Anda di halaman 1dari 23

al-Muhkam wa al-Mutasyabih

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Betakang

Dilihat dari segi usianya, Penafsiran al-Qur’an termasuk yang paling tua

dibandingkan dengan kegiatan ilmiyah lainnya di dalam Islam. Pada saat al-Qur’an

diturunkan lima belas abad yang lalu, Rasulullah Saw. yang berfungsi sebagai

mubayyin ( pemeberi penjelas ) telah menjelaskan arti dan kandungan al-Qur’an

kepada sahabat-sahabatnya, khususnya menyangkut ayat-ayat yang tidak difahami

atau sama artinya. Keadaan ini berlangsung sampai dengan wafatnya Rasulullah Saw,

walaupun harus diakui bahwa penjelasan tersebut tidak semua kita ketahui, sebagai

akibat dari tidak sampainya riwayat-riwayat tentangnya atau karena memang Rasul

Saw, sendiri tidak menjelaskan semua kandungan al-Qur’an.1

Kalau pada masa Rasul Saw., para sahabat menanyakan persoalan-persoalan

yang tidak jelas kepada beliau, maka setelah wafatnya mereka terpaksa melakukan

ijtihad, khususnya mereka yang mempunyai kemampuan semacam Ali bin Abi

Thalib, Ibn Abbas, Ubay bin Ka’ab dan Ibnu Mas’ud.

Adapun masalah cabang furu' agama yang bukan masalah pokok, ayat-ayatnya

ada yang bersifat umum dan samar-samar yang memberikan peluang kepada para
1
Abuddin Nata. Metodologi Studi Islam (Cet. VI: Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,2001) h
211
1

mujtahid yang handal ilmunya untuk dapat mengembalikannya kepada yang tegas

maksudnya muhkam dengan cara mengembalikan masalah cabang kepada masalah

pokok, dan yang bersifat partikal ( Juz’i ) kepada yang bersifat unifersal ( Kulli ).2

Al-Qur’an yang merupakan sumber hukum Islam, yang padanya semua

permasalahan hidup dikembalikan memiliki ayat-ayat yang jelas ( muhkamat ) dan

sebagian ayatnya ada yang samara-samar ( mutasyabihat ). Oleh karena itu seseorang

diperlukan kemampuan yang tinggi dan mendalam untuk dapat memahami maksud

ayat-ayat Qur’an dimaksud.

Dengan demikian, berbicara tentang ayat-ayat muhkam dan mutasyabih di

antara ayat-ayat al-Qur'an merupakan sebuah wacana yang sangat menarik kita

diskusikan bagaimana ayat-ayat ini merespon berbagai budaya yang ada di era

globalisasi ini hingga menjadi kajian yang kritis dan transformatif dan dapat

memberikan konstribusi pemahaman yang sangat mendalam tentang ayat-ayat

muhkam dan mutasyabih tanpa mengurangi subtansi yang dimilikinya berdasarkan

argumentasi dan rasionalisasi yang kuat untuk mengantarkan kita kepada peningkatan

wawasan, pikiran, dan keyakinan menyangkut di dalam al-Qur'an yang universal,

hingga melahirkan sebuah pengetahuan baru.3

B. Rumusan Masalah

Dari gambaran awal diatas, maka ada beberapa permasalahan yang akan

menjadi kajian khusus didalam makalah yang kami susun ini , yaitu:
2
Manna Khalil Al-Qattan, Mabahits Fi Ulum Al-Qur’an ( Cet. 10:Mesir Maktabah
Wahbah,1997)h.303
3
Manna Khalil Al-Qattan. Op.Cit. h 304
2

1. Apa pengertian muhkam dan mutasyabih?

2. Apa perbedaan muhkam dan mutasyabih di dalam ayat al-Qur'an ?

3. Bagaimana sikap ulama terhadap ayat-ayat muhkam dan mutasyabih?

4. Apa hikmah adanya ayat-ayat mutasyabih?


3

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Muhkam dan Mutasyabih

Kata muhkam secara etimologi diambil dari kata hakama-yahkumu hukman-

wahukumatan yang berarti menetapkan dan memutuskan. Sedangkan Muhkam

merupakan isim musytaq yang berarti sesuatu yang dikokohkan. Ihkam al-kalam

berarti mengokohkan perkataan dan memisahkan berita yang benar dari yang salah,

dari urusan yang lurus dari yang sesat. Jadi al-kalam ahkam perkataan yang seperti itu

sifatnya4.

Kata mutasyabih berasal berasal dari kata tasyabuh yang secara bahasa yang

berarti keserupaan dan kesamaan yang biasanya rneraba, membawa kepada

kesamaran antara dua hal. Tasyabaha dan isytabaha berarti dua hal masing-masing

menyerupai yang lainya.5

Secara istilah para ulama berbeda pendapat pula merumuskan defenisi

muhkam dan mutasyabih sebagaiman yang telah dikemukakan di bawah ini:

1. Menurut Prof. Dr Abd al-Wahab Khlaf

Muhkam berarti sesuatu yang menunjukan kepada artinya yang tidak menerima

pembatalan dan pergantianjelas, sendirinya secara jelas, dan sama sekali tidak

mengandung ta'wil, artinya tidak menghendaki arti lain yang bukan arti formalnya.

Sedangkan Mutasyabih berarti lafal yang sifatnya sendiri tidak menunjukkan pada

4
Achmad Warson Munawir. Kamus Arab Indonesia, (Cet.XIV: Surabaya:Pustaka Progresif,
1997) h 286
5
Manna Khalil Al-Qattan. Lot.Cit.
4

arti maksudnya, dan tidak terdapat karinat luar yang menjelaskanya.6

2. Menurut ahli sunnah

Muhkam adalah ayat yang bisa dillihat pesanya dengan gamblang atau melalui

ta'wil karena ayat yang perlu dita'wil itu mengandung pengertian lebih dari suatu

kemungkinan. Adapun mutasyabih ayat-ayat yang pengertian pastinya hanya

diketahui oleh Allah. Misalnya saat datangnya hari kiamat dan maina huruf tahajji;

yaitu huruf-huruf yang terdapat pada awal surah seperti Qaf, Alif, Lam, Mim dan

lain-lainya.

3. Menurut Ibn Abbas

Muhkam adalah ayat yang penakwilanya hanya mengandung suatu ma'na.

Sedangkan mutasyabih, adalah ayat yang mengandung pengertian bermacam-

bermacam .7

4. Menurut ulama Hanafiyah

Muhkam adalah ayat yang jelas petunjuknya dan tidak mengandung naskah,

sedangkan mutasyabih ialah yang samar atau tersembunyi yang tidak diketahui

ma'nanya secara akal dan naql atau hanya Allah yang tahu maknanya.8

5. Menurut imam al-Razi

Muhkam adalah ayat yang ditunjukan ma'nanya yang kuat, yaitu lafal nash dan

lafal dzahir. Mutasyabih ialah yang tunjukan ma'nanya tidak kuat, yaitu mujmal,

6
Abdul Jalal, Ulumul Qur’an, ( Cet.II: Surabaya:Dunia Ilmu,2000) h 240.
7
Abdul Jalal, Op.Cit. h,240
8
Ibid. h 41
5

muawwal (harus dita'wil ) dan musykil (sulit diketahui.)9

6. Imam Ibn Hanbal dan pengikut-pengikutnya mengatakan, lafal muhkam adalah

lafal yang bias berdiri sendiri atau telah jelas dengan sendirinya tanpa

membutuhkan keterangan yang lain. Sedang lafal yang tidak dapat berdiri sendiri

adalah lafal yang mutasyabih, yang membutuhkan penjelasan arti maksudnya ,

karena adanya macam-macam ta’wil terhadap ayat tersebut.10

7. Imamul Haramain, bahwa lafal muham ialah lafal yang tetap susunan , dan

tertibnya secara biasa, sehingga mudah difahami maksud dan artinya. Sedangkan

lafal mutasyabih ialah lafal yang makna tersusunnya tidak terjangkau oleh ilmu

bahasa manusia , kecuali jika disertai dengan adanya tanda-tanda / isyarat yang

menjelaskannya.

8. Imam Ath-Thibi mengatakan , lafal muhkam ialah lafal yang jelas maknanya

sehingga tidak mengakibatkan kemusykilan / kesulitan arti. Sebab lafal muhkam

diambil dari lafal ihkam ( makhuzul ihkaami ) yang berarti baik / bagus.

Sedangkan lafal yang mutasyabih ialah sebaliknya, yakni yang sulit difahami,

sehingga mengakibatkan kemusykilan / kesukaran.11

Dari beberapa defenisi yang dikemukakan oleh para ulama di atas, maka kami

dari penulis dapat menarik kesimpulan bahwa ayat-ayat muhkam merupakan suatu

ayat yang memiliki ma'na yang sangat Jelas yang tidak Membutuhkan suatu

pena’wilan dan muda dipahami maksudnya. Sedangkan ayat mutasyabih ayat-ayat


9
Ibid. h 41
10
Ibid. h 42
11
Abdul Jalal, Op.Cit. h,242
6

yang tidak memiliki ma'na yang jclas dan membutuhkan pena'wilan dan kadang-

kadang kepada Allah hanya disandarkan pena'wilanya

B. Sebab-Sebab Adanya Ayat Muhkamah dan Mutasyabihat

Secara tegas dapat dikatakan, bahwa sebab adanya ayat muhkamah dan

mutasyabihat adalah karena Allah SWT menjadikan demikian itu. Allah

memisahkan / membedakan antara ayat-ayat yang muhkam dari yang mutasyabihat,

dan menjadikan ayat yang muhkam sebagai bandingan ayat yang mutasyabihat. Allah

SWT. Berfirman dalam surat Ali Imran ayat 7 yang berbunyi :

         
        
       
          
            

Dia-lah yang menurunkan Al kitab (Al Quran) kepada kamu. di antara (isi)
nya ada ayat-ayat yang muhkamaat[183], Itulah pokok-pokok isi Al qur'an dan yang
lain (ayat-ayat) mutasyaabihaat[184]. Adapun orang-orang yang dalam hatinya
condong kepada kesesatan, Maka mereka mengikuti sebahagian ayat-ayat yang
mutasyaabihaat daripadanya untuk menimbulkan fitnah untuk mencari-cari ta'wilnya,
Padahal tidak ada yang mengetahui ta'wilnya melainkan Allah. dan orang-orang yang
mendalam ilmunya berkata: "Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyaabihaat,
semuanya itu dari sisi Tuhan kami." dan tidak dapat mengambil pelajaran
(daripadanya) melainkan orang-orang yang berakal.

Dari ayat tersebut, jelas Allah SWT menjelaskan bahwa Dia menurunkan al-

Qur’an itu ayat-aytnya ada yang muhkamat dan ada yang mutasyabihat. Tapi yang

belum jelas, apa sebab-sebab adanya ayat muhkamah dan mutasyabihat itu ?

Menurut kebanyakan ulama, sebab adanya ayat-ayat muhkam itu sudah jelas,

yakni sebagiman sudah ditegaskan dalam ayat 7 surah Ali Imran di atas. Di samping
7

itu al-Qur’an merupakan kitab yang muhkam seperti keterangan ayat 1 surah Hud :12

          

Alif laam raa, (inilah) suatu kitab yang ayat-ayatNya disusun dengan rapi
serta dijelaskan secara terperinci, yang diturunkan dari sisi (Allah) yang
Maha Bijaksana lagi Maha tahu,

Juga karena kebanyakan tertib dan susunan ayat-ayat al-Qur’an itu rapid an

urut, sehingga dapat dipahami umat dengan mudah, tidak menyulitkan dan tidak

samara artinya, disebabkan kebanyakan maknanya juga mudah dicerna akal pikiran.

Secara rinci adanya ayat-ayat mutasyabihat dalam al-Qur’an adalah

disebabkan tiga hal: yakni karena kesamaran pada lafal, pada makna, dan pada lafal

dan maknanya.13

a. Kesamaran pada lafal.

Sebagian adanya ayat-ayat mutasyabihat dalam al-Qur’an itu disebabkan

karena kesamaran pada lafal, baik lafal yang masih mufrad ( lafal yang belum

tersusun dalam kalimat ) ataupun yang sudah murakkab ( lafal yang sudah tersusun

dalam kalimat ).

Contoh kesamaran mufrad ialah seperti adanya lafal : ‫ ابا‬dalam ayat 31 surah

Abasa :

  


( dan buah-buahan serta rumput-rumputan ). Kata abban tersebut jarang
terdapat dalam al-Qur’an, sehingga asing kalau tidak ada penjelasan dari ayat
berikutnya, arti kata abban itu, sulit dimengerti umat tetapi ayat 32 surah
Abasa menyebutka

12
Abdul Jalal, Op.Cit. h,244
13
Ibid. h 245
8

   


( untuk kesenanganmu dan untuk binatang-binatang ternakmu.)

Sehingga baru jelas kalu yang dimaksud dengan abban adalah rerumputan,

seperti bayam, kangkung dan sebagainya yang disenangi manusia maupun hewan.

b. Kesamaran Pada Makna Ayat.

Terkadang terjadinya ayat mutasyabihat itu disebabkan karena adanya

kesamaran pada maknanya ayat. Contohnya seperti makna dari sifat-sifat-Nya Allah

SWT, seperti sifat Rahman Rahim-Nya, atau seperti sifat Qudrah Iradah-Nya,

maupun sifat-sifat lainnya. Dan juga seperti makna dari ihwal hari kiamat,

kenikmatan syurga, siksa kubur dan siksa neraka. Akal pikiran manusia tidak akan

bias menjangkau semua hal tersebut, sehingga makna-maknanya sulit mereka

tangkap. Bagaimana mereka mengerti arti maknanya kalau mereka belum pernah

melihatnya.

c. Kesamaran Pada Lafal dan Makna Ayat.

Terkadang adanya ayat mutasyabihat terjadi disebabkan kesamaran dalam

lafal dan makna ayat-ayat itu. Contohnya ayat 189 surat al-Baqarah :

          .…


..…   
“ Dan bukanlah kebajikan memasuki rumah-rumah dari belakangnya[116], akan
tetapi kebajikan itu ialah kebajikan orang yang bertakwa. “

Orang yang tidak mengerti adat istiadat bangsa Arab masa jahiliyyah tidak

akan fahamterhadap maksud ayat tersebut. Sebab kesamaran dalam ayat tersebut

terjadi pada lafalnya , karena terlalu ringkas , juga terjadi pula pada maknanya,
9

karena termasuk adat kebiasaankhusus orang arab yang tidak mudah diketahui oleh

bangsa-bangsa lain.

Jika ayat tersebut diperluas sedikit dengan ditambah ungkapan

‫ان كنتم حمرمني حبج او عمرة‬


( jika kalian sedang melakukan ihram untuk hajji atau untuk umrah )

Tentulah maksud ayat tersebut akan lebih mudah dimengerti. Apalagi bila

orang sudah mengerti berbagai syarat dan rukun ihram, sehingga tidak akan ada

masalah lagi baginya.14

C. Sikap Ulama Terhadap Ayat Muhkam Dan Mutsyabih

Berbagai penjelasan dan defnisi kita baca di atas dapat diketahui dua hal yang

sangat penting. Pertama, dalam membicarakan muhkam tidak ada kesulitan. Muhkam

adalah ayat yang jelas atau rajib ma'nanya. Kedua, pembicaraan tentang mutasyabih

menimbulkan masalah yang perlu dibahas lebih lanjut. Apa sumber yang yang

melahirkan mutasyabih, berapa macam mutasyabih, dan bagaimana sikap ulama

dalam menghadapinya.

Secara singkat dapat dikatakan bahwa sumber tasyabuh atau mutasyabih


adalah ketersembunyian maksud Allah dari kalam-Nya. Secara rinci, dapat dikatakan
bahwa ketersembunyiannya itu bisa kembali kepada lafal atau kepada makna atau
kepada lafal dan makna sekali: Contoh. ketersembunyian pada lafal adalah
  Dan buah-buahan serta rumput-rumputan, lafal abun disini
mutasyabih kerena ganjilnya dan jarang digunakan. Kata abun di sini diartikan
rumput-rumput berdasarkan pemahaman dari ayat berikutnya: .(QS.Abasa (80):32).

14
Abdul Jalal, Op.Cit. h,244
10

   


( untuk kesenanganmu dan untuk binatang-binatang ternakmu.)

Ulama berbeda pendapat dalam memahami maksud ayat-ayat muhkam dan

mutasyabih. Segolongan berpendapat bahwa ayat muhkam adalah memiliki ma'na

yang terang dan jelas maksudnya, sedangkan mutasyabih itu tidak ada yang

mengetahui takwilnya kecuali Allah. Dan bagi orang-orang yang mendalam ilmunya

harus berhenti menakwilkanya seraya menyerahkaan Allah dengan menyatakan

bahwa kami beriman kepadanya, semua itu dari Tuhan kami. Pendapat ini dianut oleh

paham ulama salaf dengan tokohnya imam al-Malik.15

Pendapat tersebut mendapat bantahan dari Abu Hasan al-Asyari dengan

menyatakan bahwa dengan adanya firman Allah ”warrasihuna fii i1mi” memberi

pemahaman bahwa orang-orang yang berilmu (cendikiwan) dapat takwil ayat-ayat

mutasyabih. Pendapat yang senada datang dari Abu Ishak al-Syiraziy yang

mengatakan bahwa "Allah swt. Yang menguasai ilmu bukanlah untuk dirinya sendiri,

tetapi ulama juga mendapat pujian karena ilmunya.16

Ar-Ragib al-Ashfahani mengambil jalan tengah dalam menghadapi masalah

ini Beliau membagi mutasyabih dari segi kemungkinan mengetahui maknanya kepada

tiga bahagian.

1. Bahagian yang tak ada jalan mengetahuinya, seperti terjadi kiamat, keluar

binatang dari burra dan separtinya.

15
Subkhi Al-Shalih, Mabahits fi Ulumil Qur’an, ( Cet II;Beirut:Dar al-Ilm li Al-Malayin tth)
h. 28
16
Subkhi Al-Shalih, Op.Cit. h 285
11

2. Bahagian manusia menemukan sebab-seba mengetahuinya, seperti lafal-lafal

yang ganjil dari hukum-hukum yang sulit/rumit.

3. Bahagian yang terletak antara dua urusan itu yang hanya diketahui oleh

sebahagian ulama yang rasikh Ilmunya, tidak diketahuinya oteh sebahgian

yang lain.17

Dalam bahagian ini kami dari penulis akan membahas secara khusus ayat-ayat

mutasyabih yang meryangkut sifat-sifat Tuhan, yang dalam Al-Suyuti "ayata al-

Shifat," dan dalam istitah Shubhi al-Shalih" mutasyabih al-shifat". Ayat-ayat yang

masuk dalam kategori ini banyak. Di antaranya adalah:

1. (QS. Thaha (20): 5)

    


(yaitu) Tuhan yang Maha Pemurah. yang bersemayam di atas 'Arsy.

2. (QS.AL-An'am (61)

         


        

Dan Dialah yang mempunyai kekuasaan tertinggi di atas semua hamba-Nya, dan
diutus-Nya kepadamu malaikat-malaikat penjaga, sehingga apabila datang
kematian kepada salah seorang di antara kamu, ia diwafatkan oleh malaikat-
malaikat Kami, dan malaikat- Malaikat Kami itu tidak melalaikan kewajibannya.

3. "Tangan Allah di atas tangan mereka."(QS AL-Fath (4S))- 10)

..…………  …….    


17
M.Hasbi As-Shiddieqy, Ulum Qur’an. (Cet.II, Jakarta: PT bulan Bintang, 1972) h. 167.
12

“ Tangan Allah di atas tangan mereka “

Di dalam ayat-ayat ini terdapat kata-kata "bersemayam", dan "di atas" yang

dibasakan atau dijadikan sifat bagi Allah. Kata-kata ini menunjukan keadaan, tempat,

dan anggota yang layak bagi mahkluk yang baharu.Karena dalam ayat-ayat tersebut

kata-kaia ini dibahasakan kepada Allah yang qadim (absolut). Maka sulit dipahami

maksud yang sebenarnya. Karena 'itu pula ayat-ayat tersebut dinamakan "mutasyabih

al-shifat". selanjutnya, dipertanyakan: apakah maksud ayat-ayat ini dapat diketahui

oleh manusia atau tidak?

Untuk menjawab prtanyaan ini, Shubhi al-Shale membedakan pendapat ulama

kedalam dua mazhab.

1. Mazhab salaf, yaitu orang-orang mempercayai dan mengimani sifat-sifat

mutasyabih dan menyerahkan hakekatnya kepada Allah sendiri. Mereka

mensucikan Allah dari pengertian-pengertian lahir yang mustahil ini bagi

Allah dan mengimaninya sebagaiman yang diterangkan Al-Qur'an serta

menyerahkan urusan mengetahui hakikatnya dengan ayat-ayat ini kepada

Allah, mereka disebut pula mazhab Mufawwidahab atau tafwidh.

2. Mazhab Khalaf, yaitu ulama yang menakwilkan lafal yang makna lahirnya

mustahil. kepada makna yang lain dengan zat Allah. Karena itu mereka

disebut pulah Muawwilah atau mazhab Takwil. mereka mema'nakan istiwa

dengan ketinggian yang abstrak, berupa pengadilan Allah terhadap alam ini

tanpa merasa kepayahan, kedatangan Allah diartikan dengan kedatangan


13

perintah-Nya, Allah berada di atas hamba-Nya dengan Allah Maha Tinggi,

bukan berada di satu tempat"istilah dengan hak Allah, “waja” denganzat,

"mata" dengan pengawasan, "tangan" dengan kekuasaan, dan "diri" dengan

siksa. Dengan demikian sistem penafsiran ayat-ayat Mutasyabih yaitu ditempu

oleh ulama khalaf semua lapal yang mengandung arti "cinta''muka" dan

"malu" bagi Allah ditakwil dengan Ma’na majas yang terdekat 18 Dalam pada

itu, ada ulama.yang membedakan mutasyabih menjadi tiga macam,

a. Mutasyabih yang sama sekali tidak dapat terjangkau oleh kemampuan

akal manusia untuk memahaminya, seperti mengetahui zat Allah,

hakekat stifat-stfat-Nya, waktu terjadinya hari kiamat, dan lain-lain

b. Mutasyabih yang tidak dapat diketahui oleh kebanyakan ulama atau

ilmuan (apalagi orang ilmuan) akan tetapi dapat dipahami oleh ulama

tertentu atau mereka, adalah orang-orang yang mendalami ilmunya.

c. Mutasyabih yang pada dasarnya setiap orang dapat mengetahui

melalui metode pelajaran dan pembahasan tertentu.19

Perbedaan-perbedaan pendapat dari ulama diatas pada dasarnya, mereka tidak

bertentangan, karena semua ayat al-Qur'an bisa dikatakan muhkam, jika dimaksud

adalah bahwa semua ayat-ayat al-Qur'an susunan redaksi lafal dan keindahan urutan-

urutan rasamnya sungguh sempurna dan tidak sedikitpun ada keraguan di dalamnya.

Dengan demikian juga al-Qur'an bisa dikatakan seluruh ayatnya Mutasyabih,

18
Ramli Abdul Wahid, Ulumul Qur’an, (Cet. IV; Jakarta: PT Raja Grapindo, 2002) h.118
19
Abdul Jalal, Op.Cit. h,244
14

sejauh yang dimaksud adalah keserupaan dan keserasian antara ayat-ayat, baik dalam

bidang balagan dan I'Jas nya maupun karena kesulitan dan ketidak manpuan

seseorang dalam menampakkan kelebihan sebahagian suku katanya dari sebahagian

yang lain. Dalam pengertian inilah Allah menurunkan al-Qur'an sebagai kitab al-

Mutasyabih seperti dijelaskan dalam QS.Ali imran tersebut.


15

D. Faedah Ayat Muhkam dan Mutasyabihat

Dalam pembahasan ini perlu dijelaskan faedah / hikmah ayat-ayat Muhkam

lebih dahulu sebelum menerangkan faedah ayat-ayat Mutasyabihat.

1. Hikmah Ayat-Ayat Muhkamat

Adanya ayat-ayat Muhkamat dalam Al-Qur’an, jelas sangat banyak faedah /

hikmahnya bagi ummat manusia, sebagai berikut :

a. Menjadi rahmat bagi manusia, khususnya orang yang kemampuan

bahasa Arabnya lemah. Dengan adanya ayat-ayat muhkam yang sudah

jelas arti maksudnya, sangat besar arti dan faedahnya bagi mereka.

b. Memudahkan manusia mengetahui arti dan maksudnya. Juga

memudahkan mereka dalam menghayati makna maksudnyaagar

mudah mengamalkan pelaksanaan ajaran-ajarannya.

c. Mendorong ummat untuk giat memahami, menghayati dan

mengamalkan isi kandungan al-Qur’an.

d. Menghilangkan kesulitan dan kebingungan ummat dalam mempelajari

isi ajarannya , karena lafal ayat-ayat dengan sendirinya sudah dapat

menjelaskan arti maksudnya.

e. Memperlancar usaha penafsiran atau penjelasan maksud kandungan

ayat-ayat al-Qur’an.

f. Membantu para guru, dosen, muballigh dan juru dakwah dalam usaha

menerangkan isi ajaran al-Qur’an dan tafsir ayat-ayatnya kepada

masyarakat.
16

g. Mempercepat usaha tahfidzul Qur’an (menghafal ayat-ayat al-Qur’an).

Sebab ayat yang sudah diketahui artinya itu lebih mudah

penghafalannya daripada ayat yang belum diketahui arti maksudnya.20

2. Hikma Ayat-Ayat Mutsyabih

Adanya ayat-ayat mutasyabihat dalam al-Qur’an membawa faedah/hikmah

yang banyak juga. Bahkan lebih banyak daripada hikmah ayat yang muhkamatdi atas.

Hikmah adanya ayat-ayat mutasyabihat itu ialah sebagai berikut ;

a. Rahmat Allah SWT. Sebab sifat dan zat Allh SWT itu ditampakkan

kepada manusia yang lemah itu. Karena itu Allah menyamarkan sifatdan

zat-Nya dalam ayat-ayat mutasyabihat itu adalah jelas merupakan rahmat

Allah SWT yang besar bagi manusia. Jika tidak disamarkan bias menjadi

siksaan bagi mereka, terutama mereka yang tidak tahan menzahirkannya.

Begitu pula Allah merahasiakan kedatangan hari kiamat. Mereka selalu

dihantui rasa takut, jika mereka mengerti kapan akan mati. Karena itu

Allah SWT merahasiakan kematian, hari kiamat dan sebagainya.

b. Ujian dan cobaan terhadap kekuatan iman umat manusia. Apakah dengan

disamarkannya sebagian isi al-Qur’an yang mutasyabih itu, masih akan

tetap iman atau tidak ? Karena itu ayat 7 Surat Ali-Imran disebutkan:

       


        
      
      
         
         
20
Abdul Jalal, Op.Cit. h,265-267
17

“ Dia-lah yang menurunkan Al kitab (Al Quran) kepada kamu. di antara


(isi) nya ada ayat-ayat yang muhkamaat[183], Itulah pokok-pokok isi Al
qur'an dan yang lain (ayat-ayat) mutasyaabihaat[184]. Adapun orang-
orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, Maka mereka
mengikuti sebahagian ayat-ayat yang mutasyaabihaat daripadanya untuk
menimbulkan fitnah untuk mencari-cari ta'wilnya, Padahal tidak ada yang
mengetahui ta'wilnya melainkan Allah. dan orang-orang yang mendalam
ilmunya berkata: "Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyaabihaat,
semuanya itu dari sisi Tuhan kami." dan tidak dapat mengambil pelajaran
(daripadanya) melainkan orang-orang yang berakal.”

c. Membuktikan kelemahan dan kebodohan manusia. Sebesar apapun usaha

dan persiapan manusia, masih ada kekurangan dan kelemahannya. Hal

tersebut menunjukan betapa besar kekuasaan Allah SWT, dan kekuasaan

ilmu-Nya yang maha mengetahui segala hal, meski terhadap hal-hal yang

samara, rahasia, tersembunyi seperti yat mutasyabihat. Manusia dan

malaikat pun tidak dapat mengetahuinya. Hal ini seperti ucapan para

malaikat, terekam dalam ayat 32 surah Al-Baqarah :

          


  
Mereka menjawab: "Maha suci Engkau, tidak ada yang Kami ketahui selain
dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami; Sesungguhnya Engkaulah
yang Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana."
18

d. Mendorong umat untuk giat belajar, tekun menalar dan rajin meneliti.

Sebab dengan adanya ayat mutasyabihat dalam al-Qur’an yang harus

mereka pedomani itu mau tidak mau mereka harus giat mempelajarinya,

agar dapat mengerti terjemahannya, menghayati maksudnya, sehingga

dapat mempedomani isi ajarannya. Seandainya semua ayat al-Qur’an itu

muhkamat seluruhnya, tentu orang akan malas belajar, enggan

memikirkan, tidak mau meneliti. Semuanya sudah jelas, terang dan

gambling tinggal menghayati dan mengamalkan saja.

e. Memperlihatkan kemu’jizatan al-Qur’an, ketinggian mutu sastra dan

balaghahnya, agar manusia menyadari sepenuhnya bahwa kitab itu

bukanlah buatan manusia biasa, melainkan wahyu ciptaan Allah SWT.

f. Memudahkan bacan, hafalan, dan pemahaman al-Qur’an. Sebab, adanya

ayat-ayat mutasyabihat yang sulit dimengerti dan sukar di nalaritu

mengakibatkan orang harus lebih banyak mencurahkan tenaga, pikiran,

dan perhatiannya, sehingga dengan sendirinya akan lebih meresapkan

hasil-hasil usahanya itu yang pada gilirannya dapat mempermudah

segalanya.

g. Menambah pahala usaha umat manusia, dengan bertambah sukarnya

memahami ayat-ayat mutasyabihat. Sebab, semakin sukar kerjaan orang,

akan semakin besar pahalanya.

h. Mendorong kegiatan mempelajari disiplin ilmu pengetahuan yang

bermacam-macam. Sebab adanya ayat-ayat mutasyabihat dalam al-


19

Qur’an, mendorong orang-orang yang akan mempelajarinya harus lebih

dahulu mempelajri beberapa disiplin ilmu yang terkait dengan berbagai isi

ajaran al-Qur’an yang bermacam-macam, seperti ilmu bahasa, kimia,

fisika, matematika, ekonomi, astronomi, teknik, geografi, kedokteran dan

sebagainya.

i. Mengajukan penggunaan dalil-dalil aqli, disamping dalil-dalil naqli. 21

Dengan adanya faedah dari rahasianya ayat –ayat muhkamat dan

mutasyabihat diturunkan oleh Allah SWT, dalam al-Qur’an maka kita diperbolehkan

menta’wil ayat-ayat yang mutasyabihat dengan ketentuan tidak keluar dari qaidah-

qaidah penta’wilan ayat dan tidak smpai membawa kita pada tingkat menyekutukan

Allah SWT.

21
Abdul Jalal, Op.Cit. h,268
20

BAB III
PENUTUP

Berdasarkan uraian yang kami tulis di dalam makalah tersebut maka kami

dapat menarik keimpulan sebagai berikut:

1. Ayat muhkam sesuatu yang dapat dipahami artinya atau maksudnya tanpa

membutuhkan pena'wilan sedangkan ayat-ayat mutasyabih berarti sesuatu yang

makna atau maksudnya dirahasiakan oleh Allah, yang membutuhkan pena'wilan

2. Para ulama dalam menanggapi sifat-sifat mutasyabih di dalam al-Qur’an

menpunyai dua mazhab pertama. Mazhab ulama salaf yang senantiasa

mensucikan Allah dari kenyataan-kenyataan yang mustahil ini dengan

mengimani apa yang diterangkan al-Qur'an, serta menyerehkan urusan

hakikatnya kepada Allah sendiri. Kedua, ulama khalaf memaknakan istiwa'

dengan ketinggian yang berupa ma'nawi, yaitu mengendalikan alam ini tanpa

merasa paya mereka mama'nakan Allah berada di atas hamba-hamba-Nya

dengan: Allah maha tinggi, bukan berada disuatu tempat dengan melalui

pendekatan ta'wil.

3. Ayat muhlkam dan mutasyabih memiliki relepansi yang sangat kuat yang tak

dapat dipisahkan karna ayat-ayat muhkam merupakan atat untuk mengantarkan

kita memahami dan mepnapsirkan ayat-ayat mutasyabih yang memiliki ma'na

yang samara-samar.

4. Hikma yang bisa dipetik dengan adanya ayat-ayat muhkam dan mutasyabih

adalah manusia diharuskan berupaya untuk mengungkap ma'na atau maksud


21

apa yang dikandung di dalam al-Qur-an sesuai dengan konteksnya, hingga

mampu melahirkan pengetahuan baru yang sesuai dengan kondisi yang

melingkupinya.
22

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Jalal, Ulumul Qur’an, ( Cet.II: Surabaya:Dunia Ilmu,2000)

Abuddin Nata. Metodologi Studi Islam (Cet. VI: Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada,2001)

Al-Qattan Manna Khail, Mabahits FI Ulum Qur'an Cet.10: Mesir Maktabah


Wahbah,1997

AI-Zarqani Muhammad Abdul al-Azhim, Manahil al-Irfan Fii Ulum Qur'an, Cet, I
Berut: Daar Ilmiah, 2003

Al-Shali Subkhi, Mabahist fi Ulum al-Qur'an, Cet.VI1I; Beirut. Daar al-ilmi Li--
Malayin al t. tht

Ash shiddieqy M. Hasbi, Ulum Qu'ran, Cet. 11 jakarta: PT Bulan Bintang, 1972

Munawir Achmad Warson, Kamus Arab Indonesia, Cet. XIV. Surabaya: Pustaka
Progresif, 1997

Marzuki Kamaluddin, Ulum Qur'an, Cet. II; Bandung: PT Remaja Rosdakarya 1994

Ramli Abdul Wahid, Ulumul Qur’an, (Cet. IV; jakarta: PT. Raja Grapindo
Persada,2002)

Anda mungkin juga menyukai