Anda di halaman 1dari 5

Tragedi Sampit(Dayak Vs Madura)

Februari 2001 jadi masa paling mencekam sepanjang sejarah Sampit. Di masa itu, kota
kebanggaan Kalimantan Tengah itu berubah tema menjadi apocalypse dengan banyaknya
pemandangan ngeri yang terlihat sejauh mata memandang. Mayat bergelimpangan, rumah-rumah
dibakar, listrik mati total, serta teriakan-teriakan keras untuk berperang. Sungguh, ini adalah momen
paling mengerikan saat itu.

1. Latar Belakang

Konflik sampit adalah pecahnya kerusuhan antara dua etnis di Indonesia, konflik ini terjadi pada
Februari 2001 dan terjadi sepanjang tahun itu. Perang sampit ini terjadi antara etnis Dayak sebagai
penduduk lokal dan Madura sebagai pendatang. Kerusuhan sampit ini pecah pada 18 Februari 2001
dan sekitar 500 orang Madura tewas.10.000 jiwa kehilangan tempat tinggal. Suku Madura pertama
tinggal di Kalimantan pada tahun 1930 dibawah program transmigrasi yang dicanangkan oleh
pemerintah kolonial Belanda dan dilanjutkan oleh pemerintah Indonesia. Sebenarnya dalam kasus ini
terjadi kecemburuan sosial antara penduduk lokal dan pendatang. Dimana pendatang disana
menguasai perekonomian, perindustrian, perkayuan dan perindustrian. Suku Dayak kerap kali
mengalah kepada suku pendatang. Mereka juga sangat terdesak di tanahnya sendiri. Hingga kampung
mereka pun berkali-kali berpindah karena mengalah dari para penebang kayu(suku Madura) yang
terus mendesak mereka masuk ke dalam hutan. Suku Dayak juga sering mendapatkan ketidakadilan
dalam hukum bilamana suku Dayak yang menjadi korban.

Ada banyak kesimpang-siuran versi dari awal penyebab tragedi ini. Ada yang bilang ini
dipicu oleh orang Madura, tapi ada juga yang mengatakan kalau orang-orang Dayak lah yang lebih
dulu mencari gara-gara. Namun, setelah berputar-putar ke banyak tulisan, bisa sedikit disimpulkan
bagaimana cerita kelam ini berawal. Versi paling populer adalah sering munculnya gesekan antara dua
etnis ini semenjak pemerintah membuka program transmigrasi. Banyaknya orang-orang Madura yang
berdatangan membawa dampak yang tidak bagus bagi warga asli. Ekonomi mulai dikuasai pendatang
dan membuat warga asli susah untuk berkembang. Hingga akhirnya sedikit demi sedikit konflik pun
terjadi.

A. Awal mula kejadian

Kerusuhan yang terjadi di sampit hanyalah salah satu rangkaian peristiwa kerusuhan yang
terjadi oleh suku Madura yang sejak berdirinya Kalimantan Tengah telah melakukan lebih dari 13 kali
kerusuhan besar dan banyak sekali kerusuhan tersebut yang mengakibatkan korban dari pihak Dayak.
Sangat banyak kasus-kasus yang telah memicu pertikaian antara kedua suku ini,yaitu :

1. Pada tahun 1972, seorang gadis Dayak diperkosa. Kasus tersebut hanya diselesaikan dengan hukum
adat.
2. Tahun 1982 terjadi pembunuhan seorang Dayak oleh suku Madura, pelaku tidak tertangkap karena
kemungkinan pembunuh kembali ke pulau Madura.
3. Tahun 1983, pengeroyokan satu orang dayak oleh tiga puluh orang Madura, diadakan perdamaian
antara kepala suku Dayak dan Madura.
4. Tahun 1996, seorang gadis Dayak diperkosa di gedung bioskop Panala dan dibunuh dengan kejam dan
sadis oleh orang Madura, ternyata hukumannya ringan.
5. Tahun 1997, di desa Karang Langit, Barito Selatan orang Dayak dikeroyok oleh orang Madura dengan
perbandingan kekuatan 2:40,dengan skor orang Madura mati semua. Padahal orang Dayak pada saat
itu hanya ingin mempertahankan diri dari orang Madura yang jumlahnya sangat banyak. Kasus ini
ditutup dengan hukuman berat bagi orang Dayak.
6. Tahun 1997, anak laki-laki suku Dayak yang bernama Waldi tewas dibunuh oleh orang Madura yang
berjualan sate di daerah itu. Waldi tewas secara mengenaskan dengan lebih dari tiga puluh tusukan di
badannya.
7. Tahun 1998, terjadi lagi pengeroyokan orang Dayak oleh 4 orang Madura. Orang Dayak itu tewas.
Kasus ini tidak terselesaikan karena pengeroyok tidak dapat ditemukan karena kemungkinan telah
kembali ke asalnya.
8. Tahun 1999, di Palangka Raya, seorang petugas Tibum (ketertiban umum) dibacok oleh orang
Madura, pelakunya di tahan di Polresta Palangka Raya, namun besok harinya datang sekelompok
suku Madura menuntut agar temannya tersebut dibebaskan tanpa tuntutan. Ternyata pihak Polresta
Palangka Raya membebaskannya tanpa tuntutan hukum.
9. Tahun 1999, kembali terjadi seorang Dayak dikeroyok oleh beberapa orang suku Madura karena
masalah sengketa tanah. Dua orang Dayak dalam perkelahian tidak seimbang itu mati semua.
Sedangkan pembunuh lolos, malahan orang Jawa yang bersaksi dihukum 1,5 tahun karena dianggap
membuat kesaksian fitnah terhadap pelaku pembunuhan yang melarikan diri itu.
10. Tahun 1999, di Pangkut, ibukota Kecamatan Arut Utara, Kabupaten Kotawaringin Barat, terjadi
perkelahian massal dengan suku Madura. Gara-gara suku Madura memaksa mengambil emas pada
saat suku Dayak menambang emas. Perkelahian itu banyak menimbulkan korban pada kedua belah
pihak, tanpa penyelesaian hukum.
11. Tahun 1999, di Tumbang Samba, terjadi penikaman terhadap suami-isteri bernama Iba oleh tiga orang
Madura. Pasangan itu luka berat. Dirawat di RSUD Dr. Doris Sylvanus, Palangka Raya. Biaya operasi
dan perawatan ditanggung oleh Pemda Kalteng. Namun para pembacok tidak ditangkap, katanya?
sudah pulang ke pulau Madura. Kronologis kejadian tiga orang Madura memasuki rumah keluarga Iba
dengan dalih minta diberi minuman air putih, karena katanya mereka haus, sewaktu Iba menuangkan
air di gelas, mereka membacoknya, saat istri Iba mau membela, juga di tikam. Tindakan itu dilakukan
mereka menurut cerita mau membalas dendam, tapi salah alamat.
12. Tahun 2000, di Pangkut, Kotawaringin Barat, satu keluarga Dayak mati dibantai oleh orang Madura,
pelaku pembantaian lari, tanpa penyelesaian hukum.
13. Tahun 2000, di Palangka Raya, 1 satu orang suku Dayak di bunuh oleh pengeroyok suku Madura di
depan gedung Gereja Imanuel, Jalan Bangka. Para pelaku lari, tanpa proses hukum.
14. Tahun 2000, di Kereng Pangi, Kasongan, Kabupaten Kotawaringin Timur, terjadi pembunuhan
terhadap SENDUNG (nama kecil). Sendung mati dikeroyok oleh suku Madura, para pelaku kabur,
tidak tertangkap, karena lagi-lagi katanya sudah lari ke Pulau Madura. Proses hukum tidak ada karena
pihak berwenang tampaknya belum mampu menyelesaikannya (tidak tuntas).
15. Tahun 2001, di Sampit (17 s/d 20 Februari 2001) warga Dayak banyak terbunuh karena dibantai. Suku
Madura terlebih dahulu menyerang warga Dayak.
16. Tahun 2001, di Palangka Raya (25 Februari 2001) seorang warga Dayak terbunuh diserang oleh suku
Madura. Belum terhitung kasus warga Madura di bagian Kalimantan Barat, Kalimantan Timur dan
Kalimantan Selatan. Suku Dayak hidup berdampingan dengan damai dengan Suku Lainnya di
Kalimantan Tengah, kecuali dengan Suku Madura. Kelanjutan peristiwa kerusuhan tersebut (25
Februari 2001) adalah terjadinya peristiwa Sampit yang mencekam.
2. Terjadinya perang
Tidak sedikit kasus pembunuhan orang dayak (sebagian besar disebabkan oleh aksi
premanisme Etnis Madura) yang merugikan masyarakat Dayak karena para tersangka (kebetulan
orang Madura) tidak bisa ditangkap dan di adili oleh aparat penegak hukum. Etnis madura yang juga
punya latar belakang budaya kekerasan ternyata menurut masyarakat Dayak dianggap tidak mampu
untuk beradaptasi (mengingat mereka sebagai pendatang). Sering terjadi kasus pelanggaran “tanah
larangan” orang Dayak oleh penebang kayu yang kebetulan didominasi oleh orang Madura. Orang
Dayak merasa sangat tersudut ditanahnya sendiri. Mereka seolah tidak dilindungi dari pihak hukum.
Sementara orang Madura semakin merasa diatas angin di kota Sampit. Seakan mereka tidak peduli
akan perasaan warga lokal disana. Situsi semakin hari semakin panas.

Orang Madura mempunyai keinginan untuk menjadikan kota Sampit sebagai kota Sampang
ke-2. Mereka melupakan pepatah di tanah Borneo tersebut yaitu, ''dimana tanah dipijak,disitu langit
dijunjung''. Orang madura membuat sebuah spanduk besar yang bertuliskan, ''Sampit sebagai
Sampang kedua''. Kejadian ini memang sepertinya telah direncanakan oleh pihak Madura.Mereka
juga berkeliling kota Sampit sambil meneriakkan ''Matilah kau Dayak''. Bom molotof pun berjatuhan
di rumah-rumah orang Dayak. Tidak sedikit juga mereka membakar rumah orang Dayak. Orang
Dayak menjadi takut dan mereka berlari masuk ke dalam hutan.

Meliihat tindakan penguasaan warga pendatang itu, warga Dayak tidak tinggal diam. Mereka
lalu membawa bala pertolongan pasukan dari Dayak pedalaman. Warga Dayak yang tiba lebih dahulu
lakukan perlawanan sporadis. Selasa malam (20 Februari), peta kemampuan mulai berbalik. Warga
Dayak pedalaman dari beragam tempat daerah aliran sungai (DAS) Mentaya, seperti Seruyan, Ratua
Pulut, Perenggean, Katingan Hilir, bahkan juga Barito berdatangan ke kota Sampit lewat hilir Sungai
Mentaya dekat pelabuhan..Mereka membekali diri dengan beragam pengetahuan kebal. Pasukan itu
lantas menyusup ke daerah Baamang serta sekitarnya, pusat permukiman warga Madura. Walau
dalam jumlah kecil, kekuatan bertempur pasukan spesial Dayak begitu teruji. Buktinya, mereka dapat
memukul balik warga Madura yang terkosentrasi di beberapa pojok jalan Sampit. Dengan
pengetahuan kebal, mereka melawan beberapa ribu warga Madura. Bahkan juga, mereka mampu
hadapi bom yang banyak dipakai warga Madura. Dalam bentrok terbuka, seseorang warga Madura
melemparkan bom ke arah pasukan Dayak. Namun, bom bisa di tangkap serta dilemparkan kembali
pada arah kerumunan Madura. Beberapa puluh warga Madura tewas saat itu juga. Mulai sejak itu,
mental Madura juga segera down. Kiat yang diaplikasikan warga Dayak dalam serangan balik cukup
tepat. Beberapa ratus warga Madura dibunuh dengan cara mengenaskan, lantas dipenggal kepalanya.

Hari-hari selanjutnya gelombang serangan suku Dayak selalu berdatangan. Bahkan juga,
sebelumnya menyerang, seseorang tokoh atau panglima Dayak lebih dahulu membekali pengetahuan
kebal pada pasukannya. Karenanya, waktu lakukan serangan, umumnya mereka ada dalam alam
bawah sadar.Uniknya, mereka juga dibekali indera penciuman tajam untuk membedakan orang
Madura serta non-Madura. " Dari jarak sekitaran 200 mtr., baunya telah tercium, " tutur. Itu tidak
terlalu berlebih. Waktu ada evakuasi, di dalam jalan seseorang warga Madura disusupkan. Dia
dikelilingi warga non-Madura. Sebelumnya masuk ke tempat penampungan, mereka terkena sweeping
Dayak. Walau orang itu ada di dalam pengungsi, masihlah tercium serta diminta turun. Tanpa ada
ampun, lelaki tadi dibantai. Warga madura yang ingin mengungsi pun dibantai oleh suku dayak,
sehingga banyak ditemukan jasad yang dipenggal kepalanya berjejeran dijalanan.
( beberapa foto saat kejadian perang sampit)

(perhatian!! Foto dingunakan sebagai penjelas bukan untuk ditiru)

3. DAMPAK KONFLIK SAMPIT

Dampak Positif
:1. Membangun kesatuan antar kelompok sehingga lebih solid lagi.
2. Mendorong untuk kembali mengkoreksi diri, dengan adanya konflik yang terjadi,mungkin akan
membuat kesempatan bagi salah satu ataupun kedua belah pihak untuk salingmerenungi kembali,
berpikir ulang tentang kenapa bisa terjadi perselisihan ataupun konflik diantara mereka
3. Mengembangkan alternatif yang baik : Bisa saja dengan adanya konflik yang terjadi diantara orang
per orang atau kelompok per kelompok, membuat mereka berpikir dia harusmulai mencari alternatif
yang lebih baik dengan misalnya bekerja sama dengan orang lain.
Dampak Negatif
1. Hilangnya harta benda bahkan banyak korban jiwa.
2. Retaknya hubungan antar suku.
3. Menghambat kerjasama.
4. Kesenjangan sosial.

4. SOLUSI
Adanya masalah kesukuan seperti perebutan kekuasaan dan sulitnya bernegosiasi terhadap pihak
suku sehingga lambat laun akan menjadi konflik horizontal di daerah. Untuk menyelesaikan masalah
kesukuan seperti ini yang lebih bertanggung jawab adalah pemerintahan daerah sebagai aktor utama
namun perlu juga bantuan dari pemerintahan pusat sebagai mentor dari pemerintahan daerah juga
peranan dari daerah tersebut. Memegang kendali terhadap tetua-tetua adat, tidak hanya waktu
dibutuhkan saja mereka dirangkul namun sedikit demi sedikit daerah melakukan pendekatan. Pola
seperti diyakini dapat membantu menumbuhkan sikap saling percaya antara daerah dan tetua-tetua
adat. Lebih mudah juga pemerintah berkomunikasi kepada tetua-tetua adat apabila ada kejadian lagi
seperti kejadian sampit tersebut. Otonomi daerah juga seharusnya memperhatikan daerah-daerah yang
rawan bertikai. Membangun pos-pos polisi, penugasan BRIMOB, perawat-perawat, alat kesehatan
yang memadai bahkan di daerah pedalaman diberi evaluasi-evaluasi yang baik dan benar.
Adapun hal lain yang harus dilakukan adalah:

1. Tidak membeda-bedakan suku.

2. Tidak bersifat Etnosentrime, yaitu kecenderungan yang menganggap nilai-nilai dan norma-norma
kebudayaannya sendiri sebagai suatu yang prima, yang terbaik, mutlak dan dipergunakannya sebagai tolak
ukur untuk membeda kannya dengan kebudayaan lain.

3. Menyelesaikan berbagai masalah dengan musyawarah mufakat.4. Tidak bersikap main hakim
sendiri.

5. Siapapun yang menjadi provokator di balik kerusuhan sampit ini, harus diadili dan ditindak tegas
oleh pihak yang berwajib.

6. Negara bekerjasama dengan LSM melakukan sosialisasi tentang betapa pentingnya hidup
berdampingan secara damai dan menyelesaikan konflik tanpa kekerasan di dalam masyarakat

7. ini. Setiap suku harus saling belajar menghargai perbedaan, selain itu tidak boleh bersikapegois dan
sewenang-wenang terhadap suku lain.

Sourch: google

Anda mungkin juga menyukai