Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN KASUS KELOLAAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN ASMA BRONKHIAL


DI RUANG DAHLIA RSUP DR. SOERADJI TIRTONEGORO KLATEN

Tugas Mandiri
Stase Keperawatan Medikal Bedah Tahap Profesi
Program Studi Ilmu Keperawatan

Disusun oleh:
HANIF MIFTAHUL IZA
17420973/KU/20158

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN, KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEPERAWATAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2018
LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN ASMA BRONKHIAL


DI RUANG DAHLIA RSUP DR. SOERADJI TIRTONEGORO KLATEN

Tugas Mandiri
Stase Keperawatan Medikal Bedah Tahap Profesi
Program Studi Ilmu Keperawatan

Disusun oleh:
HANIF MIFTAHUL IZA
17420973/KU/20158

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN, KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEPERAWATAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2018
ASMA BRONKHIAL

A. Pengertian
Asma merupakan penyakit pada jalan nafas yang tidak dapat pulih yang terjadi
karena spasme bronkus yang disebabkan oleh berbagai penyebab.
Asma adalah penyakit jalan napas obstruktif intermiten, reversible dimana trakea
dan bronki berespon dalam secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu.

B. Etiologi
Asma dimanifestasikan dengan penyempitan jalan nafas, yang mengakibatkan
dispnea, batuk dan mengi. Jenis-jenis asma:
1. Asma ekstrinsik/alergi: disebabkan oleh allergen atau allergen-allergen yang
dikenal (serbuk sari, binatang, amarah, makanan dan jamur). Kebanyakan alergen
terdapat di udara dan musiman.
2. Asma instrinsik/idiopatik atau nonalergik: tidak berhubungan dengan allergen
spesifik. Faktor-faktor, seperti common cold, infeksi traktus respiratorius, latihan,
emosi dan polutan lingkungan dapat mencetuskan serangan. Beberapa agen
farmakologi, seperti aspirin dan agen antiinflamasi nonsteroid lain, pewarna
rambut, antagonis beta-adrenergik dan agen sulfit (pengawet makanan).
3. Asma gabungan: merupakan bentuk asma yang paling umum. Asma ini
mempunyai karakteristik dari bentuk alergik maupun bentuk idiopatik atau
nonalergik.

C. Patofisiologi
Asma adalah obstruksi jalan napas difus reversible. Obstruksi disebabkan oleh
satu atau lebih dari yang berikut ini: (1) kontraksi otot – otot yang mengelilingi bronki,
yang menyempitkan jalan napas; (2) pembengkakan membran yang melapisi bronki; dan
(3) pengisian bronki dengan mucus yang kental. Selain itu, otot-otot bronchial dan
kelenjar mukosa membesar, sputum yang kental, banyak dihasilkan dan alveoli menjadi
hiperinflasi, dengan udara yang terperangkap di dalam jaringan paru. Mekanisme yang
pasti dari perubahan ini tidak diketahui, tetapi apa yang paling diketahui adalah
keterlibatan sistem imunologis dan sistem saraf otonom.
Beberapa individu dengan asma mengalami respon imun yang buruk terhadap
lingkungan mereka. Antobodi yang dihasilkan (Ig E) kemudian menyerang sel-sel mast
dalam paru. Pemajanan ulang terhadap antigen mengakibatkan ikatan antigen dengan
antibody, menyebabkan pelepasan produk sel-sel mast (yang disebut mediator) seperti
histamin, bradikinin dan prostaglandin serta anfilaksis dari substansi yag bereaksi lambat
(SRS-A). Pelepasan jaringan ini mediator ini dalam jaringan paru mempengaruhi otot
polos dan kelenjar jalan napas, menyebabkan bronkospasme, pembengkakan membran
mukosa dan pembentukan mukus yang sangat banyak. Sistem saraf otonom mempersarafi
paru. Tonus otot bronchial diatur oleh impuls saraf vagal melalui sistem saraf
parasimpatis. Pada asma idiopatik atau nonalergik, ketika ujung saraf pada jalan napas
dirangsang oleh faktor seperti infeksi, latihan, dingin, merokok, emosi dan polutan,
jumlah asetilkolin yang dilepaskan meningkat. Pelepasan asetilkolin ini secara langsung
menyebabkab bronkokonstriksi juga merangsang pembentukan mediator kimiawi.
Individu dengan asma dapat mempunyai toleransi rendah terhadap respon parasimpatis.
Selain itu, reseptor dan adrenergik dari sistem saraf simpatik terletak di
dalam bronki. Ketika reseptor  adrenergik dirangsang, terjadi bronkokonstriksi;
bronkodilatasi terjadi ketika reseptor  adrenergik yang dirangsang. Keseimbangan
antara reseptor dan adrenergik dikendalikan terutama oleh siklik adenosin
monofosfat (cAMP). Stimulasi resptor alfa mengakibatkan penurunan c AMP, yang
mengarah pada peningkatan mediator kimiawi yang dilepaskan oleh sel-sel mast
bronkokonstriksi. Stimulasi reseptor beta mengakibatkan peningkatan tingkat c AMP,
yang menghambat pelepasan mediator kimiawi dan menyebabkan bronkodilatasi.

D. Pathway
E. Tanda dan gejala
Tiga gejala umum asma adalah batuk, dispnea, dan mengi. Pada beberapa
keadaan, batuk mungkin merupakan satu – satunya gejala. Serangan asma seringkali
terjadi pada malam hari. Penyebabnya idak deketahui dengan jelas, tetapi mungkin
berhubungan dengan variasi sirkadian, yang mempengaruhi ambang reseptor jalan napas.
Serangan asma biasanya bermula mendadak dengan batuk dan rasa sesak dalam
dada, disertai dengan pernapasan lamabt, mengi, laborious. Ekspirasi selalu lebih susah
dan panjang dibanding inspirasi, yang mendorong pasien untuk duduk tegak dan
menggunakan otot- otot aksesori pernapasan. Jalan napas yang tersumabt mengakibatkan
dispnea. Batuk pada awalnya susah dan kering tetapi segera menjadi lebih kuat dan.
Sputum, yang terdiri atas sedikit mucus mengandung massa gelatinosa kecil, bulat yang
dibatukkan dengan susah payah. Tanda selanjutnya termasuk sianosis sekunder terhadap
hipoksia hebat, dan gejala-gejala retensi karbon dioksida, termasuk berkeringat, takikardi,
dan pelebaran tekanan nadi. Serangan asma dapat berlangsung dari 30 menit sampai
beberapa jam dan dapat hilang secara spontan.

F. Komplikasi yang muncul


1. Pneumothorak
2. Pneumomediastinum dan emfisema sub kutis
3. Atelektasis
4. Aspirasi
5. Kegagalan jantung/gangguan irama jantung
6. Sumbatan saluran nafas yang meluas/gagal nafas
7. Asidosis

G. Pemeriksaan khusus dan penunjang


1. Sinar X (Ro. Thorax): Terlihat adanya hiperinflasi paru-paru diafragma
mendatar.
2. Tes Fungsi Paru
a. Menentukan penyebab dyspnea
b. Volume residu meningkat
c. FEV1/FVC: rasio volume ekspirasi kuat dan kapasitas vital
3. GDA
a. PaO2 menurun, PaCO2 normal/menurun
b. pH normal/meningkat
4. Sputum (Lab): menentukan adanya infeksi biasanya pada asma tanpa di sertai
infeksi.

H. Terapi
1. Terapi medikasi
Terdapat lima kategori pengobatan yang digunakan dalam mengobati
asma: agonis beta, metilsantin, antikolinergik dan inhibitor sel mast.
a. Agonis beta, merupakan medikasi awal yang digunakan dalam mengobati asma
karena agen ini mendilatasi otot- otot polos bronchial. Agen adrenergik juga
meningkatkan gerakan siliaris, menurunkan mediator kimiawi anafilaktik dan
dapat menguatkan efek bronkodilatasi dari kortikosteroid. Agen adrenergik
yang paling umum digunakan adalah epinefrin, albuterol, metaproterenol,
isoproterenol, isoetharin dan terbutalin. Obat – bat tersebut biasanya diberikan
secara parenteral atau inhalasi. Jalur inhalasi adalah jalur pilihan karena cara
ini mempengaruhi bronkiolus secara langsung dan mempunyai efek samping
yang lebih sedikit.
b. Metilsantin, sepert aminofilin dan teofilin, digunakan karena mempunyai efek
bronkodilatasi. Agen ini merilekskan otot –otot polos bronkus, meningkatkan
gerakan mucus dalam jalan nafas dan meningkatkan kontraksi diafragma.
Aminofilin (bentuk IV teofilin), diberikan secara intravena. Teofilin diberikan
per oral. Metilsantin tidak digunakan dalam serangan akut, karena awitannya
lebih lambat dibanding agonis beta. Ada beberapa faktor yang dapat
menganggu metabolisme metilsantin, terutama sekali teofilin, termasuk
merokok, gagal jantung penyakit hepar kronis, kontraseptif oral, eritromisin
dan simetidin. Harus sangat hati – hati memberikan obat ini secara intravena.
Jika obat ini diberikan terlalu cepat, dapat terjadi takikardi atau disritmia
jantung.
c. Antikolinergik, seperti atropin tidak pernah dalam riwayatnya digunakan untuk
pengobatan rutin asma karena efek sistemiknya, seperti kekeringan pada mulut,
penglihatan kabur, berkemih anyang – anyangan, palpitasi dan flushing. Agen
ini diberikan melalui inhalasi. Antikolinergik secara khusus bermanfaat
terhadap asmatik yang bukan kandidat untuk agonis beta dan metilsantin
karena peyakit jantung yang mendasari.
d. Kortikosteroid, penting dalam pengobatan asma. Medikasi ini mungkin
diberikan secara intravena (hidrokortison), secara oral (prednison, prednisolon)
atau melalui inhalasi (beklometason, deksametason. Mekanisme kerjanya
belum jelas; bagaimanapun medikasi ini mengurangi inflamasi dan
bronkokonstriktor. Penggunaan kortikosteroid berkepanjangan dapat
mengakibatkan terjadinya efek samping yang serius termasuk ulkus peptikum,
osteoporosis, supresi adrenal, miopati steroid dan katarak.
e. Inhibitor sel mast, natrium kromolin, suatu inhibitor sel mast, adalah bagian
integral dari pengobatan asma. Medikai ini diberikan melalui inhalasi.
Medikasi ini mencegah pelepasan mediator kimiawi anafilaktik, dengan
demikian mengakibatkan bronkodilatasi dan penurunan inflamasi jalan nafas.
Natrium kromolin sangat bermanfaat diberikan antar serangan atau sementara
asma dalam remisi.
2. Pencegahan
a. Pasien dengan asma kambuhan harus menjalani pemeriksaan mengidentifikasi
substansi yang mencetuskan terjadinya serangan. Penyebab yang mungkin
dapat saja bantal, kasur, pakaian jenis tertentu, hewan peliharaan, kuda,
detergen, jamur, sabun, makanan tertentu dan serbuk sari. Jika serangan
berkaitan dengan musim, maka serbuk sari dapat menjadi dugaan kuat. Upaya
harus dibuat untuk menghindari agen penyebab kapan saja memungkinkan.
b. Komplikasi asma dapat mencakup status asmatikus, fraktur iga, pneumonia dan
ateletaksis. Obstruksi jalan napas, terutama selama episode asmatik akutsering
mengakibatkan hipoksemia membutuhkan pemberian oksigen dan pemantauan
gas darah arteri. Cairan diberikan karena individu dengan asma mengalami
dehidrasi akibat diaforesis dan kehilangan cairan tidak kasat mata dengan
hiperventilasi.

I. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul


1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan bronkospasme
2. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai O2
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
dispnea
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan batuk persisten dan ketidakseimbangan
antara suplai oksigen dengan kebutuhan tubuh

J. Perencanaan keperawatan
No Diagnosa Tujuan Intervensi
1 Bersihan jalan Respiratory status: Airway Management
nafas tidak Airway patency  Buka jalan nafas, guanakan teknik
efektif Setelah dilakukan chin lift atau jaw thrust bila perlu
berhubungan tindakan keperawatan  Posisikan pasien untuk
dengan selama 3 x 24 jam, memaksimalkan ventilasi
tachipnea, pasien mampu:  Identifikasi pasien perlunya
peningkatan  Mendemonstrasikan pemasangan alat jalan nafas buatan
produksi mukus, batuk efektif dan  Pasang mayo bila perlu
kekentalan suara nafas yang  Lakukan fisioterapi dada jika perlu
sekresi dan bersih, tidak ada  Keluarkan sekret dengan batuk atau
bronchospasme. sianosis dan suction
dyspneu (mampu  Auskultasi suara nafas, catat adanya
mengeluarkan suara tambahan
sputum, mampu
 Lakukan suction pada mayo
bernafas dengan
 Berikan bronkodilator bila perlu
mudah, tidak ada
pursed lips)  Berikan pelembab udara Kassa
 Menunjukkan jalan basah NaCl Lembab
nafas yang paten  Atur intake untuk cairan
(klien tidak merasa mengoptimalkan keseimbangan.
tercekik, irama  Monitor respirasi dan status O2
nafas, frekuensi
pernafasan dalam
rentang normal,
tidak ada suara nafas
abnormal)
 Mampu
mengidentifikasikan
dan mencegah factor
yang dapat
menghambat jalan
nafas

2 Gangguan Respiratory Status: Airway Management


pertukaran gas Gas exchange  Buka jalan nafas, gunakan teknik
berhubungan Setelah dilakukan chin lift atau jaw thrust bila perlu
dengan tindakan keperawatan  Posisikan pasien untuk
perubahan selama 3 x 24 jam, memaksimalkan ventilasi
membran pasien mampu:  Identifikasi pasien perlunya
kapiler–alveolar  Mendemonstrasikan pemasangan alat jalan nafas buatan
peningkatan  Pasang mayo bila perlu
ventilasi dan  Lakukan fisioterapi dada jika perlu
oksigenasi yang  Keluarkan sekret dengan batuk atau
adekuat suction
 Memelihara  Auskultasi suara nafas, catat adanya
kebersihan paru paru suara tambahan
dan bebas dari tanda  Lakukan suction pada mayo
tanda distress
 Berika bronkodilator bial perlu
pernafasan
 Barikan pelembab udara
 Mendemonstrasikan
 Atur intake untuk cairan
batuk efektif dan
mengoptimalkan keseimbangan.
suara nafas yang
bersih, tidak ada  Monitor respirasi dan status O2
sianosis dan
dyspneu (mampu Respiratory Monitoring
mengeluarkan  Monitor rata-rata, kedalaman, irama
sputum, mampu dan usaha respirasi
bernafas dengan  Catat pergerakan dada,amati
mudah, tidak ada kesimetrisan, penggunaan otot
pursed lips) tambahan, retraksi otot
 Tanda tanda vital supraclavicular dan intercostals
dalam rentang  Monitor suara nafas, seperti dengkur
normal  Monitor pola nafas : bradipena,
takipenia, kussmaul, hiperventilasi,
cheyne stokes, biot
 Catat lokasi trakea
 Monitor kelelahan otot diagfragma
(gerakan paradoksis)
 Auskultasi suara nafas, catat area
penurunan / tidak adanya ventilasi
dan suara tambahan
 Tentukan kebutuhan suction dengan
mengauskultasi crakles dan ronkhi
pada jalan napas utama
 Auskultasi suara paru setelah
tindakan untuk mengetahui hasilnya

3 Ketidakseimban Nutritional Status: Nutrition Management


gan nutrisi food and Fluid Intake  Kaji adanya alergi makanan
kurang dari Setelah dilakukan  Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
kebutuhan tubuh tindakan keperawatan menentukan jumlah kalori dan nutrisi
berhubungan selama 3 x 24 jam, yang dibutuhkan pasien.
dengan faktor pasien mampu:  Anjurkan pasien untuk meningkatkan
psikologis dan  Mampu intake Fe
biologis yang mengidentifikasi  Anjurkan pasien untuk meningkatkan
mengurangi kebutuhan nutrisi protein dan vitamin C
pemasukan  Tidk ada tanda tanda  Berikan substansi gula
makanan malnutrisi  Yakinkan diet yang dimakan
 Menunjukkan mengandung tinggi serat untuk
peningkatan fungsi mencegah konstipasi
pengecapan dari  Berikan makanan yang terpilih
menelan ( sudah dikonsultasikan dengan ahli
 Tidak terjadi gizi)
penurunan berat  Ajarkan pasien bagaimana membuat
badan yang berarti catatan makanan harian.
 Monitor jumlah nutrisi dan
kandungan kalori
 Berikan informasi tentang kebutuhan
nutrisi
 Kaji kemampuan pasien untuk
mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan

Nutrition Monitoring
 BB pasien dalam batas normal
 Monitor adanya penurunan berat
badan
 Monitor tipe dan jumlah aktivitas
yang biasa dilakukan
 Monitor interaksi anak atau orangtua
selama makan
 Monitor lingkungan selama makan
 Jadwalkan pengobatan dan tindakan
tidak selama jam makan
 Monitor kulit kering dan perubahan
pigmentasi
 Monitor turgor kulit
 Monitor kekeringan, rambut kusam,
dan mudah patah
 Monitor mual dan muntah
 Monitor kadar albumin, total protein,
Hb, dan kadar Ht
 Monitor makanan kesukaan
 Monitor pertumbuhan dan
perkembangan
 Monitor pucat, kemerahan, dan
kekeringan jaringan konjungtiva
 Monitor kalori dan intake nuntrisi
 Catat adanya edema, hiperemik,
hipertonik papila lidah dan cavitas
oral.
 Catat jika lidah berwarna magenta,
scarlet
4 Intoleransi Activity tolerance Activity Therapy
aktivitas Setelah dilakukan  Kolaborasikan dengan Tenaga
berhubungan tindakan keperawatan Rehabilitasi Medik
dengan batuk selama 3 x 24 jam, dalammerencanakan progran terapi
persisten dan pasien mampu: yang tepat.
ketidakseimbang  Berpartisipasi dalam  Bantu klien untuk mengidentifikasi
an antara suplai aktivitas fisik tanpa aktivitas yang mampu dilakukan
oksigen dengan disertai peningkatan  Bantu untuk memilih aktivitas
kebutuhan tekanan darah, nadi konsisten yang sesuai dengan
tubuh. dan RR kemampuan fisik, psikologi dan
 Mampu melakukan social
aktivitas sehari hari  Bantu untuk mengidentifikasi dan
(ADLs) secara mendapatkan sumber yang
mandiri diperlukan untuk aktivitas yang
diinginkan
 Bantu untuk mendapatkan alat
bantuan aktivitas seperti kursi roda,
krek
 Bantu untuk mengidentifikasi
aktivitas disukai
 Bantu klien untuk membuat jadwal
latihan diwaktu luang
 Bantu pasien/keluarga untuk
mengidentifikasi kekurangan dalam
beraktivitas
 Sediakan penguatan positif bagi yang
aktif beraktivitas
 Bantu pasien untuk mengembangkan
motivasi diri dan penguatan
 Monitor respon fisik, emoi, social
dan spiritual
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2009. Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8. Jakarta: EGC.
Bulecheck, G. M., Butcher, H. K., Dochterman, J. M., Wagner, C. M. 2013. Nursing
Interventions Classification (NIC) 6th Edition. USA: Elsevier Mosby.
Corwin, E. J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC.
Herdman, T. H., Kamitsuru, S. 2015. NANDA International Nursing Diagnoses:
Definition & Classification 2015-2017. Oxford: Wiley Blakwell.
Mansjoer, A. 2009. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius FKUI.
Moorhead, S., Johnson, M., Maas, M. L., Swanson, E. 2013. Nursing Outcomes
Classification (NOC) 5th Edition. SA: Elsevier Mosby.
Smeltzer, C. S. & Bare, G. B. 2008. Brunner & Suddarth’s Texbook of Medical-Surgical
Nursing11th Edition. Philadelpia: Lippincot Williams & Wilkins.
Wijaya, A. S., Putri, Y. M. 2013. Keperawatan Medikal Bedah (Keperawatan Dewasa).
Yogyakarta: Nuha Medika.

Anda mungkin juga menyukai