Anda di halaman 1dari 21

Laporan Praktikum Biokimia

PEMISAHAN DAN IDENTIFIKASI ASAM AMINO

TAUFIK HIDAYAT

H031 17 1306

KELOMPOK I

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2018
LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA

PEMISAHAN DAN IDENTIFIKASI ASAM AMINO

Disusun dan diajukan oleh:

TAUFIK HIDAYAT

H031 17 1306

Laporan ini telah diperiksa dan disetujui oleh:

Dosen penanggung jawab praktikum Asisten

Dra. Hasnah Natsir, M.Si Nur Yanti


NIP. 19620320198711 2 001 NIM.
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kromatografi lapis tipis merupakan cara pemisahan dengan adsorbsi pada

lapisan tipis adsorben. Teknik ini sebenarnya telah diterapkan sejak tahun 1938

oleh Ismailof dan Shraiber. Hingga tahun 1956, teknik ini masih belum dianggap

sempurna dalam memisahkan suatu sampel. Meskipun demikian pada tahun 1961

penggunaan kromatografi lapis tipis penggunaannya telah meluas dan diakui

merupakan cara pemisahan yang baik, khususnya untuk kegunaan analisis

kualitatif. Kini kromatografi lapis tipis dapat digunakan untuk memisahkan

berbagai senyawa seperti ion-ion anorganik, kompleks senyawa-senyawa organik

dengan anorganik, dan senyawa-senyawa organik baik yang terdapat di alam

maupun senyawa-senyawa organik sintetik (Adnan, 1997).

Salah satu senyawa yang dapat diidentifikasi dan dipisahkan menggunakan

teknik kromatografi lapis tipis yaitu asam amino. Asam amino termasuk molekul

organik yang memiliki massa molekul ralatif yang kecil mengandung gugus

amina dan gugus karboksil. Asam amino terdapat pada jaringan sel hewan dan

tumbuhan. Dalam pemisahan asam amino menggunakan kromatografi, biasanya

asam amino dipisahkan dari komponen-komponen pengganggu seperti protein,

karbohidrat dan garam yang dapat menggunakan penukar ion yaitu resin.

Pemisahan asam amino ini dapat dibagi secara kualitatif dan kuantitatif dengan

menggunakan kolorimetrik atau fluorometrik. Bergantung jenis pemisahan yang

dilakukan (Holme dan Peck, 1993). Berdasarkan uraian diatas maka dilakukanlah

percobaan pemisahan dan identifikasi asam amino.


1.2 Maksud dan Tujuan Percobaan

1.2.1 Maksud Percobaan

Maksud dilakukannya percobaan ini adalah untuk mengetahui dan

memahami cara pemisahan dan identifikasi asam amino melalui metode

kromatografi lapis tipis.

1.2.2 Tujan Percobaan

Tujuan dilakukannya percobaan ini adalah untuk:

1. menghitung nilai Rf dari beberapa jenis asam amino dan larutan sampel.

2. mengidentifikasi asam amino dalam larutan sampel berdasarkan nilai Rf

nya.

1.3 Prinsip Percobaan

Prinsip dari percobaan ini adalah menentukan nilai Rf dari beberapa asam

amino serta mengidentifikasi asam amino yang terdapat dalam suatu sampel

berdasarkan perhitungan nilai Rf-nya dengan cara menggunakan metode

kromatografi lapis tipis yang fase geraknya terdiri dari campuran n-butanol, asam

asetat dan air, sedangkan fasa diamnya berupa lapisan tipis silika.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.2 Asam Amino

Asam amino yang ditemukan pada protein mempunyai ciri yang sama,

gugus karboksil dan gugus amino diikat pada atom karbon yang sama. Masing-

masing berbeda satu dengan yang lain pada rantai sampingnya, atau gugus R yang

bervariasi dalam struktur, ukuran, muatan listrik, dan kelarutan di dalam air.

Semua asam amino yang berjumlah 20 sebagai asam amino baku, utama atau

normal untuk membedakan molekul-molekul dari jenis-jenis asam amino yang

ada pada organisme hidup, tetapi tidak terdapat dalam protein (Lehninger, 1982).

Menurut Lehninger (1982), rumus struktur umum asam amino dapat dilihat pada

gambar 1.

Gambar 1. Rumus struktur asam amino

Semua asam amino yang ditemukan pada protein mempunyai ciri yang

sama, gugus karboksil dan gugus amino diikat pada atom karbon yang sama.

Masing-masing berbeda satu dengan yang lain pada rantai sampingnya, atau

gugus R yang bervariasi dalam struktur, ukuran, muatan listrik, dan kelarutan di

dalam air. Semua asam amino yang berjumlah 20 seringkali dipandang sebagai

asam amino baku, utama atau normal untuk membedakan molekul-molekul dari

jenis-jenis asam amino yang ada pada organisme hidup, tetapi tidak terdapat

dalam protein (Lehninger, 1982).


2.2.1 Glisin

Glisin adalah asam amino nonesensial yang disintesis terutam dari serin

dan treonin. Secara biologi, jalur katabolik utama memerlukan sistem enzim

pemecah glisin kompleks untuk memecah karbon pertama glisin dan

mengubahnya menjadi karbondioksida.

2.2.2 Asam Aspartat

2.2.3 Sistein
2.2 Kromatografi Lapis Tipis

Teknik kromatografi lapis tipis dikembangkan pada tahun 1938 oleh

Ismailoff dan Schraiber. Pada teknik kromatografi lapis tipis ini, adsorben

dilapiskan pada lempeng kaca yang bertindak sebagai penunjang fase diam. Fase

bergerak akan terdistribusi sepanjang fase diam dn terbentuklah kromatogram.

Metode ini sederhana, cepat dalam pemisahan dan sensitif. Kecepatan pemisahan

tinggi dan mudah memperoleh kembali senyawa-senyawa yang terpisahkan.

Materi pelapis pada lempeng kaca biasanya yang sering digunakan adalah silika

gel, tetapi kadangkala digunakan bubuk selulosa dan tanah diatom. Untuk fase

diam hidrofilik dapat digunakan seperti semen paris, kanji, dispersi koloid plastik,

silika terhidrasi. Untuk meratakan pengikat dan zat pada pengadsorpsi digunakan

suatu aplikator. Sekarang ini, telah banyak tersedia kromatografi lapisan tipis siap

pakai yang dapat berupa gelas kaca yang telah terlapis, kromatotube dan

sebagainya. Kadar air dalam lapisan ini harus terkendali agar didapat hasil analisis

yang reprodusibel (Khopkar, 2014).

Aplikasi kromatografi lapis tipis sangatlah luas. Senyawa-senyawa yang

tidak mudah menguap serta terlalu labil untuk kromatografi cair dapat dianalisis

dengan kromatografi lapis tipis. Kromatografi lapis tipis dapat pula untuk

memeriksa adanya zat pengotor dalam pelarut. Ahli kimia forensik menggunakan

kromatografi lapis tipis untuk bermacam pemisahan. Pemisahan berguna dari

antioksida, tinta, dan formulasi zat pewarna dapat ditentukan dengan kromatografi

lapis tipis (Khopkar, 2014).


BAB III

METODE PERCOBAAN

3.1 Alat Percobaan

Alat yang digunakan pada percobaan ini adalah chamber, oven, cawan

petri, pipa kapiler 0,5 µL, gelas ukur 10 mL, botol semprot, pipet tetes, gegep,

pinset, pensil, dan penggaris.

3.2 Bahan Percobaan

Bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah larutan sampel X,

larutan asam amino (glisin, asam asparatat), eluen (n-butanol, asam asetat dan air),

plat KLT, larutan ninhidrin 2 %, akuades, plastik wrap, dan tissue roll.

3.3 Prosedur Percobaan

3.3.1 Pembuatan Eluen

Chamber disiapkan dan dibersihkan. Eluen yang digunakan yaitu

n-butanol, asam asetat, dan air dengan perbandingan 2,5 mL : 0,6 mL : 2,6 mL

dimasukkan ke dalam gelas ukur kemudian dipindahkan ke dalam chamber.

Setelah itu chamber ditutup rapat dengan menggunakan plastik wrap , hingga

eluen jenuh.

3.3.2 Penotolan Sampel

Plat KLT digunting dengan ukuran yang telah ditentukan. Plat KLT yang

telah digunting sesuai ukuran chamber digaris 1 cm dari tepi atas dan tepi bawah.

Plat KLT dikeringkan terlebih dahulu di dalam oven ± 15 menit. Lalu, larutan

asam amino dan larutan sampel ditotolkan pada plat KLT pada titik yang
ditentukan dengan menggunakan pipa kapiler 0,5 µL. Plat KLT yang telah ditotol

kemudian dikeringkan pada suhu ruangan.

3.3.3 Proses Elusi

Setelah chamber dijenuhkan dari eluen, plat KLT yang telah ditotol oleh

larutan asam amino dan larutan sampel dimasukkan ke dalam chamber untuk

dielusi. Proses elusi dihentikan ketika eluen telah mencapai batas yang telah

ditentukan. Plat KLT dikeluarkan dari chamber dan dikeringkan dalam suhu

kamar.

3.3.4 Identifikasi Asam Amino

Plat KLT yang telah kering disemprot dengan larutan ninhidrin 2 %,

kemudian dikeringkan dalam oven. Setelah plat KLT kering, terbentuklah noda.

Noda yang dihasilkan diberi lingkaran dengan menggunakan pensil serta diukur

jarak totolan ke noda dan jarak tempuh eluen dengan menggunakan penggaris

untuk menentukan nilai Rf larutan dan dilakukan identifikasi larutan asam amino.
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengamatan

Tabel 1. Data Hasil Pengamatan


Jarak Jarak
No. Jenis asam amino Rf
Eluen (cm) Noda (cm)
1. Glisin 5,7 1,8 0,31

2. Asam aspartat 5,7 2 0,35


3. Sistein 5,7 2,3 0,40

4. Sampel X 5,7 2 0,35

4.2 Reaksi

4.2.1 Reaksi glisin dan ninhidrin


4.2.2 Reaksi asam aspartat dengan ninhidrin

O O

OH OH
+
HO

NH2 O OH

O -O

O
+ N

H2C H

COOH O O

4.2.3 Reaksi sistein dengan ninhidrin

O
O
OH
OH
H2N +

SH OH

O -O

O
+ N

H2C H

SH O O
4.3 Pembahasan

Pada percobaan pemisahan dan identifikasi asam amino ini dilakukan

untuk mengidentifikasi larutan asam amino dan (glisin, asam aspartat dan sistein),

serta menentukan jenis asam amino dari sampel X. Identifikasi asam amino pada

percobaan ini menggunakan kromatografi lapis tipis (KLT) dengan proses elusi

dan menghitung nilai Rf yang diperoleh dari perbandingan jarak noda dan eluen.

Sebelum diidentifikasi terlebih dahulu dibuat larutan eluen. Pembuatan

larutan eluen dilakukan dengan cara pencampuran antara larutan n-butanol, asam

asetat, dan air dengan perbandingan 2,5 mL: 0,6 mL: 2,6 mL. Pemilihan ketiga

pelarut ini didasarkan pada perbedaan kepolaran dari ketiga pelarut tersebut,

dengan urutan kepolaran air > n-butanol > asam asetat. Hal ini dilakukan agar

pada saat mengidentifikasi asam amino, akan terlihat lebih jelas perbedaan dari

noda yang ditimbulkan. Setiap asam amino memiliki koefisien partisi tertentu

untuk pasangan pelarut tertentu. Asam amino yang memiliki afinitas terhadap fasa

gerak (pelarut) yang lebih besar akan tertahan lebih lama pada fasa gerak,

sedangkan zat terlarut yang afinitasnya terhadap fasa gerak lebih kecil akan

tertahan lebih lama pada fasa diam. Dengan demikian asam amino dapat

dipisahkan akibat perbedaan migrasi di dalam fasa gerak dan fasa diamnya.

Setelah larutan eluen dibuat, dimasukkan ke dalam chamber lalu ditutup rapat

menggunakan plastik wrap agar tidak ada udara masuk sehingga larutan tersebut

dapat dijenuhkan. Tujuan penjenuhan ini adalah agar proses elusi dapat berjalan

dengan cepat serta untuk mencegah penguapan eluen.

Selanjutnya plat KLT yang digunting sesuai ukuran chamber, kemudian

dibuat garis 1 cm dari batas bawah dan batas atas dari tepi plat, dibuat titik-titik
pada garis batas bawah yang merupakan tempat penotolan larutan asam amino

glisin, asam aspartat, sistein, dan sampel X. Kemudian plat KLT dikeringkan

dalam oven. Tujuan plat KLT dibiarkan kering dalam oven untuk mengaktifkan

lapisan KLT tersebut. Setelah itu, semua larutan asam amino dan sampel

ditotolkan pada titik yang telah dibuat pada plat KLT dengan menggunakan pipa

kapiler yang sebelumnya berada dalam aseton. Setiap penotolan asam amino

dilakukan tegak lurus dengan bidang tempat menotol, serta hanya dilakukan satu

kali. Tujuannya adalah untuk menghindari terjadinya komet (noda berekor) pada

plat. Selanjutnya, plat dikeringkan pada suhu kamar.

Setelah eluen dijenuhkan dan plat KLT telah ditotolkan larutan asam

amino dan sampel, plat KLT dimasukkan dalam chamber dan dilakukan proses

elusi sampai bayang-bayang eluen mencapai batas akhir elusi kurang lebih dalam

kurun waktu 20 menit. Kemudian plat KLT diangkat dari eluen dan dikeringkan

serta disemprotkan dengan larutan ninhidrin, yang bertujuan untuk memberikan

warna pada noda asam amino dan ninhidrin berfungsi sebagai pereaksi spesifik

terhadap asam amino dengan membentuk warna ungu bagi asam amino dan

larutan sampel. Untuk memperjelas noda asam amino, plat KLT dimasukkan

dalam oven. Proses elusi dibiarkan beberapa saat agar eluen mencapai jarak

tertentu yang telah diberi tanda dan setelah sampai pada garis tanda, plat KLT

dikeringkan dengan oven agar pelarut menguap sempurna sehingga noda yang

terbentuk tidak melebar. Selanjutnya dilakukan pengukuran jarak eluen dan jarak

noda dari tempat penotolan.

Berdasarkan hasil perhitungan nilai Rf, maka diperoleh nilai Rf yang

bervariasi antara satu asam amino dengan asam amino yang lainnya. Nilai

Rf dari masing-masing larutan asam amino glisin, asam aspartat, sistein, dan
sampel X adalah 0,31 cm, 0,35 cm, 0,40 cm, dan 0,35 cm. Nilai Rf sampel X yang

mendekati dengan Rf asam amino yaitu asam glutamat dan treonin. Sedangkan,

sistein setelah diidentifikasi terbentuk noda, sehingga nilai Rf sama dengan daftar

nilai Rf asam amino secara teori untuk glisin dan asam aspartat memiliki nilai Rf

yang memiliki selisih nilai yang kecil sehingga dapat disimpulkan berdasarkan

tabel nilai Rf asam amino secara teori, bahan dan plat yang digunakan dalam

percobaan ini dalam kondisi yang baik dan memiliki kualitas yang baik.
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Nilai Rf dari masing-masing larutan asam amino glisin, asam aspartat,


sistein, dan sampel X adalah 0,31 cm, 0,35 cm, 0,40 cm, dan 0,35 cm.

2. Nilai Rf sampel X adalah 0,35 cm, berdasarkan identifikasi jenis asam

amino pada paling dekat dengan nilai Rf sampel X yaitu asam glutamat

0,30 dan nilai Rf treonin 0,35 cm.

5.2 Saran

5.2.1 Saran untuk Percobaan

Untuk percobaan agar selalu memperhatikan kebersihan laboratorium dan

jangan meletakkan peralatan dan bahan sembarangan dan sebaiknya eluen telah

disiapkan sebelum percobaan dimulai karena penjenuhan eluen yang

membutuhkan waktu cukup lama.

5.2.2 Saran untuk Laboratorium

Saran untuk laboratorium agar menyediakan peralatan dan yang lebih baik

lagi sehingga praktikum dapat berlangsung dengan baik.


DAFTAR PUSTAKA

Adnan, M., 1997, Teknik Kromatografi untuk Analisis Bahan Makanan, ANDI,
Yogyakarta.

Auliah, A., 2008, Pengaruh Umur terhadap Keragaman Asam Amino Cacing
Tanah Lumbricuss rubellus, Jurnal Chemica, 9(2): 37-42.

Holme, D. J., dan Peck, H., 1993, Analytical Biochemistry, Longman Group UK
Limited, Singapura.

Khoplar, S. M., 2014, Konsep Dasar Kimia Analitik, Universitas Indonesia Press,
Jakarta.

Lehninger, 1982, Dasar-dasar Biokimia Jilid 1, Erlangga, Jakarta.

Oulette, R. J., 1994, Organic Chemistry: A Brief Introduction, Macmillan


Publishing Company, New York.

Rediatning, W.,dan Nanny, K., 1987, Analisis Asam Amino Dengan


Kromatografi Cairan Kinerja Tinggi Secara Derivatisasi Prakolom Dan
Pascakolom, Proceding ITB,20(1): 41–59.

Sen, S., Sarkar, S., Kundu, P., dan Laskar, S., 2012, Separation of Amino Acids
Based on Thin-Layer Chromatography by a Novel Quinazoline Based
Anti-Microbial Agent, American Journal of Analytical Chemistry, 1(3):
669-674.
Lampiran1. Bagan Kerja

a. Pembuatan Eluen

n-butanol asam asetat Akuades


2,5 mL 0,6 mL 2,6 mL

- Dimasukkan ke dalam gelas kimia

dan dihomogenkan

- Dimasukkan ke dalam chamber.

- Chamber ditutup dan didiamkan

hingga chamber jenuh terhadap eluen.

Hasil

b. Penotolan Sampel

Plat KLT

- Dibuat garis 1 cm dari tepi atas dan tepi bawah.

- Dikeringkan dalam oven ± 15 menit sebelum digunakan.

- Sampel glisin, alanin, asparagin, dan larutan sampel X

ditotolkan pada plat dengan menggunakan pipa kapiler.

- Dikeringkan pada suhu kamar.

Hasil
c. Proses Elusi

Plat KLT

- Dimasukkan ke dalam chamber untuk dilakukan proses

elusi.

- Dihentikan proses elusi setelah eluen telah mencapai tanda

batas yang ditentukan.

- Dikeluarkan dari chamber dan dikeringkan pada suhu

kamar.

Hasil

d. Identifikasi Asam Amino

Plat KLT

- Disemprot dengan larutan ninhidrin 2%.

- Dikeringkan di dalam oven.

- Noda yang terbentuk pada plat KLT diberi garis lingkaran

dengan menggunakan pensil.

- Diukur jarak eluen dan jarak totolan ke noda.

- Dihitung nilai Rf.

Hasil
Lampiran 2. Perhitungan Nilai Rf

1. Glisin

1,8 cm
R𝑓 = = 0,31 cm
5,7 cm

2. Asam aspartat

2 cm
R𝑓 = = 0,35 cm
5,7 cm

3. Sistein

2,3 cm
R𝑓 = = 0,40 cm
5,7 cm

4. Sampel X

2 cm
R𝑓 = = 0,35 cm
5,7 cm
Lampiran 3. Nilai Rf 20 Asam Amino

Sumber: Chromatography of amino acids (Stean, 2013).

Anda mungkin juga menyukai