Anda di halaman 1dari 7

Biografi Sahabat Nabi, Zubair bin Awwam : Masa Kecil, Remaja dan Masuk Islam (Seri 1)

A. Masa Kecil, Remaja dan Masuk Islam

1. Nama, Nasab, dan Penisbatannya

Zubair bin Awwam Khuwailid Az-Zubair bin Awwam bin Khuwalid bin Asad bin Abdil Uzza bin
Qushay bin Kilab bin Murrah bin Ka’ab bin Lu’ay bin Ghalib bin Fihr bin Malik bin An-Nadhr bin
Kinanah Al-Qurasyi Al-Asadi Al-Makki Al-Madani.

Nasab nya bertemu dengan nasab Rasulullah Shallallahualaihi wa Sallam pada kakeknya yang
kelima yaitu Qushay, dengan jumlah kakek antara mereka adalah sama.

2. Julukannya

Ibunya menjulukinya Abu Thahir dengan mengambil julukan saudaranya Zubair bin Abdul
Muthalib, sementara Zubair sendiri menjuluki dirinya Abu Abdullah di ambil dari anaknya
Abdullah, inilah yang lebih dikenal, dan para shahabat pun memanggilnya dengan ini.

3. Gelarnya

Hawari/Pembela Rasulullah

Rasulullah Shallallahualaihi wa Sallam telah melekatkan gelar ini kepadanya pada banyak
kesempatan, dan dengan itu dia dikenal di kalangan shahabat bahkan sampai hari ini. Adapun
Hawari adalah seorang penolong dan pembela yang sangat loyal terhadap apa yang dibelanya,
yang tulus dan murni dari tendensi apapun. Dan Zubair adalah salah satu di antara orang yang
paling loyal terhadap Rasulullah Shallallahualaihi wa Sallam.
4. Kemuliaan Nasab dan Keturunannya

Zubair mempunyai akar keturunan yang mulia dan garis keluarga yang terhormat. Dia berasal
dari bangsawan Quraisy, tumbuh di kalangan Bani Manaf, kakeknya adalah Abdul Muththalib,
ibunya Shafiyyah binti Abdul Muththalib, dan putra-putra Abdul Muththalib, ibunya Shafiyyah
binti Abdul Muththalib, dan putra-putra Abdul Muththalib yang lain merupakan paman-
pamannya. Maka dia mempunyai hubungan kekerabatan yang sangat dekat dengan
Rasulullah Shallallahualaihi wa Sallam. Kemudian dia besar di kalangan Bani Asad, dan juga
mempunyai hubungan kerabat melalui perkawinan dengan Bani Umayyah, Bani Taim, Bani Adi,
dan lain-lain.

Dan disebuah hadits shahih yang diriwayatkan oleh Ibnu Hibban dan Al-Hakim serta Ibnu Asakir
dari Abdullah bin Zubair berkata, “Zubair berkata kepadaku, “Tidak ada seorangpun yang
menemani Rasulullah Shallallahualaihi wa Sallam, kecuali aku telah menemani beliau seperti itu
dan bahkan lebih baik. Anakku, engkau telah mengetahui bahwa ibumu Asma binti Abu Bakar
adalah istriku, dan kau juga mengetahui bahwa Aisyah binti Abu Bakar adalah bibimu. Ibuku
adalah Shafiyyah binti Abdul Muththalib dan Abu Thalib serta Abbas.
Rasulullah Shallallahualaihi wa Sallam adalah putra pamanku dan bibiku Khadijah binti
Khuwailid adalah istrinya serta putrinya Fathimah adalah juga putri Rasulullah Shallallahualaihi
wa Sallam. Sebagaimana engkau telah mengetahui bahwa ibunda Rasulullah Shallallahualaihi
wa Sallami adalah Aminah binti Wahab binti Abdi Manaf binti Zuhrah, dan Ibu dari Shafiyyah
dan Hamzah adalah Halah binti Wahab bin Abdi Manaf bin Zuhra.”

5. Sifat dan Kepribadiannya

Kedudukan keluarganya yang terhormat serta kemuliaan nasab dan keturunannya didukung
oleh tubuhnya yang tegap dan fisik yang sempurna, juga sosoknya yang berwibawa. Di adalah
seorang yang tinggi, tegap dan kekar perawakannya. Mempunyai daging yang tipis, kulit yang
coklat dan tubuh yang dipenuhi bulu. Jalannya cepat dan penuh percaya diri. Lembaran sejarah
telah membuktikan keteguhannya dalam banyak peristiwa, dan ketangguhannya dalam
menghadapi banyak musuh yang kuat dalam berbagai kancah pertempuran.

Putranya Urwah menggambarkan sosoknya sebagai berikut, “Zubair bin Awwam adalah seorang
yang berperawakan tinggi, sehingga ketika menunggang binatangan tunggangan kaki akan
menyentuh tanah, aku sering memegang rambut pundaknya dan dia berjalan dengan cepat dan
pernuh percaya diri.”
Dan dalam riwayat lain Urwah berkata, “Seingatku, aku sering memegang rambut di bahunya
ketika aku masih kecil dan aku bergelantungan dengan itu di punggungnya.”

Sebagian lagi menambahkan bahwasanya dia mempunyai daging yang sedikit, mempunyai
jenggot dan jambang yang tipis, berkulit coklat, dan ini tidak berubah saat dia tua.

Kekuatan dan ketahanan tubuhnya dibuktikan ketika masa remajanya di Mekah dia melawan
seorang laki-laki dewasa dan berhasil mematahkan tangannya, dan memukulnya dengan keras
sehingga orang itu harus dibopong pulang kerumahnya.

Peristiwa itu diriwayatkan oleh Ibnu Sa’ad dari Urwah bin Zubair yang berkata, “Ketika remaja di
Mekah Zubair bertarung melawan seorang laki-laki dewasa dan mematahkan tangannya, serta
memukulnya dengan sangat keras. Ketika laki-laki tersebut dibopong dan melewati Shafiyyah, ia
bertanya :”Ada apa dengannya?” orang-orang itupun menjawab, “Dia telah melawan Zubair”

Haripun terus berlalu, tubuh remaja tersebut semakin kuat dan tekadnya jelas. Sikapnya tegas,
dengan kepribadian yang mulia. Sehingga lengkaplah sosoknya dengan kedewasannya yang
makin sempurna. Dia ambil bagian dalam banyak peristiwa dan kancah pertempuran dengan
keberanian yang mencengangkan, dan keteguhan yang luarbiasa di saat-saat sulit. Tidak
sedikitpun merasa gentar menghadapi musuh-musuh terbaik dan menghempaskan mereka
semua di bawah hunusan pedangnya. Bahkan ketika kemudian dia mendekati usia enam puluh
tahun, tekad tersebut tak pernah pudar dan kekuatannya pun seakan tak berkurang. Ketika dia
menerima angerah syahid, istrinya Atikah bin Zaid mencela sikap pengecut Ibnu Jurmuz yang
telah membunuhnya dengan lick dan berkata :

Begitulah shahabat yang mulia ini pada masa kecilnya, masa mudanya dan masa tuanya.
Berperawakan tinggi, kekar, pemberani dan teguh dalam pendirian. Selalu ikut dalam berbagai
peristiwa, berperang dalam banyak pertempuran, dan menyerbu kedalam kancah peperangan
seolah satu pasukan tentara menyatu dalam dirinya seorang.

6. Masa Kecil
Merupakan sebuah keberuntungan bagi remaja ini yang tumbuh dalam keluarga yang terkenal
dengan kemuliaan dan keberaniannya. Diakui kehormatan wanita-wanitanya dan tinggi
kedudukan mereka. Kakek dari pihak ayahnya, Khuwailid terbunuh pada masa jahiliyah. Ayahnya
Awwam terbunuh dalam perang Fijar yang terkenal saat Zubair masih bayi. Sehingga dia diasuh
oleh ibunya Shafiyyah binti Abdul Muththalib, dan juga oleh pamannya Naufal bin Khuwailid.

Shafiyyah merupakan wanita terpandang dari Quraisy, dia adalah putri dari pemuka Mekah
Abdul Muththalib, dan saudari dari Abu Thalib, Hamzah serta Abbas. Bibi dari
Rasulullah Shallallahualaihi wa Sallam, maka dia mempunyai kedudukan yang tinggi serta
menjadi kebanggan para wanita. Seorang wanita yang cerdas, terhormat, mulia, pemberani dan
teguh pendirian. Mempunyai watak yang keras, dalam jiwanya tersimpan cita-cita yang tinggi
untuk membesarkan putranya menjadi seorang yang tangguh dan pemberani. Mendidiknya
dalam nuansa kesatriaan dan keberanian, serta menghantarkannya menjadi seorang laki-laki
yang berbudi luhur dan bertanggung jawab dengan melaksanakan tanggung jawab yang
dipikulnya dengan sebaik-baiknya.

Sampai sekarangpun wanita masih menjadi kawah candradimuka tempat para pahlawan
dilahirkan. Telah banyak yang telah kit abaca maupun yang kita saksikan nama-nama yang
bersinar dalam perjalanan sejarah yang terdiri dari ulama-ulama dan laki-laki agung lainnya
yang ditempa oleh kejeniusan wanita-wanita yang mempersembahkan kepada dunia model
terhebat dari pendidikan yang benar serta tuntunan yang tiada duanya. Maka sejarahpun
mencatat sepak terjang para laki-laki hebat tersebut, namun sayangnya melupakan ibu-ibu
mereka, dan ini adalah sebuah kezhaliman sejarah!

Shafiyyah menginginkan putranya tumbuh mengikuti kemuliaan orang tua dan paman-
pamannya, mewarisi keagungan mereka, dan mewarisi sifat-sifat terbaik mereka. Baik itu
berupa akal yang cerdas, pemahaman yang baik, keberanian dan kesatriaan, sifat suka
menolong, dan membela kehormatan keluarganya. Maka shafiyyah pun menuntun putranya
untuk meniti tangga demi tangga yang dilalui para laki-laki sejati sejak ia masih remaja.
Mendidiknya dengan budi pekerti yang baik sejak ia masih sangat muda. Menempanya dengan
caranya yang keras, demi menyiapkannya mengarungi kehidupan. Dan untuk
mempersiapkannya jika sewaktu-waktu dipanggil untuk berperang. Agar dia tak gentar untuk
maju jika dibutuhkan oleh keadaan, dan mampu berfikir jernih dengan kecemerlangan akalnya
ketika dihadapkan kepada kebenaran yang telah dicampur adukkan dengan kebatilan.

Ibnu Sa’ad dan Ibnu Asakir meriwayatkan dari Urwah bin Zubair yang berkata, “Suatu ketika
Shafiyyah memukul Zubair yang sudah yatim dengan keras, orang-orang berkata kepadanya,
“Engkau telah membunuhnya, mematahkan hatinya, sungguh kau telah menghancurkan anak
ini!” maka dia menjawab, “Aku memukulnya agar dia menjadi yang pintar dan bisa menghadapi
pasukan musuh.”

Dan diriwayatkan oleh Mush’ab Az-Zubairi dalam kita Nasab Quraisy, dan dinukil oleh Ibnu Hajar
dalam Al-Ishobah, “Suatu ketika shafiyyah memukul Zubair yang masih kecil, dan berlaku keras
kepadanya, kau membencinya!” Shafiyyah menjawab, “Barangsiapa yang mengatakan bahwa
aku membencinya. Sungguh orang itu telah berdusta. Aku memukulnya agar dia menjadi anak
yang pintar sehingga ia bisa menghadapi pasukan musuh.”

Naufal pun berkata, “Hai Bani Hasyim, cukupkanlah kami dari penyai kalian ini.”

7. Masuk Islam

Nikmat Allah atas remaja ini menjadi kian sempurna dengan menjadikannya di antara mereka
yang terpilih untuk beriman kepada Allah dan Rasul nya Shallallahualaihi wa Sallam. Menolong
dan membelanya serta mengikuti cahaya yang diturunkan kepadanya sejak terbitnya fajar
risalah kenabian yang menerangi jazirah arab.

Sungguh amat besar karunia yang dilimpahkan Allah kepada Zubair, tumbuh dari keturunan
terhormat dan mulia, di didik oleh Shafiyyah putri dari pemuka Quraisy dan pemimpin dari
pelayan Ka’bah. Kemudian Allah meletakkannya di bawah keagungan nya dengan memberi nya
hidayah untuk mengikut Rasul Nya Shallallahualaihi wa Sallam dan memuliakannya dengan
mengemban dakwah bersamanya.

Ibnu Ishaq dan yang lainnya menuturkan, “Bahwasanya ketika Abu Bakar masuk Islam, ia
menunjukkan keislamannya. Dan menyeru kepada Allah dan Rasul Nya Shallallahualaihi wa
Sallam. Abu Bakar adalah seorang yang akrab di kalangan masyarakatnya, disukai karena ia
serba mudah. Paling mengenal nasab Quraisy, memahami dengan baik seluk beluk kabilah itu,
yang baik maupun yang jahat. Dia sering didatangi oleh orang-orang dari kaumnya untuk
masalah yang berbeda-beda. Baik itu karena pengetahuannya, karena perdagangannya, ataupun
juga karena keramahannya dalam bergaul. Maka ia pun mengajak merekaa yang ia percaya dari
kaumnya kepada Islam, terdiri dari mereka yang sering bergaul dengannya, sehingga masuk
Islamlah di tangannya Utsman bin Affan, Zubair bin Awwam, Abdurrahman bin Auf, Sa’ad bin Abi
Waqqash, dan Thalhaha bin Ubaidillah. Saat mereka menerima ajakannya, ia membawa mereka
ke hadapan Rasulullah Shallallahualaihi wa Sallam untuk menyatakan keislaman dan kemudian
shalat.”
Hisyam bin Urwah meriwayatkan dari bapaknya Urwah bin Zubair, “Zubair masuk Islam saat ia
berumur 16 tahun.”

Dan riwayat ini dinyatakan shahih oleh Al-Imam Ibnu Abdil Barr, dan dipilih oleh banyak imam,
serta dikuatkan oleh ucapan Mughalthay dalam kitabnya Al-Isyarah ila Siratil
Mushthafa,“Bahwasanya Rasulullah Shallallahualaihi wa Sallam berumur dua puluh empat
tahun ketika Zubair dilahirkan.”

Maka ketika Rasulullah Shallallahualaihi wa Sallam dimuliakan dengan kenabian, Zubair berusia
16 tahun.

Juga ada riwayat yang menyatakan, bahwasanya ia masuk Islam pada umur 8 tahun, serta
riwayat lain yang menyebutkan bahwa Zubair masuk Islam saat berusia 12 tahun.

Dan yang benar adalah riwayat yang pertama, karena Abu Bakar Radhiyallahu Anhu hanya
menyeru pada pemuda dan laki-laki dewasa untuk lebih memperkuat dakwah serta mampu
menanggung berbagai cobaan yang akan menimpa dikemudian hari. Sehinga apa yang bisa
diperbuat oleh anak berusia 8 tahun dalam menghadapi keangkuhan Quraisy dan gelombang
kemusyrikan yang begitu mendarah daging di Mekah?! Kemudian, majelis Abu Bakar hanya
didatangi oleh laki-laki dewasa dan para pemuda, dan bukan anak-anak.

Ini dikuatkan lagi dengan fakta bahwa usia Zubair sama dengan usia Thalhah dan Sa’ad, dan
mereka telah masuk Islam pada umur sekian.

Dan Ibu Zubair, Shafiyyah binti Abdul Muththalib pun tidak pernah melarang keinginan anaknya
yang telah remaja, atau menghalang halanginya dari Islam dan menganut akidah tauhid. Karena
dialah yang pertama kali mendidik anaknya budi pekerti yang baik dan kecerdasan. Serta
mendidiknya menjadi seorang laki-laki yang berjiwa bebas dan meninggalkan taklid buta.

Dia juga senantiasa memperhatikan perilaku dan tindak tanduknya, serta melihat siapa teman-
teman dan tempat berkumpulnya. Diapun melihat kematangan Zubair ketika, mendapati bahwa
ia bersama teman-temannya seperti Thalhah, Sa’ad, dan Ibnu Auf bersama-sama mendatangi
majelsi salah seorang pemuka Quraisy yaitu Abu Bakar yang terkenal dengan keutamaan-
keutamaannya serta kebaikan budi perkertinya. Shafiyyah pun menjadi tenang dengan
pergaulan putranya, dan percaya bahwa itu akan membawa kebaikan baginya.

Di samping itu dia juga telah lama memperhatikan dengan seksama dan mengenal secara dekat
perjalanan hidup keponakannya Muhammad Al-Amin Shallallahualaihi wa Sallam. Shafiyyah
termasuk di antara orang yang paling dekat dengannya, juga paling dekat rumahnya, serta
paling dekat hubungan keluarganya. Lalu keutamaan dan kemuliaan pribadinya telah dikenal
luas, apalagi olehnya sebagai bibi. Dari itu, dia yakin bahwa apa yang dirintis oleh
Rasulullah Shallallahualaihi wa Sallam dalam memikul amanah dari langit, dan mengemban
dakwah serta menyebarkannya, tentunya membawa kebahagiaan dunia dan akhirat.

Untuk itu, Shafiyyah merestui langkah yang diambil oleh putranya, dan menyokongnya.
Memberi dukungan atas jalan yang telah diambil nya untuk beriman kepada Allah dan
Rasulnya Shallallahualaihi wa Sallam. Sehingga tidak ada satupun riwayat dalam perjalanan
hidupnya atau dalam perjalanan hidup anaknya yang menunjukkan bahwa ia melarang atau
menyakiti anaknya ketika ia memproklamirkan keimanannya pada hari-hari pertama dari
kemunculan dakwah. Bahkan ia sendiri termasuk yang masuk Islam lebih dini, dan ikut berhijrah
bersama putranya Zubair, serta banyak peristiwa yang diikutinya bersama
Rasulullah Shallallahualaihi wa Sallam.

Anda mungkin juga menyukai