Anda di halaman 1dari 6

LAPORAN HASIL ANALISIS KONFLIK

KEBERAGAMAN SUKU DI INDONESIA


“Konflik Suku Dayak dan Madura di Sampit”

(Disusun untuk Memenuhi Tugas Ujian Sekolah Pendidikan Pancasila


dan Kewarganegaraan)

Disusun Oleh :
Nama : Andika Kurniawan Hantowo
Nomor Absen : 3 (Tiga)
Kelas : 9F

SMP NEGERI 2 KARANGGAYAM


KOORDINATOR WILAYAH KEC. KARANGGAYAM
TAHUN 2022

i
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL (COVER) .................................................................... i


DAFTAR ISI ................................................................................................... ii
ISI LAPORAN ................................................................................................ 1
A. Konflik Suku Dayak dan Madura di Sampit ............................................. 1
B. Bentuk Konflik.......................................................................................... 3
C. Penyebab Konflik...................................................................................... 3
D. Dampak Adanya Konflik .......................................................................... 3
E. Upaya yang Dilakukan untuk Menyelesaikan Konflik ............................. 3
F. Tokoh-Tokoh yang Berperan Sebagai Mediator dalam
Upaya Penyelesaian Konflik ..................................................................... 3
G. Pendapat Terhadap Konflik ...................................................................... 4

ii
ISI LAPORAN

A. Konflik Suku Dayak dan Madura di Sampit


Konflik Sampit yang terjadi tahun 2001 bukanlah sebuah insiden pertama
yang terjadi antara suku Dayak dan Madura. Sebelumnya sudah terjadi
perselisihan antara keduanya. Penduduk Madura pertama kali tiba di Kalimantan
Tengah tahun 1930 di bawah program transmigrasi yang dicanangkan pemerintah
kolonial Belanda.
Warga etnik Madura yang merupakan etnis minoritas di Kalimantan
Tengah dan berada di tengah-tengah suku Dayak yang merupakan warga asli dan
juga etnis mayoritas, etnis Madura dikenal sebagai masyarakat yang senang
bekerja keras sekaligus memiliki loyalitas dan solidaritas terhadap kelompok etnis
nya yang begitu kuat. Akan tetapi, warga Madura dirasakan belum mampu
melakukan akulturasi budaya dengan suku Dayak sehingga dimata orang-orang
Dayak, masyarakat Madura dianggap sebagai orang asing. Hubungan antara
masyarakat Madura dengan masyarakat Dayak memang diwarnai dengan
prasangka, rasa curiga serta stereotipe negatif.
Masyarakat Madura memiliki orientasi kebudayaan keluar, karena daerah
asal mereka merupakan daerah yang kering dan gersang maka kebudayaan suku
Madura mengajarkan ketekunan serta keberanian untuk bertahan hidup.
Masyarakat Madura menganggap bahwa lahan yang dapat mereka gunakan untuk
bertahan hidup, tidak hanya terbatas di Pulau Madura saja, tetapi daerah-daerah
diseberang lautan pun layak mereka jadikan sebagai sumber penghidupan.
Suku Dayak merupakan suku asli Kalimantan. Suku Dayak juga percaya
bahwa hutan adalah cerminan dari tuhan mereka yang harus dijaga, dipelihara dan
dilestarikan. Bagi masyarakat Dayak, lahan atau tanah yang mereka miliki
merupakan warisan leluhur yang harus mereka pertahankan namun kerap kali
karena rendahnya tingkat pendidikan warga Dayak, mereka menjadi korban tipu
daya masyarakat pendatang yang ingin menguasai lahan mereka. Perilaku dan
tindakan masyarakat pendatang ini, khususnya warga Madura yang memang
merantau untuk mencari lahan sebagai penyambung hidup telah menimbulkan
sentimen sendiri bagi orang dayak yang menganggap orang madura sebagai
pencuri dan penjarah tanah milik mereka. Sentimen ini ditambah pula dengan rasa
cemburu karena masyarakat Madura berhasil mengelola tanah tersebut dan berkat
kerja keras mereka telah menjadikan mereka sukses dalam bisnis pertanian. Secara
perlahan masyarakat Dayak, merasa termarjinalisasi dan terpinggirkan ditanah
mereka sendiri.
Hal tersebut menimbulkan permasalahan ekonomi yang kemudian
menjalar menjadi kerusuhan antarkeduanya. Insiden kerusuhan terjadi tahun
2001. Kericuhan bermula saat terjadi serangan pembakaran sebuah rumah Dayak.

1
Menurut rumor warga Madura lah yang menjadi pelaku pembakaran rumah Dayak
tersebut. Sesaat kemudian, warga Dayak pun mulai membalas dengan membakar
rumah-rumah orang Madura. Profesor Usop dari Asosiasi Masyarakat Dayak
mengklaim bahwa pembantaian oleh suku Dayak dilakukan guna
mempertahankan diri setelah beberapa warga Dayak diserang. Disebutkan juga
bahwa seorang warga Dayak disiksa dan dibunuh oleh sekelompok warga Madura
setelah sengketa judi di Desa Kerengpangi pada 17 Desember 2000.
Situasi kericuhan antara suku Dayak dengan Madura diperparah dengan
kebiasaan dan nilai-nilai berbeda yang dimiliki keduanya. Seperti adat orang
Madura yang membawa parang atau celurit ke mana pun, membuat orang Dayak
berpikiran bahwa tamunya ini siap untuk berkelahi. Konflik Sampit sendiri
diawali dengan perselisihan antara dua etnis ini sejak akhir 2000. Pertengahan
Desember 2000, bentrokan antara etnis Dayak dan Madura terjadi di Desa Kereng
Pangi, membuat hubungan keduanya menjadi bersitegang. Ketegangan semakin
memuncak setelah terjadi perkelahian di sebuah tempat hiburan di desa
pertambangan emas Ampalit. Seorang etnis Dayak bernama Sandong, tewas
akibat luka bacok yang ia dapat. Kejadian ini kemudian membuat keluarga dan
tetangga Sandong merasa sangat marah.
Dua hari setelah peristiwa tersebut, 300 warga Dayak mendatangi lokasi
tewasnya Sandong untuk mencari sang pelaku. Tak berhasil menemukan
pelakunya, kelompok warga Dayak melampiaskan kemarahannya dengan merusak
sembilan rumah, dua mobil, lima motor, dan dua tempat karaoke, milik warga
Madura. Penyerangan ini lantas membuat 1.335 orang Madura mengungsi.
Pada 18 Februari 2001 suku Dayak berhasil menguasai Sampit. Polisi
menahan seorang pejabat lokal yang diduga sebagai salah satu dalang di balik
serangan ini. Orang yang ditahan tersebut diduga membayar enam orang untuk
memprovokasi kerusuhan di Sampit. Kemudian, ribuan warga Dayak mengepung
kantor polisi di Palangkaraya sembari meminta pembebasan para
tahanan. Permintaan mereka dikabulkan oleh polisi pada 28 Februari 2001, militer
berhasil membubarkan massa Dayak dari jalanan. Dari Konflik Sampit ini
sedikitnya 100 warga Madura dipenggal kepalanya oleh suku Dayak. Konflik
Sampit sendiri mulai mereda setelah pemerintah meningkatkan keamanan,
mengevakuasi warga, dan menangkap provokator. Untuk memperingati akhir
konflik ini, dibuatlah perjanjian damai antara suku Dayak dan Madura. Guna
memperingati perjanjian damai tersebut, maka dibentuk sebuah tugu perdamaian
di Sampit.
Sumber : https://www.kompas.com/stori/read/2021/07/30/090000179/konflik-
sampit-latar-belakang-konflik-dan-
penyelesaian?page=all#:~:text=KOMPAS.com%20%2D%20Konflik%20Sa
mpit%20adalah,asli%20dan%20warga%20migran%20Madura.

2
B. Bentuk Konflik
Berdasarkan bentuk konflik sosial menurut Soerjono Seokamto, maka
konflik antara suku Madura dengan suku Dayak di Sampit termasuk kedalam
konflik rasial. Konflik rasial yaitu konflik yang timbul akibat perbedaan-
perbedaan ras.
Jika dianalisis menggunakan teori menurut Coser, permasalahan konflik
antara suku Dayak dan Madura termasuk konflik Realistis. Konflik realistis
yakni suatu konflik yang berasal dari kekecewaan terhadap tuntutan-tuntutan
khusus yang terjadi dalam hubungan antara masyarakat dengan obyek yang
dituju atau dalam hal ini adalah pemerintah daerah Kalimantan Tengah.
Masyarakat Dayak sebagai warga asli Kalimantan merasa kecewa karena dalam
permasalahan penguasaan sumber daya. Masyarakat Dayak merasa kebijakan-
kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah merupakan kebijakan yang
diskriminatif karena telah mengeksploitasi kekayaan alam.
C. Penyebab Konflik
Secara garis besar dapat disimpulkan bahwa akar konflik Sampit adalah
mengenai pertentangan budaya yang saling berlawanan antara etnis Dayak dan
Madura, dimana kedua etnis yang bertikai ini tidak mampu berakulturasi
dengan baik. Selain itu lahan dan tanah milik warga Dayak kerap kali direbut
oleh warga pendatang, hal ini menimbulkan sentimen negatif bagi orang Dayak
terhadap orang Madura. Suku Dayak merasa tersingkir dan termarjinalisasi
ditanah mereka sendiri karena warga pendatang utamanya warga Madura lebih
sukses dari mereka.
D. Dampak Adanya Konflik
Dampak dari konflik ini adalah rusaknya sembilan rumah, dua mobil,
lima motor, dan dua tempat karaoke, milik warga Madura. Penyerangan ini
lantas membuat 1.335 orang Madura mengungsi. Dari Konflik Sampit ini
sedikitnya 100 warga Madura dipenggal kepalanya oleh suku Dayak.
E. Upaya yang Dilakukan untuk Menyelesaikan Konflik
Upaya yang dilakukan untuk menyelesaikan konflik ini adalah
pemerintah meningkatkan keamanan, mengevakuasi warga, dan menangkap
provokator. Untuk memperingati akhir konflik ini, dibuatlah perjanjian damai
antara suku Dayak dan Madura. Guna memperingati perjanjian damai tersebut,
maka dibentuk sebuah tugu perdamaian di Sampit.
F. Tokoh-Tokoh yang Berperan Sebagai Mediator dalam Upaya
Penyelesaian Konflik
Tokoh-tokoh yang berperan sebagai mediator dalam upaya penyelesaian
konflik ini adalah pemerintah, polisi dan militer.

3
G. Keteladanan yang Dapat Diambil dari Peran Tokoh dalam Upaya
Penyelesaian Konflik
Keteladanan yang dapat diambil adalah dalam menyelesaikan suatu
konflik harus dengan bijak, bersikap netral atau memihak ke salah satu pihak.
Sebelum memberikan kebijakan harus mengetahui betul penyebab konflik dan
provokatornya. Kebijakan harus bersifat adil untuk keduanya demi terciptanya
kerukunan dan perdamaian dalam keberagaman.
H. Pendapat Terhadap Konflik
Menurut saya, konflik tersebut bisa terjadi karena satu sama lain belum
mampu untuk beradaptasi menghargai perbedaan yang ada. Baik itu perbedaan
kebiasaan, budaya, dan adat istiadat. Perlu adanya kesadaran untuk menghargai
perbedaan agar tercipta kehidupan yang rukun dan bersatu. Dalam hal
menghadapi suatu permasalahan kita tidak boleh main hakim sendiri dan jangan
mudah terprovokasi oleh hal-hal yang dapat memperkeruh keadaan.

Anda mungkin juga menyukai