
dari benda yang paling besar ke yang paling kecil.
Klasifikasi—kemampuan untuk memberi nama dan mengidentifikasi serangkaian benda
menurut tampilannya, ukurannya, atau karakteristik lain, termasuk gagasan bahwa
serangkaian benda-benda dapat menyertakan benda lainnya ke dalam rangkaian tersebut.
Anak tidak lagi memiliki keterbatasan logika berupa animisme (anggapan bahwa semua
benda hidup dan berperasaan)
Decentering—anak mulai mempertimbangkan beberapa aspek dari suatu permasalahan
untuk bisa memecahkannya. Sebagai contoh anak tidak akan lagi menganggap cangkir
lebar tapi pendek lebih sedikit isinya dibanding cangkir kecil yang tinggi.
Reversibility—anak mulai memahami bahwa jumlah atau benda-benda dapat diubah,
kemudian kembali ke keadaan awal. Untuk itu, anak dapat dengan cepat menentukan
bahwa 4+4 sama dengan 8, 8-4 akan sama dengan 4, jumlah sebelumnya.
Konservasi—memahami bahwa kuantitas, panjang, atau jumlah benda-benda adalah
tidak berhubungan dengan pengaturan atau tampilan dari objek atau benda-benda
8

tersebut. Sebagai contoh, bila anak diberi cangkir yang seukuran dan isinya sama banyak,
mereka akan tahu bila air dituangkan ke gelas lain yang ukurannya berbeda, air di gelas
itu akan tetap sama banyak dengan isi cangkir lain.
Penghilangan sifat Egosentrisme—kemampuan untuk melihat sesuatu dari sudut
pandang orang lain (bahkan saat orang tersebut berpikir dengan cara yang salah). Sebagai
contoh, tunjukkan komik yang memperlihatkan Siti menyimpan boneka di dalam kotak,
lalu meninggalkan ruangan, kemudian Ujang memindahkan boneka itu ke dalam laci,
setelah itu baru Siti kembali ke ruangan. Anak dalam tahap operasi konkrit akan
mengatakan bahwa Siti akan tetap menganggap boneka itu ada di dalam kotak walau anak
itu tahu bahwa boneka itu sudah dipindahkan ke dalam laci oleh Ujang.
4. Tahapan Operasional Formal (usia 11 tahun sampai dewasa)
Tahap operasional formal adalah periode terakhir perkembangan kognitif
dalam teori Piaget. Tahap ini mulai dialami anak dalam usia sebelas tahun (saat pubertas)
dan terus berlanjut sampai dewasa. Karakteristik tahap ini adalah diperolehnya
kemampuan untuk berpikir secara abstrak, menalar secara logis, dan menarik kesimpulan
dari informasi yang tersedia. Dalam tahapan ini, seseorang dapat memahami hal-hal
seperti cinta, bukti logis, dan nilai. Ia tidak melihat segala sesuatu hanya dalam bentuk
hitam dan putih, namun ada "gradasi abu-abu" di antaranya. Dilihat dari faktor biologis,.
tahapan ini muncul saat pubertas (saat terjadi berbagai perubahan besar lainnya),
menandai masuknya ke dunia dewasa secara fisiologis, kognitif, penalaran moral,
perkembangan psikoseksual, dan perkembangan sosial. Beberapa orang tidak sepenuhnya
mencapai perkembangan sampai tahap ini, sehingga ia tidak mempunyai keterampilan
berpikir sebagai seorang dewasa dan tetap menggunakan penalaran dari tahap operasional
konkrit.
Informasi umum mengenai tahapan-tahapan
Keempat tahapan ini memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

 Walau tahapan-tahapan itu bisa dicapai dalam usia bervariasi tetapi urutannya selalu
sama. Tidak ada ada tahapan yang diloncati dan tidak ada urutan yang mundur.

Universal (tidak terkait budaya)

Bisa digeneralisasi: representasi dan logika dari operasi yang ada dalam diri seseorang
berlaku juga pada semua konsep dan isi pengetahuan

Tahapan-tahapan tersebut berupa keseluruhan yang terorganisasi secara logis

 Urutan tahapan bersifat hirarkis (setiap tahapan mencakup elemen-elemen dari


tahapan sebelumnya, tapi lebih terdiferensiasi dan terintegrasi)
 Tahapan merepresentasikan perbedaan secara kualitatif dalam model berpikir, bukan
hanya perbedaan kuantitatif

Seorang individu dalam hidupnya selalu berinteraksi dengan lingkungan. Dengan berinteraksi
tersebut, seseorang akan memperoleh skema. Skema berupa kategori pengetahuan yang
membantu dalam menginterpretasi dan memahami dunia. Skema juga menggambarkan
tindakan baik secara mental maupun fisik yang terlibat dalam memahami atau mengetahui
sesuatu. Sehingga dalam pandangan Piaget, skema mencakup baik kategori pengetahuan
maupun proses perolehan pengetahuan tersebut. Seiring dengan pengalamannya
mengeksplorasi lingkungan, informasi yang baru didapatnya digunakan untuk memodifikasi,
9

menambah, atau mengganti skema yang sebelumnya ada. Sebagai contoh, seorang anak
mungkin memiliki skema tentang sejenis binatang, misalnya dengan burung. Bila
pengalaman awal anak berkaitan dengan burung kenari, anak kemungkinan beranggapan
bahwa semua burung adalah kecil, berwarna kuning, dan mencicit. Suatu saat, mungkin anak
melihat seekor burung unta. Anak akan perlu memodifikasi skema yang ia miliki sebelumnya
tentang burung untuk memasukkan jenis burung yang baru ini.

Asimilasi adalah proses menambahkan informasi baru ke dalam skema yang sudah
ada. Proses ini bersifat subjektif, karena seseorang akan cenderung memodifikasi
pengalaman atau informasi yang diperolehnya agar bisa masuk ke dalam skema yang
sudah ada sebelumnya. Dalam contoh di atas, melihat burung kenari dan memberinya
label "burung" adalah contoh mengasimilasi binatang itu pada skema burung si anak.
Akomodasi adalah bentuk penyesuaian lain yang melibatkan pengubahan atau
penggantian skema akibat adanya informasi baru yang tidak sesuai dengan skema yang
sudah ada. Dalam proses ini dapat pula terjadi pemunculan skema yang baru sama sekali.
Dalam contoh di atas, melihat burung unta dan mengubah skemanya tentang burung
sebelum memberinya label "burung" adalah contoh mengakomodasi binatang itu pada
skema burung si anak.
Melalui kedua proses penyesuaian tersebut, sistem kognisi seseorang berubah dan
berkembang sehingga bisa meningkat dari satu tahap ke tahap di atasnya. Proses
penyesuaian tersebut dilakukan seorang individu karena ia ingin mencapai keadaan
equilibrium, yaitu berupa keadaan seimbang antara struktur kognisinya dengan
pengalamannya di lingkungan. Seseorang akan selalu berupaya agar keadaan seimbang
tersebut selalu tercapai dengan menggunakan kedua proses penyesuaian di atas.Secara
singkat tahapan perkembangan menurut Piaget dapat digambarkan sebagai berikut :

Tahapan Perkembangan Kognitif Menurut Piaget

PERIODE USIA DESKRIPSI PERKEMBANGAN


1. Sensorimotor 0-2 tahun Pengetahuan anak diperoleh melalui interaksi fisik, baik
dengan orang atau objek (benda). Skema-skemanya baru
berbentuk refleks-refleks sederhana, seperti :
menggenggam atau mengisap
2. 2-6 tahun Anak mulai menggunakan simbol-simbol untuk
Praoperasional merepresentasi dunia (lingkungan) secara kognitif.
Simbol-simbol itu seperti : kata-kata dan bilangan yang
dapat menggantikan objek, peristiwa dan kegiatan
(tingkah laku yang nampak)
3..Operasi 6-11 tahun Anak sudah dapat membentuk operasi-operasi mental
Konkret atas pengetahuan yang mereka miliki. Mereka dapat
menambah, mengurangi dan mengubah. Operasi ini
memungkinkannya untuk dapat memecahkan masalah
secara logis.
4..Operasi 11 tahun Periode ini merupakan operasi mental tingkat tinggi. Di
Formal sampai sini anak (remaja) sudah dapat berhubungan dengan
dewasa peristiwa-peristiwa hipotesis atau abstrak, tidak hanya
dengan objek-objek konkret. Remaja sudah dapat
berpikir abstrak dan memecahkan masalah melalui
pengujian semua alternatif yang ada.
10

Ciri-ciri perkembangan kognitif


PERINGKAT DERIA MOTOR(0 Tingkah laku kanak2 secara pantulan & terbatas /
–2 Tahun) dapatkan objekmenggunakan deria motor.
•Berupaya mencari benda yg hilang dari pandangannya
/iaketahui kewujudan benda itu selain dr dirinya.
•Belum belajar menggunakan simbol dan bahasa.
•Tahun ke 2 baru mampu menggunakan bahasa.
•Pengamatan pd perkara yg nampak dgn jelas sahaja.

PERINGKAT PRAOPERASI 2 –4 tahun (prakonsep) & 4 –7 tahun (intuitif).


/PRAOLAHAN(2 –7 tahun) •Perkembangan motor bertukar kepada kegiatan
pengolahan mental.
•Mampu guna simbol / bahasa kuasai pemikiran
kanak2 / definisimakna baru terhadap rangsangan yg
diterima.
•Bercakap dgn diri sendiri.
•Berfikiran logik tetapi pemikiran satu arah sahaja /
tidak bolehberfikiran secara keseluruhan.
•Egocentrik / melakukan kegiatan ikut kehendaknya /
tetapibila berumur 4 tahun boleh selesai masalah
secara intuintif.
•4 –6 tahun, kanak2 tidak dapat memahami tentang
pengekalan bahan (konsep cecair, nombor, luas, berat
tinggi dll).

PERINGKAT OPERASI Membuat penyelesaian mental dari maklumat yg baru.


/PENGOLAHANKONKRIT(7 – •Berfikiran lebih luas dan logik.
11 Tahun •Berfikiran tersusun (secara pembalikan) ketika selesai
masalah.
•Egocentrik berkurangan / boleh berkongsi idea dan
berinteraksi dgn org lain.
•Naluri ingin tahu tinggi / ingin mencapai kejayaan.
•Perkembangan mental baik / penguasaan
pengetahuan,ingatan dan pemikiran bertambah.
•Faham konsep sebab-musabab, luas, masa, laju,
ruang.
•Pemikiran pemusatan berkurangan / boleh
memikirkan sesuatu perkara dr pelbagai sudut /
berfikiran rasional.

PERINGKAT Boleh berfikir / mengolah sesuatu perkara yg mungkin


OPERASI / terjadi atau yg abstrak secara logik.
11

OLAHAN FORMAL •Mematuhi masa lapang dgn aktiviti berfaedah.


•Punyai banyak skemata dr proses asimilasi &
(11 –15 tahun) akomodasi.
•Menggunakan prinsip utk selesaikan masalah spt
penukarantimbal balik / pemikiran gabungan / masalah
lisan ygkompleks / masalah berbentuk hipotesis /
masalah kadar /pengekalan pergerakan.
•Kemuncak perkembangan kognitif individu.

(Sumber: Piaget’s Theory of Cognitive and Affective Developmant. 5theditionby B.J.


Wadsworth, 1996, Reading, MA: Addison-Wesley. In Woolfolk, A. 2001:31)

Ketika anak memasuki usia sekolah mereka mulai memperoleh kemampuan untuk
menghubungkan serangkaian untuk menggambarkan mental anak yang dapat diungkapkan
secara verbal ataupun simbolik. Tahap ini diistilahkan sebagai operasional kongkret oleh
Piaget, ketika anak mampu menggunakan proses berpikir untuk mengalami peristiwa dan
tindakan. Pemikiran egosentris yang kaku pada masa prasekolah diganti dengan proses
pikiran yang memungkinkan anak melihat sesuatu dari sudut pandang orang lain.
Selama tahap ini, anak mengembangkan pemahaman mengenai hubungan antara sesuatu hal
dan ide. Anak mengalami kemajuan dari pembuat penilaian berdasarkan apa yang mereka
lihat (pemikiran perseptual) sampai membuat penilaian berdasarkan alasan mereka
(pemikiran konseptual). Kemampuan anak meningkat dalam menguasai simbol – simbol dan
untuk menggunakan simpanan memori mengenai pengalaman masa lalu untuk mengevaluasi
dan menginterpretasi masa kini. Anak usia sekoolah juga mengembangkan keterampilan
mengklasifikasi, yaitu dengan mengelompokkan dan memisahkan benda – benda menurut
kesamaan atribut.
Selain itu, keterampilan yang paling penting yaitu kemampuan membaca, diperolh selama
tahun – tahun sekolah dan menjadi alat yang paling berharga untuk menyelidiki kemandirian
anak.

Berpikir kognitif mencapai puncaknya pada kemampuan berikir abstrak, yaitu periode
operasional formal, merupakan tahapan Piaget keempat dan terakhir. Remaja tidak lagi
dibatasi dengan kenyataan dan aktual, yang merupakan ciri periode berpikir konkret, mereka
juga memperhatikan kemungkinan yang akan terjadi. Mereka ingin tahu apa pendapat orang
lain tentang dirinya.
12

TEORI PERKEMBANGAN MORAL (KOHLBERG)

Istilah moral berasal dari bahasa latin yaitu “mores” yang berarti tata cara, adat istiadat,
kebiasaan yang berlaku dalam kehidupan masyarakat. Pada saat dilahirkan seorang anak
belum memiliki hati nurani, ataupun pemahaman nilai tertentu. Anak belum tahu tentang apa
yang baik dan buruk, apa yang boleh dan tidak boleh dilakukannya. Mengapa hal tersebut
dilarang untuk dilakukan ? untuk itu anak harus diperkenalkan dan diajarkan tentang nilai-
nilai yang ada dalam kehidupan, termasuk nilai moral.
Belajar bersikap, berprilaku dan bertutur kata dan berpikir sesuai dengan harapan-harapan
masyarakat merupakan suatu proses yang berkesinambungan dari semenjak masa anak
sampai dewasa. Perlu adanya “self dicipline” dan keterlibatan orang tua, guru dan orang
dewasa lainnya (significant other) untuk membantu anak menjadi pribadi yang dapat
menghayati nilai-nilai moral dalam kehidupannya.

Menurut teori Kohlberg telah menekankan bahwa perkembangan moral didasarkan terutama
pada penalaran moral dan berkembang secara bertahap. Dalam Teori Kohlberg mendasarkan
teori perkembangan moral pada prinsip-prinsip dasar hasil temuan Piaget. Menurut Kohlberg
sampai pada pandangannya setelah 20 tahun melakukan wawancara yang unik dengan anak-
anak. Dalam wawancara , anak-anak diberi serangkaian cerita dimana tokoh-tokohnya
menghadapi dilema-dilema moral. Berikut ini ialah dilema Kohlberg yang paling populer:

” Di Eropa seorang perempuan hampir meninggal akibat sejenis kanker khusus. Ada satu obat
yang menurut dokter dapat menyelamatkannya. Obat tersebut adalah sejenis radium yang
baru-baru ini ditemukan oleh seorang apoteker di kota yang sama. Biaya membuat obat ini
sangat mahal, tetapi sang apoteker menetapkan harganya 10X lebih mahal dari biaya
pembuatan obat tersebut. Untuk pembuatan 1 dosis obat ia membayar $ 200 dan menjualnya
$2.000. Suami pasien perempuan, Heinz pergi ke setiap orang yang ia kenal untuk meminjam
uang, tetapi ia hanya dapat mengumpulkan $1.000 atau hanya setengah dari harga obat. Ia
memberitahu apoteker bahwa istrinya sedang sakit dan memohon agar apoteker bersedia
menjual obatnya lebih murah atau membolehkannya membayar setengahnya kemudian.
Tetapi sang apoteker berkata ”tidak, aku menemukan obat, dan aku harus mendapatkan uang
dari obat itu.” Heinz menjadi nekat dan membongkar toko obat itu untuk mencuri obat bagi
istrinya.”

Cerita ini adalah salah satu dari 11 cerita yang dikembangkan oleh Kohlberg untuk
menginvestigasi hakekat pemikiran moral. Setelah membaca cerita, anak-anak yang menjadi
responden menjawab serangkaian pertanyaan tentang dilema moral. Haruskah Heinz mencuri
obat? Apakah mencuri obat tersebut benar atau salah? Pataskah suami yang baik itu mencuri?
Dll. Berdasarkan penalaran-penalaran yang diberikan oleh responden dalam merespon dilema
moral ini dan dilema moral lain. Dengan adanya cerita di atas menurut Kohlberg
menyimpulkan terdapat 3 tingkat perkembangan moral, yang masing-masing ditandai oleh 2
tahap.

Konsep kunci untuk memahami perkembangan moral, khususnya teori Kohlberg , ialah
internalisasi yakni perubahan perkembangan dari perilaku yang dikendalikan secara eksternal
menjadi perilaku yang dikendalikan secara internal.
13

Teori Perkembangan moral dalam psikologi umum menurut Kohlberg terdapat 3 tingkat dan
6 tahap pada masing-masing tingkat terdapat 2 tahap diantaranya sebagai berikut:

Tingkat Satu: Penalaran Prakonvensional

Penalaran Prakonvensional adalah : tingkat yang paling rendah dalam teori perkembangan
moral Kohlberg. Pada tingkat ini, anak tidak memperlihatkan internalisasi nilai-nilai moral-
penalaran moral dikendalikan oleh imbalan (hadiah) dan hukuman eksternal. Dengan kata
lain aturan dikontrol oleh orang lain (eksternal) dan tingkah laku yang baik akan mendapat
hadiah dan tingkah laku yang buruk mendapatkan hukuman.

Tahap I. Orientasi hukuman dan ketaatan

Yaitu: tahap pertama yang mana pada tahap ini penalaran moral didasarkan atas hukuman
dan anak taat karena orang dewasa menuntut mereka untuk taat.

Tahap II. Individualisme dan tujuan

Pada tahap ini penalaran moral didasarkan atas imbalan (hadiah)dan kepentingan sendiri.
Anak-anak taat bila mereka ingin taat dan bila yang paling baik untuk kepentingan terbaik
adalah taat. Apa yang benar adalah apa yang dirasakan baik dan apa yang dianggap
menghasilkan hadiah.

Tingkat Dua : Penalaran Konvensional

Penalaran Konvensional merupakan suatu tingkat internalisasi individual menengah dimana


seseorang tersebut menaati stándar-stándar (Internal)tertentu, tetapi mereka tidak menaati
stándar-stándar orang lain (eksternal)seperti orang tua atau aturan-aturan masyarakat.

Tahap III. Norma-norma Interpersonal

Yaitu: dimana seseorang menghargai kebenaran, keperdulian dan kesetiaan kepada orang lain
sebagai landasan pertimbangan-pertimbangan moral. Seorang anak mengharapkan dihargai
oleh orang tuanya sebagai yang terbaik.

Tingkat IV. Moralitas Sistem Sosial

Yaitu: dimana suatu pertimbangan itu didasarkan atas pemahaman atuyran sosial, hukum-
hukum, keadilan, dan kewajiban.

Tingkat Tiga: Penalaran Pascakonvensional

Yaitu: Suatu pemikiran tingkat tinggi dimana moralitas benar-benar diinternalisasikan dan
tidak didasarkan pada standar-standar orang lain. Seseorang mengenal tindakan-tindakan
moral alternatif, menjajaki pilihan-pilihan, dan kemudian memutuskan berdasarkan suatu
kode.

Tahap V. Hak-hak masyarakat versus hak-hak individual


14

Yaitu: nilai-nilai dan aturan-aturan adalah bersifat relatif dan bahwa standar dapat berbeda
dari satu orang ke orang lain.

Tahap VI. Prinsip-prinsip Etis Universal

Yaitu: seseorang telah mengembangkan suatu standar moral yang didasarkan pada hak-hak
manusia universal. Dalam artian bila sseorang itu menghadapi konflik antara hukum dan
suara hati, seseorang akan mengikuti suara hati (Rofiah, 2010).

•WalaupunPiagettokohpertamamenerangkanperkembangankognitifdalamperkembanganmoral
(MartinHoffman,1970)dankajiannyamenjadipentingdalambidangini(NormanBull,1969a)tetapi
akhirtahun1950-anpeloporTeoriPerkembanganMoralialahLawrenceKohlberg.
•Perkembanganmoralditentukanolehperkembangankognitif(Piaget:perkembanganmental,intel
ekmembolehkankanak-
kanakmengalamipertumbuhanmoraldariperingkatheteronomuskeperingkatautonomi).
•Tiga tahap asas penaakulan isu-isu moraldansetiapsatunyadibahagikepadadua.

J.P Shaver dan W.Strong (1982) menyatakan tiga tahap dan dua peringkat Perkembangan
Moral Kohlberg adalah seperti berikut :

Tahap 1: Penaakulan Moral Pra-konvensionalPertimbangan berdasarkan keperluan individu


dan peraturan orang lain

Peringkat 1 Orientasi Hukuman dan KepatuhanPeraturan dipatuhi untuk mengelakkan hukuman.


Perbuatan yang baik buruk ditentukan oleh akibat fizikal

Peringkat 2 Orientasi Ganjaran Individu (Instrumen Relativist)Keperluan individu menentukan


salah dan betul. Pertolongan adalahatas dasar mengharapkan balasan

Tahap 2: Penaakulan Moral KonvensionalPertimbangan adalah berdasarkan persetujuan orang


lain, harapan keluarga, nilai tradisional, undang-undang masyarakat, dan kesetiaan kepada
Negara.

Peringkat 3 Orientasi kanak-kanak baik (Good boy-Nice girl orientation)Ini berdasarkan apa yang
baik, bantuan, dan dipersetujui oleh orang lain

Peringkat 4 Orientasi mengekal susunan sosialUndang-undang adalah mutlak. Pihak berkuasa


mesti dihormati dan susunan sosial dikekalkan.

Tahap 3 : Penaakulan Moral Pos-Konvensional


15

Peringkat 5 Orientasi Perjanjian SosialKebaikan dinilai dari standard hak individu yang
ditentukan secara sosial.

Peringkat 6 Orientasi Prinsip Etika UniversalKebaikan dan betul adalah perkara-perkara yang
melibatkan hati nurani Seseorang individu dan melibatkan konsep abstrak seperti keadilan,
maruah insan dan kesamaan.

Perkembangan moral menurut Kohlberg anak usia 10-13 tahun berada pada level III tahap 3
dengan karakteristik mementingkan hubungan dan peneriamaan dengan orang lain “” apakah
saya orang yang baik?’’. Anak ingin menyenangkan orang lain, dapat menilai niat orang lain,
dan mengembangkan standar tentang bagaimana orang yang baik itu. Mereka menilai suatu
tindakan berdasarkan motif dibaliknya atau orang yang melakukannya dan juga
memperhitungkan keadaan yang sedang terjadi.

Anak yang lebih muda hanya dapat menerima keputusan atau sudut pandang orang dewasa,
sedangkan remaja untuk memperoleh autonomy dari orang dewasa, mereka harus mengganti
seperangkat moral dan nilai mereka sendiri. Keputusan mereka yang melibatkan dilema
moral harus berdasarkan pada seperangkat prinsip-prinsip moral yang diinternalisasi yang
memberi mereka sumber-sumber untukmengevaluasi tuntutan situasi dan merencanakanm
serangkaian tindakan yang konsisten dengan ide-ide mereka.

TEORI PSIKOSOSIAL (ERIKSON)

Teori Erik Erikson tentang perkembangan manusia dikenal dengan teori


perkembangan psiko-sosial. Teori perkembangan psikososial ini adalah salah satu teori
kepribadian terbaik dalam psikologi. Seperti Sigmund Freud, Erikson percaya bahwa
kepribadian berkembang dalam beberapa tingkatan. Salah satu elemen penting dari teori
tingkatan psikososial Erikson adalah perkembangan persamaan ego. Persamaan ego adalah
perasaan sadar yang kita kembangkan melalui interaksi sosial. Menurut Erikson,
perkembangan ego selalu berubah berdasarkan pengalaman dan informasi baru yang kita
dapatkan dalam berinteraksi dengan orang lain. Erikson juga percaya bahwa kemampuan
16

memotivasi sikap dan perbuatan dapat membantu perkembangan menjadi positif, inilah
alasan mengapa teori Erikson disebut sebagai teori perkembangan psikososial.3[12]
Ericson memaparkan teorinya melalui konsep polaritas yang bertingkat/bertahapan.
Ada 8 (delapan) tingkatan perkembangan yang akan dilalui oleh manusia. Menariknya bahwa
tingkatan ini bukanlah sebuah gradualitas. Manusia dapat naik ketingkat berikutnya walau ia
tidak tuntas pada tingkat sebelumnya. Setiap tingkatan dalam teori Erikson berhubungan
dengan kemampuan dalam bidang kehidupan. Jika tingkatannya tertangani dengan baik,
orang itu akan merasa pandai. Jika tingkatan itu tidak tertangani dengan baik, orang itu akan
tampil dengan perasaan tidak selaras.
Dalam setiap tingkat, Erikson percaya setiap orang akan mengalami konflik/krisis
yang merupakan titik balik dalam perkembangan. Erikson berpendapat, konflik-konflik ini
berpusat pada perkembangan kualitas psikologi atau kegagalan untuk mengembangkan
kualitas itu. Selama masa ini, potensi pertumbuhan pribadi meningkat. Begitu juga dengan
potensi kegagalan.
1. Tahap 1. Trust vs Mistrust (percaya vs tidak percaya)
- Terjadi pada usia 0 s/d 18 bulan.
- Tingkat pertama teori perkembangan psikososial Erikson terjadi antara kelahiran sampai usia
satu tahun dan merupakan tingkatan paling dasar dalam hidup.
- Jika anak berhasil membangun kepercayaan, dia akan merasa selamat dan aman dalam
dunia. Pengasuh yang tidak konsisten, tidak tersedia secara emosional, atau menolak, dapat
mendorong perasaan tidak percaya diri pada anak yang di asuh. Kegagalan dalam
mengembangkan kepercayaan akan menghasilkan ketakutan dan kepercayaan bahwa dunia
tidak konsisten dan tidak dapat di tebak.
2. Tahap 2. Otonomi (Autonomy) VS malu dan ragu-ragu (shame and doubt)
- Terjadi pada usia 18 bulan s/d 3 tahun.
- Tingkat ke dua dari teori perkembangan psikososial Erikson ini terjadi selama masa awal
kanak-kanak dan berfokus pada perkembangan besar dari pengendalian diri.
- Seperti Freud, Erikson percaya bahwa latihan penggunaan toilet adalah bagian yang penting
sekali dalam proses ini. Tetapi, alasan Erikson cukup berbeda dari Freud. Erikson percaya
bahwa belajar untuk mengontrol fungsi tubuh seseorang akan membawa kepada perasaan
mengendalikan dan kemandirian.
17

- Kejadian-kejadian penting lain meliputi pemerolehan pengendalian lebih yakni atas


pemilihan makanan, mainan yang disukai, dan juga pemilihan pakaian.
- Anak yang berhasil melewati tingkat ini akan merasa aman dan percaya diri, sementara yang
tidak berhasil akan merasa tidak cukup dan ragu-ragu terhadap diri sendiri.
3. Tahap 3. Inisiatif (Initiative) vs rasa bersalah (Guilt)
- Terjadi pada usia 3 s/d 5 tahun.
- Selama masa usia prasekolah mulai menunjukkan kekuatan dan kontrolnya akan dunia
melalui permainan langsung dan interaksi sosial lainnya. Mereka lebih tertantang karena
menghadapi dunia sosial yang lebih luas, maka dituntut perilaku aktif dan bertujuan.
- Mereka yang gagal mencapai tahap ini akan merasakan perasaan bersalah, perasaan ragu-
ragu, dan kurang inisiatif. Perasaan bersalah yang tidak menyenangkan dapat muncul apabila
anak tidak diberi kepercayaan dan dibuat merasa sangat cemas.
- Erikson yakin bahwa kebanyakan rasa bersalah dapat digantikan dengan cepat oleh rasa
berhasil.4[13]
Delapan tahap/fase perkembangan kepribadian menurut Erikson memiliki ciri utama
setiap tahapnya adalah di satu pihak bersifat biologis dan di lain pihak bersifat sosial, yang
berjalan melalui krisis diantara dua polaritas. Adapun tingkatan dalam delapan tahap
perkembangan yang dilalui oleh setiap manusia menurut Erikson adalah sebagai berikut :
Kedelapan tahapan perkembangan kepribadian dapat digambarkan dalam tabel berikut ini :
Developmental Stage Basic Components
Infancy (0-1 thn) Trust vs Mistrust
Early childhood (1-3 thn) Autonomy vs Shame, Doubt
Preschool age (4-5 thn) Initiative vs Guilt
School age (6-11 thn) Industry vs Inferiority
Adolescence (12-10 thn) Identity vs Identity Confusion
Young adulthood ( 21-40 thn) Intimacy vs Isolation
Adulthood (41-65 thn) Generativity vs Stagnation
Senescence (+65 thn) Ego Integrity vs Despair

1. Trust vs Mistrust (Kepercayaan vs Kecurigaan)


18

Masa bayi (infancy) ditandai adanya kecenderungan trust – mistrust. Perilaku bayi
didasari oleh dorongan mempercayai atau tidak mempercayai orang-orang di sekitarnya. Dia
sepenuhnya mempercayai orang tuanya, tetapi orang yang dianggap asing dia tidak akan
mempercayainya. Oleh karena itu kadang-kadang bayi menangis bila di pangku oleh orang
yang tidak dikenalnya. Ia bukan saja tidak percaya kepada orang-orang yang asing tetapi juga
kepada benda asing, tempat asing, suara asing, perlakuan asing dan sebagainya. Kalau
menghadapi situasi-situasi tersebut seringkali bayi menangis.
Tahap ini berlangsung pada masa oral, kira-kira terjadi pada umur 0-1 atau 1 ½ tahun.
Tugas yang harus dijalani pada tahap ini adalah menumbuhkan dan mengembangkan
kepercayaan tanpa harus menekan kemampuan untuk hadirnya suatu ketidakpercayaan.
Kepercayaan ini akan terbina dengan baik apabila dorongan oralis pada bayi terpuaskan,
misalnya untuk tidur dengan tenang, menyantap makanan dengan nyaman dan tepat waktu,
serta dapat membuang kotoron (eliminsi) dengan sepuasnya. Oleh sebab itu, pada tahap ini
ibu memiliki peranan yang secara kwalitatif sangat menentukan perkembangan kepribadian
anaknya yang masih kecil. Apabila seorang ibu bisa memberikan rasa hangat dan dekat,
konsistensi dan kontinuitas kepada bayi mereka, maka bayi itu akan mengembangkan
perasaan dengan menganggap dunia khususnya dunia sosial sebagai suatu tempat yang aman
untuk didiami, bahwa orang-orang yang ada didalamnya dapat dipercaya dan saling
menyayangi. Kepuasaan yang dirasakan oleh seorang bayi terhadap sikap yang diberikan oleh
ibunya akan menimbulkan rasa aman, dicintai, dan terlindungi. Melalui pengalaman dengan
orang dewasa tersebut bayi belajar untuk mengantungkan diri dan percaya kepada mereka.
Hasil dari adanya kepercayaan berupa kemampuan mempercayai lingkungan dan dirinya
serta juga mempercayai kapasitas tubuhnya dalam berespon secara tepat terhadap
lingkungannya.
Sebaliknya, jika seorang ibu tidak dapat memberikan kepuasan kepada bayinya, dan
tidak dapat memberikan rasa hangat dan nyaman atau jika ada hal-hal lain yang membuat
ibunya berpaling dari kebutuhan-kebutuhannya demi memenuhi keinginan mereka sendiri,
maka bayi akan lebih mengembangkan rasa tidak percaya, dan dia akan selalu curiga kepada
orang lain.
Hal ini jangan dipahami bahwa peran sebagai orangtua harus serba sempurna tanpa
ada kesalahan/cacat. Karena orangtua yang terlalu melindungi anaknya pun akan
menyebabkan anak punya kecenderungan maladaptif. Erikson menyebut hal ini dengan
sebutan salah penyesuaian indrawi. Orang yang selalu percaya tidak akan pernah mempunyai
pemikiran maupun anggapan bahwa orang lain akan berbuat jahat padanya, dan akan
19

memgunakan seluruh upayanya dalam mempertahankan cara pandang seperti ini. Dengan
kata lain,mereka akan mudah tertipu atau dibohongi. Sebaliknya, hal terburuk dapat terjadi
apabila pada masa kecilnya sudah merasakan ketidakpuasan yang dapat mengarah pada
ketidakpercayaan. Mereka akan berkembang pada arah kecurigaan dan merasa terancam terus
menerus. Hal ini ditandai dengan munculnya frustasi, marah, sinis, maupun depresi.
Pada dasarnya setiap manusia pada tahap ini tidak dapat menghindari rasa kepuasan
namun juga rasa ketidakpuasan yang dapat menumbuhkan kepercayaan dan
ketidakpercayaan. Akan tetapi, hal inilah yang akan menjadi dasar kemampuan seseorang
pada akhirnya untuk dapat menyesuaikan diri dengan baik. Di mana setiap individu perlu
mengetahui dan membedakan kapan harus percaya dan kapan harus tidak percaya dalam
menghadapi berbagai tantangan maupun rintangan yang menghadang pada perputaran roda
kehidupan manusia tiap saat.
Adanya perbandingan yang tepat atau apabila keseimbangan antara kepercayaan dan
ketidakpercayaan terjadi pada tahap ini dapat mengakibatkan tumbuhnya pengharapan. Nilai
lebih yang akan berkembang di dalam diri anak tersebut yaitu harapan dan keyakinan yang
sangat kuat bahwa kalau segala sesuatu itu tidak berjalan sebagaimana mestinya, tetapi
mereka masih dapat mengolahnya menjadi baik.
Pada aspek lain dalam setiap tahap perkembangan manusia senantiasa berinteraksi
atau saling berhubungan dengan pola-pola tertentu (ritualisasi). Oleh sebab itu, pada tahap ini
bayi pun mengalami ritualisasi di mana hubungan yang terjalin dengan ibunya dianggap
sebagai sesuatu yang keramat (numinous). Jika hubungan tersebut terjalin dengan baik, maka
bayi akan mengalami kepuasan dan kesenangan tersendiri. Selain itu, Alwisol berpendapat
bahwa numinous ini pada akhirnya akan menjadi dasar bagaimana orang
menghadapi/berkomunikasi dengan orang lain, dengan penuh penerimaan, penghargaan,
tanpa ada ancaman dan perasaan takut. Sebaliknya, apabila dalam hubungan tersebut bayi
tidak mendapatkan kasih sayang dari seorang ibu akan merasa terasing dan terbuang,
sehingga dapat terjadi suatu pola kehidupan yang lain di mana bayi merasa berinteraksi
secara interpersonal atau sendiri dan dapat menyebabkan adanya idolism (pemujaan).
Pemujaan ini dapat diartikan dalam dua arah yaitu anak akan memuja dirinya sendiri, atau
sebaliknya anak akan memuja orang lain.

2. Otonomi vs Perasaan Malu dan Ragu-ragu


20

Masa kanak-kanak awal (early childhood) ditandai adanya kecenderungan autonomy


– shame, doubt. Pada masa ini sampai batas-batas tertentu anak sudah bisa berdiri sendiri,
dalam arti duduk, berdiri, berjalan, bermain, minum dari botol sendiri tanpa ditolong oleh
orang tuanya, tetapi di pihak lain dia telah mulai memiliki rasa malu dan keraguan dalam
berbuat, sehingga seringkali minta pertolongan atau persetujuan dari orang tuanya.
Pada tahap kedua adalah tahap anus-otot (anal-mascular stages), masa ini biasanya
disebut masa balita yang berlangsung mulai dari usia 18 bulan sampai 3 atau 4 tahun. Tugas
yang harus diselesaikan pada masa ini adalah kemandirian (otonomi) sekaligus dapat
memperkecil perasaan malu dan ragu-ragu. Apabila dalam menjalin suatu relasi antara anak
dan orangtuanya terdapat suatu sikap/tindakan yang baik, maka dapat menghasilkan suatu
kemandirian. Namun, sebaliknya jika orang tua dalam mengasuh anaknya bersikap salah,
maka anak dalam perkembangannya akan mengalami sikap malu dan ragu-ragu. Dengan kata
lain, ketika orang tua dalam mengasuh anaknya sangat memperhatikan anaknya dalam aspek-
aspek tertentu misalnya mengizinkan seorang anak yang menginjak usia balita untuk dapat
mengeksplorasikan dan mengubah lingkungannya, anak tersebut akan bisa mengembangkan
rasa mandiri atau ketidaktergantungan. Pada usia ini menurut Erikson bayi mulai belajar
untuk mengontrol tubuhnya, sehingga melalui masa ini akan nampak suatu usaha atau
perjuangan anak terhadap pengalaman-pengalaman baru yang berorientasi pada suatu
tindakan/kegiatan yang dapat menyebabkan adanya sikap untuk mengontrol diri sendiri dan
juga untuk menerima control dari orang lain. Misalnya, saat anak belajar berjalan, memegang
tangan orang lain, memeluk, maupun untuk menyentuh benda-benda lain.
Di lain pihak, anak dalam perkembangannya pun dapat menjadi pemalu dan ragu-
ragu. Jikalau orang tua terlalu membatasi ruang gerak/eksplorasi lingkungan dan
kemandirian, sehingga anak akan mudah menyerah karena menganggap dirinya tidak mampu
atau tidak seharusnya bertindak sendirian.
Orang tua dalam mengasuh anak pada usia ini tidak perlu mengobarkan keberanian
anak dan tidak pula harus mematikannya. Dengan kata lain, keseimbanganlah yang
diperlukan di sini. Ada sebuah kalimat yang seringkali menjadi teguran maupun nasihat bagi
orang tua dalam mengasuh anaknya yakni “tegas namun toleran”. Makna dalam kalimat
tersebut ternyata benar adanya, karena dengan cara ini anak akan bisa mengembangkan sikap
kontrol diri dan harga diri. Sedikit rasa malu dan ragu-ragu, sangat diperlukan bahkan
memiliki fungsi atau kegunaan tersendiri bagi anak, karena tanpa adanya perasaan ini, anak
akan berkembang ke arah sikap maladaptif yang disebut Erikson sebagai impulsiveness
(terlalu menuruti kata hati), sebaliknya apabila seorang anak selalu memiliki perasaan malu
21

dan ragu-ragu juga tidak baik, karena akan membawa anak pada sikap malignansi yang
disebut Erikson compulsiveness. Sifat inilah yang akan membawa anak selalu menganggap
bahwa keberadaan mereka selalu bergantung pada apa yang mereka lakukan, karena itu
segala sesuatunya harus dilakukan secara sempurna. Apabila tidak dilakukan dengan
sempurna maka mereka tidak dapat menghindari suatu kesalahan yang dapat menimbulkan
adanya rasa malu dan ragu-ragu.
Jikalau dapat mengatasi krisis antara kemandirian dengan rasa malu dan ragu-ragu
dapat diatasi atau jika diantara keduanya terdapat keseimbangan, maka nilai positif yang
dapat dicapai yaitu adanya suatu kemauan atau kebulatan tekad. Meminjam kata-kata dari
Supratiknya yang menyatakan bahwa “kemauan menyebabkan anak secara bertahap mampu
menerima peraturan hukum dan kewajiban”.
Ritualisasi yang dialami oleh anak pada tahap ini yaitu dengan adanya sifat bijaksana
dan legalisme. Melalui tahap ini anak sudah dapat mengembangkan pemahamannya untuk
dapat menilai mana yang salah dan mana yang benar dari setiap gerak atau perilaku orang
lain yang disebut sebagai sifat bijaksana. Sedangkan, apabila dalam pola pengasuhan terdapat
penyimpangan maka anak akan memiliki sikap legalisme yakni merasa puas apabila orang
lain dapat dikalahkan dan dirinya berada pada pihak yang menang sehingga anak akan
merasa tidak malu dan ragu-ragu walaupun pada penerapannya menurut Alwisol mengarah
pada suatu sifat yang negatif yaitu tanpa ampun, dan tanpa rasa belas kasih.

3. Inisiatif vs Kesalahan

Masa pra sekolah (Preschool Age) ditandai adanya kecenderungan initiative – guilty.
Pada masa ini anak telah memiliki beberapa kecakapan, dengan kecakapan-kecakapan
tersebut dia terdorong melakukan beberapa kegiatan, tetapi karena kemampuan anak tersebut
masih terbatas adakalanya dia mengalami kegagalan. Kegagalan-kegagalan tersebut
menyebabkan dia memiliki perasaan bersalah, dan untuk sementara waktu dia tidak mau
berinisatif atau berbuat.
Tahap ketiga ini juga dikatakan sebagai tahap kelamin-lokomotor (genital-locomotor
stage) atau yang biasa disebut tahap bermain. Tahap ini pada suatu periode tertentu saat anak
menginjak usia 3 sampai 5 atau 6 tahun, dan tugas yang harus diemban seorang anak pada
masa ini ialah untuk belajar punya gagasan (inisiatif) tanpa banyak terlalu melakukan
kesalahan. Masa-masa bermain merupakan masa di mana seorang anak ingin belajar dan
mampu belajar terhadap tantangan dunia luar, serta mempelajari kemampuan-kemampuan
22

baru juga merasa memiliki tujuan. Dikarenakan sikap inisiatif merupakan usaha untuk
menjadikan sesuatu yang belum nyata menjadi nyata, sehingga pada usia ini orang tua dapat
mengasuh anaknya dengan cara mendorong anak untuk mewujudkan gagasan dan ide-idenya.
Akan tetapi, semuanya akan terbalik apabila tujuan dari anak pada masa genital ini
mengalami hambatan karena dapat mengembangkan suatu sifat yang berdampak kurang baik
bagi dirinya yaitu merasa berdosa dan pada klimaksnya mereka seringkali akan merasa
bersalah atau malah akan mengembangkan sikap menyalahkan diri sendiri atas apa yang
mereka rasakan dan lakukan.
Ketidakpedulian (ruthlessness) merupakan hasil dari maladaptif yang keliru, hal ini terjadi
saat anak memiliki sikap inisiatif yang berlebihan namun juga terlalu minim. Orang yang
memiliki sikap inisiatif sangat pandai mengelolanya, yaitu apabila mereka mempunyai suatu
rencana baik itu mengenai sekolah, cinta, atau karir mereka tidak peduli terhadap pendapat
orang lain dan jika ada yang menghalangi rencananya apa dan siapa pun yang harus dilewati
dan disingkirkan demi mencapai tujuannya itu. Akan tetapi bila anak saat berada pada
periode mengalami pola asuh yang salah yang menyebabkan anak selalu merasa bersalah
akan mengalami malignansi yaitu akan sering berdiam diri (inhibition). Berdiam diri
merupakan suatu sifat yang tidak memperlihatkan suatu usaha untuk mencoba melakukan
apa-apa, sehingga dengan berbuat seperti itu mereka akan merasa terhindar dari suatu
kesalahan.
Kecenderungan atau krisis antara keduanya dapat diseimbangkan, maka akan lahir suatu
kemampuan psikososial adalah tujuan (purpose). Selain itu, ritualisasi yang terjadi pada masa
ini adalah masa dramatik dan impersonasi. Dramatik dalam pengertiannya dipahami sebagai
suatu interaksi yang terjadi pada seorang anak dengan memakai fantasinya sendiri untuk
berperan menjadi seseorang yang berani. Sedangkan impersonasi dalam pengertiannya adalah
suatu fantasi yang dilakukan oleh seorang anak namun tidak berdasarkan kepribadiannya.
Oleh karena itu, rangakain kata yang tepat untuk menggambarkan masa ini pada akhirnya
bahwa keberanian, kemampuan untuk bertindak tidak terlepas dari kesadaran dan
pemahaman mengenai keterbatasan dan kesalahan yang pernah dilakukan sebelumnya.

4. Kerajinan vs Inferioritas

Masa Sekolah (School Age) ditandai adanya kecenderungan industry–inferiority. Sebagai


kelanjutan dari perkembangan tahap sebelumnya, pada masa ini anak sangat aktif
mempelajari apa saja yang ada di lingkungannya. Dorongan untuk mengatahui dan berbuat
23

terhadap lingkungannya sangat besar, tetapi di pihak lain karena keterbatasan-keterbatasan


kemampuan dan pengetahuannya kadang-kadang dia menghadapi kesukaran, hambatan
bahkan kegagalan. Hambatan dan kegagalan ini dapat menyebabkan anak merasa rendah diri.
Tahap keempat ini dikatakan juga sebagai tahap laten yang terjadi pada usia sekolah dasar
antara umur 6 sampai 12 tahun. Salah satu tugas yang diperlukan dalam tahap ini ialah adalah
dengan mengembangkan kemampuan bekerja keras dan menghindari perasaan rasa rendah
diri. Saat anak-anak berada tingkatan ini area sosialnya bertambah luas dari lingkungan
keluarga merambah sampai ke sekolah, sehingga semua aspek memiliki peran, misalnya
orang tua harus selalu mendorong, guru harus memberi perhatian, teman harus menerima
kehadirannya, dan lain sebagainya.
Tingkatan ini menunjukkan adanya pengembangan anak terhadap rencana yang pada awalnya
hanya sebuah fantasi semata, namun berkembang seiring bertambahnya usia bahwa rencana
yang ada harus dapat diwujudkan yaitu untuk dapat berhasil dalam belajar. Anak pada usia
ini dituntut untuk dapat merasakan bagaimana rasanya berhasil, apakah itu di sekolah atau
ditempat bermain. Melalui tuntutan tersebut anak dapat mengembangkan suatu sikap rajin.
Berbeda kalau anak tidak dapat meraih sukses karena mereka merasa tidak mampu
(inferioritas), sehingga anak juga dapat mengembangkan sikap rendah diri. Oleh sebab itu,
peranan orang tua maupun guru sangatlah penting untuk memperhatikan apa yang menjadi
kebutuhan anak pada usia seperti ini. Kegagalan di bangku sekolah yang dialami oleh anak-
anak pada umumnya menimpa anak-anak yang cenderung lebih banyak bermain bersama
teman-teman dari pada belajar, dan hal ini tentunya tidak terlepas dari peranan orang tua
maupun guru dalam mengontrol mereka. Kecenderungan maladaptif akan tercermin apabila
anak memiliki rasa giat dan rajin terlalu besar yang mana peristiwa ini menurut Erikson
disebut sebagai keahlian sempit. Di sisi lain jika anak kurang memiliki rasa giat dan rajin
maka akan tercermin malignansi yang disebut dengan kelembaman. Mereka yang mengidap
sifat ini oleh Alfred Adler disebut dengan “masalah-masalah inferioritas”. Maksud dari
pengertian tersebut yaitu jika seseorang tidak berhasil pada usaha pertama, maka jangan
mencoba lagi. Usaha yang sangat baik dalam tahap ini sama seperti tahap-tahap sebelumnya
adalah dengan menyeimbangkan kedua karateristik yang ada, dengan begitu ada nilai positif
yang dapat dipetik dan dikembangkan dalam diri setiap pribadi yakni kompetensi.
Dalam lingkungan yang ada pola perilaku yang dipelajari pun berbeda dari tahap
sebelumnya, anak diharapkan mampu untuk mengerjakan segala sesuatu dengan
mempergunakan cara maupun metode yang standar, sehingga anak tidak terpaku pada aturan
yang berlaku dan bersifat kaku. Peristiwa tersebut biasanya dikenal dengan istilah formal.
24

Sedangkan pada pihak lain jikalau anak mampu mengerjakan segala sesuatu dengan
mempergunakan cara atau metode yang sesuai dengan aturan yang ditentukan untuk
memperoleh hasil yang sempurna, maka anak akan memiliki sikap kaku dan hidupnya sangat
terpaku pada aturan yang berlaku. Hal inilah yang dapat menyebabkan relasi dengan orang
lain menjadi terhambat. Peristiwa ini biasanya dikenal dengan istilah formalism.

5. Identitas vs Kekacauan Identitas

Tahap kelima merupakan tahap adolesen (remaja), yang dimulai pada saat masa puber
dan berakhir pada usia 18 atau 20 tahun. Masa Remaja (adolescence) ditandai adanya
kecenderungan identity – Identity Confusion. Sebagai persiapan ke arah kedewasaan
didukung pula oleh kemampuan dan kecakapan-kecakapan yang dimilikinya dia berusaha
untuk membentuk dan memperlihatkan identitas diri, ciri-ciri yang khas dari dirinya.
Dorongan membentuk dan memperlihatkan identitasdiri ini, pada para remaja sering sekali
sangat ekstrim dan berlebihan, sehingga tidak jarang dipandang oleh lingkungannya sebagai
penyimpangan atau kenakalan. Dorongan pembentukan identitas diri yang kuat di satu pihak,
sering diimbangi oleh rasa setia kawan dan toleransi yang besar terhadap kelompok
sebayanya. Di antara kelompok sebaya mereka mengadakan pembagian peran, dan seringkali
mereka sangat patuh terhadap peran yang diberikan kepada masing-masing anggota
Pencapaian identitas pribadi dan menghindari peran ganda merupakan bagian dari
tugas yang harus dilakukan dalam tahap ini. Menurut Erikson masa ini merupakan masa yang
mempunyai peranan penting, karena melalui tahap ini orang harus mencapai tingkat identitas
ego, dalam pengertiannya identitas pribadi berarti mengetahui siapa dirinya dan bagaimana
cara seseorang terjun ke tengah masyarakat. Lingkungan dalam tahap ini semakin luas tidak
hanya berada dalam area keluarga, sekolah namun dengan masyarakat yang ada dalam
lingkungannya. Masa pubertas terjadi pada tahap ini, kalau pada tahap sebelumnya seseorang
dapat menapakinya dengan baik maka segenap identifikasi di masa kanak-kanak
diintrogasikan dengan peranan sosial secara aku, sehingga pada tahap ini mereka sudah dapat
melihat dan mengembangkan suatu sikap yang baik dalam segi kecocokan antara isi dan
dirinya bagi orang lain, selain itu juga anak pada jenjang ini dapat merasakan bahwa mereka
sudah menjadi bagian dalam kehidupan orang lain. Semuanya itu terjadi karena mereka sudah
dapat menemukan siapakah dirinya. Identitas ego merupakan kulminasi nilai-nilai ego
sebelumnya yang merupakan ego sintesis. Dalam arti kata yang lain pencarian identitas ego
telah dijalani sejak berada dalam tahap pertama/bayi sampai seseorang berada pada tahap
25

terakhir/tua. Oleh karena itu, salah satu point yang perlu diperhatikan yaitu apabila tahap-
tahap sebelumnya berjalan kurang lancar atau tidak berlangsung secara baik, disebabkan anak
tidak mengetahui dan memahami siapa dirinya yang sebenarnya ditengah-tengah pergaulan
dan struktur sosialnya, inilah yang disebut dengan identity confusion atau kekacauan
identitas.
Akan tetapi di sisi lain jika kecenderungan identitas ego lebih kuat dibandingkan
dengan kekacauan identitas, maka mereka tidak menyisakan sedikit ruang toleransi terhadap
masyarakat yang bersama hidup dalam lingkungannya. Erikson menyebut maladaptif ini
dengan sebutan fanatisisme. Orang yang berada dalam sifat fanatisisme ini menganggap
bahwa pemikiran, cara maupun jalannyalah yang terbaik. Sebaliknya, jika kekacauan
identitas lebih kuat dibandingkan dengan identitas ego maka Erikson menyebut malignansi
ini dengan sebutan pengingkaran. Orang yang memiliki sifat ini mengingkari keanggotaannya
di dunia orang dewasa atau masyarakat akibatnya mereka akan mencari identitas di tempat
lain yang merupakan bagian dari kelompok yang menyingkir dari tuntutan sosial yang
mengikat serta mau menerima dan mengakui mereka sebagai bagian dalam kelompoknya.
Kesetiaan akan diperoleh sebagi nilai positif yang dapat dipetik dalam tahap ini,
jikalau antara identitas ego dan kekacauan identitas dapat berlangsung secara seimbang, yang
mana kesetiaan memiliki makna tersendiri yaitu kemampuan hidup berdasarkan standar yang
berlaku di tengah masyarakat terlepas dari segala kekurangan, kelemahan, dan
ketidakkonsistennya.
Ritualisasi yang nampak dalam tahap adolesen ini dapat menumbuhkan ediologi dan
totalisme.

6. Keintiman vs Isolasi

Tahap pertama hingga tahap kelima sudah dilalui, maka setiap individu akan
memasuki jenjang berikutnya yaitu pada masa dewasa awal yang berusia sekitar 20-30 tahun.
Masa Dewasa Awal (Young adulthood) ditandai adanya kecenderungan intimacy – isolation.
Kalau pada masa sebelumnya, individu memiliki ikatan yang kuat dengan kelompok sebaya,
namun pada masa ini ikatan kelompok sudah mulai longgar. Mereka sudah mulai selektif, dia
membina hubungan yang intim hanya dengan orang-orang tertentu yang sepaham. Jadi pada
tahap ini timbul dorongan untuk membentuk hubungan yang intim dengan orang-orang
tertentu, dan kurang akrab atau renggang dengan yang lainnya.
26

Jenjang ini menurut Erikson adalah ingin mencapai kedekatan dengan orang lain dan
berusaha menghindar dari sikap menyendiri. Periode diperlihatkan dengan adanya hubungan
spesial dengan orang lain yang biasanya disebut dengan istilah pacaran guna memperlihatkan
dan mencapai kelekatan dan kedekatan dengan orang lain. Di mana muatan pemahaman
dalam kedekatan dengan orang lain mengandung arti adanya kerja sama yang terjalin dengan
orang lain. Akan tetapi, peristiwa ini akan memiliki pengaruh yang berbeda apabila seseorang
dalam tahap ini tidak mempunyai kemampuan untuk menjalin relasi dengan orang lain secara
baik sehingga akan tumbuh sifat merasa terisolasi. Erikson menyebut adanya kecenderungan
maladaptif yang muncul dalam periode ini ialah rasa cuek, di mana seseorang sudah merasa
terlalu bebas, sehingga mereka dapat berbuat sesuka hati tanpa memperdulikan dan merasa
tergantung pada segala bentuk hubungan misalnya dalam hubungan dengan sahabat, tetangga,
bahkan dengan orang yang kita cintai/kekasih sekalipun. Sementara dari segi lain/malignansi
Erikson menyebutnya dengan keterkucilan, yaitu kecenderungan orang untuk
mengisolasi/menutup diri sendiri dari cinta, persahabatan dan masyarakat, selain itu dapat
juga muncul rasa benci dan dendam sebagai bentuk dari kesendirian dan kesepian yang
dirasakan.
Oleh sebab itu, kecenderungan antara keintiman dan isoalasi harus berjalan dengan
seimbang guna memperoleh nilai yang positif yaitu cinta. Dalam konteks teorinya, cinta
berarti kemampuan untuk mengenyampingkan segala bentuk perbedaan dan keangkuhan
lewat rasa saling membutuhkan. Wilayah cinta yang dimaksudkan di sini tidak hanya
mencakup hubungan dengan kekasih namun juga hubungan dengan orang tua, tetangga,
sahabat, dan lain-lain.
Ritualisasi yang terjadi pada tahan ini yaitu adanya afiliasi dan elitisme. Afilisiasi
menunjukkan suatu sikap yang baik dengan mencerminkan sikap untuk mempertahankan
cinta yang dibangun dengan sahabat, kekasih, dan lain-lain. Sedangkan elitisme menunjukkan
sikap yang kurang terbuka dan selalu menaruh curiga terhadap orang lain.

7. Generativitas vs Stagnasi

Masa dewasa (dewasa tengah) berada pada posisi ke tujuh, dan ditempati oleh orang-
orang yang berusia sekitar 30 sampai 60 tahun. Masa Dewasa (Adulthood) ditandai adanya
kecenderungan generativity-stagnation. Sesuai dengan namanya masa dewasa, pada tahap ini
individu telah mencapai puncak dari perkembangan segala kemampuannya. Pengetahuannya
cukup luas, kecakapannya cukup banyak, sehingga perkembangan individu sangat pesat.
27

Meskipun pengetahuan dan kecakapan individu sangat luas, tetapi dia tidak mungkin dapat
menguasai segala macam ilmu dan kecakapan, sehingga tetap pengetahuan dan kecakapannya
terbatas. Untuk mengerjakan atau mencapai hal– hal tertentu ia mengalami hambatan.
Apabila pada tahap pertama sampai dengan tahap ke enam terdapat tugas untuk
dicapai, demikian pula pada masa ini dan salah satu tugas untuk dicapai ialah dapat
mengabdikan diri guna keseimbangan antara sifat melahirkan sesuatu (generativitas) dengan
tidak berbuat apa-apa (stagnasi). Generativitas adalah perluasan cinta ke masa depan. Sifat ini
adalah kepedulian terhadap generasi yang akan datang. Melalui generativitas akan dapat
dicerminkan sikap memperdulikan orang lain. Pemahaman ini sangat jauh berbeda dengan
arti kata stagnasi yaitu pemujaan terhadap diri sendiri dan sikap yang dapat digambarkan
dalam stagnasi ini adalah tidak perduli terhadap siapapun.
Maladaptif yang kuat akan menimbulkan sikap terlalu peduli, sehingga mereka tidak
punya waktu untuk mengurus diri sendiri. Selain itu malignansi yang ada adalah penolakan,
di mana seseorang tidak dapat berperan secara baik dalam lingkungan kehidupannya akibat
dari semua itu kehadirannya ditengah-tengah area kehiduannya kurang mendapat sambutan
yang baik.
Harapan yang ingin dicapai pada masa ini yaitu terjadinya keseimbangan antara
generativitas dan stagnansi guna mendapatkan nilai positif yang dapat dipetik yaitu
kepedulian. Ritualisasi dalam tahap ini meliputi generasional dan otoritisme. Generasional
ialah suatu interaksi/hubungan yang terjalin secara baik dan menyenangkan antara orang-
orang yang berada pada usia dewasa dengan para penerusnya. Sedangkan otoritisme yaitu
apabila orang dewasa merasa memiliki kemampuan yang lebih berdasarkan pengalaman yang
mereka alami serta memberikan segala peraturan yang ada untuk dilaksanakan secara
memaksa, sehingga hubungan diantara orang dewasa dan penerusnya tidak akan berlangsung
dengan baik dan menyenangkan.

8. Integritas vs Keputusasaan

Tahap terakhir dalam teorinya Erikson disebut tahap usia senja yang diduduki oleh
orang-orang yang berusia sekitar 60 atau 65 ke atas. Masa hari tua (Senescence) ditandai
adanya kecenderungan ego integrity – despair. Pada masa ini individu telah memiliki
kesatuan atau intregitas pribadi, semua yang telah dikaji dan didalaminya telah menjadi milik
pribadinya. Pribadi yang telah mapan di satu pihak digoyahkan oleh usianya yang mendekati
akhir. Mungkin ia masih memiliki beberapa keinginan atau tujuan yang akan dicapainya
28

tetapi karena faktor usia, hal itu sedikit sekali kemungkinan untuk dapat dicapai. Dalam
situasi ini individu merasa putus asa. Dorongan untuk terus berprestasi masih ada, tetapi
pengikisan kemampuan karena usia seringkali mematahkan dorongan tersebut, sehingga
keputusasaan acapkali menghantuinya
Dalam teori Erikson, orang yang sampai pada tahap ini berarti sudah cukup berhasil
melewati tahap-tahap sebelumnya dan yang menjadi tugas pada usia senja ini adalah
integritas dan berupaya menghilangkan putus asa dan kekecewaan. Tahap ini merupakan
tahap yang sulit dilewati menurut pemandangan sebagian orang dikarenakan mereka sudah
merasa terasing dari lingkungan kehidupannya, karena orang pada usia senja dianggap tidak
dapat berbuat apa-apa lagi atau tidak berguna. Kesulitan tersebut dapat diatasi jika di dalam
diri orang yang berada pada tahap paling tinggi dalam teori Erikson terdapat integritas yang
memiliki arti tersendiri yakni menerima hidup dan oleh karena itu juga berarti menerima
akhir dari hidup itu sendiri. Namun, sikap ini akan bertolak belakang jika didalam diri mereka
tidak terdapat integritas yang mana sikap terhadap datangnya kecemasan akan terlihat.
Kecenderungan terjadinya integritas lebih kuat dibandingkan dengan kecemasan dapat
menyebabkan maladaptif yang biasa disebut Erikson berandai-andai, sementara mereka tidak
mau menghadapi kesulitan dan kenyataan di masa tua. Sebaliknya, jika kecenderungan
kecemasan lebih kuat dibandingkan dengan integritas maupun secara malignansi yang disebut
dengan sikap menggerutu, yang diartikan Erikson sebagai sikap sumaph serapah dan
menyesali kehidupan sendiri. Oleh karena itu, keseimbangan antara integritas dan kecemasan
itulah yang ingin dicapai dalam masa usia senja guna memperoleh suatu sikap kebijaksanaan.

Manusiaberpotensimengalamiperkembanganpsikologiyangsihatdanmampuatasikesulitanmeng
ikutmasadanperingkatperkembangantertentu.

•Terdapatlapanperingkatperkembanganemosimanusia.

•Setiapperingkattimbultingkahlakupositifdannegatifyangmembawamasalahpenyelesaianpsiko
logikalkeranakonflikemosinya
Tahapan Rentang Ciri-ciri
usia
Kepercayaaanl Lahir-18 Bayimestimenjalinkanhubungankasihsayangdankepercayaande
awanketidakpe nganpengasuhataumembentukperasaantidakpercaya
rcayaa

Autonomilawa 18-3 Tenagakanak-


nmalu/keragua kanakdisalurkanuntukperkembangankemahiranfizikaliaituberja
29

n lan,menggenggamdsb.Kanak-
Autonomilawa kanakbolehbelajarmengawaltetapimungkinmembentukperasaa
nmalu/keragua nmaludankeraguansekiranyatidakdiuruskandenganbaik.
n

Inisiatif lawan 3-6 Kanak-


perasaan kanakmenjadilebihmendesakdanberinisiatiftetapikemungkinan
bersalah keterlaluanhinggamenimbulkanperasaanbersalah

Ketekunan 6-12 Kanak-


lawan rasa kanakmestimenghadapipembelajarankemahiranbaruataumengh
rendah diri adapirisikoperasaanrendahdiri,kegagalan,dantidakcekap.

Identiti lawan 12-18 Remajamestiberjayamencariidentitidalampekerjaan,perananjan


kekeliruan tina,politikdanagama.
identiti

Kerapatan 18-35 Dewasamembinahubunganrapatataumerasaterasing.


lawan
pengasingan

Generativiti 35-60 Setiapdewasamencarijalanuntukmemuaskanhatidanmenyokong


lawan generasiakandatang.
pemusatan
kendiri

Kesepaduan 60-akhir Kemuncakialahperasaaanditerimaolehmasyarakatdanperasaank


lawan putus hayat epuasan.
asa

Menurut Erickson (1963) perkembangan psikososialnya berada pada tahap industri vs


inferior. Anak usia sekolah ingin mengembangkan keterampilan diri dan berusaha untuk
menyelesaikan tugas secara mandiri. Bila tugas ini tidak dapat dilakukan, anak akan menjadi
inferior. Tahap ini sangat dipengaruhi oleh faktor instrinsik (motivasi, kemampuan, tanggung
jawab yang dimiliki, kebebasan yang dimiliki, interaksi dengan lingkungan dan teman
30

sebaya) dan faktor ekstrinsik (penghargaan yang didapat, stimulus, dan keterlibatan dengan
orang lain). (dikutip dari Suprajitno, 2004).
Perubahan psikososial pada remaja dibagi dalam tiga tahap yaitu remaja awal (early
adolescent), pertengahan (middle adolescent), dan akhir (late adolescent). Periode pertama disebut
remaja awal atau early adolescent, terjadi pada usia usia 12-14 tahun. Pada masa remaja awal anak-anak
terpapar pada perubahan tubuh yang cepat, adanya akselerasi pertumbuhan, dan perubahan komposisi
tubuh disertai awal pertumbuhan seks sekunder. Karakteristik periode remaja awal ditandai oleh
terjadinya perubahan-perubahan psikologis seperti :
a. Krisis identitas,
b. Jiwa yang labil,
c. Meningkatnya kemampuan verbal untuk ekspresi diri,
d. Pentingnya teman dekat/sahabat,
e. Berkurangnya rasa hormat terhadap orangtua, kadang-kadang berlaku kasar,
f. Menunjukkan kesalahan orangtua,
g. Mencari orang lain yang disayangi selain orangtua,
h. Kecenderungan untuk berlaku kekanak-kanakan, dan
i. Terdapatnya pengaruh teman sebaya (peer group) terhadap hobi dan cara
berpakaian.
Pada fase remaja awal mereka hanya tertarik pada keadaan sekarang, bukan
masa depan, sedangkan secara seksual mulai timbul rasa malu, ketertarikan terhadap
lawan jenis tetapi masih bermain berkelompok dan mulai bereksperimen dengan tubuh
seperti masturbasi. Selanjutnya pada periode remaja awal, anak juga mulai melakukan
eksperimen dengan rokok, alkohol, atau narkoba. Peran peer group sangat dominan,
mereka berusaha membentuk kelompok, bertingkah laku sama, berpenampilan sama,
mempunyai bahasa dan kode atau isyarat yang sama.
Periode selanjutnya adalah middle adolescent terjadi antara usia 15-17 tahun, yang ditandai
dengan terjadinya perubahan-perubahan sebagai berikut:
a. Mengeluh orangtua terlalu ikut campur dalam kehidupannya,
b. Sangat memperhatikan penampilan,
c. Berusaha untuk mendapat teman baru,
d. Tidak atau kurang menghargai pendapat orangtua,
e. Sering sedih/moody,
f. Mulai menulis buku harian,
g. Sangat memperhatikan kelompok main secara selektif dan kompetitif,
h. Mulai mengalami periode sedih karena ingin lepas dari orangtua
31

Pada periode middle adolescent mulai tertarik akan intelektualitas dan karir.
Secara seksual sangat memperhatikan penampilan, mulai mempunyai dan sering
berganti-ganti pacar. Sangat perhatian terhadap lawan jenis. Sudah mulai mempunyai
konsep role model dan mulai konsisten terhadap cita-cita
Periode late adolescent dimulai pada usia 18 tahun ditandai oleh tercapainya maturitas
fisik secara sempurna. Perubahan psikososial yang ditemui antara lain,
a. Identitas diri menjadi lebih kuat,
b. Mampu memikirkan ide,
c. Mampu mengekspresikan perasaan dengan katakata,
d. Lebih menghargai orang lain,
e. Lebih konsisten terhadap minatnya,
f. Bangga dengan hasil yang dicapai,
g. Selera humor lebih berkembang, dan
h. Emosi lebih stabil
Pada fase remaja akhir lebih memperhatikan masa depan, termasuk peran yang
diinginkan nantinya. Mulai serius dalam berhubungan dengan lawan jenis, dan mulai
dapat menerima tradisi dan kebiasaan lingkungan.

TEORI TUGAS-TUGAS PERKEMBANGAN (HAVIGHURST)

Robert J. Havighurst (1961) mengartikan tugas-tugas perkembangan itu merupakan suatu hal
yang muncul pada periode tertentu dalam rentang kehidupan individu yang apabila berhasil
dituntaskan akan membawa kebahagiaan dan kesuksesan ke tugas perkembangan selanjutnya
tapi jika gagal akan menyebabkan ketidakbahagiaan pada individu yang bersangkutan dan
kesulitan-kesulitan dalam menuntaskan tugas berikutnya.

Menurut Robert Havighurst (1952):-


•Tugasan sebagai kemahiran, sikap, kefahaman, dan pencapaian sebagai ciri-ciri setiap
peringkat perkembangan.
•Tugas perkembangan ialah satu-satu tugas seperti berjalan, berlari, melompat yang wujud
pada individu di peringkat tertentu.
•Tugas perkembangan penting untuk kebahagiaan, kepuasan, dorongan dan menentukan
kejayaan melaksanakan tugas perkembangan seterusnya (sebaliknya).
•Perkembangan personaliti dipengaruhi nilai, norma dan budaya dan faktor lain (biologi,
sosial, psikologi).
•Perkembangan kanak-kanak sangat dipengaruhi persekitaran ( ini adalah hasil pengalaman
sosiobudaya persekitarannya)
32

•Keperluan individu dipengaruhi keperluan masyarakat : pemahaman faktor-faktor


kebudayaan, sosiologi dan psikologi membantu guru memahami kanak-kanak.

Konsep Tugas Perkembangan :


•Menerangkan tugas-tugas harus dicapai oleh kanak-kanak mengikut peringkat umurnya.

•Merancang pendidikan supaya selaras dengan tugas-tugas perkembangan kanak-kanak.

•Membantu guru menentukan objektif pendidikan supaya kanak-kanak menjadi anggota


masyarakat yngg berguna.

•Membantu menentukan kesesuaian masa memulakan pendidikan kanak-kanak atau


menentukan masa kesediaan kanak-kanak menerima pendidikan.

•Tugas perkembangan berkait-rapat dengan struktur biofizikal dan fungsi perkembangan


kanak-kanak.

•Terdapat tugas perlu dipelajari sekali seumur hidup seperti berjalan dan ambil masa lama
seperti bahasa.
Menurut Havighurst, tugas perkembangan adalah tugas-tugas yang harus diselesaikan
individu pada fase-fase atau periode kehidupan tertentu; dan apabila berhasil mencapainya
mereka akan berbahagia, tetapi sebaliknya apabila mereka gagal akan kecewa dan dicela
orang
tua atau masyarakat dan perkembangan selanjutnya juga akan mengalami kesulitan.
Adapun yang menjadi sumber dari pada tugas-tugas perkembangan tersebut menurut
Havighurst adalah: Kematangan pisik, tuntutan masyarakat atau budaya dan nilai-nilai dan
aspirasi individu. Pembagian tugas-tugas perkembangan untuk masing-masing fase dari sejak
masa bayi sampai usia lanjut dikemukakan oleh Havighurst sebagai berikut:
1. Masa bayi dan anak-anak
Belajar berjalan
Belajar mekan makanan padat
Belajar berbicara
Belajar mengendalikan pembuangan kotoran tubuh
Mencapai stabilitas fisiologik
Membentuk pengertian sederhana tentang realitas fisik dan sosial
Belajar kontak perasaan dengan orang tua, keluarga, dan orang lain
Belajar mengetahui mana yang benar dan yang salah serta mengembangkan kata hati
2. Masa Anak Sekolah
Belajar ketangkasan fisik untuk bermain
Pembentukan sikap yang sehat terhadap diri sendiri sebagai organism yang sedang
tumbuh
Belajar bergaul yang bersahabat dengan anak-anak sebaya
Belajar peranan jenis kelamin
Mengembangkan dasar-dasar kecakapan membaca, menulis, dan berhitung
Mengembangkan pengertian-pengertian yang diperlukan guna keperluan kehidupan
sehari-hari
Mengembangkan kata hati moralitas dan skala nilai-nilai
Belajar membebaskan ketergantungan diri
Mengembangkan sikap sehat terhadap kelompok dan lembga-lembaga
33

3. Masa Remaja
Menerima keadaan jasmaniah dan menggunakannya secara efektif
Menerima peranan sosial jenis kelamin sebagai pria/wanita
Menginginkan dan mencapai perilaku social yang bertanggung jawab social
Mencapai kemandirian emosional dari orang tua dan orang dewasa lainnya
Belajar bergaul dengan kelompok anak-anak wanita dan anak-anak laki-laki
Perkembangan skala nilai
Secara sadar mengembangkan gambaran dunia yang lebih adekwat
Persiapan mandiri secara ekonomi
Pemilihan dan latihan jabatan
Mempersiapkan perkawinan dan keluarga
4. Masa Dewasa Awal
Mulai bekerja
Memilih pasangan hidup
Belajar hidup dengan suami/istri
Mulai membentuk keluarga
Mengasuh anak
Mengelola/mengemudikan rumah tangga
Menerima/mengambil tanggung jawab warga Negara
Menemukan kelompok sosial yang menyenangkan
5. Masa Usia Madya/Masa Dewasa Madya
Menerima dan menyesuaikan diri terhadap perubahan fisik dan fisiologis
Menghubungkan diri sendiri dengan pasangan hidup sebagai individu
Membantu anak-anak remaja belajar menjadi orang dewasa yang bertanggung jawab dan
berbahagia
Mencapai dan mempertahankan prestasi yang memuaskan dalam karir pekerjaan
Mengembangkan kegiatan-kegiatan pengisi waktu senggang yang dewasa
Mencapai tanggung jawab sosial dan warga Negara secara penuh.

Robert J. Havighurst (1961) mengartikan tugas – tugas perkembangan itu merupakan


suatu hal yang muncul pada periode tertentu dalam rentang kehidupan individu yang apabila
berhasil dituntaskan akan membawa kebahagiaan dan kesuksesan ke tugas perkembangan
selanjutnya tapi jika gagal akan menyebabkan ketidakbahagiaan pada individu yang
bersangkutan dan kesulitan – kesulitan dalam menuntaskan tugas berikutnya.
Hurlock (1981) menyebut tugas – tugas perkembangan ini sebagai social expectations
yang artinya setiap kelompok budaya mengharapkan anggotanya menguasai keterampilan
tertentu yang penting dan memperoleh pola perilaku yang disetujui oleh berbagai usia
sepanjang
rentang kehidupan.
Faktor sumber munculnya tugas – tugas perkembangan :
1. Adanya kematangan fisik tertentu pada fase perkembangan tertentu
2. Tuntutan masyarakat secara kultural : membaca, menulis, berhitung, dan organisasi
3. Tuntutan dari dorongan dan cita – cita individu sendiri (psikologis) yang sedang
berkembang itu sendiri : memilih teman dan pekerjaan
4. Tuntutan norma agama
Adapun tugas – tugas perkembangan pada setiap fase perkembangan (Robert J. Havighurst
(Monks, et al., 1984, syah, 1995; Andrissen, 1974; Havighurst, 1976) ) sebagai berikut :
1. Tugas – tugas perkembangan pada usia bayi dan kanak – kanak (0 – 6 tahun)
a. Belajar berjalan.
34

b. Belajar memakan makanan padat.


c. Belajar berbicara.
d. Belajar buang air kecil dan buang air besar.
e. Belajar mengenal perbedaan jenis kelamin.
f. Mencapai kestabilan jasmaniah fisiologis.
g. Membentuk konsep – konsep (pengertian) sederhana kenyataan sosial dan alam.
h. Belajar mengadakan hubungan emosional dengan orang – orang disekitarnya.
i. Belajar mengadakan hubungan baik dan buruk, yang berarti mengembangkan kata
hati.

Menurut beberapa ahli psikologi lainnya tentang tugas perkembangan disetiap fase – fase
perkembangan 0 – 6 tahun :
1. Charlotte Buhler (1930) dalam bukunya yang berjudul The first tear of life :
 Fase pertama (0 – 1 tahun)
 Belajar menghayati berbagai objek diluar diri sendiri, melatih fungsi – fungsi
 motorik.
 b. Fase kedua (2 – 4 tahun)
 Belajar mengenal dunia objektif diluar diri sendiri, disertai dengan penghayatan
 yang bersifat subjektif. Misalnya anak bercakap – cakap dengan bonekanya atau
 berbincang – bincang dan bergurau dengan binatang kesayangannya.
 c. Fase ketiga ( > 5 tahun)
 Belajar bersosialisasi. Anak mulai memasuki masyarakat luas (pergaulan dengan
 teman sepermainan (TK) dan sekolah dasar. Menurut Soe’oed (dalam Ihromi, ed.,
 1999 : 30) syarat penting untuk berlangsungnya proses sosialisasi adalah interaksi
 sosial. A. Gosin (Soe’oed, dalam Ihromi, ed., 1999 : 30) : sosialisasi adalah
 proses belajar yang dialami oleh seseorang untuk memperoleh pengetahuan,
 keterampilan, nilai – nilai dan norma – norma agar dia bisa berpartisipasi sebagai
 anggota dalam masyarakatnya.
 2. Elizabeth B. Hurlock (1978) dalam bukunya Developmental Psychology :
 a. Prenatal, yaitu masa konsepsi anak sampai umur 9 bulan dikandungan ibu.
 b. Masa natal :
 1.) Infancy atau neonatus (dari lahir sampi usia 14 hari), penyesuaian terhadap
 lingkungan
 2.) Masa bayi (2 minggu sampai 2 tahun), bayi tidak berdaya dan sangat
 tergantung pada lingkungan dan kemudian (karena perkembangan) anak mulai
 berusaha menjadi lebih independen.
 3.) Masa anak ( > 2 tahun)
 Anak belajar menyesuaikan diri dengan lingkungan, sehingga dia merasa
 bahwa dirinya merupakan bagian dari lingkungan yang ada.
 3. Erik Erickson (1963) dalam bukunya Chilhood and Society :

Masa bayi (0 – 1,5 tahun), anak belajar bahwa dunia merupakan tempat yang baik
baginya, dan ia belajar menjadi optimis mengenai kemungkinan – kemungkinan
mencapai kepuasan.
b. Masa Toddler (1,5 – 3 tahun)
Anak belajar menggunakan kemampuan bergerak sendiri untuk melaksanakan dua
ugas penting, yakni pemisahan diri dari ibu dan mulai menguasai diri, lingkungan,
dan keterampilan dasar untuk hidup.
c. Awal masa kanak – kanak ( > 4 tahun)
Anak belajar mencontoh orang tuanya, pusat perhatian anak berubah dari benda
35

ke orang.
2. Tugas – tugas perkembangan pada masa sekolah (6 – 12 tahun)
Menurut Robert J. Havighurst (Monks, et al., 1984, syah, 1995; Andrissen, 1974;
Havighurst, 1976) tugas – tugas perkembangan masa ini adalah :
a. Belajar memperoleh keterampilan fisik untuk melakukan permainan : bermain sepak
bola, loncat tali, berenang.
b. Belajar membentuk sikap yang sehat terhadap dirinya sendiri sebagai makhluk
biologis.
c. Belajar bergaul dengan teman – teman sebaya.
d. Belajar memainkan peranan sesuai dengan jenis kelaminnya.
e. Belajar keterampilan dasar dalam membaca, menulis, dan berhitung
f. Belajar mengembangkan konsep sehari – hari.
g. Mengembangkan kata hati
h. Belajar memperoleh kebebasan yang bersifat pribadi
i. Mengembangkan sikap yang positif terhadap kelompok sosial dan lembaga –
lembaga.
Menurut ahli psikologi lain tentang tugas – tugas perkembangan fase anak 6 – 12 tahun :
1. Charlotte Buhler (1930) dalam bukunya yang berjudul The first tear of life :
a. Fase ketiga (6 – 8 tahun)
Anak belajar bersosialisasi dengan lingkungannya.
 b. Fase keempat (9 – 12 tahun)

Anak belajar mencoba, bereksperimen,bereksplorasi, yang distimulasi oleh


dorongan – dorongan menyelidik dan rasa ingin tahu yang besar
2. Elizabeth B. Hurlock (1978) dalam bukunya Developmental Psychology :
a. Masa anak (6 – 11 tahun). Anak belajar menyesuaikan diri dengan lingkungan.
b. Masa praremaja (11 – 12 tahun). Anak belajar memberontak yang ditunjukkan
dengan tingkah laku negatif.
3. Erik Erickson (1963) dalam bukunya Chilhood and Society :
a. Awal masa kanak – kanak (6 – 7 tahun)
Anak belajar menyesuaikan diri dengan teman sepermainannya, ia mulai bisa
melakukan hal – hal kecil (berpakaian, makan) secara mandiri.
b. Akhir masa kanak – kanak (8 – 11 tahun)
Anak belajar untuk membuat kelompok dan berorganisasi.
c. Awal masa remaja (12 tahun)
Anak belajar membuang masa kanak – kanaknya dan belajar memusatkan
perhatian pada diri sendiri.
3. Tugas – tugas perkembangan remaja (adolescence) dan dewasa
Masa ini merupakan masa transisi yang dapat diarahkan kepada perkembangan masa
dewasa yang sehat (Konopka, dalam Pikunas, 1976 ; Kaczman & Riva, 1996).
Remaja merupakan masa berkembangnya identity (identitas) (Erik Erickson (Adams &
Gullota, 1983 : 36 – 37; Conger, 1977 : 92 – 93)).
Identity adalah suatu pengorganisasian dorongan – dorongan (drives), kemampuan –
kemampuan (abilities), keyakinan – keyakinan (beliefs), dan pengalaman – pengalaman
individu kedalam citra diri (images of self) yang konsisten (Anita E. Woolfolk).
Lustin Pikunas (1976 : 257 – 259), masa remaja akhir ditandai oleh keinginan yang kuat
untuk tumbuh dan berkembang secara matang agar dapat diterima oleh teman sebaya,
 orang dewasa, dan budaya.

Menurut beberapa ahli tugas – tugas perkembangan pada masa ini adalah :
36

1. William Kay
a. Menerima fisiknya sendiri beriku keragaman kualitasnya.
b. Mencapai kemandirian emosional dari orangtua atau figur – figur yang menjadi
otoritas.
c. Mengembangkan keterampilan komunikasi interpersonal dan belajar bergaul
dengan teman sebaya atau orang lain baik secara individual maupun kelompok.
d. Menemukan manusia model untuk dijadikan identitasnya.
e. Menerima dirinya sendiri dan memiliki kepercayaan terhadap kemampuannya
sendiri.
f. Memperkuat kemampuan mengendalikan diri atas dasar prinsip atau falsafah
hidup.
g. Mampu meninggalkan masa kanak – kanaknya.
2. Robert J. Havighurst (1961)
a. Mencapai hubungan yang lebih matang dengan teman sebaya.
b. Mencapai peranan sosial sebagai pria atau wanita.
c. Menerima keadaan fisiknya dan menggunakannya secara efektif.
d. Mencapai kemadirian emosional dari orang tua dan orang dewasa lainnya.
e. Mancapai jaminan kemandirian ekonomi.
f. Memilih dan mempersiapkan karir (pekerjaan).
g. Belajar merencanakan hidup berkeluarga.
h. Mengembangkan keterampilan intelektual.
i. Mencapai tingkah laku yang bertanggung jawab secara sosial.
j. Memperoleh seperangkat nilai dan sistem etika sebagai petunjuk/pembimbing
dalam bertingkah laku.
k. Mengamalkan nilai – nilai keimanan dan ketakwaan kepada tuhan dalam
kehidupan sehari – hari, baik pribadi maupun sosial.
 3. Charlotte Buhler (1930)

Belajar melepaskan diri dari persoalan tentang diri sendiri dan lebih mengarahkan
minatnya pada lapangan hidup konkret, yang dahulu dikenalnya secara subjektif
belaka.
4. Elizabeth B. Hurlock (1978)
Belajar menyesuaikan diri terhadap pola – pola hidup baru, belajar untuk memiliki
cita – cita yang tinggi, mencari identitas diri dan pada usia kematangannya mulai
belajar memantapkan identitas diri
5. Erik Erikson (1963)
Anak mulai memusatkan perhatian pada diri sendiri, mulai menentukan pemilihan
tujuan hidup, belajar berdikari, belajar bijaksana.

Teori Perkembangan Kognitif Jean Piaget (1896 –1980)


–Prasimbolik:kegiatan deria dan motor mudah atau proses pengamatan dan kemahiran yang
lebih rumit.
–Simbolik :ambil masa yang panjang dan terdapat empat jangkaan masa iaitu :
•Perkembangan Fungsi Simbolik: Utamakan penggunaan bahasa dan kewujudan pemikiran
pra konsep.
•Perkembangan Pemikiran Intuitif: Kanak-kanak cuba memahami perbezaan besar atau
panjang sesuatu benda.
37

•Kebolehan Organisasi Kendalian Konkrit Kepada Kelas Dan Siri Dengan Manupulasi
Sebenar: Kanak-kanak semakin matang dan dapat membezakan, menyusun sesuatu benda
mengikut susunan yang betul seperti dari kecil ke besar.
•Kebolehan Kendalian Formal: Kanak-kanak dapat berfikir dengan dua atau tiga andaian
terhadap masalah yang dihadapi.

Perkembangan Tugasan Dari Lahir Hingga Remaja Mengikut Robert Havighurst

Peringkat Umur Tugas perkembangan


Lahir-awal kanak-kanak 0-6
Belajar makan makanan pepejal,
berjalan, bercakap, membuang
najis dan pengubahsuaian emosi

Belajar perbezaan jantina

Membentuk konsep ‘betul’ dan


‘salah’
Kanak-kanak 6-12
Belajar kemahiran fizikal untuk
bermain

Membentuk konsep diri yang


sihat

Menguasai kemahiran membaca,


menulis dan mengira

Awal remaja dan remaj 12-18


Mengguna fungsi badan dan deria
dengan berkesan

Belajartanpabantuan

Bolehmenguruskewanganperibadi

Tugas perkembangan yang harus dicapai pada masa bayi dan kanak – kanak awal adalah :

1) Belajar berjalan pada usia 9.0 – 15.0 bulan

2) Belajar memakan makan padat

3) Belajar berbicara
38

4) Belajar buang air kecil dan buang air besar

5) Belajar mengenal perbedaan jenis kelamin

6) Mencapai kestabilan jasmaniah fisiologis

7) Membentuk konsep-konsep sederhana kenyataan sosial dan alam

8) Belajar mengadakan hubungan emosional dengan orang tua, saudara, dan orang lain

9) Belajar mengadakan hubungan baik dan buruk dan pengembangan kata hati

1. 4. Masa Pertengahan dan Akhir Anak – anak (middle and late childhood)

Pada fase ini periode perkembangan yang merentang dari usia kira kira enam hingga sebelas
tahun, yang kira kira setara dengan tahun tahun sekolah dasar, periode ini biasanya disebut
dengan tahun tahun sekolah dasar. Anak juga sudah mengenal lingkungan di sekitarnya dan
saling berinteraksi dengan teman-temannya. Dalam tahap ini anak mulai tidak bergantung
pada orang tuanya dan biasanya anak juga mulai menguasai diri, lingkungan, dan ketrampilan
dasar untuk hidup.

1. 5. Masa Praremaja

Pada masa praremaja merupakan masa yang pendek dan kurang lebih hanya satu tahun yaitu
untuk perempuan antara umur 11/12 tahun sampai 12/13 tahun sedangkan untuk laki-laki
antara 12/13 tahun sampai 13/14 tahun. Fase ini mempunyai banyak pengaruh dalam
perkembangan seseorang karena masa ini cenderung banyak pengaruh negatifnya. Misalnya
perkembangan fungsi-fungsi tubuh terutama faktor seks. Pada masa ini seseorang
mempunyai tugas perkembangan seperti memperoleh hubungan-hubungan baru dan lebih
matang dengan yang sebaya dari kedua jenis kelamin, memperoleh peranan sosial, menerima
fisik diri dan menggunakan badan secara efektif.

Tugas perkembangan yang harus dicapai pada masa kanak – kanak akhir dan anak sekolah
(0,0–6.0) adalah :

1. Belajar memperoleh keterampilan fisik untuk melakukan permainan


2. Belajar membentuk sikap yang sehat terhadap dirinya sendiri sebagai makhluk
biologis
3. Belajar bergaul dengan teman sebaya
4. Belajar memainkan peranan sesuai dengan jenis kelaminnya
5. Belajar keterampilan dasar dalam membaca, menulis dan berhitung
6. Belajar mengembangkan konsep-konsep sehari-hari
7. Mengembangkan kata hati
8. Belajar memperoleh kebebasan yang bersifat pribadi
9. Mengembangkan sikap yang positif terhadap kelompok sosial
10. 6. Masa Remaja (adolescence)

Pada masa remaja terdapat masa remaja awal dan masa remaja lanjut. Pada masa remaja awal
biasanya terjadi pada umur 13/14 tahun sampai 17 tahun .Dalam fase ini perubahan-
perubahan fisik terjadi sangat pesat dan mencapai puncaknya. Pada masa ini seseorang juga
39

lebih dapat mengendalikan emosinya. Masa remaja bermula pada perubahan fisik yang cepat,
pertambahan berat dan tinggi badan yang dramatis, perubahan bentuk tubuh, dan
perkembangan karakteristik seksual seperti pembesaran buah dada, perkembangan pinggang
dan kumis, dan dalamnya suara.. Pada masa ini mempunyai tugas perkembangan seperti
mengembangkan kemapuan intelektual dan konsep-konsep yang diperlukan sebagai warga
negara yang baik, memupuk dan memperoleh perilaku yang dapat dipertanggung jawabkan
secara sosial, serta memperoleh seperangkat nilai dan sistem etika sebagai pedoman
berperilaku.

1. 7. Masa Awal Dewasa (early adulthood)

Pada masa awal dewasa ini merupakan periode perkembangan yang bermula pada akhir usia
belasan tahun atau awal usia dua puluhan tahun dan yang berakhir pada usia tigapuluhan
tahun. Masa ini adalah masa pembentukan kemandirian pribadi dan ekonomi, masa
perkembangan karir, dan bagi banyak orang, masa pemilihan pasangan, belajar hidup dengan
seseorang secara akrab, memulai keluarga, dan mengasuh anak anak. Pada masa ini
seseorang mempunyai tugas perkembangan seperi memilih pasangan hidup belajar hidup
dengan suami dan istri, memulai kehiduoan berkeluarga, membimbing dan merawat anak,
mengolah rumah tangga, menerima tanggung jawab sebagai warga negara, serta menemukan
kelompok social yang cocok dan menarik.

8. Masa Pertengahan Dewasa (middle adulthood)

Pada masa pertengahan dewasa ini merupakan periode perkembangan yang bermula pada
usia kira kira 35 hingga 45 tahun dan merentang hingga usia enampuluhan tahun. Masa ini
adalah masa serseorang untuk memperluas keterlibatan dan tanggung jawab pribadi dan
sosial seperti membantu generasi berikutnya menjadi individu yang berkompeten, dewasa
dan mencapai serta mempertahankan kepuasan dalam berkarir

9. Masa Akhir Dewasa (late adulthood)

Pada masa akhir dewasa merupakan periode perkembangan yang bermula pada usia
enampuluhan atau tujuh puluh tahun dan berakhir pada kematian. Pada masa ini adalah masa
penyesuaian diri atas berkurangnya kekuatan dan kesehatan, menatap kembali kehidupannya,
pensiun, dan penyesuaian diri dengan peran peran sosial baru serta masa transisi yaitu masa
menyesuaikan kembali sebagai warga negara.

DAFTAR PUSTAKA

Behrman, R.E., et al, (1996). Texbook of Pediatric. Philadephia: W.B.


Saunders Company.
Catherine E B, nancy B, at al (1996). Pediatric Primary care: A hand Book
for Nurse Practitioners. Philadelphia: W.B Saunders Company.
40

Foster, RL.RC. et al (1989). Family-Centered Nursing Care of Children.


Philadelphia: WB.Saunders & Company.
Kozer, B, 1995, Fundamental of Nursing : Concepts Proccess and practice
4th ed. Addison. Wesley Publising Company Inc., California.

Martin, Koniak and Reeder (1997) 18th ed. Maternity Nursing Family
Newborn and Women’s Health Care. Lipincott, Philadepphia.
Mott, SR, SW James, A.M. Sperhac (1990). Nursing Care of Children And
Families. Redwood City: Addison Wesley.
NANDA. 2001. Nursing Diagnosis : Definition and clasiffication 2001, 2002.
Philadelphia.
Pilliteri, A., (1999) 3rd ed. Maternal and Child Health Nursing : Care of the
Childbearing Family, Lippincott. Philadelphia. Chapter 4 (hal 61-94).
Potter and Perry (1993) 2nd. Fundamentals of Nursing: Concepts, Process
and Practice. Mosby St. Louis, Missouri.
Springhouse.2005. Pediatric Nursing Made Incredibly Easy. Philadelphia:
Lippincott Williams & Wilkins.

Waester, E.H., et al (1983). Nursing care of Children. Philadelpia. J.B.


Lippincott.
Wholey & Wong (2007) Nursing Care of Infants And Children. Philadelphia:
Mosby Year Book.
Wong, D.L., (1995). Nursing Care of Infant and Children. Fifth Edition.
Philadephia: Mosby Year Book, Inc.
Wilson. David & Hockenberry.J.Marilyn. 2007. Wong’s Nursing Care of
Infants & Children 8th edition. Canada: Mosby Elsevier.

Anda mungkin juga menyukai