Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Konflik Sampit: Latar Belakang,
Konflik, dan Penyelesaian", Klik untuk
baca: https://www.kompas.com/stori/read/2021/07/30/090000179/konflik-sampit-latar-
belakang-konflik-dan-penyelesaian?page=all.
Konflik
Situasi kericuhan antara suku Dayak dengan Madura diperparah dengan kebiasaan
dan nilai-nilai berbeda yang dimiliki keduanya. Seperti adat orang Madura yang membawa
parang atau celurit ke mana pun, membuat orang Dayak berpikiran bahwa tamunya ini siap
untuk berkelahi. Konflik Sampit sendiri diawali dengan perselisihan antara dua etnis ini
sejak akhir 2000.
Pertengahan Desember 2000, bentrokan antara etnis Dayak dan Madura terjadi di
Desa Kereng Pangi, membuat hubungan keduanya menjadi bersitegang. Ketegangan
semakin memuncak setelah terjadi perkelahian di sebuah tempat hiburan di desa
pertambangan emas Ampalit. Seorang etnis Dayak bernama Sandong, tewas akibat luka
bacok yang ia dapat. Kejadian ini kemudian membuat keluarga dan tetangga Sandong
merasa sangat marah.
Dampak
Dua hari setelah peristiwa tersebut, 300 warga Dayak mendatangi lokasi tewasnya Sandong
untuk mencari sang pelaku. Tak berhasil menemukan pelakunya, kelompok warga Dayak
melampiaskan kemarahannya dengan merusak sembilan rumah, dua mobil, lima motor, dan
dua tempat karaoke, milik warga Madura. Penyerangan ini lantas membuat 1.335 orang
Madura mengungsi.
Penyelesaian Pada 18 Februari 2001 suku Dayak berhasil menguasai Sampit. Polisi
menahan seorang pejabat lokal yang diduga sebagai salah satu dalang di balik serangan ini.
Orang yang ditahan tersebut diduga membayar enam orang untuk memprovokasi kerusuhan
di Sampit. Kemudian, ribuan warga Dayak mengepung kantor polisi di Palangkaraya
sembari meminta pembebasan para tahanan. Permintaan mereka dikabulkan oleh polisi pada
28 Februari 2001, militer berhasil membubarkan massa Dayak dari jalanan. Dari Konflik
Sampit ini sedikitnya 100 warga Madura dipenggal kepalanya oleh suku Dayak. Konflik
Sampit sendiri mulai mereda setelah pemerintah meningkatkan keamanan, mengevakuasi
warga, dan menangkap provokator. Untuk memperingati akhir konflik ini, dibuatlah
perjanjian damai antara suku Dayak dan Madura. Guna memperingati perjanjian damai
tersebut, maka dibentuk sebuah tugu perdamaian di Sampit.