Anda di halaman 1dari 12

TEORI EKSISTENSIALISME

(PEMIKIRAN JEAN PAUL SARTRE)


Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Sosiologi Postmodern
Dosen Pengampu: Ika Silviana, S.Sos, M.A

Disusun Oleh Kelompok 2


1. Dimas Gatot Ashari 933708218
2. Sukron Fadeli 033700119
3. Moh Hafizh Hibaul Wafi 21105025

KELAS 4 A
SOSIOLOGI AGAMA (SA)
FAKULTAS USHULUDDIN DAN DAKWAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN ) KEDIRI
TAHUN AJARAN
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita atas kehadirat Allah SWT atas segala rahmat-Nya sehingga, Makalah ini
bisa tersusun sampai dengan selesai. Sholawat serta salam tetap tercurahkan kepada
junjungan kita Nabi Muhammad SAW yang telah menuntun kita dari zaman jahiliyah menuju
zaman yang terang benderang yaitu Agama islam. Tidak lupa kami mengucapkan terima
kasih kepada bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan bantuan
pikiran maupun materinya. Kami sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah
pengetahuan dan penggalaman bagi pembaca. Kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini
bisa pembaca praktekkan dalam kehidupan sehari-hari.

Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan
makalah ini, karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman kami. Untuk itu kami sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah
ini.

Kediri, 2 April 2023

Penyusun
DAFTAR ISI

Cover..............................................................................................................................

Kata pengantar..............................................................................................................

Bab 1 Pendahuluan.......................................................................................................

A. Latar Belakang Masalah......................................................................


B. Rumusan Masalah................................................................................
C. Tujuan dan manfaat.............................................................................

Bab 2 Pembahasan........................................................................................................

A. Bagaimana sejarah eksistensialisme.........................................................


B. Bagaiamana pemikiran esksistensialisme jean paul Sartre......................
C. Seperti apakah analisis dari fenomena social pemikiran jean paul Sartre

Bab 3 Penutup...............................................................................................................

A. Kesimpulan ...........................................................................................
B. Saran .....................................................................................................

Daftar Pustaka..............................................................................................................
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Eksistensialisme merupakan sebuah aliran filsafat dewasa ini yang pengaruhnya
sangat luas. Aliran ini berhasil meninggalkan menara gading filsafat itu sendiri dan meresapi
banyak bidang di luar filsafat seperti psikologi, seni lukis, sastra, drama dan sebagainya.
Dikatakan bahwa aliran ini muncul sebagai reaksi terhadap aliran materialisme yang gagal
dalam memancangkan ide-idenya di kalangan masyarakat moderen dan sifat filsafat
tradisionalisme itu sendiri yang nota bene aliran ini termasuk di dalamnya.1

eksistensialisme bukan hanya reaksi terhadap materialisme tetapi juga merupakan


reaksi terhadap idealisme. Materialisme memandang sudut bawah manusia dan memandang
sudut itu sebagai keseluruhan. Di lain pihak, idealisme memandang sudut atas manusia, yakni
kesadaran, pikiran dan menganggap aspek ini sebagai seluruh manusia. Lalu, di manakah
letak kesalahan aliran idealisme ini. Kesalahannya adalah ia memandang manusia hanya
sebagai subjek dan akhirnya hanya sebagai kesadaran. Idealisme lupa bahwa manusia hanya
bisa berdiri sebagai subjek karena menghadapi objek. Jadi, manusia hanya berdiri sebagai
manusia karena bersatu dengan realitas di sekitarnya.2

Materialisme dan idealisme, bertentangan dengan manusia sebagai keseluruhan. Oleh


sebab itu, keduanya terbentur kepada realitas manusia dan selalu jatuh pada kontradiksi
dalam menerangkan macam-macam seni hidup manusia. Untuk mengatasi kemacetan yang
ditimbulkan oleh kedua aliran ini, maka eksistensialisme muncul ke permukaan dengan
pandangan yang berbeda dengan kedua aliaran tadi.

Di lain pihak dikatakan bahwa keberadaan aliran eksistensialisme adalah merupakan


pemberontakan terhadap beberapa sifat dari filsafat tradisional dan masyarakat moderen
karena rasionalisme Yunani atau tradisi filsafat klasiknya yang berpandangan spekulatif
tentang manusia seperti pandangan Plato dan Hegel.3 Dalam “sistem-sistem” tersebut, jiwa
individual atau sipemikir hilang dalam universal. Eksistensialisme adalah suatu protes
terhadap konsep-konsep “akal” dan “alam” yang ditekankan pada periode pencerahan
(Enlightenment) pada abad kedelapan belas. Penolakan untuk mengikuti suatu aliran,

1
Harorld H. Titus, dkk, Persoalan-persoalan Filsafat, Terj. Dari Living Issues in Philosophy karangan H.M. Rasyidi
(Jakarta: Bulan Bintang, 1984), hal. 382.
2
H. Driyarkara S. J., Percikan Filasafat (Jakarta:Pembangunan, 1978), hal. 62
3
Harorld H. Titus dkk, Loc. Cit.
penolakan terhadap kemampuan sesuatu kumpulan keyakinan, khususnya kemampuan
sistem, rasa puas terhadap filsafat tradisionalis yang bersifat dangkal, akademik dan jauh dari
kehidupan, semua itu adalah pokok dari eksistensialisme.4

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah eksistensialisme ?
2. Bagaiamana pemikiran esksistensialisme jean paul Sartre?
3. Seperti apakah analisis dari fenomena social pemikiran jean paul Sartre?
C. Tujuan
1. Memahami eksistensialisme pemikiran jean paul Sartre
2. Mengetahui fenomena analisis jean paul Sartre

BAB II

4
Walter Kaufmann, Existentialism from Dostoevsky To Sartre (New York: New American Library, 1975), hal
12.8Harold H. Titus,
PEMBAHASAN

1. Sejarah jean paul sartre

Jean Paul Sartre merupakan tokoh eksistensialisme yang lahir pada 21 Juni 1905 di
Paris.5 Sejak kecil Sartre terkenal sebagai anak yang lemah fisiknya sehingga Sartre selalu
menjadi sasaran olok-olok temannya yang fisiknya lebih kuat, karena itu Sartre labih sering
menghabiskan waktunya dengan melamun dan berkhayal. Meskipun demikian, para guru
Sartre mengenal Sartre sebagai anak yang cerdas, dan mempunyai semangat tinggi untuk
belajar. Kecerdasan Sartre yang diakui oleh guru-gurunya ini terbukti dengan banyaknya
prestasi-prestasi yang diraih Sartre ketika dewasa.

Sartre hidup pada masa Perang Dunia II, di mana Prancis dijajah oleh Jerman, yaitu
tepatnya pada tahun 1940. Perang Dunia II ini merupakan masa-masa di mana rakyat Prancis
sangat membutuhkan semangat untuk ketahanan nasional. Sartre hadir sebagai seorang
pembela kebebasan manusia, dan lebih jauh lagi Sartre mengatakan bahwa manusia tidak
mempunyai sandaran keagamaan dan tidak dapat mengandalkan kekuatan yang diluar
dirinya, manusia harus mengandalkan kekuatannya sendiri. Peristiwa ini lah yang melatar
belakangi pemikiran Sartre tentang kebebasan absolut, yaitu bahwa manusia pada dasarnya
memiliki kekuatan dan kebebasan untuk berbuat apa saja tanpa ada yang membatasi.

Sartre dianggap sebagai pelopor aliran Eksistensialisme di Perancis. Ia menyatakan


bahwa eksistensi lebih dulu ada dibandingkan dengan esensi. Artinya, manusia akan memiliki
esensi jika ia telah eksis terlebih dahulu dan esensi tersebut akan muncul ketika manusia
mati. Dengan kata lain, manusia tidak memiliki apa-apa saat dilahirkan. Sartre memiliki
pemikiran yang terkenal yaitu "human is condemned to be free" atau “manusia dikutuk untuk
bebas”. Sartre mengambarkan manusia mempunyai kekuasaan sepenunya dalam menentekun
pilihan atas kebebasannya, dan tidak ada yang dapat mencampurinya.6 Kebebasan berarti
mampu memilih dan menentukan sikap dari sekian alternatif yang dimungkinkan. Manusia
bebas memilih jalan hidupnya sendiri, namun kebebasan bukan berarti lepas sama sekali dari
kewajiban dan beban. Menurut Sartre, kebebasan merupakan sesuatu yang sangat berkaitan
dengan tanggung jawab dan tidak bisa dilepaskan satu sama lain.

2. Pemikiran jean paul sartre

5
Muzairi, Eksistensialisme Jean Paul Satre Sumur Tanpa Dasar Kebebasan Manusia, (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2022) h.71
6
Soejono Soemargono, Filsafat Abad 20, (Yogyakarta: PT. Tiara Wacana, 1998) h.149
Sartre melihat eksistensi manusia itu dalam kenyataan sebagai etre-en–soi dan etre
pour-soi. Kedua kenyataan itu merupakan dua kenyataan tentang ‘kesadaran’ dan ‘yang
disadari’, yang saling berhadapan dan bertentangan dalam keberadaannya. Berikut
penjelasannya:

1. Etre En Soi
Bahasa Inggris untuk etre-en soi adalah thingness (dunia benda-benda). Etre-
en soi adalah ada pada dirinya atau secara singkat disebut ujud. Pada etre-en soi
(ujud), manusia tidak sadar akan dirinya apakah ia berperan sebagai subjek atau
objek. Ia bukan subjek karena ia tak memiliki kesadaran yang dapat digunakannya. Ia
bukan objek karena ia tak sadar akan kedudukannya sebagai objek. Ia juga tidak sadar
akan lingkungannya. Ia tertutup dan gelap dalam segala macam hal. Ia tidak dapat
mengerti dan tidak mengadakan pertanyaan terhadap apapun. Ia hanya penuh dengan
dirinya sendiri sebagai suatu ujud tanpa bersangkut paut dengan hal apapun yang lain.
Manusia sebagai en-soi adalah manusia yang tidak berkesadaran. Statusnya
sama seperti kambing, sayuran, dan batu. En-soi itu ada karena ada secara kebetulan
dan bukan ciptaan Tuhan. Karena andaikata Tuhan, maka en-soi itu ada dalam pikiran
Tuhan atau diluarnya. Bila didalam, maka belum tercipta dan bila diluar maka ia
bukan ciptaan karena berdiri sendiri.7
2. Etre Pour Soi
Etre-pour Soi (Kesadaran) adalah ada untuk dirinya. Pada Etre pour-soi
tampak keistimewan manusia sebagai suatu ada yang memiliki kesadaran akan segala
sesuatu (subjek yang sadar akan adanya objek yang merupakan Etre-en soi) baik
dirinya sendiri maupun lingkungannya. Dengan kesadarannya, ia dapat bertanya
mengenai apa saja dan berusaha mencari jawabannya. Ia dapat pula mencari makna
mengenai segala sesuatu dengan menggunakan pikirannya yang sadar. Etre-pour–soi
menunjukkan manusia yang mengerti dengan kesadarannya yang aktif, dan
menunjukkan peran eksistensi manusia sebagai subjek yang dapat sadar akan adanya
objek yang dipikirkannya atau diamatinya. Dengan demikian, Etre-pour soi adalah
ada yang tidak buta dan tidak berada dalam kegelapan seperti Etre-en soi.
3. Etre-en soi-etre-pour soi (tujuan akhir manusia)
Etre-en soi-etre-pour so penuh dan sadarketika menjadi sbab dan dasar
terhadap dirinya sendiri yangsudah tidak bertanya lagi. Manusi akan menjadi
7
Ekky al-Malaky, Kajian Eksistensialisme tentang Ontologi: Pemikiran Jeal Paul Sartre.
http://sahrirpetta.blogspot.com/2011/08/eksistensialisme-tentang-ontologi.html
‘tuhan’ atas dirinya. Pencapaian cita-cita itu adalah kegagalan belaka yang
tidak kunjung selesai atau dijangkau oleh manusia karena adanya kesadaran
yang begitu ada dalam meniadakan secara bebas. Dari situlah, bisa dilihat
konsep pesimisme pada pemikiran satre. Konsep yang memukau pada pertama
satre. Tetapi selanjutnya dia menjadi pesimis pada pencapaiainya karena
kebebasan tersebut dan semoga saja hal ini tidak diterapkan didalam diri kita
sebagai bangsa berpancasila yang menganut KeTuhanan Yang Maha,
beranggapan bahwa kita sebagai manusia bukan Tuhan atas diri kita, serta juga
bisa mengharapkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Darikonsep satre sendiri
mengenai eksistensisalisme tidak perlu kita terima sebagai bangsa Indonesia.

4. Atheisme Sartre
Sartre adalah tokoh filsuf eksistensialis,. Ia sendiri menolak akan eksistensi
tuhan dengan cara mentidkaadakan tuhan tersebut. Pandangannya ialah adanya
tuhan yang melihat sebagai mnuisa subjek yang sadar dalam dirinya seta
mempunyai kebebasan yang nantrinya bisa menghilangkan kebebasan itu
sendiri. Selain itu, penyampaian argument prinsipil bagi penolakan tuhan
mengenai pemikiran srtre yakni filsafat atheistic. Pleningnya mengatakan
bahwa manusia bebas serta harus bertanggung jawab sendiri, maka tuhan dan
segala penentuan tidak boleh ada. Ketika tuhan ada berarti harus membatasi
kebebasan didalam manusia itu.

5. Kebebasan yang menghukum


Adanya keasadaran pada manusia yang memiliki kebebasan dengan cara untuk
membedakan antara benda satu dengan bebda-benda lainnya adalah dirinya
sendiri. Dalam kebebasan yang dimiliki merupakan hasil manusia yang
kemampuannya untuk memcari suatu kemungkinan-kemungkinan serta
menindakkan ataupun menyangkal diantara beberapa suatu hal yang berbeda
dengan yabg lainnya dengan memakai kesadaranya. Bebas bereksistensi
berarti mampu berkata bahwa arang –arang yang diamatinya sudah tidak
menjadfi kayu seperti kayu untuk membuat arang itu. Kebebasan manusia
dalam membedakan dirinya pada saat ini adalah dirinya pada saat di masa
lampau. Kemungkinan-kemungkinan yang berubah itu bukan sebuah
kidentikan pada diri manusia. Eksistensilah yang mendahului essensi dengan
kata lain “manusia akan memiliki esesnsi jika ia telah eksis terlebih
dahulu.esensinya itu merupakan kemunculan pad saat manusia mati, manusia
dilahirkan tidak memiliki apa-apa serta selama hidunya., menurut srtre
landasan nilai dari kebebasan manusia “ pandangan hal itu bahwa manusia
tercipta di dunia terlbih dahulu setelah ia mencari makna pada hidupnya.
Selain itu juga mencari segala hal dalam berpetualangan keberbagia tempat
untuk upaya menemukan peristiwa yang terjadi ada dalam masyarakat.

6. Etre pour-atrui sebagai intersubjektivitas yang gagal


Eksistensialisme bisa dilihat dari dua hubungan antara eksistensi dan non
eksistensi. Manusia sebagai eksistensi utama dalam peran sebagai objek
ataupun subjek sedangkan dari yang non eksistensi(benda-benda) hanya bisa
berperan sebagai objek. Pernyataan non man is an island sebagai bukti nyata
bahwasannya manusia tidak bisa hidup tanpa manusia lainya. Hubungan ini
bisa kita lihat dengan hubungan antara suami dan istri , anak yang dilahirkan
dari seorang ibu. Eksistensi dan manusia bisa berperan sendiri-sendiri apakah
antinya hal tersebut bisa dilakukan sebagai subjek atau objek. Dikatakan
subjek apabila peranan aktif itu mampu mengarahkan perhatiannya pada objek
, nah objek adalah sasaran pasif yang ditijau dari subjek itu sendiri.8

Sartre dikenal sebagai orang yang individual ia menagatakan intersubjektivitas


sebagai hal yang gagal hal itu dikarenakan subjek-objek dalam diri kesadaran manusia serta
bukan juga hubungan subjek-subjek. Hakikat yang ada Sartre, adalah eksistensi yang
mengaitkan peran akah subjek atau objek bisa mampu saling mempengaruhi satu dengan
lainnya. Intinya menurut Sartre sendiri bahwa intersubjektivitas yang gagal merupakan
pandangan anatara manusia dengan mnausia apakah hubungan sosialnya baik . karena pada
dasarnya manusia itu satu dengan lainnya saling memanfaatkan muanusia atas dasar
kepentingan padadirinya sendiri. Bisa dilihat pandangan bahwa Sartre sangat
begituindividualis mengenai pandangan hubungan antara manusia yang difikiranya itu sangat
egoistis.

3. Analisis fenomena sosial sesuai fenomena pemikiran tokoh

8
Sihol Farida Tambunan, Kebebasan Manusia Abad 20; Filsafat Eksistensialisme Sartre. Jurnal
Masyarakat dan Budaya Vol.18 No.2 Tahun 2016
La liberta yang artinya kemerdekaan. Dalam bagian ini Sartre membicarakan
mengenai kemerdekaan manusia. Manusia bergerak atas kehendaknya sendiri, tidak seperti
mesin yang digerakkan Kemerdekaan menempati posisi sentral dalam diri
manusia. Kemerdekaan manusia menurut Sartre adalah ketika manusia dapat menguasai
dirinya secara bebas. Fenomena yang bisa kita lihat seperti yang terjadi pada saat erupsi
gunung semeru pada akhir tahun tepatnya minggu, 4 desember 2022. Pada saat erupsi terjadi
penduduk yang ada dikawasan zona merah mereka bergegas untuk menyelamatkan diri
meninggalkan lokasi yang mereka tempati. Tetapi ada penghuni pondok pesantren yang ada
di sapiturang tidak mau dievakuasi oleh para petugas pada saat itu. Penggurus pondok
pesantren tersebut menolak untuk dievakuasi dan di sana juga terdapat para santri yang
berjumlah 15 orang. Dari pernyataan penggurus pondok itu petugaspun tidak bisa memaksa
dikarnakan atas kemauannya sendiri dan penggurus pondok tersebut menyatakan bahwa siap
menanggung resiko yang ia terima jika terjadi sesuatu saat berada dikawasan zona merah
erupsi gunung semeru. Dari penyataan itu petugas bergegas meninggalkan kawasan pondok
pesantren tersebut. Hal itu bisa dikatakan bahwasannya mereka memiliki kebebasan dalam
tindakan dalam dirinya apakah mereka mau untuk melakukan evakuasi atau tidaknya,
eksistensialis kebebasan itulah muncul pada pemikiran tersebut yang berlandaskan kesadaran
ada pada dirinya masing-masing

BAB III

PENUTUP

a) Kesimpulan
Pada hakikatnya Sartre sendiri adalah seorang pembela kebebasan manusia, dan lebih
jauh lagi Sartre berfikir serta mengatakan bahwa manusia tidak mempunyai sandaran
keagamaan dan tidak dapat mengandalkan kekuatan yang diluar dirinya, manusia dendiri
juga harus mengandalkan kekuatannya sendiri. Dilihat dari segi pemikirannya hal yang
muncul dalam melatar belakangi pemikiran Sartre tentang kebebasan absolut, yaitu
bahwa manusia pada dasarnya memiliki kekuatan dan kebebasan untuk berbuat apa saja
tanpa ada yang membatasi. manusia yang memiliki kebebasan dengan cara untuk
membedakan antara benda satu dengan benda-benda lainnya adalah dirinya sendiri.
Dalam kebebasan yang dimiliki merupakan hasil manusia yang kemampuannya untuk
memcari suatu kemungkinan-kemungkinan serta menindakkan ataupun menyangkal
diantara beberapa suatu hal yang berbeda dengan yang lainnya dengan memakai
kesadaranya.
b) Saran
Proses dalam pembuatan makalah ini memiliki tujuan kepada penulis untuk merangkum
sekilas materi yang ada didalmnya supaya memudahkan untuk para pembacanya, guna
untuk sebagai tambahan ilmu terkait makalah tersebut. Kerena itu , kami berupaya
membuat makalah dengan serapi dan sebenar mungkin agar pembaca lebih tertarik lagi
dan mau mengembangkan makalah yng ada didalam untuk kedepannya.

DAFTAR PUSTAKA
Harorld H. Titus, dkk, Persoalan-persoalan Filsafat, Terj. Dari Living Issues in Philosophy karangan H.M.
Rasyidi (Jakarta: Bulan Bintang, 1984), hal. 382.
H. Driyarkara S. J., Percikan Filasafat (Jakarta:Pembangunan, 1978), hal. 62
Harorld H. Titus dkk, Loc. Cit.
Kaufmann,walter. Existentialism from Dostoevsky To Sartre (New York: New American Library, 1975), hal
12.8Harold H. Titus
Muzairi, Eksistensialisme Jean Paul Satre Sumur Tanpa Dasar Kebebasan Manusia, (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2022) h.71
Soemargono,Soejono. Filsafat Abad 20, (Yogyakarta: PT. Tiara Wacana, 1998) h.149
Ekky al-Malaky, Kajian Eksistensialisme tentang Ontologi: Pemikiran Jeal Paul Sartre.
http://sahrirpetta.blogspot.com/2011/08/eksistensialisme-tentang-ontologi.html
Tambunan, Sihol Farida. Kebebasan Manusia Abad 20; Filsafat Eksistensialisme Sartre. Jurnal Masyarakat dan
Budaya Vol.18 No.2 Tahun 2016

Anda mungkin juga menyukai