Anda di halaman 1dari 6

Eduardus Dimas Asmaraaji XIIA1/9

Bangsa Toleran untuk Indonesia yang Lebih Baik

Sebagai negara kesatuan, kita bangsa Indonesia memiliki beragam suku, budaya, agama,
dan ras. Menurut sensus penduduk oleh Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2010, Indonesia
memiliki sekitar 1.340 suku bangsa. 1.340 suku bangsa tersebut mewakili 237,6 juta penduduk
Indonesia pada 2010 yang 87,18 persennya beragama Islam. Keberagaman bisa menjadi pedang
berbilah dua bagi NKRI kita yang tercinta. Semua itu bergantung pada para masyarakat dalam
menyikapi keberagaman. Sikap toleransi menjadi kunci jika bangsa Indonesia ingin maju. Kita
tahu bahwa dari awal berdirinya NKRI, para pendahulu kita mampu menunjukkan sikap toleransi
melalui pemikiran senasib. Bangsa kita dijajah oleh Belanda selama tiga setengah abad lamanya
dan selama masa itu para rakyat merasakan banyak sekali penderitaan akibat duduknya Belanda
di Indonesia. Bahkan pada masa pemerintahan Gubernur Jendral Herman Willem Daendels, para
rakyat terpaksa melakukan kerja rodi (kerja paksa) dalam membangun jalan raya Anyer-Panurukan
sepanjang 1100 kilometer. Bisa dibayangkan betapa teriksanya para pendahulu kita dengan
berbagai kebijakan sadis Belanda seperti kerja rodi, tanam paksa, dll. Seluruh penderitaan itulah
yang membuat bangsa Indonesia bersatu dan membentuk NKRI. Dalam proses pembentukan
NKRI, Ir. Soekarno yang waktu itu menjadi Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan
Indonesia (BPUPKI) mengusulkan pembentukan dasar negara yang nantinya menghasilkan
rancangan UUD 1945 pada sidang pertama. UUD 1945 itulah yang menjadi dasar pembentukan
sistem konstitusi kita. Sistem itu sendiri dibentuk untuk melindungi hak warga negara serta HAM
yang tidak boleh diambil oleh siapapun dengan alasan apapun. Sikap intoleransi merupakan salah
satu pelanggarannya dan pelanggarnya harus dihukum untuk menimbulkan efek jera. Pada
dasarnya, semua agama pasti mengajarkan hal yang baik, tidak mungkin ada agama yang
mengajarkan hal yang tidak benar. Contohnya adalah dokumen Nostra Aetate dalam ajaran agama
Katolik. Dokumen tersebut menjelaskan bahwa agama selain Katolik juga mengajarkan kebaikan
dan Gereja Katolik sendiri menghargai umat-umat yang beragama lain. Intoleransi adalah salah
satu penghambat NKRI yang seharusnya dibangun atas dasar toleransi dan keberagaman. Mengapa
intoleransi sangat menghambat negara kita? Tentu karena intoleransi adalah akar dari berbagai
macam masalah di Indonesia itu sendiri.
Eduardus Dimas Asmaraaji XIIA1/9

Menurut Setara Institute, sebuah lembaga yang melakukan penelitian dan advokasi di
bidang demokrasi, kebebasan politik dan HAM, kasus intoleransi di Indonesia dalam periode 2014
s.d. 2018 mengalami peningkatan. Jumlah kasusnya sendiri pada setiap tahun secara berturu-turut
adalah 74, 87, 100, 155, dan 202. Bisa dilihat bahwa jumlah kasus semakin bertambah setiap
tahunnya dan jumlah kasus terbanyak berada di tahun 2018 dengan jumlah 202 kasus. Peningkatan
paling besar terjadi pada tahun 2016 ke tahun 2017 dengan peningkatan sebesar 55 kasus. Rata-
rata dari data tersebut sendiri adalah 123,6 yang berarti jumlah kasus pada tahun 2017 dan 2018
berada diatas rata-rata. Kemudian, melalui siaran yang dilakukan oleh Setara Institute pada 24
November, mereka menyatakan 10 provinsi paling intoleran berdasarkan jumlah peristiwa pada
12 tahun terakhir. Menurut siaran pers tersebut, Jawa Barat adalah kota paling intoleran dengan
629 peristiwa kemudian disusul oleh DKI Jakarta (291 peristiwa) dan Jawa Timur (270 peristiwa).
Jika kitamelihat data tersebut, kebanyakan provinsi yang intoleran berada di pulau Jawa dan
menurut saya ini sangat memprihatinkan. Mengapa kasus intoleransi sangat sering terjadi di
Indonesia?

Jumlah Kasus Intoleransi


300

200

100

0
2014 2015 2016 2017 2018

Gambar 1: Jumlah Kasus Intoleransi Gambar 2: Jumlah Kasus Tiap Provinsi (12 tahun terakhir)

Intoleransi sudah seperti penyakit yang menjalar di kehidupan bermasyarakat, terutama


intoleransi agama yang menyebabkan adanya marginalisasi. Menurut dugaan saya, marginalisasi
itulah yang mungkin membuat masyarakat Indonesia sangat mudah untuk dihasut menggunakan
isu SARA, terutama agama. Contohnya saja, pernyataan pendakwah Ustadz Abdul Somad yang
mengaitkan salib dengan jin kafir dalam sebuah video yang viral di dunia maya. Hal ini berujung
pelaporan dirinya ke polisi atas dugaan penistaan agama. Tak hanya kasus itu, banyak sekali kasus
lainnya yang menyangkut masalah marginalisasi dan diskriminasi terhadap kelompok tertentu.
Diskriminasi dan marginalisasi tersebutlah yang terkadang membuat negara kurang maju,
mengapa? Jawabannya simple sekali, berbagai macam posisi tinggi di pemerintahan tidak mampu
didapatkan oleh kaum minoritas dengan berbagai macam alasan. Untuk lebih maju tentu kita harus
Eduardus Dimas Asmaraaji XIIA1/9

mau lebih membuka diri lagi. Apa saja aspek-aspek yang perlu diperhatikan dalam melihat kasus
toleransi dan mengapa aspek tersebut penting? Lalu bagaimana kita harus menyikapi kasus
intoleransi dalam kehidupan sehari-hari? Mari kita simak bersama-sama.

Jika kita lihat dari segi sejarah Indonesia sendiri, intoleransi sudah terjadi sejak awal. Pada
saat pembentukan Piagam Jakarta (Jakarta Charter), sila pertama yaitu “"Ketuhanan Yang Maha
Esa dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluknya" menuai kontroversi. Sila
tersebut awalnya berasal dari kutipan buku karya Hamka Haq yang berbunyi, “Tak akan ada nation
Indonesia tanpa umat Islam. Lebih dari itu, karena kalangan nasionalis Indonesia yang berjuang
dalam lingkup nasional yang mula pertama memang berwatak Islam”. Kutipan tersebut
menunjukkan bahwa bahkan terjadi intoleransi selama pembuatan Pancasila yang merupakan
ideology dan dasar negara NKRI. Akhirnya sila pertama diganti menjadi “Ketuhanan yang Maha
Esa” agar lebih mencerminkan keberagaman di Indonesia. Keputusan itupun menuai pro dan
kontra dari masyarakat Indonesia. Hal ini diperparah dengan sejarah politik devide et impera atau
politik adu domba yang dilakukan Belanda di Indonesia yang menyebabkan perpecahan. Setelah
Indonesia merdeka pun muncul banyak gerakan untuk mengubah Indonesia menjadi negara Islam,
contohnya adalah pemberontakan DI/TII sekitar tahun 1950, pemberontakan PKI Madiun 1948,
dan masih banyak lagi. Hal yang paling menyedihkan adalah terbawanya sifat intoleransi yang
memecah belah bangsa hingga zaman sekarang. Lantas, bagaimana kita bisa ikut menghilangkan
intoleransi? Kita harus lebih terbuka dalam berbagai pilihan hidup orang dan mau menghargai
orang lain apa adanya. Seperti kata Almarhum Abdurrahman Wahid, yang akrab disapa Gus Dur,
“Kalau kamu bisa melakukan yang baik untuk semua orang, orang tidak tanya apa agamamu”.

Ketika kita melihat semboyan Bhinneka Tunggal Ika ataupun sila pertama Pancasila,
terkadang kita menemukan penyelewengan terhadap kedua hal itu dalam kehidupan
bermasyarakat, seperti nepotisme atas dasar agama, dll. Aksi itu terkadang muncul akibat
kepentingan kelompok tertentu yang secara sadar atau tidak sadar melakukan kampanye yang
intoleran atau memihak mayoritas untuk mendapatkan jabatan. Pada UUD 1945 Pasal 28I ayat 1
diakui bahwa hak untuk beragama merupakan hak asasi manusia demikian juga pada UUD 1945
Pasal 29 ayat 2 yang menegaskan bahwa negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduknya
untuk memeluk agama. Peraturan tersebut menunjukkan bahwa intoleransi atas dasar agama
merupakan salah satu pelanggaran terhadap hak asasi dan UUD 1945. Seperti contoh kasus
Eduardus Dimas Asmaraaji XIIA1/9

kerusuhan di Wamena yang korbannya mayoritas pendatang beragama Islam. Kasus ini sangat
menyedihkan karena mengingatkan kita akan intoleransi yang mengakibatkan penyelewengan
HAM. Untuk mengatasi permasalahan ini tidaklah mudah, kita harus perlahan-lahan
menghilangkan sikap marginalisasi terhadap kelompok atau agama tertentu supaya kita tidak
dengan subjektif menilai orang atau kelompok tertentu.

Sebenarnya, semua agama tidak akan mengajarkan hal yang tidak baik kepada kita.
Terkadang hal yang terjadi adalah misinterpretasi akan ajaran tersebut sehingga menimbulkan
fanatisme yang nantinya bisa mengakibatkan terjadinya pengkotak-kotakan agama. Terkadang
juga muncul kelompok kepentingan yang menghasut umat agamanya melalui ceramah yang
diberikan saat beribadah. Contoh kasusnya adalah seperti yang sudah saya sebut, yaitu Ustadz
Abdul Somad yang menistakan agama Kristen. Lalu bagaimana supaya kita tidak mudah terhasut
dengan alasan agama? Pertama kita harus mampu menyaring informasi dengan baik supaya tidak
mudah terhasut. Kedua, kita harus pahami bahwa kita semua adalah ciptaan Tuhan Yang Maha
Esa dan kita diciptakan untuk hidup berdampingan dan saling menghargai bukan saling membenci
maupun membeda-bedakan.

Jadi, kasus intoleransi memang sudah sering ditemukan dalam berbagai macam bentuk dan
menyebar dengan sangat mudah. Ada banyak faktor yang melatarbelakanginya seperti kepentingan
kelompok, keuntungan pribadi, maupun kebencian terhadap kelompok tertentu. Negara kita
tercinta ini sudah merdeka selama 75 tahun. Selama 75 tahun lamanya kita mampu untuk bersatu
dalam keberagaman kita. Jangan sampai kita mengecewakan para pendahulu kita yang
membangun negara ini dengan asas Bhinneka Tunggal Ika. Mari kita terapkan Bhinneka Tunggal
Ika dalam kehidupan sehari-hari. Bagaimana caranya? Sebagai kaum muda yang aktif dalam media
sosial, kita bisa menyebarkan hal-hal positif dan meningkatkan awareness kepada teman-teman
kita mengenai intoleransi yang perlahan-lahan menggerogoti bangsa kita secara perlahan. Aksi-
aksi kolaborasi anak muda seperti Ragamuda juga meningkatkan pemahaman dan koneksi kita
dengan sekolah lain dan juga meningkatkan nilai toleransi. Saran saya untuk pemerintah sendiri
adalah lebih tegas dalam menegakkan hukum, karena ada berbgai kasus intoleransi yang menurut
saya kurang ditanggapi dengan serius. Mari kita semua bersama menjaga keutuhan NKRI dengan
meningkatkan toleransi kepada sesama kita tanpa memandang latar belakang mereka.
Eduardus Dimas Asmaraaji XIIA1/9

Sebagai seorang kanisian, kita selalu diajarkan prinsip 4C + 1L. Dalam konteks toleransi,
kita harus mampu mengaplikasikan sikap toleransi dalam kehidupan kita sehari-hari. Kita bisa
melihat dari sejarah kita bahwa masih ada banyak sekali peristiwa intoleran yang tidak terpuji.
Setelah menganalisa akar masalah intoleransi yang ada, pikiran kita semakin terbuka dalam
menyikapi masalah intoleransi kedepannya. Hati nurani atau conscience yang tajam sangat
diperlukan agar kita tidak mengulangi kesalahan-kesalahan yang dilakukan pendahulu kita yaitu
membiarkan sikap intoleransi menyebar luas. Tanpa kita sadari, globalisasi menjadi suatu sarana
untuk menyebarkan kebahagiaan bagi sesama seperti melalui media sosial. Salah satu cara untuk
meningkatkan sikap toleran adalah dengan menyebarkan aktivitas positif dan mengajak saudara-
saudari kita untuk ikut bersikap baik tanpa memandang orang lain menurut suku, agama maupun
ras mereka. Mari kita lebih peduli terhadap toleransi untuk masa depan bangsa Indonesia yang
lebih baik dan maju. -AMDG-
Eduardus Dimas Asmaraaji XIIA1/9

Sumber Referensi

https://sp2010.bps.go.id/

https://nasional.kompas.com/read/2019/11/24/19300051/setara--dalam-5-tahun-terakhir-terjadi-
peningkatan-intoleransi-di-yogyakarta

https://jogjapolitan.harianjogja.com/read/2020/09/06/510/1049119/intoleransi-di-diy-meningkat-
5-tahun-terakhir-ada-motif-politik-hingga-ekonomi

https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/cl6556/ham-dan-kebebasan-beragama-di-
indonesia/#:~:text=Selain%20itu%20dalam%20Pasal%2028I,asasi%20tersebut%20bukannya%2
0tanpa%20pembatasan.

https://nasional.kompas.com/read/2016/06/01/09210021/perubahan.urutan.pancasila.dan.perdeba
tan.syariat.islam.di.piagam.jakarta?page=all

https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-49408545

https://video.tribunnews.com/view/90933/kebijakan-herman-willem-daendels-kebijakan-zaman-
kolonial-yang-salah-satunya-adalah-kerja-rodi

https://www.katolisitas.org/nostra-aetate/

https://www.vice.com/id/article/mbm5ey/kisah-gereja-jadi-tempat-berlindung-warga-muslim-
saat-kerusuhan-wamena

https://setara-institute.org/pemajuan-toleransi-di-daerah-input-untuk-menteri-agama-dan-
menteri-dalam-negeri/

Anda mungkin juga menyukai