Anda di halaman 1dari 53

Freud’s Classical

Psychoanalysis
disusun oleh

Kelmpok 7
ANGGOTA KELOMPOK 7

1. Alya Rahmani Surya 1216000021

2. Hasna Nurfajriati 1216000082

3. Moch Dzikri Fathin A 1216000116

4. Puput Nurbani Sofa 1216000160


SEJARAH
Sigmun Freud (1856 - 1939), adalah Bapak Psikoterapi Barat dan orang pertama yang
mengintegrasikan teori kepribadian dengan sistem psikoterapi. Penciptaan Psikoanalisis
tidak dapat dipisahkan dari sejarah kehidupan Freud. Pada tahun 1902, Freud telah
memperoleh sejumlah pengikut; beberapa tetap setia kepada Freud dan teorinya,
sementara yang lain memberontak dan menciptakan psikoterapi mereka sendiri, termasuk
Alfred Adler dan Carl Jung (Ellenberger, 1970).
Meskipun banyak ditinggalkan oleh pengikutnya, Freud tetap yakin dengan ide-idenya.
Freud tidak menerima perbedaan pendapat sekecil apa pun. Tujuannya jelas, Freud ingin
menemukan teori yang akan menjelaskan psikodinamika kehidupan mental manusia—
kekuatan bawah sadar dan sadar—serta prosedur teknis untuk menyelidiki ilmu proses
mental dan pengobatan neurosis. Freud lalu diundang oleh Universitas Clark, dan di sana
lah Freud bertemu dengan William James d an melihat psikoanalisis menarik sejumlah
pengikut di Amerika.
L A N J U T A N. .

Psikoanalisis di Amerika Serikat didorong oleh imigran Eropa baru-baru ini dan oleh orang
lain yang belajar dengan Freud dan kemudian memulai pusat-pusat Amerika mereka sendiri.
Namun, psikoanalisis mungkin tidak akan berkembang jika murid-muridnya yang berkepala
keras tidak berdebat, berpisah, dan berjalan di jalur yang independen. Setiap kelompok
memainkan peran yang berbeda: para loyalis, para pembangkang yang memberontak, para
terapis baru yang hidup di dunia pra- dan pasca-Freud, dan para analis modern. Tautan di
antara mereka adalah bahwa asal-usul mereka terletak dalam psikodinamika Freud. Teorinya
bertanggung jawab untuk menginspirasi banyak bentuk psikoterapi psikodinamik.
FREUD’S CLASSICAL
PSYCHOANALYSIS
PSIKODINAMIKA

Psikoanalisis Freudian klasik didasarkan pada psikodinamik, yang mengatur cara kepribadian
terbentuk, tumbuh, dan beradaptasi. Dinamika mengandung arti adanya suatu kekuatan atau
motif yang menimbulkan interaksi antar bagian pikiran manusia. Oleh karena itu, kepribadian
seseorang—yang terdiri dari perilaku dan keadaan emosional—adalah hasil dari interaksi dan
keseimbangan yang terus berubah antara motif dan struktur kepribadian sadar dan tidak
sadar yang saling bertentangan (Arlow, 2005). Dan setiap perubahan yang terjadi dalam
psikoanalisis adalah hasil dari perubahan interaksi psikodinamik antara resistensi, pertahanan,
dan transferensi (Freedheim, 1992).
Libido merupakan kekuatan yang mendorong pemikiran, persepsi,
LIBIDINAL ENERGY &

ingatan, imajinasi, aktivitas seksual, dan perilaku agresif. Libido melekat,


atau berkateksis, pada bagian-bagian dari kepribadian untuk memberi
energi pada area dan/atau objek tertentu dalam jiwa. Semakin banyak
CATHEXIS

libido yang melekat pada suatu objek tertentu, semakin sedikit energi yang
tersedia untuk bagian lain. Freud membagi libido menjadi dua, yaitu :
Eros adalah naluri yang terkait dengan keinginan mendasar untuk
bertahan hidup, bereproduksi, dan bersenang-senang. Kebutuhan
tersebut meliputi kebutuhan akan makanan, tempat tinggal, cinta, dan
seks.
Thanatos adalah keinginan bawah sadar akan kematian yang menurut
Freud dimiliki semua manusia. Perilaku merusak diri sendiri merupakan
salah satu wujud keinginan mati.
LEVEL OF CONSCIOUSNESS

Pikiran sadar mencakup segala hal yang kita sadari, termasuk


hal-hal yang kita ketahui tentang diri kita dan lingkungan sekitar
kita
Pikiran prasadar terdiri dari hal-hal yang dapat kita sadari jika
menginginkannya, tempat bagi memori jangka pendek sehingga
mudah diingat kembali
Pikiran bawah sadar berisi pikiran, perasaan, kenangan,
keinginan, atau dorongan yang tidak dapat kita sadari namun
tetap mempengaruhi perilaku kita.
PERSONALITY STRUCTURES

Id merupakan sumber libido, yang bersifat primitif dan naluriah. Id didorong


oleh prinsip kesenangan , yang berupaya untuk mendapatkan kepuasan
segera atas semua keinginan, hasrat, dan kebutuhan.
Ego merupakan pengembangan dari id serta bertindak sebagai penghubung
antara id dan kenyataan. Ego memastikan bahwa dorongan-dorongan dari id
dapat diekspresikan dengan cara yang dapat diterima di dunia nyata. Oleh
karena itu, ego bekerja dengan didasarkan pada prinsip relalitas
Superego mencakup hati nurani dan ego ideal. Biasanya muncul pada usia
sekitar 5 tahun, di mana anak mulai menginternalisasikan norma-norma yang
diperolehnya dari orangtua dan masyarakat ke dalam kepribadiannya
TAHAPAN PSIKOSEKSUAL

Kepribadian manusia menjadi matang dalam serangkaian tahap perkembangan biologis kronologis yang
teratur dan dapat diprediksi, yang masing-masing memiliki tantangannya sendiri.
Kepribadian normal:
Energi libidinal didistribusikan secara efesien sehingga seluruh bagian kepribadian menerima jumlah yang
dibutuhkan untuk berfungsi secara optimal.
Kepribadian abnormal:
Satu atau lebih elemen kepribadian seseorang tidak seimbang sehingga menghasilkan perilaku disfungsional.
Setiap tahap perkembangan psikoseksual dikaitkan dengan zona sensitif seksual. Zona-zona ini adalah
bagian tubuh yang merasakan kenikmatan ketika ketegangan dilepaskan dan energi libido tersedia bagi
mereka.
TAHAPAN LISAN

Saat lahir, energi libidinal anak terkonsentrasi pada id. Pada tahap
perkembangan mulut, antara kelahiran hingga sekitar 18 bulan, libido
meningkat di zona mulut. Bayi baru lahir menjelajahi dunia melalui mulutnya.
Mengunyah, menghisap, makan, menggigit, dan menangis melepaskan
ketegangan dan, dengan demikian, menimbulkan kepuasan - kation. Payudara
ibu adalah obyek yang menyenangkan dan memuaskan. Kualitas pengasuhan
orang tua pada tahap ini meletakkan dasar bagi kesehatan mental positif atau
psikopatologi di masa depan.
CONTOH
Ketika seorang anak menerima perhatian yang sensitif dan penuh kasih sayang, maka akan
timbul citra positif terhadap diri sendiri dan orang lain. Jika seorang anak sangat kekurangan
kepuasan oral, energi libidonya akan tertahan di tahap oral karena keinginan yang tidak
terpenuhi dan akan berusaha untuk mengkompensasi hilangnya kesenangan tersebut.

Ketika kebutuhan oral tidak terpenuhi, anak mungkin memiliki toleransi yang rendah
terhadap frustrasi dan mudah diliputi oleh kecemasan, kemarahan, ketidakberdayaan, dan
depresi saat dewasa. Ketika kebutuhan mulut seorang anak terlampaui, ada risiko narsisme,
dimana orang dewasa merasa berhak atas semua yang dia minta di dunia. Banyak
psikopatologi orang dewasa dapat disebabkan oleh fiksasi oral, termasuk ketergantungan,
ketidakpercayaan.
TAHAP ANAL

Pada tahap perkembangan anal, antara 18 dan 36 bulan, libido mencapai zona anus. Ini merupakan fase
penting dalam perkembangan psikoseksual menurut teori Freud. Selama periode ini, anak merasakan
kepuasan saat mengeluarkan kotoran dan urine, yang merupakan bagian dari tahap toilet training atau potty
training. Namun, proses ini juga bisa menimbulkan ketidaknyamanan pada anak karena mereka harus
menahan diri dari mengeluarkan kotoran dan urine saat orang tua memulai toilet training. Pentingnya disiplin
dan bimbingan yang tepat dalam toilet training adalah untuk membantu anak menyesuaikan diri dengan
tanggung jawab orang dewasa yang ada di depannya. Namun, pendekatan yang terlalu ketat atau terlalu
lunak dalam toilet training dapat menghasilkan masalah di kemudian hari. Jika orang tua terlalu memaksa,
anak mungkin akan menolak kontrol eksternal dan terus melekat pada kotorannya, yang dapat
mengakibatkan perilaku keras kepala, penolakan terhadap otoritas, serta perasaan cemas, marah, atau tidak
berdaya. Saat dewasa, individu-individu ini mungkin menunjukkan sifat anal-retentive, seperti keras kepala
dan pelit, atau anal-expulsive, yang cenderung berantakan tapi murah hati.
TAHAP PHALLIC PADA TAHAP
PERKEMBANGAN FALUS

Tahap perkembangan falus, antara usia 3 dan 5 tahun, rangsangan pada alat
kelamin melepaskan ketegangan seksual, yang mendatangkan kesenangan.
Freud mengartikan ini sebagai perasaan menyenangkan yang luas, belum tentu
hubungan seksual. Hubungan dengan orang tua mempunyai arti yang sangat
penting. Fungsi seksual yang normal di masa dewasa bergantung pada
keberhasilan identifikasi dengan orang tua yang memiliki jenis kelamin yang
sesuai. Meskipun kedua jenis kelamin mencari kepuasan seksual,
psikodinamikanya berbeda antara perempuan dan laki-laki.
LANJUTAN

Psikodinamik tahap perkembangan falus membentuk dasar identifikasi seksual yang normal.
Negosiasi yang berhasil pada tahap phallic berarti kepribadian orang dewasa mampu
memberi dan menerima serta dapat menghargai sudut pandang pasangannya.
Melalui negosiasi tahap phallic yang berhasil, individu memperoleh dan mempertahankan
citra diri yang positif. Selain itu, psikodinamik ini memungkinkan penyelesaian
pengembangan superego. Bagi anak laki-laki, superego mencakup cita-cita dan larangan
ayah, yang memungkinkan dia mengendalikan dorongan agresif dan seksualnya.
Namun, karena kompleks Electra lebih panjang dan karena anak perempuan masih memiliki
sebagian keterikatan dengan ayah mereka, maka keinginan mereka tidak terlalu tertekan.
Oleh karena itu, anak perempuan mempunyai superego yang lebih lemah dibandingkan anak
laki-laki (Hall & Lindzey, 1985).
TAHAP LATENSI

Setelah tahap perkembangan falus selesai, tahap latensi dimulai dan berlangsung hingga
pubertas (usia 6–12). Libido disalurkan melalui aktivitas sekolah, olahraga, dan aktivitas
eksternal lainnya. Sedangkan Impuls seksual ditekan, dan aktivitas oral, anal, dan phallic
dihambat.
TAHAP GENITAL

Tahap genital dimulai pada awal masa remaja dan berlanjut sepanjang hidup. Libido
memikat lawan jenis. Kesenangan ditemukan dalam aktivitas heteroseksual. Semakin besar
energi libido yang ditangkap pada tahap genital dan semakin sedikit energi yang terfiksasi
pada tahap awal, semakin besar kemungkinan individu mengembangkan keterampilan yang
dibutuhkan untuk membentuk dan mempertahankan hubungan heteroseksual dan menjalani
kehidupan yang bebas dari neurosis.
FIKSASI
Jika fiksasi terjadi pada setiap tahap perkembangan, sebagian energi libido yang diperlukan
untuk bernegosiasi pada tahap berikutnya tetap tertahan pada tahap awal ini. Energi yang
dibutuhkan untuk pematangan terikat, menyebabkan neurosis atau kelainan yang lebih serius.
Freud percaya setiap pengalaman patologis saat ini dibangun di atas peristiwa sebelumnya
yang memberinya kualitas patologis (Freud, 1914/1917). Dengan demikian, distribusi energi
libidinal di bagian-bagian kepribadian dalam berbagai tahap perkembangan, selama trauma,
dan ketika rangsangan yang memicu kecemasan dihadapkan dapat mengganggu pembentukan
kepribadian normal. Fiksasi menghambat perkembangan dan meningkatkan kemungkinan
bahwa seorang individu akan mengalami kemunduran ke tahap awal perkembangan ketika
dihadapkan pada stres. Tahap di mana fiksasi terjadi menentukan jenis dan tingkat keparahan
perilaku abnormal.
LANJUTAN

Kecemasan datang dalam tiga bentuk: nyata, neurotik, dan moral. Kecemasan memberi sinyal
pada ego bahwa bahaya sudah dekat dan bisa menguasainya jika bahaya tidak diwaspadai.
Kecemasan nyata adalah ketakutan yang realistis terhadap ancaman nyata terhadap
keselamatan lingkungan. Kecemasan neurotik adalah ketakutan yang tidak realistis akan
hukuman karena memuaskan dorongan libido terlarang. Kecemasan moral adalah ketakutan
yang tidak realistis yang muncul ketika seseorang melanggar standar orang tua yang
diterapkan pada masa kanak-kanak dan ketakutan bahwa dia akan dihukum oleh superego.
Perlawanan adalah pertentangan intrapsikis yang melindungi seseorang dari pengalaman tidak menyenangkan
mengingat trauma masa lalu atau ketidakpastian dalam mengembangkan cara baru untuk beradaptasi. Fungsi
psikis memblokir perasaan tidak menyenangkan yang menyertai konflik bawah sadar dengan mencegah materi tak
sadar muncul ke permukaan (Alexander, 1956).

Bentuk penolakan yang paling umum adalah represi—atau amnesia terhadap peristiwa yang bermuatan emosi. Ego
memaksa ingatan, pikiran, keinginan, dan perasaan yang menimbulkan kecemasan keluar dari kesadaran. Ketika
represi gagal dan materi yang tidak disadari muncul ke permukaan, ego menggunakan pertahanan lain seperti
transferensi, gejala, dan mimpi. Perlawanan juga terjadi dalam bentuk konflik atas dorongan bersaing, ego yang
lemah, libido yang tidak terkendali, hubungan dengan rasa bersalah yang tidak disadari, dorongan untuk
mengulangi, kecemasan akan pengebirian, dan keinginan pasif/homoseksual pada pria.
MEKANISME REPRESI
DAN PERTAHANAN
Teori represi adalah landasan yang mendasari seluruh psikoanalisis (Freud, 1914, hal. 16). Amnesia mendasari
masing-masing mekanisme pertahanan, yang bertindak sebagai refleks untuk mengusir kecemasan dan
menghadapi pikiran, perasaan, keinginan, desakan, dan impuls yang tidak dapat diterima yang mewakili
konflik antar struktur kepribadian. Jadi, represi adalah suatu kelupaan yang disengaja namun tidak disadari.
Mekanisme pertahanan yang paling umum adalah sebagai berikut:
1. Penyangkalan
2. Perpindahan
3. Proyeksi
4. Pembentukan Reaksi
5. Introjeksi
6. Sublimasi
Mekanisme pertahanan bisa bersifat primitif atau canggih, rapuh atau kuat, kaku atau fleksibel. Pertahanan yang paling
tidak merusak adalah yang paling sedikit mendistorsi realitas (Wenar & Kerig, 2000). Beberapa pertahanan dapat
membantu jika mencegah seseorang dari kelumpuhan sementara
PERILAKU NORMAL
DAN TIDAK NORMAL

Orang yang berperilaku normal adalah orang yang bebas dari konflik intrapsikis. Meskipun konflik intrapsikis
tidak bisa dihindari, ego normal cukup kuat untuk menghadapi tuntutan dunia nyata. Ia dapat memediasi
antara id dan superego sehingga individu tidak diliputi rasa bersalah, malu, atau cemas. Ego mengubah
impuls yang dapat menghasilkan kecemasan neurotik dan moral menjadi perilaku yang dapat diterima secara
sosial, idealnya melalui sublimasi. Orang tersebut mengalami lebih banyak kesenangan daripada rasa sakit.
Untuk berada dalam kondisi kesehatan mental yang positif, orang tersebut, secara wajar, telah berhasil
mengatasi semua rintangan saat dia melewati tahap psikoseksual. Energi libido melekat pada objek yang
sesuai untuk setiap tahap.
Perilaku abnormal dan normal berbeda secara kuantitatif, bukan kualitatif. Orang yang berperilaku tidak
normal memiliki gangguan kemampuan untuk mencintai dan bekerja. Hal ini berarti bahwa individu tersebut
lebih merasakan kesakitan daripada kesenangan, tidak mengalami konflik antarpribadi yang signifikan, atau
merasa cemas, tertekan, atau merasa bersalah secara berlebihan
LANJUTAN

Secara umum ada tiga keadaan yang memberikan kondisi bagi berkembangnya perilaku abnormal (Arlow,
2005):
Seseorang tidak mampu mengatasi stres perkembangan normal. Tugas-tugas perkembangan yang berkaitan
dengan pendewasaan terlalu sulit untuk dicapai oleh seseorang.
Kehilangan (kehilangan benda, kehilangan rasa cinta terhadap suatu benda, kecemasan akan pengebirian, dan
rasa bersalah) dapat menyebabkan pengaktifan kembali konflik masa kanak-kanak, khususnya yang terkait
dengan fantasi Oedipal. Gejala yang terbentuk adalah regresi ke tingkat fungsi sebelumnya dimana libido
mungkin telah terfiksasi.
• Situasi seseorang saat ini sangat mirip dengan konflik atau trauma masa lalu yang belum terselesaikan
sehingga ia memutarbalikkan kenyataan dalam kaitannya dengan konflik masa kanak-kanak dan bertindak
seperti yang ia lakukan di masa kanak-kanak dengan membentuk gejala-gejala.
Perilaku abnormal pada orang dewasa sering kali disebabkan oleh ketidakseimbangan antara dorongan dan
pertahanan ego. Ketika seseorang mengalami ancaman, baik itu internal maupun eksternal, kecemasan
dapat muncul; dan cara individu menangani kecemasan ini menjadi akar dari perilaku abnormal. Ego
berusaha mengendalikan konflik intrapsikis saat menghadapi ide-ide yang menimbulkan kesusahan, baik
dari id maupun superego, dengan mengembangkan pertahanan terhadap rasa sakit dan kecemasan
psikologis.

Penyakit mental sering kali merupakan hasil dari penyimpangan libido yang tidak normal yang dimulai pada
tahap awal perkembangan. Ini menunjukkan bahwa kegagalan individu dalam mengatasi rintangan
perkembangan pada tahap-tahap psikoseksual dapat menghasilkan berbagai bentuk patologi pada masa
dewasa.
Kecemasan neurotik, yaitu ketakutan akan hukuman dari sumber imajiner dari luar, sering kali memengaruhi
individu. Konflik antara keinginan sesaat yang diatur oleh id dan penundaan serta pengalihan ke saluran
yang dapat diterima secara sosial yang diatur oleh ego menjadi fokus utama dalam hal ini.

Ketika id terus-menerus berkonflik dengan realisme ego dan/atau mandat moral superego, sebagian besar
libido digunakan untuk menjaga keseimbangan psikodinamik, sementara sedikit yang tersisa untuk
diinvestasikan dalam hidup yang sehat. Ego ideal menjadi gambaran diri yang sempurna, dan semakin dekat
seseorang dengan ego ideal, semakin besar harga dirinya. Ketidakmampuan mencapai ego ideal dapat
mengakibatkan kemunduran libido dan perilaku yang tidak dewasa, narsis, atau bahkan destruktif.
LANJUTAN

Ketakutan yang belum terselesaikan sejak awal perkembangan, bersama dengan kecemasan yang
menyertainya, menjadi dasar munculnya patologi pada orang dewasa. Psikoanalisis seringkali digunakan
untuk menelusuri sumber gejala neurosis dan psikosis pada orang dewasa, karena hal ini menuntut
pemahaman yang mendalam terhadap asal mula ketidakseimbangan psikis individu.
TRANSFERENSI DAN
KONTRATRANSFERENSI
Transferensi adalah proses di mana seseorang memproyeksikan pengalaman, dorongan hati, perasaan,
fantasi, sikap, konflik, dan pertahanannya yang timbul dari hubungan dengan figur otoritas masa kanak-
kanak ke dalam hubungan saat ini. Tanpa sadar, orang tersebut mendapati dirinya melakukan pengulangan
masa lalu yang tidak pandang bulu dan tidak selektif dan mewarnai atau mengabaikan kenyataan. Sejauh
mana seseorang mendistorsi realitas mencerminkan intensitas patologi (Eagle & Wolitzky, 1992).

Kontratransferensi adalah perasaan yang belum terselesaikan yang ditransfer oleh analis ke pasien, sebagai
akibat dari konflik yang belum terselesaikan dengan orang lain yang penting di masa lalu.

Jika demikian, hal yang benar untuk dilakukan analis adalah mencari pengawasan dan menemukan cara untuk
mengatasi permasalahannya sendiri yang belum terselesaikan. Analisis pelatihan selama pendidikan terapis
dimaksudkan untuk menangani masalah yang belum terselesaikan untuk memaksimalkan kemampuan terapis
dalam menangani berbagai macam pasien.
ANALISIS MIMPI

Analisis mimpi adalah alat yang berguna untuk mengungkap rahasia alam bawah sadar. Freud menyebut
mimpi sebagai jalan utama menuju alam bawah sadar. Selama tidur, ego melonggarkan sensornya, sehingga
memudahkan keinginan, pikiran, perasaan, dorongan, dan impuls yang tidak disadari dan ditekan untuk
muncul ke dalam kesadaran. Mimpi, seperti gejala perilaku abnormal dan mekanisme pertahanan diri,
merupakan bentuk ketidakjujuran batin, karena mimpi memutarbalikkan konflik batin. Ketika pasien
mendeskripsikan mimpi yang nyata, atau makna yang dangkal, analis membujuk keluar ide-ide yang
tersembunyi dan tertekan, atau makna yang tersembunyi dan terpendam. Meskipun Freud percaya pada
beberapa simbol mimpi universal, ia menafsirkannya dalam konteks kehidupan pasien tertentu.
PRAKTIK
PSIKOANALISIS KLASIK
John Garrett, seorang psikoterapis fiksi gabungan, memberikan perspektif langsung tentang
bagaimana dia mengintegrasikan teori dengan praktik dan menerapkan teknik psikoanalisis
klasik.

Penilaian dan Diagnosis Pertama Kali.


Dalam proses penilaian dan diagnosis awal, pertemuan tatap muka dengan pasien merupakan
langkah pertama. Dalam penilaian awal, beberapa hal penting yang ditanyakan termasuk
apakah pasien cocok untuk dianalisis, apakah mereka mampu menanggung proses pengobatan
yang panjang dan intens, dan apakah mereka memiliki kekuatan ego untuk menangani
kegelisahan yang mungkin muncul selama terapi. Pertanyaan-pertanyaan ini membantu dalam
menentukan apakah pasien cocok untuk dilakukan analisis.
LANJUTAN

Pasien ideal adalah mereka yang mengalami neurosis sedang, dengan konflik oedipus dan
keterlambatan perkembangan dari tahap falus. Konflik oedipus dan electra dapat
muncul dalam berbagai bentuk, termasuk gejala, hambatan kerja, dan pola karakter
yang menghukum diri sendiri. Namun, jika risiko bahayanya terlalu besar sehingga pasien
mungkin dilanda kecemasan hingga mencapai titik kemunduran atau bahkan psikosis,
maka pasien dirujuk ke terapi suportif. Masalah yang lebih serius, seperti gangguan dari
fase pra-Oedipal, mungkin membuat pasien tidak cocok untuk merespons psikoanalisis.
LANJUTAN

Dalam upaya memahami masalah klinis pasien, anamnesis yang rinci dan cermat
dilakukan untuk mengumpulkan informasi tentang psikodinamik pasien. Pertanyaan-
pertanyaan selama proses terapi melibatkan evaluasi tentang fungsi id, ego, dan
superego, serta keseimbangan antara sadar, tidak sadar, dan tidak sadar. Selain itu,
perkembangan tahapan psikoseksual, konflik bawah sadar, mekanisme pertahanan, dan
bentuk perlawanan juga dievaluasi. Meskipun pasien dapat memiliki berbagai macam
gejala, seperti rasa cemas, fobia, obsesi, atau depresi, penanganan tidak hanya pada
gejala tersebut, tetapi juga pada konflik bawah sadar yang mendasarinya.
Negosiasi Hubungan Terapi dan Lamanya Perawatan
Setelah saya menerima kandidat sebagai analis, langkah selanjutnya adalah menegosiasikan kontrak. Ini
mencakup struktur situasi analitik seperti tanggal, waktu, biaya, dan jumlah sesi per minggu, yang sering
kali berkisar antara 4 hingga 5 sesi per minggu selama rentang waktu 4 hingga 7 tahun. Saya memberi tahu
pasien tentang perkiraan jumlah sesi rata-rata selama periode tersebut serta manfaat dan risiko terapi,
sambil merangkum informasi ilmiah yang tersedia. Setelah pragmatik diselesaikan, kami menetapkan
tanggung jawab klinis.
Sebagai terapis, peran saya adalah sebagai figur otoritas yang mendengarkan dengan netralitas terapeutik,
membangun aliansi terapeutik, dan menggunakan keahlian dari pelatihan dan analisis pribadi saya. Saya
melihat diri saya sebagai detektif kesehatan mental, memandu analisis dengan memahami psikodinamik
pasien dan membantu mereka memahami makna gejala yang tidak disadari serta melawan perlawanan.
LANJUTAN

Tanggung jawab klinis pasien adalah bergaul secara bebas, dimana mereka harus mengungkapkan segala hal
yang terlintas dalam pikiran mereka tanpa sensor. Tujuan jangka panjang dari analisis klasik adalah
membebaskan pasien dari kecenderungan neurotik, meningkatkan kapasitas mereka untuk menjalani
kehidupan yang aktif dan menyenangkan, serta menyelesaikan konflik yang menyebabkan gejala atau
hambatan. Ini dilakukan dengan memperkuat fungsi ego melalui teknik psikoanalisis yang dirancang untuk
menemukan makna bawah sadar dari ingatan, perasaan, pikiran, atau keinginan yang ditekan yang
mendasari konflik bawah sadar dan hubungannya dengan seluruh kepribadian. Kesuksesan psikoanalisis
menghasilkan pasien yang lebih stabil, mampu beradaptasi, dan memiliki resistensi yang lebih baik terhadap
stresor baru, sementara gejala yang muncul dapat hilang secara bertahap.
TEKNIK TERAPI
Dalam terapi, Dr. Garret menghadapi, mengklarifikasi dan menafsirkan pola pemikiran,
perasaan dan perilaku yang berulang, yang disebut oleh Freud sebagai pengulangan
paksaan. Ia menggunakan penolakan pasien sebagai peta jalan menuju konflik yang tidak
disadari. Perlawanan mempunyai banyak bentuk—gejala, represi sederhana,
pemindahan, mimpi, dan pertahanan. Contoh konkrit penolakan selama sesi berlangsung
antara lain mengedit atau membicarakan materi yang tidak relevan, melupakan materi
penting, gagal mendapatkan wawasan, menghalangi atau tidak mampu bergaul bebas,
menimbulkan simpati atau persetujuan, meragukan manfaat terapi, lupa, terlambat,
ketinggalan. janji temu, keluar dari terapi, menolak menerima interpretasi,
mengeksternalisasi dan menyalahkan orang lain, dan melakukan konflik di dalam dan di
luar pengobatan (Greenson, 1965, 1967). Ia menerobos penolakan dengan membuat
penafsiran yang benar. Kemudian, mengklarifikasi bagaimana dan apa yang ditentang
pasien serta menjelaskan sifat dan fungsinya .menelusuri kembali gejala-gejala tersebut
ke sumbernya dalam riwayat hidup pasien
LANJUTAN
Penerimaan penafsiran melepaskan energi psikis, membebaskan sumber daya untuk
memperoleh wawasan. Untuk menentukan apakah penafsiran benar adalah dengan
mengamati reaksi pasien. Jika penolakan dilakukan secara sadar, pasien mungkin berbohong
atau sengaja menyembunyikan informasi. Jika penolakan terjadi di bawah sadar, pasien
biasanya mengakui penafsiran dengan mengakui bahwa dia berbelit-belit dan melarikan diri
dari ketidaknyamanan emosional. Jika perlawanan tidak disadari, pasien akan bertahan
melawan kecemasan, rasa bersalah, dan perasaan tidak menyenangkan lainnya yang muncul
dalam kesadaran (Wachtel, 1982). Interpretasi tunggal jarang menghilangkan gejala. Netralitas
terapeutik penting untuk memastikan bahwa perasaan muncul dari dinamika analisis dan
bukan dari interaksi terapis sehingga memungkinkan terapis untuk melakukan interpretasi.
Tugas terapis adalah untuk menemukan cara untuk menerobos penolakan dan memotivasi
klien untuk berjalan normal agar dapat mengatasi rasa takut dan melepaskannya. Segala
bentuk kontratransferensi tidak boleh mengalihkan perhatian dari analisis. Jika ada kecurigaan
bahwa konflik terapis yang belum terselesaikan merugikan pasien, terapis mencari konsultasi.
PROSES TERAPI
Terapis duduk tegak di kursi di belakang pasien dan mengobservasi perilaku verbal dan
nonverbal. dan mencatat dan mengumpulkan bahan-bahan sehingga terapis dapat
merumuskan pemahaman tentang psikodinamik pasien. Pasien berbaring di sofa,
mengasosiasikan dengan bebas dan mengungkapkan kenangan, pikiran, perasaan,
pengalaman, fantasi, dan mimpi yang disadari atau tidak disadari. Terapis mendorong pasien
untuk mengatakan apa pun yang terlintas dalam pikirannya. Kemudian menginstruksikan :
“Anda akan melihat bahwa ketika Anda menceritakan berbagai hal, berbagai pemikiran akan
muncul di benak Anda yang ingin Anda kesampingkan karena adanya kritik dan keberatan
tertentu. 75 Anda akan tergoda untuk mengatakan pada diri sendiri bahwa ini atau itu tidak
relevan atau tidak penting, sehingga tidak perlu mengatakannya. Anda tidak boleh menyerah
pada kritik tersebut, namun tetap mengatakannya meskipun ada kritik tersebut. Memang
benar, Anda harus mengatakannya justru karena Anda enggan melakukannya. . . . Jangan
pernah lupa bahwa Anda telah berjanji untuk jujur sepenuhnya, dan jangan pernah
melewatkan apa pun karena . . . tidak menyenangkan untuk menceritakannya. “
LANJUTAN
Terapis menghubungkan setiap kata dengan satu ide, lalu dengan ide lain, lalu dengan satu
kata atau gambar yang menyarankan hal lain, menelusuri hubungan antara asosiasi bebas yang
diucapkan pasien dan konten bawah sadar yang ditekan.Dengan sedikit bicara dan tetap netral,
,terapis mendorong transferensi. Terapis merangsang konflik dan fantasi untuk membantu
pasien memproyeksikan keinginan, pikiran, perasaan, dan persepsinya. Ketika pasien benar-
benar menghidupkan kembali konflik-konflik inti, bereaksi terhadap terapis seperti yang dia
lakukan terhadap ibu dan ayah, penafsiran terapis akan membantu pasien memahami pola-
pola berulang ini dengan lebih sadar. Pengaturan waktu penting dalam membuat materi yang
tidak disadari menjadi sadar. Penafsiran terapis memobilisasi sejumlah kecemasan yang dapat
dihilangkan. berhati-hati dengan kecepatan analisis. Bertindak terlalu cepat dapat
menimbulkan terlalu banyak kecemasan, yang berarti ego akan dibanjiri rasa takut, sehingga
menimbulkan lebih banyak perlawanan. Kecemasan yang terlalu sedikit berarti pasien tidak
akan cukup tertantang untuk meningkatkan kesadaran dan mengintegrasikannya ke dalam
kesadaran.
LANJUTAN

fase tengah terapi, Ketika transferensi pasien kepada terapis semakin dalam dan
pemahamaannya tentang dinamika kepribadian pasien meningkat, terapis terus membuat
interpretasi yang mendalam. Ketika setiap kejadian transferensi diatasi, hal ini merangsang
ingatan akan peristiwa penting lainnya dan memberikan kesempatan lain untuk membuat alam
bawah sadar menjadi sadar. Penghentian terjadi ketika pasien akhirnya mengatasi konflik
besarnya. Terapis menetapkan tanggal pasti untuk penghentian. Pasien kini lebih paham
tentang kebiasaan-kebiasaan yang merugikan diri sendiri dan pertahanan diri yang belum
matang, sudah melepaskan libido yang tertahan, dan bisa menyalurkan kecemasan ke dalam
struktur karakter yang lebih matang. Terapis juga perlu untuk mengatasi ketergantungan klien
saat klien enggan menghentikan analisis.
Dalam melihat kesuksesan terapi adalah pasien yang bebas dari gejala, hambatan kerja, atau
pola karakter yang merugikan diri sendiri. Kondisi pasien bisa saja tidak membaik atau malah
memburuk. Terapis harus memastikan bahwa saya tidak membiarkan masalah saya
mengganggu integritas, otonomi, dan kemajuan pasien (Wolitzky, 2003).
TERAPI DALAM AKSI KASUS JONATHAN
KOMENTAR KASUS
Gejala kecemasan dan depresi yang dialami Jonatan diakibatkan oleh munculnya amarah yang
tertahan hingga ke dalam kesadaran. Hilangnya Tuti membawa kembali konflik masa kanak-
kanak berupa perasaan marah terhadap ibunya karena diabaikan dan ditelantarkan. Egonya,
yang bertahan melawan ketidaknyamanan kecemasan, mengubah kemarahan menjadi
kemarahan yang berbalik ke dalam, mengakibatkan perasaan depresi dan benci pada diri
sendiri. Permasalahan Oedipal yang belum terselesaikan pun muncul, dimana Jonathan merasa
cemas saat berada dekat dengan ibunya, tanpa sadar takut akan pembalasan dari ayahnya.
Perlawanannya berbentuk berlama-lama, menunda-nunda, ketidakefisienan, ketidakberdayaan,
dan kecemasan umum. Setiap kali kemarahan atau hasrat seksualnya muncul dalam
kesadarannya, Jonathan merasa cemas karena hukuman masa lalu yang terlalu keras dan tidak
dapat diprediksi. Sementara superegonya mengatakan tidak, idnya mendesaknya untuk
mengatakan ya. Pertahanan egonya menekan amarah dan nafsu. Dia mengenali hubungan
antara kemarahan dan ketakutannya serta pengulangan pola kejadian dari masa kanak-kanak
dalam hubungan intimnya saat ini. Tujuan jangka panjangnya—untuk membantu Jonathan
mendapatkan wawasan dan mengubah caranya menangani hubungan yang merugikan dirinya
sendiri—telah tercapai.
ARAH PENELITIAN KLASIK
PSIKOANALISA

Basis bukti yang mendukung penggunaan psikoanalisis


Freudian klasik masih sedikit. Saat ini, tidak ada bukti
kuat yang menunjukkan bahwa psikoanalisis secara unik
efisien dan efektif (Magnavita, 2002). Bahkan Sheila
Gray, presiden American Academy of Psychoanalisis
pada tahun 2002, mengatakan bahwa psikoanalisis
khususnya mendapat tantangan karena didasarkan
pada keyakinan saja dan bukan pada data ilmiah (2002,
hal. 90)
LANJUTAN
Penelitian awal yang dilakukan oleh Freud mengandalkan studi kasus. Meskipun
Freud mendekati praktik psikoanalisis dari pola pikir eksperimental, dia
mengamati berdasarkan pengamatan seorang analis terlatih sebagai data andalan
yang digunakan untuk mengevaluasi pengobatan dan hasil. Walaupun studi kasus
bisa menjadi contoh yang baik, metode studi kasus bisa saja memiliki bias yang
berasal dari kesetiaan teoretis, dari investasi analis dalam kesuksesan sebuah
model, dan dari keinginan untuk melindungi domain seseorang (Jahoda, 1977).
Pertanyaan yang muncul adalah bagaimana analis memilih untuk mengarahkan
observasinya, bagaimana mereka menafsirkan apa yang mereka lihat dalam kasus
mereka, dan bagaimana mereka memilih informasi yang mereka gunakan untuk
mendukung teori mereka. Lebih jauh lagi, tanpa catatan kata demi kata,
bagaimana analis mengetahui bahwa catatan mereka yang direkonstruksi setelah
sesi tersebut akurat? Ketergantungan yang kuat pada studi kasus memperkuat
keraguan tentang validitas ilmiah psikoananalitik.
LANJUTAN
Beberapa pendukung terapi psikoanalitik berpendapat bahwa bukti
substansial mengenai efektivitas psikoanalisis telah terakumulasi selama
lebih dari satu abad, namun sering kali tidak dikenali dan diperiksa, atau
diabaikan atau diabaikan karena informasinya tersebar di seluruh literatur
psikologi (Aveline, 2005 ). Apa yang dibutuhkan adalah pandangan yang
koheren dan kohesif mengenai keadaan kerja psikoanalitik saat ini (Safran,
2001). Asosiasi Psikoanalitik Internasional (2008) menunjukkan bahwa
metode yang diperlukan oleh pendekatan berbasis bukti tidak cocok untuk
studi psikoanalisis, sehingga diperlukan cara yang lebih tepat untuk
meneliti psikoanalisis (Paris, 2005; Robertson & Perry, 2004); Pihak lain
berpendapat bahwa sumber bias di kalangan evaluator mungkin
disebabkan oleh catatan penelitian yang buruk (Almond, 2006;
Leichsenring, Biskup, & K
ISU KEBERAGAMAN
Psikoanalisis klasik—teori, praktik, dan penelitian—adalah produk
budaya Barat dan ditujukan bagi mereka yang memiliki pandangan
dunia seperti itu. Bahkan saat ini, psikoanalis umumnya berkulit
putih, Eropa Barat, dan laki-laki. Freud merasakan kesenjangan
antara jiwa Eropa dan jiwa non-Barat, dengan alasan bahwa pikiran
orang “primitif” kurang berkembang, kurang sadar, dan kurang
terdiferensiasi namun lebih mistis dan lebih selaras dengan alam,
meskipun dalam cara yang berbeda. keadaan keabadian seperti anak
kecil (Richards, 1997). Sejak awal, Freud (1905) memperkirakan
perlunya memodifikasi psikoanalisis mengobati orang yang tidak
cocok untuk analisis tradisional, yang didasarkan pada pengobatan
pasien neurotik sedang, pasien dengan konflik Oedipally
LANJUTAN
Namun pada kenyataannya, Freud dan para pengikutnya belum tanggap
terhadap kebutuhan populasi pasien yang beragam. Secara umum
psikoanalisis klasik belum cukup memperhatikan persoalan gender, suku,
agama, status sosial ekonomi, latar belakang pendidikan, profesi atau karir,
dan pengalaman hidup. Dan bagaimana adat istiadat dan nilai-nilai
berbeda antar budaya, sehingga melahirkan pembentukan kepribadian
dan perilaku abnormal, merupakan bidang yang belum diteliti oleh
psikoanalisis (Wohl, 1995). Sisi positifnya, psikoanalisis memberikan
kerangka teoritis untuk menganalisis kondisi psikologis. pengaruh
fenomena budaya seperti pengasuhan anak, namun generalisasi teori
Barat ke budaya lain sulit dilakukan, dan terlalu sedikit yang dilakukan
untuk mengadaptasi psikoanalisis terhadap kebutuhan populasi yang
beragam.
KRITIK UTAMA TERHADAP
KLASIK PSIKOANALISA
Kritik terhadap teori psikoanalitik berpendapat bahwa konsep-konsepnya sangat fleksibel
sehingga teori tersebut dapat menjelaskan segalanya, dan oleh karena itu, tidak
menjelaskan apa pun. Teori tersebut gagal memberikan seperangkat aturan relasional
yang memungkinkan terapis memprediksi apa yang akan terjadi jika peristiwa tertentu
terjadi atau mendeteksi penyebabnya dengan menelusuri kembali serangkaian peristiwa
yang bersifat sebab akibat. Lebih jauh lagi, perilaku abnormal yang sama bisa mempunyai
akar yang sangat berbeda (Hall & Lindzey, 1985). Misalnya, jika Sara terlalu dimanjakan
atau dirampas pada tahap oral, saat dewasa ia mungkin akan menjadi pemakan
berlebihan. Peristiwa yang sama dapat menghasilkan patologi yang berbeda. Jika Sara
terlalu dimanjakan atau dilarang makan selama tahap oral, saat dewasa ia mungkin
menjadi penderita anoreksia (dan bukan pemakan berlebihan). Kemarahan John yang
tidak disadari terhadap ayahnya dapat menunjukkan dirinya sebagai perilaku terang-
terangan yang fungsional atau disfungsional, bergantung pada pertahanan spesifik yang
dipilih oleh alam bawah sadarnya. Jika dia menggunakan proyeksi, dia mungkin akan
menyerang dan membalas.
LANJUTAN
Analisis Freudian panjang, sehingga pengukuran keberhasilan terapi
menjadi sulit. kultus, terutama karena hasil psikoanalitik yang diharapkan
adalah perubahan struktur karakter dan penguatan ego, yang direifikasi
dan sulit diukur sebagai konstruksi. Karena analisis membutuhkan waktu
bertahun-tahun, banyak variabel yang dapat menyebabkan perubahan,
seperti kedewasaan sederhana, pengalaman, dan hubungan di luar
analisis. Hingga analis dapat mengatakan dengan pasti bahwa pasien
memberikan respons terhadap pengobatan dan bukan terhadap perhatian
atau harapan (baik pasiennya sendiri, analis, atau pihak luar), dan hingga
analis dapat mengatakan dengan yakin intervensi mana yang bertanggung
jawab atas hal tersebut. berubah, terapi tersebut tidak memiliki validitas
konstruk. Konsep penyembuhan sulit untuk didefinisikan, dan kriteria yang
digunakan untuk menilai keberhasilan tidak jelas dan kabur.
LANJUTAN
Para psikoanalis cenderung mengklaim bahwa analisis klasik adalah psikoterapi yang
paling murni, namun mereka belum bisa mengimbangi teknik penelitian modern atau
tuntutan lingkungan layanan kesehatan akan terapi yang didukung secara empiris.
Psikoanalis perlu berhenti bergantung pada kata-kata mereka sendiri dan melakukan
studi sistematis yang memadai (Garfi eld & Bergen, 1994).
Psikoanalisis harus menjadi lebih ilmiah dan menunjukkan bahwa prinsip-prinsip yang
mendasarinya akurat. Pendekatan praktik berbasis bukti harus menjadi masa depan
psikoanalisis jika ingin menjembatani kesenjangan antara penelitian dan praktik dan
keluar dari kotak teoretisnya menuju era praktik terpadu (Cone, 2001). Meskipun
terdapat kesulitan dan biaya dalam melakukan penelitian tersebut (Schacter &
Luborsky, 1998), penelitian ini diharapkan dapat memberikan data yang cukup untuk
memastikan efektivitas psikoanalisis. Adalah suatu kebetulan bahwa teknik untuk
mempelajari hasil dan proses analisis internal saat ini sedang diciptakan (Sexton,
1996).
SESI PERTANYAAN
PERTANYAAN
1. Naluri untuk bertahan hidup dan membuat keturunan disebut dengan..
a. Eros c. Thanatos
b. Libido d. Ego

2. Kecemasan datang dalam 3 bentuk yaitu, keccuali...

a. Nyata c. Neurotik
b. Ego d. Moral
PERTANYAAN
3. Siapakah tokoh yang menjasi seorang psikoterapis fiksi gabungan, yang
memberikan perspektif langsung tentang bagaimana dia mengintegrasikan teori
dengan praktik dan menerapkan teknik psikoanalisis klasik?
a. John Garret c. Wolitzky
b. Eagle d. Jonathan

4. Pada kasus Jonathan, Apa yang dilakukan Dr. Garret pada awal terapi?
a. Duduk di belakang klien c. Membaca modul
b. Bercengkrama dengan klien d. Mengobservasi klien dan mencatat
PERTANYAAN
5. Penelitian awal apakah yang dilakukan oleh Freud ...

a. Menafsirkan bukti dari sebuah penelitian c. Investigasi psikoanalis berskala besar


b. Mengandalkan studi kasus d. Membangun kredibilitas
KUNCI JAWABAN
1. A. Eros

2. B. Ego

3. A John Garret

4. D. Mengobservasi klien dan mencatat

5. B. Mengandalkan studi kasus


TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai