“ BAKPAO ”
Disusun Oleh :
1. Khairul Anas (1403035097)
2. Arnold Tanjunga (1403035091)
3. Adi Sopyan (1403035092)
4. Harman (1403035095)
5. Ariffin (1403035099)
6. Arnoldus Yansen Lang (1403035102)
DAFTAR ISI.................................................................................................... i
BAB I Pendahuluan.......................................................................................1
2.1 Roti...........................................................................................................2
2.2 Bakpao.....................................................................................................2
BAB IV Pembahasan.....................................................................................8
BAB V Penutup............................................................................................12
Daftar Pustaka..............................................................................................13
i
BAB 1
PENDAHULUAN
Makanan memang satu hal yang tak dapat dipisahkan dalam kehidupan manusia.
Keberadaannya kini seolah menjadi kekayaan dunia kuliner. Namun, tak dapat dipungkiri
bahwa sering kita jumpai makanan yang tidak bergizi akibat bahan baku yang tidak
berkualitas dan cara pengolahan yang dinilai salah. Pengolahan makanan yang benar
berpengaruh terhadap cita rasa makanan, maupun kandungan nutrisi yang terkandung
dalam setiap bahan makanan. Berbicara tentang cara pengolahan makanan, tentu kita
semua tidak asing dengan kata fermentasi. Fermentasi makanan merupakan proses
pengolahan makanan dengan bantuan mikrooganisme sehingga diperoleh sifat-sifat
produk sesuai yang diharapkan. Jadi, makanan fermentasi memiliki kandungan manfaat
yang lebih dibandingkan dengan makanan cepat saji yang tersebar di pasaran. Tak hanya
itu, makanan fermentasi juga dapat menyelamatkan makanan dari berbagai masalah,
seperti pembusukan atau basi pada makanan, sehingga dapat juga dikatakan bahwa
makanan fermentasi memiliki daya simpan atau keawetan yang lebih lama.
Bakpao (Hanzi: 肉 包 , hanyu pinyin: roubao) merupakan makanan tradisional
Tionghoa. Dikenal sebagai bakpao di Indonesia karena diserap dari bahasa Hokkian yang
dituturkan mayoritas orang Tionghoa di Indonesia. Bakpao sendiri berarti harfiah adalah
baozi yang berisi daging. Baozi sendiri dapat diisi dengan bahan lainnya seperti daging
ayam, sayur-sayuran, serikaya manis, selai kacang kedelai, kacang azuki, kacang
hijau,dan sebagainya, sesuai selera. Bakpao yang berisi daging ayam dinamakan kehpao.
Kulit bakpao dibuat dari adonan tepung terigu yang setelah diberikan isian, lalu dikukus
sampai mengembang dan matang. Pao itu berati “bungkusan”, Bakpao berarti
“Bungkusan-bak” , bak itu artinya daging. Untuk membedakan bakpao tanpa daging
(vegetarian) dari bakpao berdaging biasanya di atas bakpao diberi titikan warna.
1.2 Tujuan
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Roti
Roti adalah makanan yang terbuat dari tepung terigu, air, dan ragi yang
pembuatannya melalui tahap pengulenan, fermentasi (pengembangan), dan
pemanggangan dalam oven. Bahan dan proses yang dilaluinya membuat roti memiliki
tekstur yang khas. Dilihat dari cara pengolahan akhirnya, roti dapat dibedakan menjadi
tiga macam, yaitu roti yang dikukus, dipanggang, dan yang digoreng. Bakpao dan
mantao adalah contoh roti yang dikukus. Donat dan panada merupakan roti yang
digoreng. Sedangkan aneka roti tawar, roti manis, pita bread, dan baquette adalah roti
yang dipanggang (Sufi, 1999).
2.2 Bakpao
Sejarah Bakpao sendiri berasal dari salah satu bagian kecil dari roman terbaik
sepanjang masa, Sānguó Yǎnyì. Zhuge Liang (181 – 234) adalah salah satu ahli strategis
terbaik China, juga sebagai perdana menteri, insinyur, ilmuwan, dan penemu legendaris
bakpao.
Cerita ini berawal pada zaman tiga negara (sam kok) ketika terjadi pemberontakan
besar-besaran di daerah selatan Tiongkok, perdana menteri Tiongkok saat itu, Zhuge
Liang meminta izin kepada kaisarnya, Liu Chan untuk menumpas pemberontakan di
selatan itu, terkenal dengan sebutan ‘The Southern Campaign’ – Suku selatan itu disebut
3
juga ‘Nanman’ atau ‘orang barbar dari selatan’. Raja di daerah selatan yang memberontak
itu bernama Meng Huo.
Tak lama setelah Liang sampai di daerah selatan itu, Liang sudah mengalahkan
Meng Huo 7 kali dan membebaskan 7 kali juga, dimana pada saat pembebasan
ketujuhnya Meng Huo akhirnya menyerah dan berjanji tidak akan memberontak lagi
kepada Shu Guo (saat itu belum ada sebutan Zhong Guo karena Tiongkok masih terpecah
menjadi tiga negara: Shu, Wu, Wei).
Setiap kali membebaskan Meng Huo, Zhuge Liang selalu ditentang oleh jenderal-
jenderalnya: “ Kenapa dia dibebaskan ? Bagaimana jika dia memberontak lagi? ”, Liang
dengan tenang menjawab: “ Aku dengan mudah dapat menangkapnya kembali semudah
mengeluarkan tanganku dari saku. Kini aku sedang mengalahkan hatinya ”
Zhuge Liang tahu jika Meng Huo ditangkap dan dibunuh, akan ada pengganti
Meng Huo lainnya dan memberontak ke Shu, karena itu dia pikir lebih baik membuat
pemimpin daerah selatan yang berpengaruh ini berpihak kepadanya dan Meng Huo bisa
memimpin daerah selatan untuk setia kepada Shu.
Pada peperangan yang terakhir, yang ketujuh kalinya, Zhuge Liang membuat
Meng Huo masuk ke lembah yang dikelilingi pegunungan. Dilembah itu Liang menaruh
kereta pengangkut makanan. Ketika melihat kereta itu, Meng Huo langsung tertarik dan
memimpin pasukannya masuk ke lembah itu.
Setelah pasukan Meng Huo mendekati kereta pengangkut makanan itu, ternyata
kereta itu tidak berisi makanan melainkan bubuk mesiu! Langsung saja pasukan Shu yang
sudah menunggu di kaki gunung memanah kereta-kereta yang penuh bubuk mesiu itu
dengan panah api. Terjadi ledakan besar-besaran di lembah itu, dan dalam sekejap lembah
itu menjadi lautan api yang menewaskan hampir semua pasukan Meng Huo.
Kemenangan ini tidak membuat Liang senang, ia hanya agak menyesali: “Jasaku
sangat besar kepada negara, namun dosaku juga sangat besar kepada Langit(Tian/Tuhan);
semoga Langit berkenan mengampuniku karena aku hanya menjalankan kewajiban
menjaga keamanan negara.” Setelah kejadian ini, Meng Huo kembali ditangkap pasukan
Liang.
Ketika Liang menemui Meng Huo, ia langsung melepaskan ikatan tali Meng Huo
dan berkata: “ Silahkan anda pergi lagi dan mempersiapkan pasukan baru anda untuk
bertarung kembali ”. Mendengar itu Meng Huo terharu dan berkata: “ Tujuh kali
tertangkap, tujuh kali juga dibebaskan! Kejadian seperti ini seharusnya tidak pernah dan
tidak akan terjadi!! Meskipun aku tidak punya adat istiadat, aku masih punya upacara
4
keagamaan yang masih menjunjung etika. Tidak, aku tidak sehina itu! ” Setelah kejadian
ini, suku selatan tidak pernah memberontak lagi kepada Shu.
Ketika dalam perjalanan akan kembali ke Cheng Du (ibu kota Shu), Zhuge Liang
harus melewati sungai besar. Di sungai itu Liang tertahan karena selalu saja ada
gelombang besar dan badai ketika pasukan Shu akan menyeberang. Zhuge Liang
kemudian meminta pendapat Meng Huo yang ikut mengantar Liang dan Meng Huo
berkata: “Sejak zaman nenek moyang kami, orang yang ingin melewati sungai itu harus
melemparkan 50 kepala manusia untuk persembahan kepada roh sungai ”
Karena Liang tidak mau membuat pertumpahan darah lagi, ia membuat kue yang
menyerupai kepala manusia: bulat namun rata didasarnya, dan kue ini disebut bakpao
(baozi). Sekarang, meskipun banyak yang tidak mengetahui asal usulnya, bakpao telah
populer di seluruh dunia sebagai salah satu makanan tradisional Cina. Posisi bakpao
bahkan sanggup menggantikan nasi seperti yang terlihat pada film Shaolin.
5
BAB III
METODOLOGI
3.1 Alat
Adapun alat-alat yang digunakan dalam pembuatan bakpao ini, diantaranya:
Mangkuk besar
Langseng atau dandang
Mangkuk kecil
Kain untuk melapisi tutup langseng
Sendok
3.2 Bahan
Bahan yang digunakan dalam pembuatan bakpao terdiri atas dua komponen, yaitu
bahan adonan dan bahan isian. Berikut ini bahan-bahan yang dibutuhkan untuk
membuat adonan dan isian bakpao, adalah:
a. Bahan Adonan
Terigu : ½ kg
Santan : 200 mL
Ragi instan (fermipan) : 1 sdt
Garam : ½ sdt
Gula putih secukupnya : 50 gr
b. Bahan Isian
Kelapa parut : 1 buah kelapa
Garam : ½ sdt
Gula putih : 250 gr
Daun pandan : 2 lembar
Pewarna makanan (hijau)
1. Mencampurkan terigu, dan gula, ragi instan dalam sebuah mangkuk besar.
2. Menuangkan santan secara bertahap dan menambahkan garam secukupnya
sambil menguleni hingga kalis.
3. Mendiamkan adonan selama 45 menit sambil ditutup dengan kain.
4. Jika adonan tadi telah mengembang, pukul-pukul adonan dan uleni kembali
agar udara yang ada di dalam adonan terbuang.
5. Lalu, adonan tersebut dibentuk bulat-bulat besar, dan diamkan kembali
selama 10 menit hingga adonan mengembang lagi.
6
2. Menambahkan pewarna makanan dan daun pandan. Aduk hingga rata sampai
kelapa parut berwarna hijau semua.
3. Memasak kelapa parut tersebut dengan api sedang, sambil diaduk.
4. Menambahkan gula pasir kedalam kelapa tersebut dan aduk kembali hingga
kelapa tercampur gula secara merata. Jika kelapa parut telah matang dan gula
telah tercampur dengan kelapanya, lalu mematikan kompor dan
mendinginkannya sebentar.
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1.3 Ragi
Merupakan zat yang mengandung mikroorganisme yang melakukan fermentasi
dan media biakan bagi mikroorganisme tersebut. Media biakan ini dapat berbentuk
butiran-butiran kecil atau cairan nutrien.
Pada proses fermentasi, ragi akan mengembangkan adonan dari gas CO 2 hasil
fermentasi ragi dan gula. Ragi juga berfungsi untuk melunakkan gluten dengan asam
yang dihasilkan saat fermentasi. Ragi pula yang menghasilkan aroma khas pada bakpao.
Ragi ada bermacam-macam, diantaranya ragi segar, ragi instan dan ragi koral.
Penggunaannya pun berbeda beda. Namun, dalam pembuatan bakpao ini, ragi yang
dianjurkan adalah ragi instan. Aplikasinya tanpa dilarutkan terlebih dahulu, dapat
langsung dicampurkan dalam tepung, dikemas dalam kemasan tanpa udara (vacuum
packed) dan memiliki umur kadaluarsa 2 tahun dalam kemasannya. Kelebihan lain dari
pada ragi instan ini adalah menghasilkan fermentasi yang lebih konsisten, dan
penyimpanan yang sangat mudah (pada suhu ruang normal).
Ragi yang sudah rusak tidak layak untuk digunakan dalam pembuatan makanan
karena sudah tidak dapat berfermentasi lagi. Agar kondisinya tetap baik, ragi harus
disimpan pada suhu 4,50C. Kondisi ragi akan semakin buruk apabila disimpan pada udara
yang panas karena akan meyerap panas dan kemudian akan beremah. Adanya remah
merupakan pertanda bahwa dalam diri ragi telah terjadi fermentasi yang dikenal dengan
istilah autolysis yang disebabkan oleh enzim dari ragi itu sendiri. Pada akhirnya ragi akan
berubah wujud menjadi massa yang sedikit lengket, berbau tidak enak, berwarna gelap
dan tidak bermanfaat lagi. Ragi tidak boleh dicampur dengan garam, gula, atau larutan
garam maupun gula yang pekat. Pada saat membuat adonan, sebaiknya ragi tidak
langsung dicampur dengan kedua unsur tersebut (garam dan gula).
4.1.4 Santan
Penambahan santan kedalam adonan bakpao berfungsi untuk membuat tekstur
adonan menjadi lebih lemas sehingga pada tahap pembulatan adonan, adonan menjadi
lebih mudah dibentuk bulat besar. Selain itu, santan juga berfungsi untuk menimbulkan
rasa gurih dan melembutkan tekstur bakpao.
8
4.1.5 Garam
Garam juga kita perlukan dalam pembuatan bakpao. Fungsinya untuk
membangkitkan rasa gurih dan lezat, menambah kekuatan gluten dan mengontrol waktu
fermentasi. Garam ditambahkan dalam jumlah kecil. Tujuan utama penambahan garam
adalah untuk mengendalikan proses fermentasi.
Dalam membuat adonan bakpao, perlu dihindari terjadinya kontak antara garam
dengan khamir atau ragi roti secara langsung. Untuk menghindari kontak tersebut, maka
khamir dicampur lebih dahulu dengan tepung terigu, kemudian dimasukkan bahan-bahan
lain selain garam, terakhir baru ditambahkan garam.
4.2.2 Penimbangan
Semua bahan ditimbang sesuai dengan formula. Penimbangan bahan harus
dilakukan dengan benar agar tidak terjadi kesalahan dalam penggunaan jumlah bahan.
Ragi, garam, dan bahan tambahan merupakan bahan yang dibutuhkan dalam jumlah
sedikit, tetapi sangat penting agar dihasilkan bakpao yang berkualitas baik sehingga harus
diukur dengan teliti. Dalam penimbangan, sebaiknya tidak menggunakan sendok atau
cangkir sebagai takaran (Mujajanto, 2004)
9
licin, kalis, elastis. Tanda paling mudah dikenali pada adonan kalis adalah, bila dibulatkan
adonan tampak licin permukaannya. Bila masih tidak licin, pasti adonan belum kalis
sempurna. Jaminan utama bila adonan licin sempurna, bakpao pasti akan ‘jadi’ sempurna
pula, karena tugas selanjutnya hanyalah melakukan proses pembentukan bakpao,
pengisian dan fermentasi.
Proses ini merupakan tahap yang sangat penting dalam pembuatan bakpao.
Pengadukan membuat adonan menjadi homogen, serta membentuk dan melunakkan
gluten sehingga memungkinkan adonan menahan gas ketika proses pengembangan
(fermentasi).
Pengadukan yang terlalu singkat menyebabkan adonan lengket, tidak elastis, dan
tidak lembut. Sebaliknya, pengadonan yang terlalu lama menyebabkan adonan berair,
lengket, lunak, dan gluten kehilangan elastisitasnya. Akibatnya, bakpao mengerut
kembali setelah pengukusan.
Lamanya waktu pengadukan dipengaruhi komposisi bahan dan banyaknya
adonan. Secara umum, pengadukan dengan mixer dilakukan selama 10-12 menit,
sedangkan pengadukan dengan tangan (secara manual) memerlukan waktu 20-40 menit.
Pengadukan dilakukan hingga adonan menjadi kalis. Ciri-ciri adonan telah kalis yaitu,
adonan tidak menempel di mangkuk adonan atau tangan.
Jadi, tujuan pengadukan adalah untuk membuat dan mengembangkan daya rekat
adonan. Pengadukan harus berlangsung hingga tercapai perkembangan optimal dari
gluten dan penyerapan airnya.
4.2.8 Pembentukan
Pada tahap ini, adonan yang berbentuk bulat-bulat tadi, kemudian digiling agar
gas dalam adonan dapat keluar. Dengan begitu, adonan lebih mudah dibentuk seperti
bentuk bakpao pada umumnya. Pada tahap ini, bahan isi bakpao dapat ditambahkan
kedalam adonan.
4.2.9 Pengukusan
Setelah dibentuk sesuai bentuk bakpao pada umumnya, adonan siap dikukus di
dalam langseng. Proses pemasakan bakpao memerlukan suhu mulai dari suhu 26°C-
100°C. Proses ini menghasilkan penguapan alkohol dan air. Dan yang perlu diperhatikan
ketika pengukusan bakpao adalah tutup langseng harus dilapisi dengan kain supaya ketika
terjadi penguapan, uap airnya tidak menetes ke bakpao yang dapat menyebabkan kulit
bakpao menjadi kasar dan kempes. (Anomim 3, 2007).
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Pertanian. 2009. Badan Pusat Statistik dan Direktorat Jenderal Tanaman
Pangan. Jakarta.
Greenwood, C.T. dan D.N. Munro. 1979. Carbohydrates. Di dalam: T.R. Muchtadi, P.
Hariyadi, dan A.B. Ahza. 1987. Teknologi Pemasakan Ekstrusi. Pusat Antar
Universitas. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Johnson, L. A. dan J. B. May. 2003. Wet milling: the basis for corn biorefineries. Di
dalam: Corn : Chemistry and Technology, 2nd edition. White, P. J. dan L. A.
12
Johnson (eds.). American Association of Cereal Chemistry Inc. St. Paul,
Minnesota, USA
Kent NL, Evers AD. 1994. Technology of Cereals; An Introduction for Student of Food
Science and Agriculture. Ed ke-4. Oxford: Elseveir Science Ltd.
Liu, Z., and Han, J.H., 2005. Film-forming Characteristics of Starches. J.Food Science 70
(1):E31-E36
Mudjajanto, E.S. Dan Yulianti L.N., 2004. Membuat Aneka Roti. Penebar Swadaya.
Jakarta.
13
Murthado, T. 2007. Seri Makanan Favorit Bolu Gulung. Gramedia Pustaka
Utama. Jakarta.
Rahim, A. 2007. Pengaruh Cara Pengolahan Instan Starch Noodle dari Pati
Aren Terhadap Sifat Fisikokimia Dan Sensoris. Tesis Ilmu Dan
Teknologi Pangan. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.
Utami, Desi. C. 2009. Divertifikasi Produk Olahan Buah Waluh dan Prefensi
Konsumen di “UD. Bakpao Waluh” Singosari-Malang Jurusan
Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Malang.
Xu, Y.X., K.M.Kim, Hanna M.A., and Nag D., 2005. Chitosan Starch Composite
Film: Preparation and Characterization. Industrial Crops and
Products. 21: 185-192.doi: 10.1016/j.indcrop.2004.03.002.