Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

Pemikiran Filsafat Secara Eksistensialisme

Disusun untuk mememuhi tugas mata kuliah

Pengantar Filsafat

Dosen Pengampu :

Dr. H. Ismail, M.Si

Penyusun :

Haris Fatah (06040123103)

Angelina Karunia Putri (06040123093)

Ilma Aulia Shafira (06040123106)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA

2023
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr.wb

Bismillahirrahmanirrahim

Alhamdulillah, segala puji kami panjatkan kepada kehadirat Allah SWT,


tuhan semesta alam. Atas karunia hidayah serta inayahnya makalah ini dapat tersusun
dan terselesaikan tepat waktu. Tak lupa pula kami panjatkan sholawat serta salam
kepada junjungan kita nabi besar nabi Muhammad SAW yang telah membimbing kita
dari jaman jahiliyyah menuju jaman yang terang-benerang. Semoga syafaatnya
bermanfaat bagi kita semua semua kelak.

Puji syukur pada Allah SWT dengan rahmat dan karunia-Nya saya dapat
menyelesaikan makalah untuk memenuhi tugas mata kuliah Pengantar Filsafat yang
membahas tentang Pemikiran Filsafat Secara Eksistensialisme

Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas. Kami sadar
bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Untuk itu,
kepada dosen kami meminta masukannya demi perbaikan pembuatan makalah ini
dimasa yang mendatang dan mengharapkan kritik dan saran dari pembaca.

Surabaya, 06 November 2023

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................ii

DAFTAR ISI...............................................................................................................iii

BAB I............................................................................................................................1

PENDAHULUAN........................................................................................................1

A. Latar Belakang.................................................................................................1

B. Rumusan Masalah............................................................................................2

C. Tujuan................................................................................................................2

BAB II...........................................................................................................................3

PEMBAHASAN...........................................................................................................3

A. Filsafat Eksistensialisme..................................................................................3

B. Tokoh-Tokoh Filsafat Eksistensialisme..........................................................5

C. Penerapan Ilmu atau Kehidupan Filsafat Eksistensialisme.........................7

BAB III.........................................................................................................................9

PENUTUP....................................................................................................................9

A. Kesimpulan........................................................................................................9

B. Saran..................................................................................................................9

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................iv

iii
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Awal lahirnya ilmu logika tidak dapat dilepaskan dari upaya para ahli pikir
Yunani. Mereka berusaha menganalisis kaidah-kaidah berpikir dan menghindari
terjadinya kesalahan dalam membuat kesimpulan. Ahli pikir yang mempelopori
perkembangan logika sejak awal lahirnya adalah Aristoteles (384-322 SM). Karya-
karya beliau bukan saja di bidang logika, namun juga di berbagai ilmu. baik ilmu
alam maupun sosial.

Istilah eksistensialisme bisa memiliki dua arti pada tingkat yang paling dasar,
istilah itu berarti sebuah sikap terhadap kehidupan manusia yang menekankan pada
pengalaman hidup nyata dan langsung dari tiap-tiap orang Ini memperhatikan cara-
cara orang berinteraksi dengan orang lain dan mencapai kesepahaman tentang sikap
masing-masing. Dalam arti yang lebih jauh, istilah tersebut mengacuh kepada sebuah
gerakan yang barang kali mencapai puncaknya pada tahun 1938-1968 asal-usul
gerakan ini bisa dilacak sampai kepada seorang filosof Denmark, Soren Kierkegaard
menekankan pentingnya keputusan seseorang dan kesadaran tentang eksistensi
manusia. Pemikir agama yang lebih suka menulis dalam bentuk ironi dan cara
berpikir paradoks ketimbang menjadi pemikir yang sistematik ini.

Dalam domain pendidikan, terdapat berbagai aliran filsafat yang merupakan


aplikasi dari filsafat umum. Dalam tulisan ini, kita akan menjelajahi eksistensialisme
dalam konteks ontologis atau eksistensi dalam pendidikan. Memahami aliran filsafat
pendidikan ini dengan baik akan mempermudah kita untuk memahami hubungannya
dengan pendekatan tradisional dan progresif terhadap aliran-aliran lainnya.
Eksistensialisme dalam filsafat pendidikan menekankan pengalaman individu. Ini
adalah sebuah filosofi yang berfokus pada pengembangan sistem pemikiran untuk

1
mengenali dan memahami aspek-aspek umum dalam realitas, keberadaan manusia,
dan nilai-nilai yang terkait.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan filsafat eksistensialisme?
2. Siapa saja tokoh-tokoh filsafat eksistensialisme?
3. Bagaimana penerapan ilmu atau kehidupan filsafat eksistensialisme ?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa itu filsafat eksistensialisme.
2. Untuk mengetahui siapa saja tokoh-tokoh filsafat eksistensialisme.
3. Untuk memahami penerapan ilmu filsafat eksistensialisme.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Filsafat Eksistensialisme
Eksistensialisme merupakan suatu filsafat. Berbeda dengan aliran filsafat lain.
Eksistensialisme tidak membahas esensi manusia secara abstrak, melainkan secara
spesifik meneliti kenyataan konkrit manusia sebagaimana manusia itu sendiri berada
dalam dunianya. serta hendak mengungkap eksistensi manusia sebagaimana yang
dialami oleh manusia itu sendiri. Esensi atau substansi mengacu pada sesuatu yang
umum, abstrak, statis, sehingga menafikan sesuatu yang konkret, individual dan
dinamis. Sebaliknya eksistensi justru mengacu pada sesuatu yang konkrit, individual
dan dinamis1

Istilah eksistensi berasal dari kata existere (eks=keluar, sister=ada/berada).


Dengan demikian, eksistensi memiliki arti sebagai “sesuatu yang sanggup keluar dari
keberadaannya” atau “sesuatu yang mampu melampaui dirinya sendiri”. Dalam
kenyataan hidup sehari-hari tidak ada sesuatu pun yang mempunyai ciri atau karakter
exitere, selain manusia. Hanya manusia yang mampu keluar dari dirinya, melampaui
keterbatasan biologis dan lingkungan fisiknya. Manusia juga berusaha untuk tidak
terkungkung oleh segala keterbatasan yang dimilikinya. Oleh sebab itu, para
eksistensialis menyebut manusia sebagai suatu proses “menjadi”, gerak yang aktif
dan dinamis.

Istilah eksistensialisme dikemukakan oleh ahli filsafat Jerman Martin


Heidegger (1889-1976). Eksistensialisme adalah ilmu filsafat dan cara yang
digunakan untuk menemukannya berasal dari metode fenomologi yang
dikembangkan oleh Hussel (1859-1938). Munculnya eksistensialisme berawal dari
ahli filsafat Kieggard dan Nietzche. Filsuf Jerman, Kiergaard (1813-1855) filsafatnya
1
Zainal abidin, Filsafat Manusia, (Bandung: PT.Remaja Rosdakarya: 2006), hal. 33.

3
didasari untuk menjawab pertanyaan "Bagaimanakah aku menjadi seorang individu?"
pertanyaan ini muncul karena pada saat itu terjadi krisis eksistensial (manusia
melupakan individualitasnya). Kiergaard menemukan jawaban untuk pertanyaan
tersebut "manusia (aku) bisa menjadi individu yang autentik jika memiliki gairah,
keterlibatan. dan komitmen pribadi dalam kehidupan." Nitzsche (1844-1900) filsuf
Jerman tujuan filsafatnya adalah untuk menjawab pertanyaan "bagaimana caranya
menjadi manusia unggul". Jawabannya manusia bisa menjadi unggul jika mempunyai
keberanian untuk merealisasikan diri secara jujur dan berani.

Pada abad ke-19. para sarjana Barat yang pernah mengembangkan ajaran
filsafat eksistensialisme antara lain oleh J. Fichte (1762-1814). F. Schelling (1775-
1854) dan Hegel (1770- 1831). Namun yang mereka kembangkan bukanlah filsafat
eksistensialisme secara utuh, tetapi lebih memprioritaskan ide-ide (idealisme), yakni
tidak memfokuskan pada pembahasan fakta yang telah dibuktikan, sehingga yang
muncul adalah filsafat materialisme. Seperti yang banyak kita kenal, materialisme
merupakan ajaran filsafat yang banyak dikembangkan oleh Karl Mark melalui ajaran
filsafat Marxisme. Menurutnya, eksistensi manusia lebih dari eksistensi TUHAN,
manusia bisa memperoleh segala sesuatu yang bersifat materi oleh diri manusia
sendiri, sehingga yang muncul kemudian adalah ajaran ketidakpercayaan terhadap
Tuhan (Atheisme).

Di kalangan filsuf Barat muncul sikap kritis untuk membangun konsep


berpikir yang bebas dan terbuka, menggunakan kemampuan akal seluas-luasnya agar
mampu menghadapi perkembangan zaman. Sementara di kalangan pemikir muslim,
eksistensialisme berlebihan ditolak karena mengabaikan dan mengingkari keberadaan
Tuhan, Sekarang, sebagian pemikir muslim liberal banyak terjebak dalam hal
merumuskan pandangan mereka tentang filsafat eksistensialisme sebagai faham
berpikir bebas dan terbuka meskipun harus lepas dari aqidah yang ada.

4
B. Tokoh - Tokoh Filsafat Eksistensialisme
1. Soren Aabye Kiekegaard
Sejak pertengahan abad 18 sebelum Perang Dunia 1 Soren Kierkegaard,
seorang penulis berkebangsaan Denmark, telah mengerjakan tema-tema pokok
eksistensialisme melalui berbagai penemuan dan interpretasi yang mendalam
terhadap pemikiran Schelling dan Marx. Namun baru setelah berakhir Perang
Dunia II eksistensialisme berkembang pesat terutama dalam sudut pandang
filsafat manusia sebagai filsafat yang membicarakan eksistensi manusia sebagai
tema utamanya.

Kierkegaard adalah seorang pemikir Denmark yang merupakan filsuf


Eksistensialisme yang terkenal abad 19. Kierkegaard berpendapat bahwa
manusia dapat menemukan arti hidup sesungguhnya jika ia menghubungkan
dirinya sendiri dengan sesuatu yang tidak terbatas dan merenungkan hidupnya
untuk melakukan hal tersebut, walaupun dirinya memiliki keterbatasan untuk
melakukan itu. Karena pada saat itu terjadi krisis eksistensial, tujuan filsafat
Kierkegaard adalah untuk menjawab pertanyaan "bagaimanakah aku menjadi
seorang individu?". Kiergaard menemukan jawaban untuk pertanyaan tersebut,
yakni manusia (aku) bisa menjadi individu yang autentik jika memiliki gairah,
keterlibatan, dan komitmen pribadi dalam kehidupan.

Inti pemikiran Kierkegaard adalah eksistensi manusia bukanlah sesuatu yang


statis tetapi senantiasa menjadi, manusia selalu bergerak dari kemungkinan
menuju suatu kenyataan, dari cita-cita menuju kenyataan hidup saat ini. Jadi
ditekankan harus ada keberanian dari manusia untuk mewujudkan apa yang ia
cita-citakan atau apa yang ia anggap kemungkinan.

5
2. Friedrich Nietzsche

Menurutnya manusia yang bereksistensi adalah manusia yang mempunyai


keinginan untuk berkuasa (will to power), dan untuk berkuasa manusia harus
menjadi manusia super (uebermensh) yang mempunyai mental majikan bukan
mental budak. Dan kemampuan ini hanya dapat dicapai dengan penderitaan
karena dengan menderita orang akan berpikir lebih aktif dan akan menemukan
dirinya sendiri.

3. Karl Jaspers

Memandang filsafat bertujuan mengembalikan manusia kepada dirinya


sendiri. Eksistensialismenya ditandai dengan pemikiran yang menggunakan semua
pengetahuan obyektif serta mengatasi pengetahuan obyektif itu, sehingga manusia
sadar akan dirinya sendiri Ada dua fokus pemikiran Jasper, yaitu eksistensi dan
transendensi.

4. Martin Heidegger

Martin Hiedegger merupakan pemikir yang ekstrim, hanya beberapa filsuf


saja yang mengerti pemikiran Heidegger. Pemikiran Heidegger selalu tersusun
secara sistematis. Tujuan dari pemikiran Heidegger pada dasarnya berusaha untuk
menjawab pengertian dari "being". Heidegger berpendapat bahwa "Das Wesen des
Daseins liegt in seiner Existenz", adanya keberadaan itu terletak pada
eksistensinya. Di dalam realitas nyata being (sein) tidak sama sebagai "being" ada
pada umumnya, sesuatu yang mempunyai ada dan di dalam ada, dan hal tersebut
sangat bertolak belakang dengan ada sebagai pengada. Heidegger menyebut being
sebagai eksistensi manusia, dan sejauh ini analisis tentang "being" biasa disebut
sebagai eksistensi manusia (Dasein). Dasein adalah tersusun dari da dan sein. "Da"
di sana (there), "sein" berarti berada (to be being). Artinya manusia sadar dengan
tempatnya.

6
C. Penerapan Ilmu atau Kehidupan Filsafat Eksistensialisme

Filsafat eksistensialisme adalah aliran pemikiran yang menekankan pada


kebebasan, keaslian, dan tanggung jawab individu dalam mencari makna
hidupnya. Filsafat ini berawal dari karya-karya beberapa filsuf Eropa abad ke-19
dan ke-20, seperti Soren Kierkegaard, Friedrich Nietzsche, Jean-Paul Sartre, dan
lain-lain¹. Filsafat ini menolak pandangan bahwa manusia dapat dipahami secara
obyektif atau universal, melainkan harus dilihat dari sudut pandang subjektif dan
konkret.
Penerapan ilmu atau kehidupan filsafat eksistensialisme dapat ditemukan
dalam berbagai bidang, seperti pendidikan, seni, sastra, psikologi, dan teologi.
Berikut adalah beberapa contoh penerapan filsafat eksistensialisme:
a. Dalam pendidikan, filsafat eksistensialisme menghargai individualitas,
kreativitas, dan keunikan setiap peserta didik. Filsafat ini juga mendorong
peserta didik untuk mengembangkan potensi, minat, dan nilai-nilai mereka
sendiri, serta mengambil keputusan secara mandiri dan bertanggung jawab.
Filsafat ini menentang pendidikan yang bersifat dogmatis, otoriter, atau
standar.
b. Dalam seni, filsafat eksistensialisme memberikan kebebasan kepada seniman
untuk berekspresi sesuai dengan pengalaman, perasaan, dan pandangan
mereka tentang dunia. Filsafat ini juga menunjukkan bahwa seni dapat
menjadi sarana untuk mengungkapkan kegelisahan, ketidakpastian, atau
absurditas kehidupan manusia. Beberapa contoh seniman yang terpengaruh
oleh filsafat eksistensialisme adalah Vincent Van Gogh, Edvard Munch,
Pablo Picasso, dan lain-lain.
c. Dalam sastra, filsafat eksistensialisme memunculkan genre sastra yang
disebut eksistensialisme sastra. Genre ini menggambarkan tokoh-tokoh yang

7
menghadapi krisis eksistensial, yaitu ketika mereka merasa tidak memiliki
tujuan, arah, atau makna dalam hidup mereka. Genre ini juga menyoroti
pilihan-pilihan yang harus diambil oleh tokoh-tokoh tersebut, serta
konsekuensi dan tanggung jawab yang menyertainya. Beberapa contoh
penulis yang termasuk dalam eksistensialisme sastra adalah Fyodor
Dostoyevsky, Franz Kafka, Albert Camus, dan lain-lain.
d. Dalam psikologi, filsafat eksistensialisme melahirkan cabang psikologi yang
disebut psikologi eksistensial. Cabang ini berfokus pada masalah-masalah
eksistensial yang dihadapi oleh manusia, seperti kematian, kesepian,
kebebasan, makna, dan nilai. Cabang ini juga menawarkan pendekatan terapi
yang bertujuan untuk membantu klien menemukan makna dan tujuan hidup
mereka, serta mengatasi rasa cemas, putus asa, atau depresi. Beberapa
contoh tokoh yang berperan dalam psikologi eksistensial adalah Viktor
Frankl, Rollo May, Irvin Yalom, dan lain-lain.
e. Dalam teologi, filsafat eksistensialisme mempengaruhi pemikiran beberapa
teolog yang disebut teolog eksistensial. Teolog-teolog ini menekankan pada
hubungan pribadi antara manusia dan Tuhan, serta pengalaman iman yang
otentik dan komitmen yang sungguh-sungguh. Teolog-teolog ini juga
mengkritik agama yang bersifat formal, ritual, atau dogmatis. Beberapa
contoh teolog eksistensial adalah Soren Kierkegaard, Paul Tillich, Karl
Barth, dan lain-lain.

8
BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan
Eksistensialisme adalah filsafat yang menekankan pada eksistensi manusia
sebagai sesuatu yang konkret, dinamis, dan individual. Filsafat ini berasal dari
pemikiran tokoh seperti Soren Kierkegaard, Friedrich Nietzsche, dan diteruskan oleh
filsuf seperti Jean-Paul Sartre. Eksistensialisme menekankan kebebasan, keaslian, dan
tanggung jawab individu dalam mencari makna hidup.

Penerapannya dapat ditemukan dalam berbagai bidang seperti pendidikan,


seni, sastra, psikologi, dan teologi. Contohnya, dalam pendidikan, eksistensialisme
menghargai individualitas dan mendorong peserta didik untuk mengembangkan
potensi mereka sendiri. Dalam seni, ini memberikan kebebasan pada seniman untuk
berekspresi sesuai pengalaman mereka. Dalam sastra, menciptakan genre
eksistensialisme sastra yang menyoroti krisis eksistensial. Dalam psikologi,
terciptanya psikologi eksistensial yang membahas masalah-masalah eksistensial
manusia. Dalam teologi, memengaruhi pemikiran teolog eksistensial yang
menekankan hubungan pribadi manusia dengan Tuhan.

Inti eksistensialisme adalah bahwa manusia memiliki kebebasan untuk


menciptakan makna hidup mereka sendiri, namun juga bertanggung jawab atas
pilihan-pilihan yang mereka buat.

B. Saran
Penulis menyadari bahwa tugas makalah yang penulis buat masih kurang sekali
kesempurnaan dalam penulisan. Selain karena pembahasannya kurang lengkap,
mungkin makalah ini materinya tidak sesuai dengan pembahasan, maka dari itu
penulis memohon maaf yang sebesar-besarnya kepada pembaca.

9
DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Zainal. 2006. Filsafat Manusia, Bandung: PT.Remaja Rosdakarya.

iv

Anda mungkin juga menyukai