Disusun Oleh :
Nama : Andika Kurniawan Hantowo
Nomor Absen : 3 (Tiga)
Kelas : 9F
i
DAFTAR ISI
ii
ISI LAPORAN
1
Menurut rumor warga Madura lah yang menjadi pelaku pembakaran rumah Dayak
tersebut. Sesaat kemudian, warga Dayak pun mulai membalas dengan membakar
rumah-rumah orang Madura. Profesor Usop dari Asosiasi Masyarakat Dayak
mengklaim bahwa pembantaian oleh suku Dayak dilakukan guna
mempertahankan diri setelah beberapa warga Dayak diserang. Disebutkan juga
bahwa seorang warga Dayak disiksa dan dibunuh oleh sekelompok warga Madura
setelah sengketa judi di Desa Kerengpangi pada 17 Desember 2000.
Situasi kericuhan antara suku Dayak dengan Madura diperparah dengan
kebiasaan dan nilai-nilai berbeda yang dimiliki keduanya. Seperti adat orang
Madura yang membawa parang atau celurit ke mana pun, membuat orang Dayak
berpikiran bahwa tamunya ini siap untuk berkelahi. Konflik Sampit sendiri
diawali dengan perselisihan antara dua etnis ini sejak akhir 2000. Pertengahan
Desember 2000, bentrokan antara etnis Dayak dan Madura terjadi di Desa Kereng
Pangi, membuat hubungan keduanya menjadi bersitegang. Ketegangan semakin
memuncak setelah terjadi perkelahian di sebuah tempat hiburan di desa
pertambangan emas Ampalit. Seorang etnis Dayak bernama Sandong, tewas
akibat luka bacok yang ia dapat. Kejadian ini kemudian membuat keluarga dan
tetangga Sandong merasa sangat marah.
Dua hari setelah peristiwa tersebut, 300 warga Dayak mendatangi lokasi
tewasnya Sandong untuk mencari sang pelaku. Tak berhasil menemukan
pelakunya, kelompok warga Dayak melampiaskan kemarahannya dengan merusak
sembilan rumah, dua mobil, lima motor, dan dua tempat karaoke, milik warga
Madura. Penyerangan ini lantas membuat 1.335 orang Madura mengungsi.
Pada 18 Februari 2001 suku Dayak berhasil menguasai Sampit. Polisi
menahan seorang pejabat lokal yang diduga sebagai salah satu dalang di balik
serangan ini. Orang yang ditahan tersebut diduga membayar enam orang untuk
memprovokasi kerusuhan di Sampit. Kemudian, ribuan warga Dayak mengepung
kantor polisi di Palangkaraya sembari meminta pembebasan para
tahanan. Permintaan mereka dikabulkan oleh polisi pada 28 Februari 2001, militer
berhasil membubarkan massa Dayak dari jalanan. Dari Konflik Sampit ini
sedikitnya 100 warga Madura dipenggal kepalanya oleh suku Dayak. Konflik
Sampit sendiri mulai mereda setelah pemerintah meningkatkan keamanan,
mengevakuasi warga, dan menangkap provokator. Untuk memperingati akhir
konflik ini, dibuatlah perjanjian damai antara suku Dayak dan Madura. Guna
memperingati perjanjian damai tersebut, maka dibentuk sebuah tugu perdamaian
di Sampit.
Sumber : https://www.kompas.com/stori/read/2021/07/30/090000179/konflik-
sampit-latar-belakang-konflik-dan-
penyelesaian?page=all#:~:text=KOMPAS.com%20%2D%20Konflik%20Sa
mpit%20adalah,asli%20dan%20warga%20migran%20Madura.
2
B. Bentuk Konflik
Berdasarkan bentuk konflik sosial menurut Soerjono Seokamto, maka
konflik antara suku Madura dengan suku Dayak di Sampit termasuk kedalam
konflik rasial. Konflik rasial yaitu konflik yang timbul akibat perbedaan-
perbedaan ras.
Jika dianalisis menggunakan teori menurut Coser, permasalahan konflik
antara suku Dayak dan Madura termasuk konflik Realistis. Konflik realistis
yakni suatu konflik yang berasal dari kekecewaan terhadap tuntutan-tuntutan
khusus yang terjadi dalam hubungan antara masyarakat dengan obyek yang
dituju atau dalam hal ini adalah pemerintah daerah Kalimantan Tengah.
Masyarakat Dayak sebagai warga asli Kalimantan merasa kecewa karena dalam
permasalahan penguasaan sumber daya. Masyarakat Dayak merasa kebijakan-
kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah merupakan kebijakan yang
diskriminatif karena telah mengeksploitasi kekayaan alam.
C. Penyebab Konflik
Secara garis besar dapat disimpulkan bahwa akar konflik Sampit adalah
mengenai pertentangan budaya yang saling berlawanan antara etnis Dayak dan
Madura, dimana kedua etnis yang bertikai ini tidak mampu berakulturasi
dengan baik. Selain itu lahan dan tanah milik warga Dayak kerap kali direbut
oleh warga pendatang, hal ini menimbulkan sentimen negatif bagi orang Dayak
terhadap orang Madura. Suku Dayak merasa tersingkir dan termarjinalisasi
ditanah mereka sendiri karena warga pendatang utamanya warga Madura lebih
sukses dari mereka.
D. Dampak Adanya Konflik
Dampak dari konflik ini adalah rusaknya sembilan rumah, dua mobil,
lima motor, dan dua tempat karaoke, milik warga Madura. Penyerangan ini
lantas membuat 1.335 orang Madura mengungsi. Dari Konflik Sampit ini
sedikitnya 100 warga Madura dipenggal kepalanya oleh suku Dayak.
E. Upaya yang Dilakukan untuk Menyelesaikan Konflik
Upaya yang dilakukan untuk menyelesaikan konflik ini adalah
pemerintah meningkatkan keamanan, mengevakuasi warga, dan menangkap
provokator. Untuk memperingati akhir konflik ini, dibuatlah perjanjian damai
antara suku Dayak dan Madura. Guna memperingati perjanjian damai tersebut,
maka dibentuk sebuah tugu perdamaian di Sampit.
F. Tokoh-Tokoh yang Berperan Sebagai Mediator dalam Upaya
Penyelesaian Konflik
Tokoh-tokoh yang berperan sebagai mediator dalam upaya penyelesaian
konflik ini adalah pemerintah, polisi dan militer.
3
G. Keteladanan yang Dapat Diambil dari Peran Tokoh dalam Upaya
Penyelesaian Konflik
Keteladanan yang dapat diambil adalah dalam menyelesaikan suatu
konflik harus dengan bijak, bersikap netral atau memihak ke salah satu pihak.
Sebelum memberikan kebijakan harus mengetahui betul penyebab konflik dan
provokatornya. Kebijakan harus bersifat adil untuk keduanya demi terciptanya
kerukunan dan perdamaian dalam keberagaman.
H. Pendapat Terhadap Konflik
Menurut saya, konflik tersebut bisa terjadi karena satu sama lain belum
mampu untuk beradaptasi menghargai perbedaan yang ada. Baik itu perbedaan
kebiasaan, budaya, dan adat istiadat. Perlu adanya kesadaran untuk menghargai
perbedaan agar tercipta kehidupan yang rukun dan bersatu. Dalam hal
menghadapi suatu permasalahan kita tidak boleh main hakim sendiri dan jangan
mudah terprovokasi oleh hal-hal yang dapat memperkeruh keadaan.