DI SUSUN
OLEH
AJI PANGESTU
ALFARIS HAMZAH
CUT DEVI FIRIANI
DEDE PUTRI SEPTIANI
WIDYA WATI
YULIA PRASISKA
GURU PEMBIMBING :
ZAMMIL. S. Pd. I
Sudah menjadi kenyataan bahwa bangsa Indonesia adalah sebagai bangsa dan
negara yang bersifat multiagama dan multikultural. Karakteristik multiagama dan
multikultural dapat ditemui dalam keanekaragaman keyakinan agama yang dipeluk,
kebhinekaan budaya etnik, kebiasaan, gaya hidup, dan penggunaan ragam bahasa.
Sudah menjadi kepastian yang tidak dapat dipungkiri bahwa
keragaman yang ada pasti menimbulkan adanya perbedaan (ikhtilaf). Dalam Islam
1
perbedaan (ikhtilaf) merupakan akar dari demokrasi dan pluralisme. Ikhtilaf tersebut
dapat ditemukan salah satunya melalui pendidikan. sebab dengan pendidikan,
demokrasi dapat ditegakkan diatas berbagai macam perbedaan mulai dari agama, etnis,
suku, dan sebagainya.
Pendidikan Demokrasi, meminjam istilah klasik Lord Henry P. Broughton,
yang hidup pada abad XIX, yang dikutip oleh Zamroni adalah mendidik warga
masyarakat agar gampang dipimpin tetapi sulit dipaksa, gampang diperintah tetapi
sulit diperbudak dari istilah tersebut bila dipahami
pendidikan demokrasi menekankan pada kemandirian, kebebasan dan
tanggung jawab.2
Pendidikan digunakan sebagai alat mensosialisasikan dan mentrasformasikan
nilai-nilai demokrasi maka pendidikan harus bersikap
1. DEMOKRASI
Secara etimologi istilah demokrasi berasal dari bahasa Yunani yang terbentuk dari kata
demos yang berarti rakyat dan kratos/kratein yang berarti kekuasaan.11 Setelah
istilah ini diserap kedalam Bahasa Indonesia maka digabungkan menjadi demokrasi
yang diartikan sebagai bentuk pemerintahan atau kekuasaan yang berada di tangan
rakyat. Disebut juga bahwa demokrasi adalah sistem dimana kedaulatan atau kekuasaan
tertinggi ada ditangan rakyat dan dijalankan secara langsung maupun melalui
perwakilan di bawah sistem pemilihan yang bebas. Istilah tersebut menurut Abraham
Lincoln didefinisikan sebagai government of the people, by the people and for people
12
atau pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Secara terminologi, istilah
demokrasi mengandung pengertian gagasan atau pandangan yang mengutamakan hak,
13
persamaan kewajiban dan persamaan perlakuan bagi sesama warga negara. Akan
tetapi demokrasi
Tujuan hidup manusia adalah selamat, sejahtera, aman, dan damai di dunia dan akhirat.
Bagaimana mungkin manusia dapat hidup rukun bila mereka tidak mau bermusyawarah
dan senantiasa bertikai serta saling mempertahankan pendapat yang belum tentu benar.
Berselisih pendapat yang berakhir dengan permusuhan, pertikaian, dan perusakan
dilarang oleh Allah swt. Namun, berbeda pendapat dibolehkan dan dibenarkan karena
merupakan rahmat Allah swt. dan menggambarkan keanekaragaman berpikir umat
Islam. Berikut ini beberapa ayat Al-Quran yang membahas tentang bermusyawarah.
tidak hanya pada wilayah politik saja melainkan juga pada wilayah sosial, budaya,
ekonomi, agama bahkan pada wilayah pendidikan.
Semaraknya perbincangan tentang demokrasi semakin memberikan dorongan kuat agar
kehidupan bernegara, berbangsa dan bermayarakat yang menjunjung tinggi nilai-nilai
demokrasi. Demokrasi bukan hanya sistem kekuasaan mayoritas melalui partisipasi
rakyat dan kompetisi bebas, tetapi juga mengandung nilai-nilai universal, khususnya
nilai persamaan, kebebasan dan pluralisme.
Jelaslah rakyat diberi kesempatan dalam memerintah. Dari sistem ini kemudian muncul
sejumlah syarat untuk disebut sebuah negara atau satu sistem pemerintahan
melaksanakan demokrasi, yakni tidak ada paksaan terhadap pengungkapan pendapat,
kebebasan pers dan kebebasan berkumpul.14 Oleh karena itu, asas terpenting dari
sebuah demokrasi adalah
adanya kebebasan berpendapat, kebebasan memilih dan sebagainya.
Demokrasi juga menekankan pada nilai individu, yang menjunjung tinggi nilai
tanggung jawab, saling menghormati, toleransi dan kebersamaan. Artinya, nilai-nilai,
makna dan kandungan yang hendak diperjuangkan oleh demokrasi adalah gejala
kemanusiaan secara universal. Karena makna dan nilai demokrasi merupakan gejala
demokrasi. Maka makna demokrasi itu tidak bisa dilepaskan dari kebebasan.
Artinya: Maka disebabkan rahmat dari Allahlah kamu berlaku lemah lembut terhadap
mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan
diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi
mereka dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila
kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah
menyukai orang- orang yang bertawakal kepada-Nya. (QS Ali Imran: 159).
Isi Kandungan Ali Quran Surah Ali Imran Ayat 159
Isi kandungan Al Quran Surah Ali Imran Ayat 159 adalah sebagai berikut.
Surah Ali Imran Ayat 159 menyebutkan tiga hal secara berurutan untuk dilakukan
sebelum bermusyawarah yaitu sebagai berikut.
Bersikap lemah lembut. Orang yang melakukan musyawarah harus menghindari tutur
kat; yang kasar serta sikap keras kepala. Jika tidak, maka mitra musyawarah akan pergr.
menghindar.
Memberi maaf dan bersedia membuka diri. Kecerahan pikiran hanya dapat hadir
bersamaar. dengan sirnanya kekerasan hati serta kedengkian dan dendam.
Memohon ampunan Allah sebagai pengiring dalam bertekad, kemudian bertawakal
kepada- Nya atas keputusan yang dicapai.
Yang diharapkan dari mu-syawarah adalah mufakat untuk kebenaran karena Nabi
Muhammad saw. pernah bersabda, Umatku tidak akan sepakat dalam kesesatan.
Dengan demikian, bila dalam satu musyawarah terjadi mufakat, maka hal itu
merupakan tanda-tanda kebe-naran dalam mencari jalan keluar.
Di dalam bermusyawarah, kadang terjadi perselisihan pendapat atau perbedaan.
Berbeda pendapat merupakan sunatullah dan rahmat serta diridai Allah swt. Beda
pendapat terjadi akibat perbedaan sudut pandang, tetapi hendaknya masing-masing
pihak tidak menyalahkan dan mencari-cari kesalahan pihak lain. Semua orang harus
mempunyai niat yang sama untuk memperoleh nilai tambah dari kedua spdut pandang
yang berbeda tersebut, sedangkan berselisih pendapat biasanya hanya diakhiri dengan
pertikaian atau permusuhan karena salah satu pihak menyalahkan dan mencari-cari
kesalahan pihak lainnya. Hal itu tentu bertentangan dengan nilai- nilai musyawarah
yang berupaya mencari kedamaian dan hidup selamat sejahtera baik di dunia maupun di
akhirat.
Isi atau kandungan ayat Al-Quran surah Ali Imran, 3: 159 tentang musyawarah
tersebut adalah merupakan penjelasan bahwa berkat adanya rahmat Allah Swt yang
amat besar, Nabi Muhammad Saw merupakan sosok pribadi yang berbudi luhur dan
berakhlak mulia. Beliau tidak bersikap dan berperilaku keras serta berhati kasar.
Bahkan sebaliknya, beliau adalah orang yang berhati lembut, dan berperilaku baik yang
ridhai Allah Swt serta mendatangkan manfaat bagi masyarakat. Selain itu, dalam
pergaulan Rasulullah Saw senantiasa member maaf kepada orang yang telah berbuat
salah, khususnya terhadap para sahabatnya yang telah melakukan pelanggaran. Dalam
perang Uhud Rasulullah Saw juga memohonkan ampun pada Allah Swt terhadap
kesalahan mereka dan bermusyawarah dalam hal-hal yang perlu dimusyawarahkan.
Untuk melaksanakan tekadnya, khususnya hasil musyawarah Rasulullah Saw selalu
bertawakal pada Allah Swt.
Karena budinya yang luhur, dan akhlaknya yang mulia seperti tersebut Rasulullah Saw
memperoleh simpati dalam pergaulan, khususnya disenangi dan didekati serta dicintai
oleh Allah Swt.
Perlu pula diketahui bahwa salah satu yang menjadi penekanan pokok/ isi kandungan
ayat Al-Quran surah Ali Imran, 3: 159 tentang musyawarah tersebut adalah perintah
untuk melakukan musyawarah yang ditujukan tidak hanya kepada Nabi Muhammad
Saw, tetapi kepada seluruh pengikutnya yakni umat Islam, di mana pun mereka berada.
Kata musyawarah berasal dari kata syawara yang artinya secara kebahasaan ialah
mengeluarkan madu dari sarang lebah. Sedangkan menurut istilah yang dimaksud
dengan musyawarah itu ialah berunding antara seseorang dengan orang lain, antara satu
golongan dengan golongan lain, mengenai suatu masalah atau beberapa masalah,
dengan maksud untuk mengambil kepuasan atau kesepakatan bersama.
Mengacu kepada isi kandungan ayat Al-Quran surah Ali Imran, 3: 159 tentang
musyawarah, maka pergaulan hidup bermasyarakat, khususnya dalam bermusyawarah,
hendaklah diterapkan prinsip-prinsip umum berikut ini:
1. Melandasi musyawarah dengan hati yang bersih, tidak kasar, lemah lembut, dan
penuh kasih saying.
2. Dalam bermusyawarah hendaknya bersikap dan berprilaku baik.
3. Para peserta musyawarah hendaknya berlapang dada, bersedia memberi maaf apabila
dalam musyawarah tersebut terjadi perbedaan pendapat dan bahkan terlontar ucapan-
ucapan yang menyinggung perasaan, juga bersedia memohonkan ampun atas kesalahan
para peserta musyawarah jika memang bersalah.
4. Hasil musyawarah yang telah disepakati bersama hindaknya dilakukan dengan
bertawakal kepada Allah Swt .
Prinsip Demokrasi
Walaupun rumusan demokrasi bervariasi seperti dikemukakan para ahli namun pada
hakikatnya terdapat benang merah atau titik singgung dan mengarah pada satu makna
yang sama, yaitu suatu ideologi atau cara hidup (way of life) yang menekankan
pada nilai individu yang menjunjung tinggi nilai tanggung jawab, saling menghormati,
toleransi dan kebersamaan.
Namun dalam praktek demokrasi nilai-nilai individu tersebut di atas sering disalah
gunakan, seperti yang dikemukakan Hasan Langgulung bahwa kebiasaan dari segala
belenggu kebendaan kerohanian yang tidak sah yang kadang-kadang dipaksakan kepada
manusia, tanpa alasan yang benar pada
kehidupan sehari-hari yang menyebabkan ia tidak sanggup menikamati hak- haknya
yang wajar.16 Sehingga yang terjadi bukan demokrasi yang diidam- idamkan, tetapi
anti demokrasi yang menjurus pada tindakan anarkhis yang menindas hak-hak
kebebasan dan martabat orang lain. Oleh karena itu, prinsip demokrasi perlu dilihat
secara keseluruhan, bukan hanya secara
parsial. Diantara prinsip-prinsip demokrasi tersebut adalah:
Kebebasan
penghormatan terhadap manusia
persamaan
pembagian kekuasaan
BAB III
KANDUNGAN SURAT ASY - SYURA
Kata musyawarah menurut bahasa berasal dari kata arab, Saawara yang artinya
berunding, atau mengatakan dan menunjukkan sesuatu. Sedang, menurut istilah,
musyawarah adalah perundingan antara dua orang atau lebih untuk memutuskan
masalah secara bersama-sama sesuai dengan yang diperintahkan Allah dalam QS. Asy-
Syura{42} : 38 istilah lain dalam tata Negara Indonesia dan kehidupan modern tentang
musyawarah dikenal dengan sebutan syuro,rembug desa,kerapan nagari bahkan
demokrasi . Musyawarah hanya untuk urusan duniawi . jadi dikatakan Musyawarah
adalah merupakan suatu upaya untuk memecahkan persoalan (mencari jalan keluar)
guna mengambil keputusan bersama dalam penyeselaian atau pemecahan maslah yang
menyangkut urusan keduniawian.
Dalam sirah Nabi Muhammad SAW di jelaskan, bahwa beliau selalu berpegang kepada
hasil musyawarah dengan kaum muslimin, seperti musyawarah yang dilakukan
Rasulullah SAW bersama sahabatnya ketika menentukan strategi perang Badar dan
penentuan sikap kaum muslimin terhadap 70 tawanan perang Badar.
Terjemahan: Dan bagi orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan tuhannya dan
mendirikan sholat sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara
mereka, dan mereka menafkahi sebagian dari rezeki yang kami berikan kepada
mereka (QS asy-Syura [42]: 38)
Allah menyatakan bahwa orang mukmin akan mendapat ganjaran yang lebih baik dan
kekal di sisi Allah. Adapun yang dimaksud dengan orang-orang mukmin itu adalah:
Orang-orang yang mematuhi seruan Tuhan mereka, melaksanakan shalat (dengan
sempurna), serta urusan mereka diputuskan dengan musyawarah antar mereka, dan
mereka menafkahkan sebagian rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka. Ayat
ketiga ini turun sebagai pujian kepada kelompok Muslim Madinah (Anshar) yang
bersedia membela Nabi Saw. dan menyepakati hal tersebut melalui musyawarah yang
mereka laksanakan di rumah Abu Ayyub Al-Anshari. Namun demikian, ayat ini juga
berlaku umum, mencakup setiap kelompok yang melakukan musyawarah. Dari ketiga
ayat di atas saja, maka sepintas dapat diduga bahwa Al-Quran tidak memberikan
perhatian yang cukup terhadap persoalan musyawarah. Namun dugaan tersebut akan
sirna, jika menyadari cara Al-Quran memberi petunjuk serta menggali lebih jauh
kandungan ayat-ayat tersebut.
BAB IV
PENERAPAN SIKAP DAN PRILAKU DEMOKRASI
Umat Islam seringkali kebingungan dengan istilah demokrasi. Di saat yang sama,
demokrasi bagi sebagian umat Islam sampai dengan hari ini masih belum diterima
secara bulat. Sebagian kalangan memang bisa menerima tanpa reserve, sementara yang
lain, justeru bersikap ekstrem. Menolak bahkan mengharamkannya sama sekali. Tak
sedikit sebenarnya yang tidak bersikap sebagaimana keduanya. Artinya, banyak yang
tidak mau bersikap apapun.Kondisi ini dipicu dengan banyak dari kalangan umat Islam
sendiri yang kurang memahami bagaimana Islam memandang demokrasi
Prinsip Demokrasi
Menurut Sadek, J. Sulaymn, dalam demokrasi terdapat sejumlah prinsip yang menjadi
standar baku. Di antaranya:
Kebebasan berbicara setiap warga negara.
Pelaksanaan pemilu untuk menilai apakah pemerintah yang berkuasa layak didukung
kembali atau harus diganti.
Kekuasaan dipegang oleh suara mayoritas tanpa mengabaikan kontrol minoritas
Peranan partai politik yang sangat penting sebagai wadah aspirasi politik rakyat.
Pemisahan kekuasaan legislatif, eksekutif, dan yudikatif.
Supremasi hukum (semua harus tunduk pada hukum).
Semua individu bebas melakukan apa saja tanpa boleh dibelenggu.Pandangan Ulama
tentang Demokrasi
Al-Maududi
Dalam hal ini al-Maududi secara tegas menolak demokrasi. Menurutnya, Islam tidak
mengenal paham demokrasi yang memberikan kekuasaan besar kepada rakyat untuk
menetapkan segala hal. Demokrasi adalah buatan manusia sekaligus produk dari
pertentangan Barat terhadap agama sehingga cenderung sekuler. Karenanya, al-Maududi
menganggap demokrasi modern (Barat) merupakan sesuatu yang berssifat syirik.
Menurutnya, Islam menganut paham teokrasi (berdasarkan hukum Tuhan). Tentu saja
bukan teokrasi yang diterapkan di Barat pada abad pertengahan yang telah memberikan
kekuasaan tak terbatas pada para pendeta.Mohammad Iqbal
Kritikan terhadap demokrasi yang berkembang juga dikatakan oleh intelektual
Pakistan ternama M. Iqbal. Menurut Iqbal, sejalan dengan kemenangan sekularisme atas
agama, demokrasi modern menjadi kehilangan sisi spiritualnya sehingga jauh dari etika.
Demokrasi yang merupakan kekuasaan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat telah
mengabaikan keberadaan agama. Parlemen sebagai salah satu pilar demokrasi dapat saja
menetapkan hukum yang bertentangan dengan nilai agama kalau anggotanya
menghendaki. Karenanya, menurut Iqbal Islam tidak dapat menerima model demokrasi
Barat yang telah kehilangan basis moral dan spiritual. Atas dasar itu, Iqbal menawarkan
sebuah konsep demokrasi spiritual yang dilandasi oleh etik dan moral ketuhanan. Jadi yang
ditolak oleh Iqbal bukan demokrasi an sich. Melainkan, prakteknya yang berkembang di
Barat. Lalu, Iqbal menawarkan sebuah model demokrasi sebagai berikut:
Tauhid sebagai landasan asasi.
Kepatuhan pada hukum.
Toleransi sesama warga.
Tidak dibatasi wilayah, ras, dan warna kulit.
Penafsiran hukum Tuhan melalui ijtihad.Muhammad Imarah
Menurut beliau Islam tidak menerima demokrasi secara mutlak dan juga tidak menolaknya
secara mutlak. Dalam demokrasi, kekuasaan legislatif (membuat dan menetapkan hukum)
secara mutlak berada di tangan rakyat. Sementara, dalam sistem syura (Islam) kekuasaan
tersebut merupakan wewenang Allah. Dialah pemegang kekuasaan hukum tertinggi.
Wewenang manusia hanyalah menjabarkan dan merumuskan hukum sesuai dengan prinsip
yang digariskan Tuhan serta berijtihad untuk sesuatu yang tidak diatur oleh ketentuan
Allah.
Jadi, Allah berposisi sebagai al-Syri (legislator) sementara manusia berposisi sebagai
faqh (yang memahami dan menjabarkan) hukum-Nya.
Demokrasi Barat berpulang pada pandangan mereka tentang batas kewenangan Tuhan.
Menurut Aristoteles, setelah Tuhan menciptakan alam, Diia membiarkannya. Dalam
filsafat Barat, manusia memiliki kewenangan legislatif dan eksekutif. Sementara, dalam
pandangan Islam, Allah-lah pemegang otoritas tersebut. Allah befirman
Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah. Maha Suci Allah, Tuhan
semesta alam. (al-Arf: 54).
Inilah batas yang membedakan antara sistem syariah Islam dan Demokrasi Barat. Adapun
hal lainnya seperti membangun hukum atas persetujuan umat, pandangan mayoritas, serta
orientasi pandangan umum, dan sebagainya adalah sejalan dengan Islam.
Yusuf al-Qardhawi
Menurut beliau, substasi demokrasi sejalan dengan Islam. Hal ini bisa dilihat dari beberapa
hal. Misalnya:
Dalam demokrasi proses pemilihan melibatkkan banyak orang untuk mengangkat
seorang kandidat yang berhak memimpin dan mengurus keadaan mereka. Tentu saja,
mereka tidak boleh akan memilih sesuatu yang tidak mereka sukai. Demikian juga dengan
Islam. Islam menolak seseorang menjadi imam shalat yang tidak disukai oleh makmum di
belakangnya.
Usaha setiap rakyat untuk meluruskan penguasa yang tiran juga sejalan dengan Islam.
Bahkan amar makruf dan nahi mungkar serta memberikan nasihat kepada pemimpin
adalah bagian dari ajaran Islam.
Pemilihan umum termasuk jenis pemberian saksi. Karena itu, barangsiapa yang tidak
menggunakan hak pilihnya sehingga kandidat yang mestinya layak dipilih menjadi kalah
dan suara mayoritas jatuh kepada kandidat yang sebenarnya tidak layak, berarti ia telah
menyalahi perintah Allah untuk memberikan kesaksian pada saat dibutuhkan.
Penetapan hukum yang berdasarkan suara mayoritas juga tidak bertentangan dengan
prinsip Islam. Contohnya dalam sikap Umar yang tergabung dalam syura. Mereka ditunjuk
Umar sebagai kandidat khalifah dan sekaligus memilih salah seorang di antara mereka
untuk menjadi khalifah berdasarkan suara terbanyak. Sementara, lainnya yang tidak
terpilih harus tunduk dan patuh. Jika suara yang keluar tiga lawan tiga, mereka harus
memilih seseorang yang diunggulkan dari luar mereka. Yaitu Abdullah ibn Umar. Contoh
lain adalah penggunaan pendapat jumhur ulama dalam masalah khilafiyah. Tentu saja,
suara mayoritas yang diambil ini adalah selama tidak bertentangan dengan nash syariat
secara tegas.
Juga kebebasan pers dan kebebasan mengeluarkan pendapat, serta otoritas pengadilan
merupakan sejumlah hal dalam demokrasi yang sejalan dengan Islam.
Salim Ali al-Bahnasawi
Menurutnya, demokrasi mengandung sisi yang baik yang tidak bertentangan dengan islam
dan memuat sisi negatif yang bertentangan dengan Islam.
Sisi baik demokrasi adalah adanya kedaulatan rakyat selama tidak bertentangan dengan
Islam. Sementara, sisi buruknya adalah penggunaan hak legislatif secara bebas yang bisa
mengarah pada sikap menghalalkan yang haram dan menghalalkan yang haram. Karena
itu, ia menawarkan adanya islamisasi demokrasi sebagai berikut:
menetapkan tanggung jawab setiap individu di hadapan Allah.
Wakil rakyat harus berakhlak Islam dalam musyawarah dan tugas-tugas lainnya.
Mayoritas bukan ukuran mutlak dalam kasus yang hukumnya tidak ditemukan dalam
Alquran dan Sunnah (al-Nisa 59) dan (al-Ahzab: 36).
Komitmen terhadap islam terkait dengan persyaratan jabatan sehingga hanya yang
bermoral yang duduk di parlemen.
Kesimpulan
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa konsep demokrasi tidak sepenuhnya
bertentangan dan tidak sepenuhnya sejalan dengan Islam.
Prinsip dan konsep demokrasi yang sejalan dengan islam adalah keikutsertaan rakyat
dalam mengontrol, mengangkat, dan menurunkan pemerintah, serta dalam menentukan
sejumlah kebijakan lewat wakilnya.
Adapun yang tidak sejalan adalah ketika suara rakyat diberikan kebebasan secara mutlak
sehingga bisa mengarah kepada sikap, tindakan, dan kebijakan yang keluar dari rambu-
rambu ilahi.
Karena itu, maka perlu dirumuskan sebuah sistem demokrasi yang sesuai dengan ajaran
Islam. Yaitu di antaranya:
1. Demokrasi tersebut harus berada di bawah payung agama.
2. Rakyat diberi kebebasan untuk menyuarakan aspirasinya
3. Pengambilan keputusan senantiasa dilakukan dengan musyawarah.
4. Suara mayoritas tidaklah bersifat mutlak meskipun tetap menjadi pertimbangan utama
dalam musyawarah. Contohnya kasus Abu Bakr ketika mengambil suara minoritas yang
menghendaki untuk memerangi kaum yang tidak mau membayar zakat. Juga ketika Umar
tidak mau membagi-bagikan tanah hasil rampasan perang dengan mengambil pendapat
minoritas agar tanah itu dibiarkan kepada pemiliknya dengan cukup mengambil pajaknya.
5. Musyawarah atau voting hanya berlaku pada persoalan ijtihadi; bukan pada persoalan
yang sudah ditetapkan secara jelas oleh Alquran dan Sunah.
6. Produk hukum dan kebijakan yang diambil tidak boleh keluar dari nilai-nilai agama.
7. Hukum dan kebijakan tersebut harus dipatuhi oleh semua warga
Akhirnya, agar sistem atau konsep demokrasi yang islami di atas terwujud, langkah yang
harus dilakukan:
Seluruh warga atau sebagian besarnya harus diberi pemahaman yang benar tentang Islam
sehingga aspirasi yang mereka sampaikan tidak keluar dari ajarannya.
Parlemen atau lembaga perwakilan rakyat harus diisi dan didominasi oleh orang-orang
Islam yang memahami dan mengamalkan Islam secara baik.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan pada bab sebelumnya terkait dengan
konsep nilai-nilai demokrasi dalam QS Ali Imran ayat 159 menurut tafsir al-
azhar karya Hamka, maka dapat diambil kesimpulan bahwasannya adanya
perintah bermusyawarah dalam kehidupan, khususnya dalam hal hubungan
manusia (human relation). Musyawarah merupakan cerminan demokrasi
masyarakat muslim pada zaman Rasullullah masih hidup, ketika sedang
dihadapkan dalam sebuah permasalahan besar yang berkaitan dengan perang
Uhud pada saat itu, sehingga turunlah surat Ali Imran ayat 159, tentang
pentingnya musyawarah. Konsepsi musyawarah dalam islam sejalan beriringan
dengan nilai demokrasi yang menjunjung nilai-nilai kemanusiaan, namun tidak
lepas dari nilai-nilai trancendental (ketuhanan). Dalam menyikapi musyawarah
harus didepankan sikap persaudaraan. Sikap persaudaraan tersebut menjalin
hubungan yang erat dengan menerapkan sifat lemah lembut, pemaaf, dan
bertawakkal apabila setiap selesai memutuskan sebuah permasalahan, sebab
kuasa hanya milik Allah.
2. Implementasinya dalam Pendidikan Agama Islam mencakup fungsi dan tugas
pendidik dalam proses pembelajaran. Pendidik merupakan seorang pemimpin
yang melaksanakan tugas dan kegiatan ajar-mengajar di dalam kelas. Sudah
selayaknya pendidik mencontoh perilaku Rasullullah yang tercermin dalam
surat ali imran ayat 159. Sebab sudah dapat dipahami bahwa sikap terbuka yang
dilakukan nabi, yang secara lebih mendalam dijelaskan oleh tafsir al- azhar
sikap terbuka tersebut berkaitan dengan hubungan antar manusia. Sehingga
pendidik dalam PAI harus mengajarkan bagaimana peserta didik tidak hanya
cakap dalam berpengetahuan, melainkan juga cakap dalam ikut berpartisipasi
dalam kegiatan proses pembelajaran. Peserta didik yang digambarkan dalam
surat ali imran ayat 159 menurut tafsir al-azhar tersebut, sebuah kelompok
manusia yang mengerti akan posisi dan mempunyai keinginan untuk merubah
keadaaan. Apabila peserta didik dalam PAI diberikan kesempatan untuk
mengemukan pendapat-pendapatnya serta dibiarkan ikut untuk memutuskan
sebuah permasalahan (khususnya terkait kegiatan pembelajaran), proses
pembelajaran akan menjadi menarik dan efektif.
B. Saran
Saran yang ingin penulis sampaikan kepada seluruh civitas pendidikan, khususnya
pendidik ataupun calon pendidik yang membaca skripsi ini agar mengoptimalkan dan
bersungguh-sungguh dalam mengimplementasikan nilai- nilai demokrasi dalam setiap
pembelajaran. Mari bersama-sama budayakan metode diskusi, budayakan
musyawarah disetiap pelajaran Pendidikan Agama Islam agar Nilai-nilai demokrasi
dapat tertanam kedalam diri peserta didik.
DAFTAR PUSTAKA
http://www.islamic-center.or.id/-slamiclearnings-mainmenu-29/syariah-mainmenu-44/27-
syariah/665-islam-dan-demokrasi
http://islamlib.com/id/artikel/islam-dan-demokrasi/
http://www.zulkieflimansyah.com/in/kompatibilitas-islam-dan-demokrasi.html
http://www.khabarislam.com/islam-dan-demokrasi.html
http://www.docstoc.com/docs/22801041/Lagi-Soal-Islam-dan-Demokrasi/
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Demokrasi................................................................................. 3
Prinsip Demokrasi.................................................................... 6
Prinsip Demokrasi............................................................................................ 10
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan............................................................................................ 14
B. Saran .................................................................................................. 15
Daftar Pustaka.................................................................................................. 16
KATA PENGANTAR