PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Kebudayaan lokal Indonesia adalah kebudayaan yang hanya
dimiliki oleh bangsa indonesia dan setiap kebudayaan mempunyai ciri
khas masingmasing. Bangsa indonesia juga sangat mempunyai
kebudayaan local yang sangat kaya dan beraneka ragam oleh sebab
itu sebagai penerus kita wajib menjaganya karena ketahanan
kebudayaan lokal berada pada generasi mudanya dan jangan sampai
kita terbuai apalagi terjerumus pada budaya asing karena tidak semua
budaya asing sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia bahkan
tidak sedikit kebudayaan asing membawa dampak negatif. Sebagai
negara kepulauan pasti sulit untuk mempertahankan persatuan dan
kesatuan antara masyarakat. Namun hal itu pasti bisa terwujud jika
kita perduli untuk menjaga, mempelajari, serta melestarikan sehingga
kebudayaan lokal yang sangat kaya di Indonesia ini tetap utuh dan
tidak punah apalagi sampai dibajak atau dicuri oleh negara lain karena
kebudayaan tersebut merupakan identitas suatu bangsa dan negara.
dengan
yang
datang:
mulai
proses
dari
memetik
daun
sirih,
2
menyungguhkan
sirih
dalam
cerana.
Disinilah
timbul
sama
seperti
merekam
budaya
Aceh,
tari
yang
BAB II
PEMBAHASAN
A. PEMBAHASAN MATERI
a. Tari Ranup Lampuan
merupakan salah satu tarian tradisional yang berasal dari
daerah Aceh. Tarian ini termasuk tarian penyambutan yang
biasanya dibawakan oleh penari wanita dengan menyuguhkan
sirih sebagai tanda terima masyarakat. Tari Ranup Lampuan
merupakan salah satu tarian tradisional yang cukup terkenal di
Aceh, dan sering ditampilkan untuk menyambut para tamu
terhormat maupun acara penyambutan adat lainnya.
b. Fungsi Dan Makna Tari Ranup Lampuan
Tari Ranup Lampuan lebih difungsikan sebagai tarian
penyambutan adat atau penyambutan para tamu terhormat
yang sedang berkunjung ke sana. Tarian penyambutan ini selalu
identik dengan sirih dan puan, yang dalam tradisi masyarakat
Aceh memiliki nilai-nilai dan makna khusus di dalamnya. Dalam
adat masyarakat Aceh, sirih dan puan dapat dimaknai sebagai
simbol persaudaraan antar masyarakat. Sehingga ketika tamu
disuguhkan sirih tersebut,berarti dia sudah diterima dengan baik
oleh masyarakat di sana. Begitu juga apabila tamu sudah
menikmati suguhan tersebut, berarti dia menerima sambutan
baik yang diberikan oleh masyarakat di sana.
c. Pertunjukan Tari Ranup Lampuan
Tari Ranup Lampuan biasanya dibawakan oleh para penari
wanita. Jumlah penari tersebut biasanya terdiri dari 5-7 orang
penari. Dalam pertunjukannya, para penari dibalut dengan
busana tradisional yang cantik serta membawa puan dan sirih
yang nantinya akan disuguhkan kepada para tamu. Dengan
diiringi oleh alunan musik tradisional, mereka menari dengan
gerakannya yang khas di hadapan para tamu dan penonton.
Gerakan dalam Tari Ranup Lampuan ini biasanya didominasi
oleh gerakan lemah lembut yang melambangkan kesopanan
dilakukan
agar
terlihat
menarik,
namun
tidak
tarian
ini
maka
di
lengkapi
dengan
propeti
tapi
semua
tarian
yang
diperagakan
dengan
haram
karena
pergerakannya
berlebihan
dalam
10
2. Culture Knowledge
Merupakan pelestarian budaya yang dilakukan dengan cara
membuat suatu pusat informasi mengenai kebudayaan yang
dapat difungsionalisasi kedalam banyak bentuk. Tujuannya
adalah
untuk
pengembangan
edukasi
ataupun
kebudayaan
itu
untuk
sendiri
kepentingan
dan
potensi
peran
yang
cukup
strategis
dalam
upaya
mengimplementasikan
kebijakan-kebijakan
yang
penampilan
kebudayaan-kebudayaan
daerah
11
12
lainnya
Keberadaan Tari Ranup Lampuan tidak menjadi benturan-
2. Aspek negatif
secara ekstrim
Secara tekstual (jumlah penari, music pengiring, kostum,
pola lantai, dll) bentuk penyajian Tari Ranup Lampuan
mengalami pergeseran
Tradisi sawer bertentangan dengan nilai normative yang
berlaku di Aceh sehingga terlihat seperti satu bentuk
pelecehan kepada bentuk kesenian Tari Ranup Lampuan.
(sawer bukan budaya aceh melainkan berkembang di
jawa dan daerah lain Nusantara)
Namun demikian sangatlah penting adanya rasa tanggup
inti
yang
Seni
tari
tradisional
Aceh
mempunyai
keindahan
yang
15
gerak
tari
tradisional
Aceh
dewasa
ini?,
(2)
dengan kelompok tari lainnya. Hal ini dapat dilihat di antaranya pada
gerak melangkah (ada yang mehentakkan kaki dan ada yang
melangkah biasa). Pada gerak memetik sirih dan mengancip pinang
ada
kelompok
yang
melakukan
dan
ada
pula
yang
tidak
melakukannya.
Pada tari saman terdapat beberapa gerak dan juga ritme yang
khas. Gerak yang ada dalam saman banyak di antaranya singkih,
lingang, tungkuk, langak, anguk, girik, gerak selalu, gerutup, guncang,
dan surang-saring. Ritme yang ada dalam saman adalah rengum,
dering, sek, redet, dan saur. Setiap tari saman yang dimainkan harus
sesuai dengan gerak serta ritme yang ada dalam tari saman karena
memang seperti wujud dari saman. Oleh karena itu, jika ada tari yang
menamakan tari saman yang tidak sesuai dengan pola yang ada,
bukan merupakan tari saman.
Ketimpangan gerak tari saman, dewasa ini kerap terjadi dan
bahkan terdapat gerakan-gerakan yang tidak dilakukan atau dilakukan
dengan tidak sempurna. Tidak dilakukannya salah satu gerak dalam
tari saman atau tidak sesuainya gerak yang dilakukan akan
mengakibatkan bergesernya nilai-nilai sebuah tari tradisional
sebagai
lambang
keagungan,
hijau
sebagai
lambang
17
pumu, dada kupang, sensim ketip, dan tajuk kepies. Dari segi medium
sendiri sudah dapat dilihat ciri pembeda tari saman sehingga
masyarakat dengan mudah mengetahui mana yang disebut saman
dan mana yang bukan.
Demikian juga dengan tari tradisi lainnya, pakaian yang
digunakan untuk tari ranup lampuan tidak mungkin digunakan untuk
seudati, demikian juga pakaian tari seudati tidak mungkin digunakan
untuk tari saman, dan sebaliknya. Dengan demikian pakaian yang
sudah mentradisi itu tidak dapat digunakan secara sembarangan.
Akibat dari tindakan-tindakan yang tidak mentradisi itu akan
mencedrai adat dan budaya Aceh.
Bila dilihat dari tata rias, tata rias dalam tari tradisional Aceh
yang diharapkan adalah tata rias yang sesuai dengan budaya
keacehan. Artinya dari pakaian,
budaya Aceh. Budaya Aceh dalam hal ini tidak dapat dipisahkan
dengan syariat Islam. Budaya Aceh dengan syariat Islam bagai dua
sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan. Oleh karena itu, segala
sesuatu hal yang dihias dalam tata rias tari tradisional Aceh harus
sesuai dengan syariat Islam.
Dewasa ini yang sangat mencolok perbedaanya dengan tata
rias yang keacehan, misalnya pada tata rias sangul yang sebagian
besar menaikannya atau ditinggikan. Selain itu, pada tata rias sanggul
juga terdapat banyak asesoris, sehingga kelihatannya seperti putri
bunga, yang lebih ironis lagi sirihpun diselipkan di kepalanya.
18
tarikan oleh jumlah penari yang ganjil, tari ranup lampuan akan
kehilangan estetisnya jika hanya ditarikan oleh 5 orang penari saja.
Selain konsistensi jumlah penari, kosistensi jenis kelamin
penari menjadi hal utama dalam tari tradisional Aceh. Tari tradisional
Aceh ada yang dikenal dengan tari laki-laki dan ada yang dikenal
dengan tari perempuan. Misalnya saja tari seudati dan tari saman
yang dikenal dengan tarian laki-laki tidak mungkin ditarikan oleh
perempuan. Kemustahilan ditarikan oleh perempuan, karena dalam
tarian-tarian tersebut sebagaimana kita ketahui terdapat gerakangerakan yang tidak mungkin dilakukan oleh perempuan. Misalnya saja
dalam tari seudati, terdapat gerakan grop, dan peh dada, yang sangat
tidak mungkin dilakukan oleh perempuan. Sebagaimana salah satu
penggalan syair lagu Liza Aulia ..jak keuno rakat tajak meunari,
tameuseudati tapeh-peh dada. Jelaslah gerakan-gerakan tersebut
hanya layak dilakukan oleh laki-laki.
Gerakan-gerakan kodrati itu juga terdapat dalam tari saman,
seperti aungan, dereuk, yang juga tidak mungkin dilakukan oleh
seorang perempuan Aceh. Oleh karena itu, untuk seudati dan saman
biarlah menjadi tari tradisinya para laki-laki. Jangan dipaksakan untuk
ditarikan oleh perempuan. Keprihatinan terhadap adanya seudati
inong dan saman inong juga dikemukan Profesor Margaret J. Katomi
Faha, Dr. Phil. di perpustakaan Unsyiah, lantai III pada tanggal 23
November 2012.
Pada kesempatan lain, hal senada juga diungkapkan oleh Dr.
Rajab Bahry, M.Pd. salah seorang tokoh Gayo dan pelatih tari saman
bahwa tari saman itu juga tidak etis ditarikan oleh perempuan.
Komitmen tersebut telah menguatkan pendidirian masyarakata Aceh
untuk menetapkan tari seudati dan tari saman tidak wajar ditarikan
oleh perempuan.
Apabila tarian tersebut ditariakan oleh perempuan akan
menimbulkan pengikisan nilai-nilai budaya dari sebuah tari. Atau
dengan kata lain tari ranup lampuan telah kehilangan rohnya sebagai
19
tari pemulia jamee. Karena menurut orang Aceh mulia jamee ranup
lampuan, mulia rakan mameh suara.
Praktik penyimpangan itu juga berlangsung pada pertukaran
budaya dengan mahasiswa jurusan Dance Course of Art (DCA)
Universitas Deaking Australia belajar tari seudati di sanggar seni
Lempia, taman Budaya, Banda Aceh. Tari seudati tersebut ditarikan
oleh penari perempuan. Memang tidak ada efeknya bagi penari asing
namun telah terjadi kesalahan persepsi dalam memahami budaya
Aceh. Kondisi demikian, baik disadari atau tidak telah mencemari roh
tari seudati sebagai cerminan budaya Aceh.
apresiasi,
interprestasi,
evaluasi,
konteks,
dan
20
ketahui
bahwa
tari
ranup
lampuan
merupakan
tari
penyambutan/pemulia jamee.
Dalam konsep masyarakat Aceh tidak ada transaksi pada saat
memberikan sesuatu kepada tamu, apalagi sirih yang disungguhkan
itu sebagai lambang kemuliaan. Tindakan tersebut dapat dikatakan
sebagai tindakan yang mencedrai budaya Aceh.
Keprihatinan itu juga dikemukan oleh Prof. Dr.Bahren T.
Sugihem, M.A. sebagai salah seorang pembedah buku The Musical
Journeys in Sumatra karangan Profesor Margaret J. Katomi Faha, Dr.
Phil. di perpustakaan Unsyiah, lantai III pada tanggal 23 November
2012, bahwa tari ranup lampuan yang ditarikan sekarang telah
kehilangan rohnya sebagai tari memuliakan tamu. Penampilan tari
tersebut, menurut Beliau sudah menyimpang atau bertolak belakang
dengan budaya Aceh. Tari ranup lampuan tidak perlu adanya
saweran/pemberian uang, begitu tukas Prof. Bahren.
Tindakan tersebut telah menimbulkan pengikisan nilai-nilai
budaya dari sebuah tari. Atau dengan kata lain tari ranup lampuan
telah kehilangan rohnya sebagai tari pemulia jamee. Karena menurut
orang Aceh mulia jamee ranup lampuan, mulia rakan mameh suara.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat saya simpul yaitu:
1. Tari tradisional Aceh dewasa ini sudah mulai bergesel
keberadaan nilai tradisinya. Bergerasernya tradisi dalam
sebuah tari disebabkan dengan munculnya ide-ide kreasi
dari teman-teman yang berkecimpung dalam berkesenian
Aceh. Kreasi-kreasi itu, sangat kita hargai, tapi kreasi-kreasi
21
Daftar pustaka
https://dmilano.wordpress.com/2011/05/08/ranup-lam-puan/
[1] Widyosiswoyo, Sartono, 1996. Ilmu Budaya Dasar. Jakarta: Ghalia
Indonesia. Hlm. 33-34.
[2] Ibid, Hlm. 36.
[3] Djelantik, A.A.M., 1999. Estetika: Sebuah Pengantar. Bandung:
Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia. Hlm. 17-18.
22
LAMPIRAN
23
24