Anda di halaman 1dari 6

AWAL KISAH TRAGEDI PEMBANTAIAN ETNIS MUSLIM ROHINGYA DARI DULU

HINGGA KINI

Masyarakat dunia dibuat terperangah, di jaman modern ini masih terjadi pembunuhan besar-
besaran terhadap sebuah etnis untuk dimusnahkan dari sebuah bangsa. Etnis yang paling
teraniaya di dunia saat ini iyu adalah Etnis Muslim Rohingya. Pembakaran perkampungan
dan pengusiran mereka yang terjadi di Provinsi Rokhine, Burma, merupakan aksi yang tidak
bisa dibiarkan oleh dunia internasional. Pembantaian terhadap 10 warga etnik Rohingya
bariubaru ini merupakan puncak perlakuan diskriminatif yang sudah lama berlangsung
terhadap etnik Rohingya, yang beragama Islam. Selama ini secara turun temurun telah terjadi
perseteruan antara kelompok etnis Rohingya yang Muslim dan etnis lokal yang beragama
Buddha. Rohingya tidak mendapat pengakuan oleh pemerintah setempat. Ditambah lagi
agama yang berbeda. Beberapa laporan menyebutkan hingga saat ini sudah terjadi tragedi
pembantaian lebih dari 6000 warga etnis Rohingya yang mayoritas beragama Islam
Selain dibantai, Etnis Muslim Rohingya juga ditolak kehadirannya di negeri Birma. Lebih
menyedihkan lagi, presiden Myanmar, Thein Sein melontarkan pernyataan kontroversial
mengusir Muslim Rohingya sebagai penyelesaian konflik bernuasa etnis dan agama di negara
itu. Bahkan dia menawarkan kepada PBB jika ada negara yang bersedia menampung mereka.
Nasib Muslim Rohingnya semakin mengkhawatirkan. Di negaranya sendiri dianggap sebagai
warga negara illegal dan di luar negara tidak diterima. Ribuan orang Muslim Rohingya
menjadi korban pembantaian. Berdasarkan catatan pemerintah Myanmar, sejak insiden
kekerasan pertama kali terjadi, sebanyak 78 warga Rohingya tewas, sementara 90 ribu
penduduk minoritas itu kehilangan rumah dan harus hidup di penampungan. Dari data tidak
resmi, korban tewas hampir pasti mencapai 650 jiwa. Beberapa sumber bahkan menyebut
ribuan muslim Rohingya tewas selama dua bulan terakhir. Kejadian pembantaian etnis
Rohingya terjadi ketika pada awal Juni 2012, 10 pemuda muslim dibantai hingga tewas saat
naik bus di perjalanan.
Tragedi Terkini Pembunuhan 10 orang Etnis Muslim Rohingya
Kisah tragedi terkini yang memilikan itu terjadi ketika dalam perjalanan menuju rumah dari
tempat bekerja sebagai tukang jahit, Ma Thida Htwe, seorang gadis Buddha berumur 27
tahun, putri U Hla Tin, dari perkampungan Thabyechaung, Desa Kyauknimaw, Yanbye,
ditikam sampai mati oleh orang tak dikenal. Lokasi kejadian adalah di hutan bakau dekat
pohon alba di samping jalan menuju Kyaukhtayan pada tanggal berikut :

Kronologis Tragedi Pembunuhan 10 orang Etnis Muslim Rohingya


28 Mei 2012 pukul 17:15. Dalam perjalanan menuju rumah dari tempat bekerja sebagai
tukang jahit, Ma Thida Htwe, seorang gadis Buddha berumur 27 tahun, putri U Hla Tin, dari
perkampungan Thabyechaung, Desa Kyauknimaw, Yanbye, ditikam sampai mati oleh orang
tak dikenal. Lokasi kejadian adalah di hutan bakau dekat pohon alba di samping jalan menuju
Kyaukhtayan pada tanggal
29 Mei pagi Kasus tersebut kemudian dilaporkan ke Kantor Polisi Kyauknimaw oleh U Win
Maung, saudara korban. Kantor polisi memperkarakan kasus ini dengan Hukum Acara Pidana
pasal 302/382 (pembunuhan / pemerkosaan). Lalu Kepala kepolisian distrik Kyaukpyu dan
personil pergi ke Desa Kyauknimaw pada 29 Mei pagi untuk pencarian bukti-bukti lalu
menetapkan tiga tersangka, yaitu Htet Htet (a) Rawshi bin U Kyaw Thaung
(Bengali/Muslim), Rawphi bin Sweyuktamauk (Bengali/Muslim) dan Khochi bin Akwechay
(Bengali/ Muslim). Penyelidikan menunjukkan bahwa Htet Htet (a) Rawshi tahu rutinitas
sehari-hari korban yang pulang-pergi antara Desa Thabyechaung dan Desa Kyauknimaw
untuk menjahit. Menurut pengakuannya dia berbuat dipicu oleh kebutuhan uang untuk
menikahi seorang gadis, dan berencana untuk merampok barang berharga yang dipakai
korban. Bersama dengan Rawphi dan Khochi, Rawshi menunggu di pohon alba dekat tempat
kejadian. Tak lama Ma Thida Htwe yang diincarnya datang dan berjalan sendirian, ketiganya
lalu menodongkan pisau dan membawanya ke hutan. Korban lalu diperkosa dan ditikam mati,
tak lupa merenggut lima macam perhiasan emas termasuk kalung emas yang dikenakan
korban.
30 Mei pukul 10.15 Untuk menghindari kerusuhan rasial dan ancaman warga desa kepada
para tersangka, aparat kepolisian setempat bersiaga dan mengirim tiga orang pelaku tersebut
ke tahanan Kyaukpyu pada tanggal 30 Mei pukul 10.15.
30 Mei pukul 13.20 Pada pukul 13:20 hari yang sama, sekitar 100 warga dari Rakhine
Kyauknimaw tiba di Kantor Polisi Kyauknimaw dan menuntut agar tiga orang pelaku
pembunuh diserahkan kepada mereka namun dijelaskan oleh pihak kepolisian bahwa mereka
sudah dikirim ke tahanan. Massa yang mendatangi kepolisian tidak puas dengan itu dan
berusaha untuk masuk kantor polisi. Polisi terpaksa harus menembakkan lima tembakan
untuk membubarkan mereka.
30 Mei pukul 13.50 Pada pukul 13:50 100 warga Rakhine Desa Kyauknimaw lalu
meninggalkan kantor polisi menuju Kantor Pemerintahan untuk menyampaikan keinginannya
dengan diikuti oleh pihak kepolisian untuk mencegah terjadi keributan.
30 Mei pukul 16.00 Pukul 16.00, para pejabat tingkat Kota menerima dan memberikan
klarifikasi untuk menghindari kerusuhan, dan penduduk desa meninggalkan kantor pada
pukul 17:40.
31 Mei pukul 9 pagi Keesokan harinya, 31 Mei pukul 9 pagi, mereka meninggalkan Yanbye
ke Desa Kyauknimaw dengan dua perahu. Mereka pulang dengan membawa santunan
sebesar 1 juta Kyat (mata rupiah Myanmar) untuk desa dari Menteri Perhubungan, U Kyaw
Khin, 600.000 Kyat dan lima set jubah untuk pemakaman korban serta ditambah 100.000
Kyat dari santunan perwakilan negara.
31 Mei 15:05 Pada 31 Mei 15:05 Menteri Dalam Negeri dan Keamanan Perbatasan Negara,
wakil kepala Kantor Polisi, Kabupaten Kyaukphyu dan Kepala Kantor Polisi Distrik
berpartisipasi dalam pemakaman korban dan mengadakan diskusi dengan penduduk desa.
1 Juni pukul 9 pagi Pada 1 Juni pukul 9 pagi Kepala Menteri Negara dan partai di Kyaukpyu
mengadakan diskusi dengan organisasi pemuda Kyaukpyu atas kasus pembunuhan tersebut.
Diskusi-diskusi terutama menyinggung menjatuhkan hukuman jera pada para pembunuh dan
membantu mencegah kerusuhan saat mereka sedang diadili
4 Juni 2011 6 pagi Sehubungan dengan kasus Ma Thida Htwe yang dibunuh kejam pada
tanggal 28 Mei, sekelompok orang yang terkumpul dalam Wunthanu Rakkhita Association,
Taunggup, membagi-bagikan selebaran sekitar jam 6 pagi pada 4 Juni kepada penduduk lokal
di tempat-tempat ramai di Taunggup, disertai foto Ma Thida Htwe dan memberikan
penekanan bahwa massa Muslim telah membunuh dan memperkosa dengan keji wanita
Rakhine.
4 Juni 2011 16.00 Sekitar pukul 16:00, tersebar kabar bahwa ada mobil yang berisikan orang
Muslim dalam sebuah bus yang melintas dari Thandwe ke Yangon dan berhenti di Terminal
Bus Ayeyeiknyein. Petugas terminal lalu memerintahkan bus untuk berangkat ke Yangon
dengan segera. Bus berisi penuh sesak oleh penumpang. Beberapa orang dengan mengendarai
sepeda motor mengikuti bus. Ketika bus tiba di persimpangan Thandwe-Taunggup, sekitar
300 orang lokal sudah menunggu di sana dan menarik penumpang yang beridentitas Muslim
keluar dari bus. Dalam bentrokan itu, sepuluh orang Islam tewas dan bus juga hancur
Penyelidikan menunjukkan bahwa Htet Htet (a) Rawshi tahu rutinitas sehari-hari korban yang
pulang-pergi antara Desa Thabyechaung dan Desa Kyauknimaw untuk menjahit. Menurut
pengakuannya dia berbuat dipicu oleh kebutuhan uang untuk menikahi seorang gadis, dan
berencana untuk merampok barang berharga yang dipakai korban. Bersama dengan Rawphi
dan Khochi warga muslim Bengli. Rawshi menunggu di pohon alba dekat tempat kejadian.
Tak lama Ma Thida Htwe yang diincarnya datang dan berjalan sendirian, ketiganya lalu
menodongkan pisau dan membawanya ke hutan. Korban lalu diperkosa dan ditikam mati, tak
lupa merenggut lima macam perhiasan emas termasuk kalung emas yang dikenakan korban.
Untuk menghindari kerusuhan rasial dan ancaman warga desa kepada para tersangka, aparat
kepolisian setempat bersiaga dan mengirim tiga orang pelaku tersebut ke tahanan Kyaukpyu.
Sehubungan dengan kasus Ma Thida Htwe yang dibunuh, sekelompok orang yang terkumpul
dalam Wunthanu Rakkhita Association, Taunggup, membagi-bagikan selebaran kepada
penduduk lokal di tempat-tempat ramai di Taunggup, disertai foto Ma Thida Htwe dan
memberikan penekanan bahwa massa Muslim telah membunuh dan memperkosa dengan keji
wanita Rakhine. Sorenya tersiar kabar bahwa ada mobil yang berisikan orang Muslim dalam
sebuah bus yang melintas dari Thandwe ke Yangon dan berhenti di Terminal Bus
Ayeyeiknyein. Petugas terminal lalu memerintahkan bus untuk berangkat ke Yangon dengan
segera. Bus berisi penuh sesak oleh penumpang. Beberapa orang dengan mengendarai sepeda
motor mengikuti bus. Ketika bus tiba di persimpangan Thandwe-Taunggup, sekitar 300 orang
lokal sudah menunggu di sana dan menarik penumpang yang beridentitas Muslim keluar dari
bus. Dalam bentrokan itu, sepuluh orang Islam tewas dibantai dan bus juga dibakar hancur
luluh lantak.
Etnis Rohingya
Rohingya adalah grup etnis yang kebanyakan beragama Islam di Negara Bagian Rakhine
Utara di Myanmar Barat. Populasi Rohingya terkonsentrasi di dua kota utara Negara Bagian
Rakhine sebelumnya disebut Arakan. Etnis Rohingya adalah masyarakat muslim yang hidup
tanpa kewarganegraan di Myanmar. Muslim Myanmar hanya berjumlah 4% dari total
populasi Myanmar dan menjadikan etnis Rohingya minoritas. Etnis Rohingya tinggal di
perbatasan Myanmar dan Bangladesh sejak wilayah itu masih menjadi jajahan Inggris.
Namun, saat kedua negara itu merdeka, mereka mendapat perlakuan buruk. Walau sama-sama
beragama muslim, etnis Bengal selaku mayoritas di Bangladesh enggan mengurus mereka.
Hal ini menyebabkan banyak keluarga Rohingya nekat menetap di Myanmar.
Etnis Rohingya hidup di perbatasan dengan Bangladesh, sangat mudah untuk mengusir
masyarakat Rohingya untuk meninggalkan Myanmar dan menetap di Bangladesh.
Sebelumnya pada perang dunia ke II, banyak masyarakat Rohingya yang juga berimigrasi ke
Bangladesh dan saat ini yang menetap di Rohingya hanya 90.000 orang. Banyak konspirasi
yang berkembang di Asia mengenai Rohingya, ada yang mengatakan muslim sebagai teroris,
ada juga yang mengatakan muslim tidak mau murtad dan memeluk Budha hingga akhirnya
dibunuh. Namun, dibandingkan dengan sekedar konspirasi, fakta yang berkembang adalah
dibantainya etnis Rohingya di Myanmar.
Pada tahun 1988, muncul sistem baru di Myanmar. Walaupun rezim otoriter militer yang
memimpin, tapi Myanmar menggunakan sistem pasar. Ketika itu ada undang-undang baru
yang namanya The Union of Myanmar Foreign Investment Law. Payung hukum ini adalah
perlindungan terhadap sektor eksplorasi dan pengembangan sektor minyak dan gas alam yang
melibatkan korporasi-korporasi asing.
Pada kasus Arakan ini adalah pertarungan soal minyak dan gas bumi. Pada tahun 2005,
perusahaan gas Cina menandatangani kontrak gas dengan pemerintah Myanmar untuk
mengelola eksplorasi minyak. Dari konflik kepentingan ekonomi itu dari konflik ekonomi
menjadi konflik sosial secara horisontal. Pihak rezim militer di Myanmar dari era Ne Win
hingga sekarang ini, ternyata telah melibatkan perusahaan asing semacam Chevron AS
maupun Total Perancis, padahal kedua negara ini kan di permukaan mengangkat isu hak asasi
manusia. Tampaknya sulit dihindari dugaan ada pertarungan bisnis yang bermain melalui
pintu belakang dari rezim militer Myanmar.
Upaya sengaja untuk merampas hak atas tanah, penolakan kewarganegaraan, pembantaian
massa, pengusiran, pembakaran pelarangan pelaksanaan ibadah, penutupan jalur pasokan
makanan, dan sejumlah tindakan brutal lainnya adalah sangat bertentangan dengan nilai-nilai
kemanusiaan dan Hak Asasi Manusia (HAM)
Tindakan diskriminatif yang menimpa Muslim Rohingya berlatar belakang agama. Ini tidak
bisa dibiarkan terus berlangsung. Penganiayaan yang dilakukan dengan cara-cara militer
kepada warga sipil harus segera dihentikan. Seluruh bangsa-bangsa di dunia harus
bertanggungjawab atas nasib dan masa depan suku Rohingya di Myanmar. Tindakan-tindakan
yang dilakukan oleh tentara Myanmar ini tidak dapat ditolerir atas nama apapun. Bahkan,
tindakan-tindakan ini mengindikasikan telah terjadinya skenario pembasmian etnis terhadap
kaum muslim Rohingya.
Konflik Horisontal Antar Agama
Ternyata bukan hanya ditekan oleh militer dan pemerintahan Birma. Etnis muslim
Rohingyapun juga menjadi sumber konflik horisontal antar agama. Konflik horisontal ini
semakin memanas ketika para tokoh pemuka agama sudah mulai ikut melakukan intervensi.
Di sejumlah titik dekat pengungsian, sekelompok biksu mengeluarkan selebaran berisi
peringatan kepada warga Myanmar untuk tidak bergaul dengan Muslim Rohingya. Sementara
selebaran lainnya berisi rencana untuk memusnakah kelompok etnis lain di Myanmar. Lebih
rumit lagi, ketika dua organisasi biksu terbesar di Myanmar, Asosiasi Biksu Muda Sittwe dan
Asosiasi Biksi Mrauk Oo menyerukan agar warga Myanmar tidak bergaul dengan Muslim
Rohingya. “Muslim Rohingya bukanlah kelompok etnis Burma. Mereka akar penyebab
kekerasan,” kata salah seorang pemimpin biksu, Ashin Htawara dalam sebuah acara di
London.
Direktur Arakan Project LSM lokal, Chris Lewa, mengungkapkan “Biarawan Myanmar
disebut turut andil menyebarkan kebencian terhadap Muslim Rohingya. Beberapa tahun
terakhir, para biksu memainkan peranan dalam penolakan masuknya bantuan kepada umat
Islam,” Beberapa anggota badan kemanusiaan di Sittwe juga ikut bersaksi bahwa sejumlah
biksu ditempatkan dekat kamp pengungsi. Mereka memeriksa setiap orang yang berkunjung
lantaran khawatir akan memberikan bantuan. Para pengamat mengatakan, biksu Myanmar
terlihat memblokir bantuan internasional yang ditujukan untuk pengungsi muslim. Di Sittwe
misalnya, para biksu menolak untuk mengizinkan masuknya bantuan internasional. Menurut
mereka, bantuan itu sangat bias. Amnesty Internasional mengatakan selepas bentrokan
Muslim Rohingya kerap mendapat serangan fisik. Bahkan tak jarang jatuh korban.
Ditolak dimana-mana
Diperkirakan, sebanyak 800 ribu Muslim Rohingnya tinggal di Myanmar. Namun,
pemerintah menganggap mereka sebagai orang asing dan warga Myanmar juga menyebut
mereka pendatang haram dari Banghladesh. Kondisi Muslim Rohingnya semakin
mengkhawatirkan karena dunia tidak mempedulikannya. Bangladesh sendiri tidak bersedia
menampung mereka dengan alasan tidak mampu. Sehingga banyak pengungsi Rohingya ke
Bangladesh dipulangkan kembali begitu tiba di Bangladesh. Perdana Menteri Bangladesh,
Sheikh Hasina, menyatakan negaranya tidak ingin ikut campur soal nasib pengungsi
Rohingya. Kekerasan dua bulan terakhir yang menimpa etnis minoritas itu bagi dia urusan
pemerintah Myanmar. Jangankan mendapat perlindungan, diperlakukan layak saja sudah
sangat beruntung. Setibanya di pantai-pantai Bangladesh, mereka dikumpulkan dan dijaga
ketat oleh aparat bersenjata lengkap. Di bawah todongan senjata mereka dibariskan lalu
diberi nasi bungkus dan satu botol air minum.
Tentara militer dengan menggunakan senapan serbu semi-otomatis yang biasa digunakan
dalam perang itu, kemudian menggiring mereka ke dermaga. Setelah itu mereka disuruh naik
ke sampan-sampan yang jauh dari layak untuk menyeberangi lautan. Dengan tanpa belas
kasihann sedikitpun para militer tersebut melakukan perintah komandannya untuk memaksa
para pengungsi itu untuk masuk ke sampan itu lalu kembalilah ke laut.
Di Bangladesh ditolak di Burma diusir, sehingga para Muslim tak berdaya terkatung-katung
di laut tidak tahu harus kemana. Tak peduli mereka mau kemana yang pasti tidak merepotkan
Bangladesh. Praktis Muslim Rohingya itu kebingungan harus kembali ke mana. Sebab, di
Myanmar mereka tidak diterima bahkan disiksa dan di Bangladesh juga diusir-usir. Bahkan
Presiden Myanmar Thein Sein mantan jenderal militer itu mendukung kebijakan yang
mendorong terjadinya penghapusan etnis. Thein Sein mengatakan, sekitar 800 ribu etnis
Rohingya harus ditempatkan pada kamp pengungsi dan dikirim ke perbatasan Bangladesh.
Lebih menyedihkan lagi ketika pejuang demokrasi Myanmar sekaligus peraih Hadiah Nobel
Perdamaian, Aung San Suu Kyi memilih diam menghadapi kebijakan Presiden Thein Sein
dalam menyelesaikan kasus etnis Rohingya.
Saat ini etnis Muslim Rohingya mungkin salah satu kelompok yang paling teraniaya di dunia.
Etnis Rohingya tak boleh ada di Myanmar dan tidak diterima di bangladesh. Tak ada pilihan
selain naik sampan dan akhirnya terkatung-katung di samudera luas. Banyak di antara mereka
yang gagal menaklukan ganasnya samudera sehingga harus tewas dan dikuburkan di lautan.
Mudah-mudahan doa para teraniaya itu dapat menyelematkan mereka atas upaya manusia
tidak berperikemanusiaan untuk membasminya di muka bumi ini.

Kisah Sedih Muslim Rohingya; Diculik, Dipenjara, dan Dibunuh


Mereka hanya butuh teman. Mereka butuh perlindungan. Dinegeri mereka, tak sedikit wanita
berparas cantik menjadi korban penculikan. Tak hanya itu banyak anak lelaki yang berusia di
atas dua belas tahun dibunuh hanya karena dirinya beragama Islam.
Itulah penuturan Muhammad Alam, satu diantara Muslim Rohingya saat ini ditampung di
Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) Tanjungpinang. Selasa siang (31/7), puluhan lelaki
berkulit hitam dengan menggunakan pakaian sekadarnya terlihat berlari kecil mendekati
Batam Pos. Ya, itulah sepintas suasana yang terasa ketika baru memasuki ruangan tahanan
Rudenim. Sorot mata tajam, penuh tanya menyertai mereka ketika berbicara.
Ada harapan yang terbersit dari sorot mata lelaki paruh baya yang ikut berkumpul bersama
mereka yang masih muda dan segar. Pemandangan penuh jemuran pakaian di mana-dimana.
Bau pakaian yang tidak dicuci menjadi pengharum ruangan yang dibangun dengan biaya
ratusan juta itu. Apa hendak dikata, mereka tak membawa apa-apa ketika lari menyelamatkan
diri dari keganasan Junta Militer Myanmar.
Ada yang bilang mereka bersikap keras. Tapi pada kenyataannya, mereka berharap memiliki
teman di negara baru ini. Teman yang bisa membantu mereka sampai tujuannya. Teman yang
mau mendengar kekejaman militer di Myanmar sana. Ya teman yang mau mendengar kisah
sedih umat Islam di Myanmar yang harus berhadapan dengan moncong senapan militer
Myanmar setiap hari.
Sebanyak 82 orang muslim Rohingya saat ini berada di Rudenim, Tanjungpinang. Terpisah
jauh dari keluarga dan kerabat mereka yang tidak jelas keberadaannya.
Bagaimanakah sebenarnya kisah pembantaian yang mereka alami yang kini menjadi
perhatian masyarakat di dunia. Berikut kejadian yang dapat mereka sampaikan.
***
Diceritakan Muhammad Alam, perisitiwa pembantaian itu masih terngiang di dalam
kepalanya. Tatapan matanya masih menggambarkan seribu kisah kesedihan yang merenggut
ratusan nyawa saudara, teman, dan kerabatnya sendiri. Lelaki separuh baya ini adalah satu di
antara puluhan umat muslim Rohingya di Rudenim. Ia harus terpaksa berpisah dengan istri
dan ketiga anaknya yang saat ini berada di Malaysia. Sementara orangtua dan saudaranya
masih berada di Myanmar. Ia mengaku, tidak pernah dapat menghubungi kerabatnya itu.
Matanya berkaca-kaca ketika bercerita betapa kejamnya perlakuan junta militer Myanmar
terhadap umat Islam yang dominan menjadi kelas terbawah di Myanmar.
“Pembunuhan, penganiayaan, dan tindakan tidak manusiawi lainnya menjadi hal yang sudah
biasa,” ucapnya dengan sedikit ketir sembari menerawang kosong.
Menurutnya, malam hari adalah puncak dari segala ketakutan, karena saat itulah kaum
mayoritas dengan leluasa melakukan aksi tidak manusiawinya. Tak sedikit wanita-wanita
berparas cantik, menjadi korban penculikan. Tak hanya itu banyak anak lelaki yang berusia di
atas dua belas tahun, yang dibunuh hanya karena dirinya beragama islam.
Sejak tahun 1995, kalangan tertentu di Myanmar menunjukkan kebenciannya terhadap umat
Muslim Rohingya. Mulai saat itu, kehidupan muslim Rohingya berangsur-angsur memburuk.
Pembunuhan dan pembantaian menjadi aksi yang paling brutal di Myanmar saat ini.
”Pembunuhan dan penganiayaan secara sadis tanpa pandang bulu setiap hari dilakukan. Baik
manula maupun anak kecil menjadi korban tindak kekerasan umat mayoritas Myanmar,”
ungkapnya.
Kaum muslim tidak mampu beraktifitas sehari-hari dengan aman dan nyaman. Tidak ada
kesempatan bagi orang-orang Rohingnya untuk sekedar makan dan minum karena aktivitas
sekecil apapun yang dilakukan tidak diperbolehkan. Apabila larangan itu dilanggar, maka
nyawa menjadi taruhannya. Keyakinan mereka begitu kuat. Hal itulah yang menyebankan
milter semakin geram melihat orang-orang muslim beribadah.
Mereka mengunci masjid-masjid di perkampuangan orang-orang Rohingya. Dulu,
pembunuhan sadis dilakukan terhadap kaum muslim masih mengenal toleransi, namun
toleransi itu berlaku bagi kaum-kaum yang memeliki kemampuan ekonomi menengah ke
atas.
Saat ini toleransi tersebut sudah tidak berlaku lagi, muslim kaya maupun miskin tetaplah
sama. Dalam situasi seperti ini, para muslim tidak dapat meminta perlindungan kepada
pemerintah Myanmar. Pemerintah Mtidak mengakui Rohingya merupakan warga negara
Myanmar.
Sehingga mereka terlunta-lunta dalam mempertahankan kehidupan mereka.
Hak untuk mendapatkan pendidikan yang layak pun tak dapat mereka rasakan. Mahalnya
harga beras dan larangan bagi mereka untuk menyimpan makanan membuat mereka
mengalami kesulitan untuk memenuhi asupan gizi mereka. Dan jika ada dari sebagian mereka
yang jatuh sakit, mereka tidak mampu berbuat banyak selain menolong semampu mereka dan
pasrah.
Hampir setiap malam mereka hidup dalam kegelapan karena seringnya listrik di padamkan
oleh pihak Myanmar. Pebedaan perlakuan ini kerap mereka alami.
Perihnya kondisi itu, tak hanya Muhammad Alam saja yang kehilangan anak, istri, dan
keluarganya. Tujuh orang anak lelaki berusia sembilan tahun hingga duabelas tahun harus
menjadi yatim piatu akibat tindak pelanggaran Hak Asazi Manusia (HAM) berat di Myanmar.
Kehidupan yang dipenuhi rasa was-was, terus menghantui perjalanan hidup mereka.
Penggambaran secara rinci tiap peristiwa pembantaian yang dialami Muhammad Alam dan
ratusan muslim Rohingya di Myanmar menjadi perbincangan di kalangan masyarakat dunia.
Sumber : http://www.batampos.co.id/index.php
http://demokrasiindonesia.wordpress.com.

Anda mungkin juga menyukai