Anda di halaman 1dari 10

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala Rahmat, sehingga saya dapat
menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam bentuk maupun isinya yang mungkin sangat sederhana.

Makalah ini berisikan Mengenai Budi Otomo dan Serikat Islam Semoga makalah ini dapat
dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman dan juga berguna untuk
menambah pengetahuan bagi para pembaca.

Makalah ini saya akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang saya miliki sangat kurang.
Oleh karena itu saya harapkan kepada para pembaca untuk memberikan masukan-masukan yang
bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.

Bogor, November 2019

Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ i

DAFTAR ISI............................................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang .......................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................... 1

1.3 Tujuan ........................................................................................................ 1

1.4 Metode Pengumpulan Data ....................................................................... 2

1.5 Sistematika ................................................................................................ 2

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Orde Baru................................................................................................... 3

2.2 Stabilitasi dan Rehabilitasi Ekonomi ........................................................ 3

2.3 Kerja Sama Luar Negeri............................................................................. 5

2.4 Pembangunan Nasional ............................................................................. 6

2.5 Dampak Kebijakan Politik dan Ekonomi masa Orde Baru ....................... 9

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan ................................................................................................ 12

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. 13

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Kami disini membuat makalah ini bertujuan agar siswa siswi dapat memahami mengerti mengenai
Budi Utomo dan Serikat Islam. Setelah membaca makalah ini siswa siswai tersebut dapat mengerti
apa yang di maksud dengan Budi Utomo dan Serikat Islam.

Makalah ini di buat bukan hanya siswa siswi tetapi bisa di baca oleh yang lainya karena makalah ini
sangat bermanfaat bagi orang orang yang suka mengenai sejarah. Oleh sebab itu kami membuat
makalah ini agar seluruh manusia bisa memahami atau mengerti kuhusunya mengenai Budi Utomo
dan Serikat Islam.

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Budi Utomo

1.2.2 Sejarah Budi Utomo

1.2.3 Perkembangan Budi Utomo

1.2.4 Serikat Islam

1.2.5 Sejarah Serikat Islam

1.3 Tujuan
Tujuan dibuatnya makalah ini adalah :

1. Memahami Mengenai Budi Utomo dan Serikat Islam

2. Memahami Sejarah Budi Utomo dan Serikat Islam

Selain itu makalah ini kami buat untuk memenuhi tugas Kelompok yang diperintahkan oleh Guru
kami.

1.4 Metode Pengumpulan Data

Metode yang kami gunakan dalam menyusun makalah ini antara lain:

1. Membaca

2. Mencari dari internet.

1.5 Sistematika

Bab I Pendahuluan, yang berisi mengenai latar belakang, rumusan masalah, tujuan, metode
pengumpulan data, dan sistematika.

Bab II Pembahasan, menjelaskan mengenai pengertian, kerakteristik, Kegunaan, cara kerja,


kelamahan, dan perbedaan.

Bab III Penutup, yang berisi pertanyaan, dan kesimpulan.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Budi Utomo

Budi Utomo ( ejaan Soewandi : Boedi Oetomo ) adalah sebuah organisasi pemuda yang didirikan
oleh Dr. Sutomo dan para mahasiswa STOVIA yaitu Goenawan Mangoenkoesoemo dan Soeraji pada
tanggal 20 Mei 1908. Digagaskan oleh Dr. Wahidin Sudirohusodo. Organisasi ini bersifat sosial,
ekonomi, dan kebudayaan tetapi tidak bersifat politik. Berdirinya Budi Utomo menjadi awal gerakan
yang bertujuan mencapai kemerdekaan Indonesia walaupun pada saat itu organisasi ini awalnya hanya
ditujukan bagi golongan berpendidikan Jawa. Saat ini tanggal berdirinya Budi Utomo, 20 Mei,
diperingati sebagai Hari Kebangkitan Nasional.

Pada hari Minggu, 20 Mei 1908, pada pukul sembilan pagi, bertempat di salah satu ruang belajar
STOVIA, Soetomo menjelaskan gagasannya. Dia menyatakan bahwa hari depan bangsa dan Tanah
Air ada di tangan mereka. Maka lahirlah Boedi Oetomo. Namun, para pemuda juga menyadari bahwa
tugas mereka sebagai mahasiswa kedokteran masih banyak, di samping harus berorganisasi. Oleh
karena itu, mereka berpendapat bahwa "kaum tua" yang harus memimpin Budi Utomo, sedangkan
para pemuda sendiri akan menjadi motor yang akan menggerakkan organisasi itu.

Tujuan yang hendak dicapai dari pendirian organisasi Budi Utomo tersebut antara lain:
· Memajukan pengajaran.

· Memajukan pertanian, peternakan dan perdagangan.

· Memajukan teknik dan industri.

· Menghidupkan kembali kebudayaan.

Sepuluh tahun pertama Budi Utomo mengalami beberapa kali pergantian pemimpin organisasi.
Kebanyakan memang para pemimpin berasal kalangan "priayi" atau para bangsawan dari kalangan
keraton, seperti Raden Adipati Tirtokoesoemo, bekas Bupati Karanganyar (presiden pertama Budi
Utomo), dan Pangeran Ario Noto Dirodjo dari Keraton Pakualaman.

2.2. Sejarah Budi Utomo

Organisasi Budi Utomo lahir pada tanggal 20 Mei 1908 dan menjadi tonggak permulaan pergerakan
nasional di Indonesia. Pada awal berdirinya, organisasi Budi Utomo hanya bergerak dalam bidang
pendidikan dan sosial budaya. Organisasi ini mendirikan sejumlah sekolah yang bernama Budi Utomo
dengan tujuan berusaha memelihara serta memajukan kebudayaan Jawa. Anggota Budi Utomo terdiri
dari kalangan atas suku Jawa dan Madura.

Budi Utomo memiliki sejumlah tokoh penting, antara lain: Dr. Sutomo, Dr. Cipto Mangunkusumo,
dan Gunawan Mangunkusumo. Sejak tahun 1915 organisasi Budi Utomo bergerak di bidang politik.
Gerakan nasionalisme Budi Utomo yang berciri politik dilatari oleh berlangsungnya Perang Dunia I.
Peristiwa Perang Dunia I mendorong pemerintah kolonial Hindia-Belanda memberlakukan milisi
bumiputera, yaitu wajib militer bagi warga pribumi.

Dalam perjuangannya di bidang politik, Budi Utomo memberi syarat untuk pemberlakuan wajib
militer tersebut. Syarat tersebut adalah harus dibentuk terlebih dulu sebuah lembaga perwakilan rakyat
(Volksraad). Usul Budi Utomo disetujui oleh Gubernur Jenderal Van Limburg Stirum sehingga
terbentuk Volksraad pada tanggal 18 Mei 1918. Di dalam lembaga Volksraad terdapat perwakilan
organisasi Budi Utomo, yaitu Suratmo Suryokusomo.

Menyadari arti penting manfaat organisasi pergerakan bagi rakyat, maka pada tahun 1920 organisasi
Budi Utomo membuka diri untuk menerima anggota dari kalangan masyarakat biasa. Dengan
bergabungnya masyarakat luas dalam organisasi Budi Utomo, hal ini menjadikan organisasi tersebut
berfungsi menjadi pergerakan rakyat. Kondisi ini dibuktikan dengan adanya pemogokan-pemogokan
buruh untuk menuntut kehidupan yang lebih baik.

Sejak tahun 1930 Budi Utomo membuka keanggotaannya untuk semua bangsa Indonesia. Dalam
bidang politik, Budi Utomo memiliki cita-cita untuk mewujudkan Indonesia merdeka. Dengan
demikian, Budi Utomo telah berkembang menjadi sebuah organisasi dengan sifat dan tujuan
nasionalisme.

Untuk mencapai tujuan tersebut, pada tahun 1935 Budi Utomo menggabungkan diri dengan Partai
Bangsa Indonesia (PBI) yang didirikan oleh Dr. Sutomo. Hasil peleburan Budi Utomo dan PBI adalah
Partai Indonesia Raya (Parindra) yang diketuai oleh Dr. Sutomo.
2.3. Perkembangan Budi Utomo

Budi Utomo mengalami fase perkembangan penting saat kepemimpinan Pangeran Noto Dirodjo. Saat
itu, Douwes Dekker, seorang Indo-Belanda yang sangat properjuangan bangsa Indonesia, dengan
terus terang mewujudkan kata "politik" ke dalam tindakan yang nyata. Berkat pengaruh nyalah
pengertian mengenai "Tanah Air Indonesia" makin lama makin bisa diterima dan masuk ke dalam
pemahaman orang Jawa. Maka muncullah Indische Partij yang sudah lama dipersiapkan oleh Douwes
Dekker melalui aksi persnya. Perkumpulan ini bersifat politik dan terbuka bagi semua orang
Indonesia tanpa terkecuali. Baginya "tanah air api udara" (Indonesia) adalah di atas segala-galanya.

Pada tanggal 3-5 Oktober 1908, Budi Utomo menyelenggarakan kongresnya yang pertama di Kota
Yogyakarta. Hingga diadakannya kongres yang pertama ini, BU telah memiliki tujuh cabang di
beberapa kota, yakni Batavia, Bogor, Bandung, Magelang, Yogyakarta, Surabaya, dan Ponorogo.
Pada kongres di Yogyakarta ini, diangkatlah Raden Adipati Tirtokoesoemo (mantan bupati
Karanganyar) sebagai presiden Budi Utomo yang pertama. Semenjak dipimpin oleh Raden Adipati
Tirtokoesoemo, banyak anggota baru BU yang bergabung dari kalangan bangsawan dan pejabat
kolonial, sehingga banyak anggota muda yang memilih untuk menyingkir. Pada masa itu pula muncul
Sarekat Islam, yang pada awalnya dimaksudkan sebagai suatu perhimpunan bagi para pedagang besar
maupun kecil di Solo dengan nama Sarekat Dagang Islam, untuk saling memberi bantuan dan
dukungan. Tidak berapa lama, nama itu diubah oleh, antara lain, Tjokroaminoto, menjadi Sarekat
Islam, yang bertujuan untuk mempersatukan semua orang Indonesia yang hidupnya tertindas oleh
penjajahan. Sudah pasti keberadaan perkumpulan ini ditakuti orang Belanda. Munculnya gerakan
yang bersifat politik semacam itu rupanya yang menyebabkan Budi Utomo agak terdesak ke
belakang. Kepemimpinan perjuangan orang Indonesia diambil alih oleh Sarekat Islam dan Indische
Partij karena dalam arena politik Budi Utomo memang belum berpengalaman. Karena gerakan politik
perkumpulan-perkumpulan tersebut, makna nasionalisme makin dimengerti oleh kalangan luas. Ada
beberapa kasus yang memperkuat makna tersebut. Ketika Pemerintah Hindia Belanda hendak
merayakan ulang tahun kemerdekaan negerinya, dengan menggunakan uang orang Indonesia sebagai
bantuan kepada pemerintah yang dipungut melalui penjabat pangreh praja pribumi, misalnya, rakyat
menjadi sangat marah.

Kemarahan itu mendorong Soewardi Suryaningrat (yang kemudian bernama Ki Hadjar Dewantara)
untuk menulis sebuah artikel "Als ik Nederlander was" (Seandainya Saya Seorang Belanda), yang
dimaksudkan sebagai suatu sindiran yang sangat pedas terhadap pihak Belanda. Tulisan itu pula yang
menjebloskan dirinya bersama dua teman dan pembelanya, yaitu Douwes Dekker dan Tjipto
Mangoenkoesoemo ke penjara oleh Pemerintah Hindia Belanda (lihat: Boemi Poetera). Namun, sejak
itu Budi Utomo tampil sebagai motor politik di dalam pergerakan orang-orang pribumi.

Agak berbeda dengan Goenawan Mangoenkoesoemo yang lebih mengutamakan kebudayaan dari
pendidikan, Soewardi menyatakan bahwa Budi Utomo adalah manifestasi dari perjuangan
nasionalisme. Menurut Soewardi, orang-orang Indonesia mengajarkan kepada bangsanya bahwa
"nasionalisme Indonesia" tidaklah bersifat kultural, tetapi murni bersifat politik. Dengan demikian,
nasionalisme terdapat pada orang Sumatera maupun Jawa, Sulawesi maupun Maluku.

Pendapat tersebut bertentangan dengan beberapa pendapat yang mengatakan bahwa Budi Utomo
hanya mengenal nasionalisme Jawa sebagai alat untuk mempersatukan orang Jawa dengan menolak
suku bangsa lain. Demikian pula Sarekat Islam juga tidak mengenal pengertian nasionalisme, tetapi
hanya mempersyaratkan agama Islam agar seseorang bisa menjadi anggota. Namun, Soewardi tetap
mengatakan bahwa pada hakikatnya akan segera tampak bahwa dalam perhimpunan Budi Utomo
maupun Sarekat Islam, nasionalisme "Indonesia" ada dan merupakan unsur yang paling penting.

2.4. Serikat Islam

Sarekat Islam pada awalnya adalah perkumpulan pedagang-pedagang Islam yang diberi nama Sarekat
Dagang Islam (SDI). Perkumpulan ini didirikan oleh Haji Samanhudi tahun 1911 di kota Solo.
Perkumpulan ini semakin berkembang pesat ketika Tjokroaminoto memegang tampuk pimpinan dan
mengubah nama perkumpulan menjadi Sarekat Islam. Sarekat Islam (SI) dapat dipandang sebagai
salah satu gerakan yang paling menonjol sebelum Perang Dunia II.

Pendiri Sarekat Islam, Haji Samanhudi adalah seorang pengusaha batik di Kampung Lawean (Solo)
yang mempunyai banyak pekerja, sedangkan pengusaha-pengusaha batik lainnya adalah orang-orang
Cina dan Arab.

Tujuan utama SI pada awal berdirinya adalah menghidupkan kegiatan ekonomi pedagang Islam Jawa.
Keadaan hubungan yang tidak harmonis antara Jawa dan Cina mendorong pedagang-pedagang Jawa
untuk bersatu menghadapi pedagang-pedagang Cina. Di samping itu agama Islam merupakan faktor
pengikat dan penyatu kekuatan pedagang-pedagang Islam.

Pemerintah Hindia Belanda merasa khawatir terhadap perkembangan SI yang begitu pesat. SI
dianggap membahayakan kedudukan pemerintah Hindia Belanda, karena mampu memobilisasikan
massa. Namun Gubernur Jenderal Idenburg (1906-1916) tidak menolak kehadiran Sarekat Islam.
Keanggotaan Sarekat Islam semakin luas.

2.5. Sejarah Serikat Islam

Pada kongres Sarekat Islam di Yogayakarta pada tahun 1914, HOS Tjokroaminoto terpilih sebagai
Ketua Sarekat Islam. Ia berusaha tetap mempertahankan keutuhan dengan mengatakan bahwa
kecenderungan untuk memisahkan diri dari Central Sarekat Islam harus dikutuk dan persatuan harus
dijaga karena Islam sebagai unsur penyatu.

Politik Kanalisasi Idenburg cukup berhasil, karena Central Sarekat Islam baru diberi pengakuan badan
hukum pada bulan Maret 1916 dan keputusan ini diambil ketika ia akan mengakhiri masa jabatannya.
Idenburg digantikan oleh Gubernur Jenderal van Limburg Stirum (1916-1921). Gubernur Jenderal
baru itu bersikap agak simpatik terhadap Sarekat Islam.

Namun sebelum Kongres Sarekat Islam Kedua tahun 1917 yang diadakan di Jakarta muncul aliran
revolusionaer sosialistis yang dipimpin oleh Semaun. Pada saat itu ia menduduki jabatan ketua pada
SI lokal Semarang. Walaupun demikian, kongres tetap memutuskan bahwa tujuan perjuangan Sarekat
Islam adalah membentuk pemerintah sendiri dan perjuangan melawan penjajah dari kapitalisme yang
jahat. Dalam Kongres itu diputuskan pula tentang keikutsertaan partai dalam Voklsraad. HOS
Tjokroaminoto (anggota yang diangkat) dan Abdul Muis (anggota yang dipilih) mewakili Sarekat
Islam dalam Dewan Rakyat (Volksraad).

Pada Kongres Sarekat Islam Ketiga tahun 1918 di Surabaya, pengaruh Sarekat Islam semakin meluas.
Sementara itu pengaruh Semaun menjalar ke tubuh SI. Ia berpendapat bahwa pertentangan yang
terjadi bukan antara penjajah-penjajah, tetapi antara kapitalis-buruh. Oleh karena itu, perlu
memobilisasikan kekuatan buruh dan tani disamping tetap memperluas pengajaran Islam. Dalam
Kongres SI Keempat tahun 1919, Sarekat Islam memperhatikan gerakan buruh dan Sarekat Sekerja
karena hal ini dapat memperkuat kedudukan partai dalam menghadapi pemerintah kolonial. Namun
dalam kongres ini pengaruh sosial komunis telah masuk ke tubuh Central Sarekat Islam (CSI) maupun
cabang-cabangnya. Dalam Kongres Sarekat Islam kelima tahun 1921, Semaun melancarkan kritik
terhadap kebijaksanaan Central Sarekat Islam yang menimbulkan perpecahan.

Rupanya benih perpecahan semakin jelas dan dua aliran itu tidak dapat dipersatukan kembali. Dalam
Kongres Luar Biasa Central Sarekat Islam yang diselenggarakan tahun 1921 dibicarakan masalah
disiplin partai. Abdul Muis (Wakil Ketua CSI) yang menjadi pejabat Ketua CSI menggantikan
Tjokroaminoto yang masih berada di dalam penjara, memimpin kongres tersebut. Akhirnya Kongres
tersebut mengeluarkan ketetapan aturan Disiplin Partai. Artinya, dengan dikeluarkannya aturan
tersebut, golongan komunis yang diwakili oleh Semaun dan Darsono, dikeluarkan dari Sarekat Islam.
Dengan pemecatan Semaun dari Sarekat Islam, maka Sarekat Islam pecah menjadi dua, yaitu Sarekat
Islam Putih yang berasaskan kebangsaan keagamaan di bawah pimpinan Tjokroaminoto dan Sarekat
Islam Merah yang berasaskan komunis di bawah pimpinan Semaun yang berpusat di Semarang.

Pada Kongres Sarekat Islam Ketujuh tahun 1923 di Madiun diputuskan bahwa Central Sarekat Islam
digantikan menjadi Partai Sarekat Islam (PSI). dan cabang Sarekat Islam yang mendapat pengaruh
komunis menyatakan diri bernaung dalam Sarekat Rakyat yang merupakan organisasi di bawah
naungan Partai Komunis Indonesia (PKI).

Pada periode antara tahun 1911-1923 Sarekat Islam menempuh garis perjuangan parlementer dan
evolusioner. Artinya, Sarekat Islam mengadakan politik kerja sama dengan pemerintah kolonial.
Namun setelah tahun 1923, Sarekat Islam menempuh garis perjuangan nonkooperatif. Artinya,
organisasi tidak mau bekerja sama dengan pemerintah kolonial, atas nama dirinya sendiri. Kongres
Partai Sarekat Islam tahun 1927 menegaskan bahwa tujuan perjuangan adalah mencapai kemerdekaan
nasional berdasarkan agama Islam. Karena tujuannya adalah untuk mencapai kemerdekaan nasional
maka Partai Sarekat Islam menggabungkan diri dengan Pemufakatan Perhimpunan-Perhimpunan
Politik Kebangsaan Indonesia (PPPKI).

Pada tahun 1927 nama Partai Sarekat Islam ditambah dengan “Indonesia” untuk menunjukan
perjuangan kebangsaan dan kemudian namanya menjadi Partai Sarekat Islam Indonesia (PSII).
Perubahan nama itu dikaitkan dengan kedatangan dr. Sukiman dari negeri Belanda. Namun dalam
tubuh PSII terjadi perbedaan pendapat antara Tjokroaminoto yang menekankan perjuangan
kebangsaan di satu pihak, dan di pihka lain dr. Sukiman yang menyatakan keluar dari PSII dan
mendirikan Partai Islam Indonesia (PARI). Perpecahan ini melemahkan PSII. Akhirnya PSII pecah
menjadi PSII Kartosuwiryo, PSII Abikusno, PSII, dan PARI dr. Sukiman.

Sejarah perjalan serikat Dagang Islam mengalami pasang surut,didalam percaturan politik tanah
air,sejak jaman penjajahan belanda sampai saat ini, Namun yang harus kita ambil pelajaran bahwa
cita-cita dari organisasi Seikat Dagang Islam dalam melepaskan diri dari segala bentuk penjajahan,
itulah yang harus menjadi insvirator dan motivator bagi kita generasi muda hari ini untuk terus
berjuang memajukan bangsa dan Negara

Adapun faktor-faktor yang mendorong didirikannya Serikat Islam adalah:


· Faktor ekonomi, yaitu untuk memperkuat diri menghadapi Cina yang mempermainkan
penjualan bahan baku batik.

· Faktor agama, yaitu untuk memajukan agama Islam.

Tujuan Serikat Islam meliputi:

· Mengembangkan jiwa dagang,

· Membantu para anggota yang mengalami kesulitan dalam bidang usaha,

· Memajukan pengajaran dan semua usaha yang menaikkan derajat rakyat,

· Memperbaiki pendapat yang keliru mengenai agama Islam, dan

· Hidup menurut perintah agama.

Adapun faktor-faktor yang menyebabkan Serikat Islam cepat berkembang adalah:

· Kesadaran sebagai bangsa yang mulai tumbuh,

· Sifatnya kerakyatan,

· Didasari agama Islam,

· Persaingan dalam perdagangan, dan

· Digerakkan para ulama.

Kongres Serikat Islam pertama pada bulan Januari 1913 di Surabaya dengan hasil:

· Menegaskan bahwa Serikat Islam bukan partai politik,

· Serikat Islam tidak bermaksud melawan pemerintah Belanda,

· Memilih HOS Cokroaminoto sebagai ketua, dan

· Menetapkan Surabaya sebagai pusat Serikat Islam.

Pada tahun 1914 berdiri organisasi berpaham sosialis yang didirikan oleh Sneevlit, yaitu ISDV
(Indische Social Democratische Vereeniging). Namun organisasi yang didirikan orang Belanda di
Indonesia ini tidak mendapat simpati rakyat, oleh karena itu diadakan “Gerakan Penyusupan” ke
dalam tubuh Serikat Islam yang akhirnya berhasil mempengaruhi tokoh-tokoh Serikat Islam muda
seperti Semaun, Darsono, Tan Malaka, dan Alimin.

Akibatnya banyak anggota Serikat Islam yang menjadi sosialis terutama Serikat Islam cabang
Semarang. Sejak inilah keanggotaan Serikat Islam pecah menjadi dua yang disebut Serikat Islam
Merah yang berhaluan Komunis dan Serikat Islam Putih yang asli. Serikat Islam Merah dipimpin oleh
Semaun dan Tan Malaka, Serikat Islam Putih dipimpin oleh Agus Salim dan Abdul Muis,
Cokroaminoto.
Kyai Agus Salim melakukan tindakan:

· Mengadakan disiplin partai,

· Meningkatkan pendidikan kader Serikat Islam dalam rangka memperkuat organisasi,


Mengubah CSI (Central Serikat Islam) menjadi PSI (Partai Serikat Islam) (tahun 1923), kemudian
diubah lagi menjadi PSII (Partai Serikat Islam Indonesia) (tahun 1929), dan

· Memperkuat pengaruh agama dalam organisasi.

· Tindakan pengurus Serikat Islam tersebut dilawan oleh pimpinan Serikat Islam Merah dengan
mendirikan kantor Serikat Islam Merah dimana Serikat Islam Putih berada.

BAB III

PENUTUP

3. 1 Kesimpulan

Budi Utomo ( ejaan Soewandi : Boedi Oetomo ) adalah sebuah organisasi pemuda yang didirikan
oleh Dr. Sutomo dan para mahasiswa STOVIA yaitu Goenawan Mangoenkoesoemo dan Soeraji pada
tanggal 20 Mei 1908. Digagaskan oleh Dr. Wahidin Sudirohusodo

Tujuan yang hendak dicapai dari pendirian organisasi Budi Utomo tersebut antara lain:

· Memajukan pengajaran.

· Memajukan pertanian, peternakan dan perdagangan.

· Memajukan teknik dan industri.

· Menghidupkan kembali kebudayaan.

Budi utomo merupakan organisasi yang pertama berdiri sebagai pelopor pergerakan nasional maka
pada tanggal kelahirannya yakni 20 Mei 1908 dijadikan sebagai hari Kebangkitan Nasional.

Sarekat Islam pada awalnya adalah perkumpulan pedagang-pedagang Islam yang diberi nama Sarekat
Dagang Islam (SDI). Perkumpulan ini didirikan oleh Haji Samanhudi tahun 1911 di kota Solo.
Perkumpulan ini semakin berkembang pesat ketika Tjokroaminoto memegang tampuk pimpinan dan
mengubah nama perkumpulan menjadi Sarekat Islam.
Tujuan Serikat Islam adalah:

· Mengembangkan Jiwa Dagang

· Membantu pengajaran dan membantu semua kegiatan yang mempercepat naiknya derajat
bangsa

· Memperbaiki pendapat pendapat yang keliru tentang agam Islam

· Hidup menurut perintah Agama Islam

Kongres Serikat Islam pertama pada bulan Januari 1913 di Surabaya dengan hasil:

· Menegaskan bahwa Serikat Islam bukan partai politik,

· Serikat Islam tidak bermaksud melawan pemerintah Belanda,

· Memilih HOS Cokroaminoto sebagai ketua, dan

· Menetapkan Surabaya sebagai pusat Serikat Islam.

Anda mungkin juga menyukai