Anda di halaman 1dari 9

FILSAFAT PANCASILA

HUBUNGAN GOLONGAN MAYORITAS DENGAN MINORITAS


DEWASA INI DI INDONESIA

Dosen: Dr. Agustinus W. Dewantara, S,S., M.Hum

Disusun Oleh:
Deiralifa Lathifa Athifiyyah Rizal
3903019001
Manajemen

UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDALA MADIUN


TAHUN AJARAN 2019/2020
A. ABSTRAK

Hubungan antara golongan minoritas dan mayoritas di Indonesia saat ini sering
menimbulkan konflik baik melalui media sosial atau dalam dunia nyata. Ujaran
kebencian yang mengatasnamakan demokrasi dan agama terhadap kaum minoritas yang
disampaikan oleh kaum mayoritas saat ini kian membabi buta, mengemukakan opini
mereka tanpa memikirkan latar belakang masalah, kebenarannya dan dampak yang akan
ditimbulkan. Dalam hal ini secara tidak langsung mereka tidak mencerminkan semboyan
negara Indonesia yaitu Bhineka Tunggal Ika yang berarti berbeda beda tetap satu jua.
Konflik ini harus segera diatasi agar tidak menimbulkan keresahan pada masyarakan,
tidak merusak persatuan Indonesia dan menciptakan kestabilan dalam bermasyarakat dan
bernegara.

Keyword: Mayoritas, minoritas, Indonesia.

B. PENDAHULUAN

Indonesia merupakan negara kepulauan dengan berbagai macam budaya, suku,


ras, dan agamanya, dari perbedaan ini secara tidak langsung akan menciptakan
golongan-golongan tertentu. Seharusnya tidak akan menjadi masalah bagi Indonesia
dengan perbedaan-perbedaan tersebut karena bersemboyan Bhineka Tunggal Ika dengan
rasa gotong royong dan toleransi yang tinggi dan lebih mementingkan kepentingan
bersama, tetapi yang terjadi sekarang beberapa oknum golongan tertentu lebih
mementingkan kepentingan pribadi atau golongannya. Mereka akan mengatasnamakan
demokrasi untuk mencapai tujuan tersebut. Penyalahgunaan demokrasi ini menyebabkan
konflik yang cukup kompleks sampai menyentuh hak asasi bagi komunitas. Paper ini
akan menjelaskan tentang hubungan dari mayoritas dan minoritas yang menimbilkan
banyak konflik di Indonesia dewasa ini.
C. ISI

Mayoritas adalah himpunan bagian dari suatu himpunan yang jumlah elemen
didalamnya mencapai lebih dari separuh himpunan tersebut, himpunan ini akan lebih
besar dari himpunan lainnya. Minoritas ini adalah himpunan dibawah mayoritas, mereka
lebih kecil secara jumlah dan power. Sebenarnya tidak ada perbedaan hak dan kewajiban
antara golongan mayoritas atau minoritas sebagai warga negara Indonesia.

Penyebab terjadinya mayoritas dan minoritas antara lain adalah migrasi


penduduk yang mengakibatkan ada dua kelompok yaitu penduduk asli dan penduduk
baru. Ekpansi politik juga menjadi salah satu penyebabnya, beberapa negara melakukan
perluasa wilayah yang menyebabkan ras atau agama tersebut menjadi bagian dari
minoritas, contohnya adalah politik imperialisme yang dilakukan Israel terhadap
Palestina. Terakhir adalah terbentuknya negara nasional, contohnya kemerdekaan
Indonesia membuat berbagai suku, ras, dan agama bersatu untuk membebaskan diri dari
penjajah.

Kesenjangan jarak antar kaum minoritas dan kaum mayoritas semakin tinggi.
Hubungan golongan mayoritas dengan golongan minoritas saat ini memang sangat
buruk. Contoh kecil dari adanya mayoritas dan minoritas ini dapat dilihat di salah satu
SMA Negeri di Madiun memang setiap pagi akan memainkan lagu-lagu melalui speaker
sekolah sebelum KBM dimulai, yang jadi masalahnya adalah daripada memutar lagu
kebangsaan pihak sekolah lebih memilih memutar lagu bertema Islami. Hal itu
seharusnya tidak dilakukan untuk sekolah yang yang bertaraf negeri yang notabene siswa
dan siswinya tidak hanya beragama Islam.

Diskriminasi terhadap kaum minoritas semakin terlihat. Mayoritas akan


menggunakan hukum rimba “Siapa kuat dia berkuasa, siapa lemah dia tertindas” dalam
menyelesaikan masalah. Menyalahgunakan demokrasi untuk kepentingan pribadi atau
golongan. Hal ini jelas bertentangan dengan keinginan para founding fathers tentang
demokrasi itu sendiri.

Indonesia memang menganut sistem politik demokrasi. Demokrasi sendiri


menurut Hobbes adalah setiap manusia memiliki kodrat yang sama, kesederajatan ini
menjadi dasar penentuan siapa yang memerintah harus hasil dari persetujuan dari
manusia-manusia yang diperintah melalui kontrak sosial. Kontrak sosial inilah yang
membuat warga lainnya terikat oleh hukum yang berlaku. Memang demokrasi memiliki
kelemahan jika tidak ada pemahaman yang akurat. Penyalahgunaan demokrasi berasal
dari paham pemerintahan oleh mayoritas merupakan suatu bentuk ideal pemerintahan
negara. Hal ini menyebabkan golongan mayoritas membuat keputusan bukan untuk
kepentingan bersama (baik untuk golongan mayoritas dan minoritas) tetapi hanya umtuk
kepuasan pribadi atau golongannya. Seharusnya jalan pikiran yang dikehendaki oleh
mayoritas memiliki nilai baik bukan dalam baik secara moral tapi juga pantas untuk
dipilih. Keputusan juga harus bertumpu pada keadilan yang dikehendaki semua orang.
FPI misalnya, mereka mengatakan bahwa Pancasila tidak sesui dengan syariat Islam.
Mereka menggiring opini pengikutnya untuk mempercanyai pernyataan itu bahkan yang
bukan pengikut FPI pun ikut tergoyahkan pemikirannya tentang Pancasila. Pasti terdapat
alasan kenapa mereka melakukan ini, banyak yang berspekulasi bahwa mereka ingin
membangun negara Indonesia berdasarkan syariat Islam. Hal-hal ini tentu dapat
merugikan para orang yang beragama lain.

Paham demokrasi yang sering terjadi penyalahgunaan juga adalah menjunjung


tinggi kebebasan dan hak asasi masnusia. Setiap golongan sebenarnya memiliki hak
untuk menentukan pilihan dan berpendapat namun golongan minoritas akan kalah
suaranya dengan golongan mayoritas. Bisa dilihat dari jumlah saja sudah kalah apalagi
kalau adu argumen. Beberapa oknum yang mengatasnamakan mayoritas akan membela
mati-matian keputusannya agar semua setuju, golongan minoritas akan ditindas bukan
secara fisik melainkan secara verbal yang akan mempengaruhi mental oarang-orang
tersebut. Pada akhirnya mau tidak mau apapun keputusan mayoritas para minoritas akan
setuju meskipun itu merugikan mereka. Para minoritas akan memiliki dendam pada
golongan mayoritas yang akan diturunkan pada keturunan mereka. Contoh dari hal
tersebut adalah yang terjadi di beberapa daerah para kelompok yang bukan beragama
Islam merasa sedikit terganggu karena pengeras suara di masjid, tetpi mereka takut
melaporkan keresahan tersebut karena takut dianggap tidak menghargai agama lain,
sebenaranya perda tentang pengeras suara masjid juga mengatakan bahwa penggunaan
pengeras suara tidak boleh sampai mengganggu kenyamanan orang lain meskipun yang
dilantunkan adalah ayat suci. Secara tidak langsung warga sekitar sudah melanggar
perda tersebut dan tidak memiliki rasa toleransi.

Masyarakat Indonesia saat ini juga memiliki rasa toleransi yang sangat kurang.
Mereka akan bersikap tidak peduli dengan apa yang terjadi dengan sekitar terutama pada
kaum minoritas atau yang tidak sependapat dengan mereka. Kebanyakan mayoritas tidak
pandang bulu, mereka akan tidak peduli pada beberapa orang minoritas, apakah mereka
butuh bantuan atau tidak meskipun orang tersebut pernah menolongnya. Akibatnya juga
para minoritas akan mencap jelek kaum mayoritas, padahal tidak semua mayoritas
seperti itu. Cap jelek tersebut akan terus ada selama perilaku mayoritas yang semena-
mena tidak dihentikan. Aparat berwajib juga tidak dapat menghentikan atau memberikan
sanksi pada orang-oarang yang semena-mena tersebut karena biasanya tidak ada
kekerasan fisik karena hanya melalui verbal. Disinilah sebenarnya peran pemerintah
sangat dibutuhkan. Harus ada pemahaman mendalam tentang toleransi. Tentang isu yang
baru-baru ini terjadi yaitu tentang mahasiswa dan tindakan pemerintah dalam
menyelesaikan kasus dengan cara meminta minoritas memafkan menurut saya hal
tersebut mencerminkan bahawa pemerintah kurang menegakkan hukum dan pemerintah
tidak memiliki perspektif yang jelas dalam menanggapi isu-isu HAM.

Soekarno pernah berpendapat bahwa prinsip negara ini adalah gotong royong, ia
mau mengatakan bahwa tidak boleh ada kalim-klaim golongan, pribadi, dan kelompok
apa pun yang hendak memperjuangkan kepentingan mereka sendiri di atas kepentingan
bersama. Artinya Soekarno ingin masyarakat Indonesia bersatu padu tidak memikirkan
ras, agama, dan jabatan untuk membangun Indonesia yang lebih baik, untuk
mewujudkan cita-cita dan tujuan negara secara bersama-sama, dan menjunjung tinggi
rasa gotong-royong.

“Saudara - saudara yang bernama kaum kebangsaan disini, maupun saudara -


saudara yang dinamakan kaum Islam, semuanya telah mufakat, bahwa Negara
demikian itulah kita punya tujuan. Kita hendak mendirikan suatu negaara
‘Semua buat Semua’. Bukan buat satu orang, bukan buat satu golongan, baik
golongan bangsawan, maupun golongan kaya, tetapi semua buat semua.”
(Sekretariat Negara Republik Indonesia, hlm. 71)
“ kita mendirikian negara Indonesia... semua buat semua! Bukan kristen buat
Indonesia, bukan Islam buat Indonesia... tetapi Indonesia buat Indonesia, semua
buat semua!... “ (Sekretariat Negara Republik Indonesia, hlm. 82)

Keinginan Soekarno ini sulit diwujudkan pada masa saat ini. Masyarakat sekarang lebih
bersifat individu, mereka tidak paham betul tentang konsep gotong-royong. Banyak dari
mereka juga menyalah artikan gotong-royong. Budaya gotong royong sekarang sudah
bisa dikatakan hampir punah.

Diskriminasi sering dirasakan oleh para minoritas. Diskriminasi merujuk pada


pelayanan tidak adil terhadap individu tertentu hal ini disebabkan karena kecenderungan
sikap manusia yang lebih suka membeda-bedakan yang lain. Ketidakadilan tersebut
secara terang-terangan ditunjukkan oleh para mayoritas, mereka terkadang sampai lupa
untuk memanusiakan manusia, mereka lupa derajat kita sama, mereka merasa lebih
berkuasa. Contoh dari diskriminasi ini adalah yang terjadi pada Ahok ketika
mencalonkan diri sebagai gubernur Jakarta. Ahok dianggap tidak pantas menjadi
gubernur karena berdarah Tionghoa dan beragama katolik. Masyarakat yang mayoritas
beragama Islam tidak akan memilih Ahok dengan alasan agamanya hanya
pemberbolehkan pemimpin dengan agama yang sama. Mereka juga beranggapan bahwa
orang “Cina” bukan merupakan pribumi, stigma ini sudah ada sejak jaman dahulu. Jika
kita lihat dari bentuk negara seharusnya kita memilih pemimpin dengan keadilannya
yang tinggi bukan karena agamanya. Dengan keadilan para masyarakat akan mendapat
good life yang diinginkan. Lawan Ahok pada saat itu adalah Anies Baswedan, beliau
membawa “agamanya” untuk berkampanye sehingga masyarakat lebih memilih Anies.
Beliau memanfaatkan kekuasaannya untuk menggiring opini mayoritas untuk berbuat
sesuai dengan yang diharapkannya. Tetapi, pada kenyataannya sekarang banyak warga
yang merasa kecewa dengan kinerja Anies yang hanya menyebarkan jani-janji palsu
pada saat kampanye. Dari sinilah kita dapat melihat bahwa agama tidak dapat menjadi
patokan bahwa seorang pemimpin dapat mempin dengan keadilan yang ditegakkan.
Diskriminasi tentang agama memang menjadi masalah utama di Indonesia saat ini,
mereka akan sangat sensitif dan harus dangat berhati-hati dalam melakukan atau
membirakan sesuatu yang ada hubungannya dengan agama.
Diskriminasi terjadi tidak hanya pada perbedaan agama saja tapi juga perbedaan
secara biologis, yang dapat menimbulkan rasisme. Rasisme adalah sistem kepercayaan
atau doktrin yang menyatakan bahwa perbedaan biologis yang melekat pada ras manusia
menentukan pencapaian budaya atau individu, bahwa suatu ras tertentu lebih superior
dan memiliki hak untuk mengatur ras yang lainnya. Diskriminasi ini sering terjadi pada
orang kulit hitam seperti Papua. Orang-orang Papua yang hidup di Jawa akan
mendapatka perlakuan yang berbeda. Mereka akan dianggap sebagai “preman”, mereka
akan lebih kesulitan untuk mendapatkan bantuan dari sesama.

Arti minoritas juga dapat disebutkan bahwa mereka yang kurang memiliki power
akan masuk dalam golongan minoritas meskipun jumlah mereka sama dengan golongan
mayoritas. Contohnya adalah para lansia dan orang-orang yang memiliki disabilitas. Para
disabilitas lebih sering dikucilkan atau dijauhi karena dianggap tidak memenuhi syarat
sebagai seorang teman. Mereka lebih cenderung mengalah pada suatu keputusan karena
menganggap diri mereka tidak sempurna dan tidak pantas untuk ikut campur. Kurangnya
fasilitas-fasilitas umum yang tersedia untuk disabilitas ini juga termasuk contoh dari
diskriminasi golongan minoritas.

Dalam Islam tidak mengenal adanya perbedaan-perbedaan golongan atau kasta


atau perbedaan berdasarkan jumlah golongan (mayoritas dan minoritas). Yang menjadi
peran penting dalam Islam adalah persatuan dan kedamaian. Dalam hal ini sudah
tercermin di Indonesia yang ditunjukkan oleh Pancasila sila ketiga. Jika ada perbedaan
maka tetap harus berlandaskan persatuan tersebut terlepas dari jumlah anggota. Sebagai
umat Islam sebaiknya kita tetap menjaga pemahaman tentang mayoritas dan minoritas
sesuai dengan ajaran Islam.

Pemerintah benar-benar harus turun tangan untuk masalah mayoritas dan


minoritas ini. Menurut saya konflik ini timbul biasanya karena kurangnya rasa toleransi,
gotong royong, pemahaman yang kurang tentang Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika,
dan kurangnya nilai-nilai kebangsaan. Rasa ini harus dipupuk mulai sejak kecil. Pihak
keluarga dan sekolahlah yang paling berpengaruh untuk pembentukan sifat-sifat tersebut.
Para guru dan orang tua juga tidak hanya sekedar memberikan edukasi tentang hal-hal
tersebut tapi mereka juga harus memberi contoh didepan anak-anak mereka. Contoh
yang tidak baik yang sering dilakukan orang tua adalah menyebut kaum Tiong Hoa
dengan sebuta “cino” sebutan itu seakan-akan menggiring ke opini yang negatif. Kita
sama-sama manusia jadi kita tetap harus memanusiakan manusia terlepas dengan alasan
apapun.

D. KESIMPULAN

Hidup di Indonesia harus memiliki rasa toleransi dan gaotong royong yang
tinggi karena terdiri dari berbagai suku, ras, adat, dan agama. Berperilaku baik tidak
harus melihat orang lain dari suku mana atau agama apa, berbuat baiklah karena
sesama manusia, karena pada dasarnya manusia merupakan makhluk hidup yang tiodak
bisa hidup tanpa orang lain.
DAFTAR PUSTAKA

Danandjaja, James. Diskriminasi Terhadap Minoritas Masih Merupakan Masalah


Aktual di Indonesia sehingga Perlu Ditanggulangi Segera. Makalah.

https://id.wikipedia.org/wiki/Kaum_minoritas

https://id.wikipedia.org/wiki/Mayoritas

https://id.wikipedia.org/wiki/Rasisme

Dewantara, A. (2017). Diskursus Filsafat Pancasila Dewasa Ini.

 Dewantara, A. (2018). Alangkah Hebatnya Negara Gotong Royong (indonesia Dalam


Kacamata Soekarno).

Anda mungkin juga menyukai