Anda di halaman 1dari 8

Tentang Eka Kurniawan

Beberapa buku-buku yang hasil karangannya :

Ciri Khasnya :

Apa yang bisa di pelajari :

(lahir di Kota Tasikmalaya, Jawa Barat, 28 November 1975; umur 43 tahun)[1] adalah seorang
penulis asal Indonesia. Ia menamatkan pendidikan tinggi dari Fakultas Filsafat Universitas
Gadjah Mada, Yogyakarta[note 1]

Ia terpilih sebagai salah satu "Global Thinkers of 2015" dari jurnal Foreign Policy.[3]

Debut novel pertamanya meraih banyak perhatian dari pembaca sastra Indonesia, Cantik itu
Luka [note 2] (terbit pertama kali oleh Penerbit Jendela, 2002; terbit kembali oleh Gramedia Pustaka
Utama, 2004; diterjemahkan ke dalam bahasa Jepang oleh Ribeka Ota dan diterbitkan oleh
Shinpu-sha, 2006; dialihbahasakan oleh Annie Tucker (New Directions Publishing, 2015).
Disusul kemudian oleh novel kedua, Lelaki Harimau[1] (Gramedia Pustaka Utama, 2004)
dialihbahasakan oleh Labodalih Sembiring dengan judul Man Tiger (Verso Books, 1 Oktober
2015). Pada tahun 2016, Man Tiger terpilih masuk nominasi panjang penghargaan The Man
Booker International Prize 2016.

Karyanya yang lain adalah dua jilid kumpulan cerita pendek Cinta tak Ada Mati dan Cerita-
cerita Lainnya (Gramedia Pustaka Utama, 2005), dan Gelak Sedih dan Cerita-cerita Lainnya
(Gramedia Pustaka Utama, 2005; di dalamnya termasuk kumpulan cerita pendek Corat-coret di
Toilet). Beberapa cerita pendeknya telah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dan Swedia.
Pada tahun 2014 Eka kembali mengeluarkan novel yang berjudul Seperti Dendam Rindu Harus
Dibayar Tuntas, dan di awal tahun 2015 ini, buku kumpulan cerpennya yang berjudul
Perempuan Patah Hati yang Kembali Menemukan Cinta Melalui Mimpi dirilis.

Kini ia tinggal di Jakarta bersama istrinya, penulis Ratih Kumala, dan seorang anak
perempuannya.

1. Dalam tulisannya, Topsfield, menyitir kembali apresiasi The Jakarta Post yang
menyatakan Eka sebagai salah satu orang yang sedang dalam jalannya menjadi penulis
berpengaruh. Bahkan Benedict Anderson menyatakan bahwa setengah abad setelah
Pramoedya telah lahir penerusnya.[2]
2. ^ Berdasar dua novel pertama yang dialihbahasakan dan dipasarkan secara
internasional, Jon Fasman (Pemimpin Redaksi The Economist biro Asia Tenggara dan
penulis novel The Unpossessed City juga The Geographer’s Library) menyatakan bahwa
apa yang Eka putuskan untuk ditulis pasti layak untuk dibaca[1]

Referens
7 Fakta Eka Kurniawan, Penulis yang Tolak Anugerah Kebudayaan 2019
Novel pertamanya terbit di luar negeri lho

Nama Eka Kurniawan sudah enggak asing lagi di dunia sastra Indonesia. Lulusan Fakultas
Filsafat Universitas Gajah Mada ini punya sederet prestasi mentereng di kesusastraan Indonesia.
Buku-bukunya bahkan sudah banyak diterjemahkan ke berbagai bahasa.

Baru-baru ini, Eka Kurniawan kembali mencuri perhatian. Penulis kelahiran Tasikmalaya tahun
1975 ini kabarnya baru saja menolak penghargaan yang diberikan oleh negara kepadanya.
Mengutip dari Cnnindonesia.com, Eka menolak "Anugerah Kebudayaan dan Maestro Seni
Tradisi 2019" dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud).

Eka menolaknya lantaran menilai negara enggak terlalu peduli pada kebudayaan di Indonesia.
Menurutnya, selama ini negara gagal membuktikan bisa melindungi seniman dan berbagai
macam kerja kebudayaan.

Eka Kurniawan memang dikenal sebagai penulis berwawasan luas dan punya bakat hebat.
Karena itu, Eka sempat digadang-gadang sebagai penerus Pramoedya Ananta Toer, sastrawan
fenomenal Indonesia.

Supaya kamu bisa lebih tahu banyak tentang Eka Kurniawan, berikut ini 7 fakta yang bisa kamu
ketahui tentangnya.

1. Ditolak 4 penerbit dalam negeri, novel "Cantik itu


Luka" berjaya di luar negeri
2. Sebelum namanya besar berkat "Cantik itu Luka", Eka Kurniawan sudah lebih dulu
menerbitkan buku kumpulan cerita pendek berjudul "Corat-Coret di Toilet" (2000).
Kemudian disambung dengan buku kumpulan cerita pendek lainnya seperti "Galak
Sedih" (2005), "Cinta Tak Ada Mati" (2005), dan novel berjudul "Lelaki Harimau".

3. Lelaki Harimau jadi novel pertamanya yang terbit. Namun, rupanya novel pertama yang
Eka tulis adalah "Cantik itu Luka". Tapi novel itu enggak kunjung terbit karena ditolak
oleh 4 penerbit. Namun, mengutip dari Detik.com, nasib novel pertama Eka itu akhirnya
mujur ketika ada sebuah penerbit asal Amerika Serikat, New Directions pada 2015
dengan judul "Beauty is Wound".

4. Berkat novel tersebut, nama Eka pun melejit di Amerika Serikat. Novelnya masuk daftar
100 buku terkemuka The New York Time. Dan Eka pun meraih penghargaan World
Readers Award  2016.

5. Dan sampai saat ini, melansir dari situs pribadinya, novel "Cantik itu Luka" sudah
diterjemahkan ke dalam 34 bahasa. Keren!
6. 2. Sempat enggak percaya diri menerbitkan bukunya di
luar negeri
7. Walau sudah berhasil menerbitkan buku dan cerita pendek di berbagai media massa, Eka
Kurniawan rupanya sempat ragu untuk menerbitkan bukunya di luar negeri. Beruntung,
Eka terus dipaksa oleh profesor dari Cornell University, Benedict Richard O'Gorman
Anderson.

8. Benedict sudah sempat membaca 2 karya novel Eka dan ia merasa sangat tertarik dengan
novel-novel Eka. Karena itu, ia sempat mendorong Eka agar mau mengajukan naskahnya
untuk diterbitkan ke luar negeri. Namun, Eka malah ragu sebab menurutnya novel itu
belum layak terbit di luar negeri.

9. Apalagi, yang ia tahu hanya ada satu penulis Indonesia yang karyanya mendunia, yakni
Pramoedya Ananta Toer. Sementara ia merasa masih jauh dari kapasitas tersebut.

10. Tapi, rupanya perkiraan Eka Salah. Dengan dibantu Tariq Ali, seorang editor dari jurnal
politik The New Left Review  untuk menerjemahkan Cantik itu Luka ke Bahasa Inggris,
novelnya justru menjadi salah satu karya sastra fenomenal di Indonesia.

11. 3. Diganjar ragam penghargaan sastra dari dalam


dan luar negeri
12. Sebelum dianugerahi Anugerah Kebudayaan dan Maestro Seni 2019, Eka Kurniawan
sudah diganjar berbagai penghargaan bergengsi. Dimulai dari dipilihnya Eka sebagai
salah satu Foreign Policy’s Global Thinkers of 2015, kemudian World Readers’ Award
2016 untuk novel Cantik itu Luka atau Beauty Is a Wound, Financial
Times/OppenheimerFunds Emerging Voices 2016 Fiction Award untuk buku Man Tiger,
hingga Prince Claus Award 2018.
13. Sementara untuk penghargaan di dalam negeri yang diterimanya, yaitu IKAPI’s Book of
the Year 2015 untuk novelnya Lelaki Harimau atau Man Tiger dan Penghargaan Sastra
Badan Bahasa 2018 untuk Cinta Tak Ada Mati.

14. Dan tahu enggak, di samping itu berkat novel Man Tiger, Eka masuk nominasi Man
Booker International Prize 2016, salah satu ajang penghargaan sastra paling bergengsi di
dunia. Dengan demikian, Eka menjadi orang kedua yang masuk nominasi di ajang
penghargaan tersebut setelah Pramoedya Ananta Toer.

15. Baca Juga: Mobilitas Tinggi, 5 Rekomendasi Laptop Lenovo untuk Penulis Lepas

16. 4. Gaya sastra Eka terinspirasi dari Pramoedya,


Gabriel Garcia Marquez dan Fyodor Dostoevsky
17. Sebagai seorang penulis, memiliki referensi atau penulis idola sudah menjadi sesuatu
yang lumrah. Karena semakin banyak seorang penulis memiliki referensi maka semakin
banyak amunisi yang dimiliki. Entah itu berkaitan erat dengan gaya kepenulisan,
penciptaan karakter, pembuatan plot, hingga gaya bahasa.

18. Eka Kurniawan pun enggak menampik kalau karya-karyanya banyak dipengaruhi oleh
penulis-penulis lain. Salah satu penulis Indonesia yang cukup memengaruhinya ialah
Pramoedya Ananta Toer. Sementara penulis luar yang cukup memengaruhinya yaitu
Gabriel Garcia Marquez dan Fyodor Dostoevsky.

19. 5. Selain Cantik itu Luka, 2 novel Eka lainnya juga


diterjemahkan ke bahasa asing
20. Cantik itu Luka bisa dikatakan menjadi karya fenomenal yang pernah dilahirkan oleh Eka
Kurniawan. Pasalnya, novel itu berhasil diterjemahkan ke 34 bahasa asing, yang artinya
sudah diterbitkan hampir di 34 negara. Bukan hanya novel Cantik itu Luka, dua novel
Eka lainnya juga diterjemahkan ke bahasa asing.

21. Dua novel tersebut yaitu Lelaki Harimau dan Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar
Tuntas. Melansir dari situs pribadinya, novel Lelaki Harimau sudah diterjemahkan ke 14
bahasa. Mulai dari bahasa China, Perancis, German, Spanyol, Turki, Thailand, Vietnam,
hingga Swedia.

22. Sementara untuk novel Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas sudah
diterjemahkan ke dalam 6 bahasa, yakni Inggris, Arab, China, Perancis, German, dan
Italia. Bahkan, novel ini rencananya akan difilmkan dan Eka bertanggungjawab langsung
sebagai penulis skenario.

23. 6. Profil dan liputannya sudah banyak diangkat di


berbagai media luar negeri

Berkat melambungnya karya Eka Kurniawan, namanya pun menjadi incaran berbagai media luar
negeri. Beberapa liputan dari media luar negeri yang memuat tentang dirinya telah dikumpulkan
Eka di situs pribadinya. Media-media yang pernah mengulasnya pun enggak main-main, mulai
dari The Sun, The Strait Times, The Economist, dan banyak lagi.

Terlepas dari liputan tentangnya di berbagai media yang banyak dimuat, karya-karya novelnya
pun banyak diulas. Dan, tentu saja, Cantik itu Luka atau Beauty is Wound, menjadi novel yang
paling sering diulas. Salah satu media yang mengulasnya adalah New York Times. Beruntungnya,
para kritikus sastra dunia sampai menyandingkan karya Eka Kurniawan dengan karya-karya
Gabriel Garcia Marquez. Enggak heran sih mengingat memang Eka banyak terpengaruh oleh
penulis dunia tersebut.
7. Eka Kurniawan tidak punya aturan dalam menulis
Ketika mendapati ada seorang penulis hebat yang karyanya mendunia, pastinya kita akan sangat
penasaran tentang bagaimana ia menulis, teknik seperti apa yang dia gunakan, hingga bagaimana
ia mengatur napas untuk bisa menulis novel yang cukup menguras otak. Begitu juga yang ingin
diketahui dari Eka Kurniawan.

Melansir dari goodnewsfromindonesia.id, suami Ratih Kumala ini menyebut ada dua cara kalau
kamu ingin menjadi penulis. Pertama, apakah kamu mau menulis cerita yang disebut sebagai
novel, atau apakah kamu mau menulis novel sebagai jalan kepenulisan. Menurut Eka, kalau ingin
cara pertama maka mempelajari aturan-aturan menulis novel dari pada novelis terdahulu sudah
menjadi keharusan. Tapi, untuk pilihan kedua, Eka menyebut tak ada aturan baku yang berlaku.
Karena ia percaya, dalam menulis novel tidak ada aturan baku.

Nah, gimana setelah kamu sekarang sudah tahu banyak tentang Eka Kurniawan? Semoga artikel
ini bisa memotivasi kamu yang ingin menjadi penulis novel hebat untuk terus belajar dan
berkarya, ya!

Mana yang lebih kamu suka, karya fiksi atau non fiksi? Indonesia punya sederet nama penulis
moncer yang telah melahirkan karya-karya berkualitas. Eka Kurniawan salah satunya, penulis
kelahiran Tasikmalaya, 28 November 1975.

Lebih dari 10 buku sudah berhasil Eka terbitkan, ada yang berupa novel, kumpulan cerpen dan
karangan non fiksi. Gaya penulisan Eka punya ciri khas tersendiri yang membuat penggemarnya
selalu gak sabar menanti rilisnya judul baru.

Tulisan-tulisan Eka juga syarat makna dan pelajaran hidup, seperti yang tertuang dalam 6 judul
bukunya di bawah ini. Yuk simak sinopsisnya, rekomendasi bacaan menarik buat kamu nih!

1. Cantik Itu Luka


“Cantik Itu Luka” adalah novel pertama karangan Eka Kurniawan yang terbit pada tahun 2002.
Kisahnya mengambil latar waktu di masa penjajahan, tentang seorang gadis cantik blasteran
Belanda-Indonesia bernama Dewi Ayu.

Kecantikan adalah sesuatu yang diidamkan hampir semua wanita. Tapi bagaimana jika
kecantikan justru membawa petaka? Inilah garis besar kisah Dewi Ayu dalam “Cantik Itu Luka”.

Novel ini menggambarkan potret kehidupan masyarakat di masa lampau. Dunia hanya berisi
peperangan dan kekacauan. Wanita semata dipandang sebagai pemuas libido pria. Pil pahit ini
juga yang mesti ditelan Dewi Ayu dengan kecantikan tiada tara pada parasnya.
‘Luka’ bertambah parah ketika Dewi Ayu melahirkan satu per satu anaknya, semua wanita dan
berparas cantik. Begitu mengandung anak keempat, Dewi Ayu berdoa agar bayinya terlahir
buruk rupa jika kelak berjenis kelamin wanita lagi.

Apa yang dialami Dewi Ayu masih banyak terjadi sampai sekarang. Kecantikan wanita bagai
dua sisi mata uang. Di satu sisi begitu didambakan, tapi di sisi lain kadang membawa petaka.

2. Lelaki Harimau
Novel kedua Eka berjudul “Lelaki Harimau” yang terbit pada tahun 2004. Mengisahkan sebuah
keluarga yang ‘cacat’, sepasang suami-istri bernama Komar dan Nuraeni beserta 3 anak
lelakinya.

Keluarga Komar bukan cacat karena fisik gak lengkap atau ada gangguan mental. Setiap
anggotanya melakukan hal-hal menyimpang yang gak sewajarnya ada di dalam keluarga normal.

Tokoh sentralnya adalah Margio, salah satu anak Komar-Nuraeni yang membunuh selingkuhan
ibunya bernama Anwar Sadat. Ia juga suka melakukan tindakan kasar lainnya. Namun ketika
ditanya apa yang membuat dia melakukan hal-hal keji, Margio selalu menjawab, “Ini adalah
ulah seekor harimau dalam diri saya.”

Membaca “Lelaki Harimau” sampai rampung akan memberimu sebuah pelajaran penting, bahwa
keluarga memang sekolah pertama bagi siapa saja. Margio tumbuh menjadi sosok yang seperti
itu karena ayahnya lebih dulu mengajarkan kekerasan. Lalu semua anggota keluarga terkena
dampak, mulai melakukan hal menyimpang versinya masing-masing.

3. Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas


Sebuah judul yang puitis diberikan untuk novel ke-3 Eka Kurniawan, “Seperti Dendam, Rindu
Harus Dibayar Tuntas”. Tapi jangan berharap isinya melulu soal cinta dan romantisme klasik.
Justru setiap halaman novel ini berisi kata-kata vulgar, dengan gaya penulisan liar yang
memukau.

Ajo Kawir, tokoh utama dalam novel ini, menghadapi permasalahan rumit yang bermula sejak
dia kecil. Kemaluannya gak bisa ‘berdiri’ sampai dia dewasa dan sudah menjadi preman
sekalipun. Melihat perempuan telanjang membangkitkan birahi Ajo Kawir, tapi tetap saja
kemaluannya gak mengalami ereksi.

Permasalahan ini dimulai saat Ajo masih kecil. Dia ketahuan mengintip saat 2 orang polisi
memerkosa seorang perempuan gila. Ajo kemudian diseret masuk dan dipaksa menyaksikan
semuanya dari jarak amat dekat. Sejak itulah kemaluannya menolak berdiri, ada kenangan buruk
tentang perilaku seksual yang membekas di benak Ajo Kawir.

Apakah novel ini fokus pada urusan seksualitas saja? Tuntaskan dulu sampai halaman akhir,
maka kamu akan dibuat terpukau dengan pesan yang coba Eka sisipkan dalam karyanya. Di
akhir cerita, kemaluan Ajo Kawir bisa menegang lagi bahkan ketika dia sudah gak peduli pada
kondisinya.

O
Novel ke-4 Eka berjudul “O”. Ya, memang sesimpel itu hanya satu huruf saja dengan sampul
bergambar seekor monyet. Sinopsis yang tertera pun hanya satu kalimat, “Tentang seekor
monyet yang ingin menikah dengan kaisar dangdut”.

Membaca judul dan sinopsisnya pasti membuatmu bertanya-tanya, apa sih maunya novel ini? Di
halaman pertama kamu akan disambut dengan kalimat “Enggak gampang jadi manusia,” ucap O,
seekor monyet di kawasan Rawa Kalong.

Kawanan monyet di Rawa Kalong memercayai legenda tentang Armo Gundul, seekor monyet
yang berhasil mengubah dirinya menjadi manusia. Sejak itulah beberapa monyet lain
mengimpikan hal yang sama, karena mereka pikir hidup akan lebih enak jika menjadi manusia.

Tapi praktiknya gak semudah itu, perjuangan menjadi manusia ternyata rumit dan penuh
tantangan. Hanya seekor monyet yang gak pantang menyerah, Entang Kosasih namanya yang
merupakan kekasih O. Dia kemudian menghilang setelah berhasil melewati sejumlah rintangan,
dan kabarnya sudah menjadi kaisar dangdut di dunia manusia.

O ingin mengejar kekasihnya, sehingga dia pun harus siap melewati rintangan berat agar menjadi
manusia. Sampai sini, apa pesan moral yang kamu tangkap?

Sebenarnya ini tentang cinta. Gak bisa dimungkiri, cuma cinta yang bisa menggerakkan
seseorang untuk bertindak. Melakukan apa saja untuk sesuatu atau sosok yang dia cinta.
Masalahnya, kadang kita gak tahu apakah sedang mencintai hal baik atau buruk.

5. Corat Coret di Toilet


“Corat Coret di Toilet” adalah kumpulan cerpen karya Eka Kurniawan yang berisi 12 cerita
pendek. Dibanding novelnya, cerpen-cerpen Eka memang lebih ringan dibaca tapi tetap syarat
makna.

Beberapa kisah di buku ini mengandung humor segar, yang membuatmu tertawa sekaligus
berpikir bahwa hidup ini memang enak untuk ditertawakan. Salah satu cerpen dijadikan judul
buku, yaitu “Corat Coret d Toilet”.

Berangkat dari ide sederhana, banyak orang yang tiba-tiba banjir ide saat berada di dalam toilet.
Seperti para pengguna toilet yang Eka ceritakan di tahun 1999. Sambil buang hajat, mereka
memenuhi tembok dengan coretan tentang kritik pada pemerintah, keresahan hidup dan carut
marutnya negeri ini.
6. Perempuan Patah Hati yang Kembali Menemukan Cinta
Melalui Mimpi
Tulisan bertema cinta memang selalu sukses menarik pembaca. Apalagi judul kumpulan cerpen
Eka yang satu ini, “Perempuan Patah Hati yang Kembali Menemukan Cinta Melalui Mimpi”.

Tentang seorang perempuan bernama Maya, ditinggalkan kekasihnya tepat sehari sebelum hari
pernikahan mereka digelar. Pedih, ya? Tapi Maya bukanlah millenials yang bisa semudah itu
mencurahkan kegalauan di sosial media. Dia memilih tidur, meninggalkan sesaat dunia nyata
yang menyakitkan.

Dalam mimpinya, Maya melihat sesosok lelaki bertelanjang dada yang berlarian di pantai
Pangandaran bersama seekor anjing. Gak cuma sekali dua kali, Maya mengimpikannya hampir
setiap hari. Hingga akhirnya dia memberanikan diri berangkat ke Pangandaran, merasa bahwa
mimpi ini adalah pertanda baik yang akan mengobati lukanya.

Kamu pasti pernah kan merasa putus asa pada hidup ini dan mulai memimpikan hal-hal indah?
Hidup memang berawal dari mimpi, tapi tenggelam di dalamnya membawamu makin jauh dari
kenyataan.

Sudah pernah membaca salah satu dari 6 judul buku di atas? Kalau belum, judul nomor berapa
nih yang ingin kamu baca lebih dulu?

Anda mungkin juga menyukai