Anda di halaman 1dari 9

KONFLIK SAMPIT

A. Penyebab Perang Konflik Madura dan Kalimantan


Konflik sampit adalah pecahnya konflik antar suku etnis di indonesia,
antar suku dayak dan madura, konflik terjadi dikarenakan karena adanya
perbedaan dalam suatu kelompok dan persaingan pekerjaan.
Penyebab yang lain dikarenakan juga ada alasan sebagai berikut
1. Pendidikan yang terlalu rendah
2. Kendala bahasa yang berbeda serta intonasi yang berbeda
3. Suku dayak merasa orang madura telah merebut tanahnya yang seharusnya
milik mereka
4. Suku dayak merasa mendapatkan persaingan dengan orang madura terkait
pekerjaan
5. Terjadinya ketidakcocokan antara kedua suku tersebut
6. Masing masing suku tidak memahami dan tidak berusaha untuk memahami
karakter masing-masing suku dan latar belakangnya.
7. Terjadinya proses marginalisasi suku Dayak. Pendidikan yang minim dan
sedikitnya warga Dayak yang bisa menikmati pendidikan mengakibatkan
sedikitnya warga Dayak yang duduk di pemerintahan daerah. Pemerintahan
daerah lebih banyak di pegang oleh warga pendatang.
8. Penempatan transmigran di pedalaman Kalimantan yang mengakibatkan
singgungan hutan. Hutan bagi masyarakat Dayak adalah tempat tinggal dan
hidup mereka. Ketika transmigran ditempatkan di pedalaman Kalimantan,
dan mereka melakukan penebangan hutan, kehidupan masyarakat Dayak
terganggu. Sejak tahun 1995 para transmigran di tempatkan di pedalaman
Kalimantan, tidak seperti tahun-tahun sebelumnya yang selalu menempatkan
transmigran di pesisir. Para pendatang baru inilah, yang dikenal keras dan
pembuat masalah, tidak seperti pendatang-pendatang sebelumnya. Selain soal
transmigrasi, pemerintah juga telah memberikan keleluasaan bagi para
pengusaha untuk membuka hutan melalui HPH
9. Masyarakat Dayak kehilangan pijakan, terganggunya harmoni kehidupan
masyarakat Dayak mengakibatkan masyarakat Dayak kehilangan pijakan.
Kekuatan adat menjadi berkurang. Kebijakan-kebijakan pemerintah telang
menghilangkan/mengurangi identitas mereka sebagai masyarakat adat.
10. Hukum yang tidak dijalankan dengan baik mengakibatkan banyaknya terjadi
tindak kekerasan dan kriminal yang dibiarkan. Proses pembiaran ini berakibat
pada lemahnya hukum dimata masyarakat, sehingga masyarakat
menggunakan caranya sendiri untuk menyelesaikan berbagai persoalan,
diantaranya dengan menggunakan kekerasan.

B. Bagaimana Bentuk Konflik Madura dan Kalimantan


Bentuk Konflik Sampit
Konflik dengan kelompok antar kelompok ( Horizontal Massal)
Konflik ini terjadi diakibatkan oleh kelompok suku Dayak dan kelompok suku
Madura dan kedua kelompok saling berusaha menyingkirkan pihak lawan dengan
jalan menghancurkan dan membuat tidak berdaya.

C. JALANNYA KONFLIK
Tidak sedikit kasus pembunuhan orang dayak (sebagian besar disebabkan
oleh aksi premanisme Etnis Madura) yang merugikan masyarakat Dayak karena
para tersangka (kebetulan orang Madura) tidak bisa ditangkap dan di adili oleh
aparat penegak hukum. Etnis madura yang juga punya latar belakang budaya
kekerasan ternyata menurut masyarakat Dayak dianggap tidak mampu untuk
beradaptasi (mengingat mereka sebagai pendatang). Sering terjadi kasus
pelanggaran “tanah larangan” orang Dayak oleh penebang kayu yang kebetulan
didominasi oleh orang Madura.Orang Dayak merasa sangat tersudut ditanahnya
sendiri. Mereka seolah tidak dilindungi dari pihak hoku
Sementara orang Madura semakin merasa diatas angin di kota Sampit.
Seakan mereka tidak peduli akan perasaan warga lokal disana. Situsi semakin hari
semakin panas. Orang Madura mempunyai keinginan untuk menjadikan kota
Sampit sebagai kota Sampang ke-2. Mereka melupakan pepatah di tanah Borneo
tersebut yaitu, ''dimana tanah dipijak,disitu langit dijunjung''. Pada tanggal 18
februari 2002 di sebuah pasar di kota Sampit,seorang ibu yang sedang hamil
dibunuh dengan kejam. Perutnya dibelah dan janin dalam perut ibu tersebut
dikeluarkan lalu dibuang.
Darah dari seorang ibu dan janinnya tadi dijadikan tinta untuk menulis di
sebuah spanduk besar yang bertuliskan, ''Sampit sebagai Sampang kedua''.
Kejadian ini memang sepertinya telah direncanakan oleh pihak Madura.Mereka
juga berkeliling kota Sampit sambil meneriakkan ''Matilah kau Dayak''. Bom
molotof pun berjatuhan di rumah-rumah orang Dayak. Tidak sedikit juga mereka
membakar rumah orang Dayak. Orang Dayak menjadi takut dan mereka berlari
masuk ke dalam hutan. Kepala suku mereka telah sangat murka dan memberi
ultimatum kepada orang bahwa apabila dalam 3 hari mereka tidak keluar dari
Sampit, maka Dayak akan memerangi warga Madura. Sudah sangat banyak
pengungsi dari pihak Madura dan Dayak. Lebih dari 10.000 pengungsi telah
diungsikan ke Surabaya dan ke Palangkaraya. Ultimatum tadipun tidak dihiraukan
oleh warga Madura sehingga terjadilah perang etnis disana. Suku Dayak berhasil
mengambil kembali rumahnya yang hampir diambil oleh suku lain.Banyak rumah
yang terbakar, toko-toko milik kedua etnis tadi lenyap serta kurang lebih 500
korban tewas. Tidak ada yang menguntungkan bagi kedua belah pihak. Dalam
kata lain perang hanya meninggalkan tangis dan air mata, dan juga kenangan yang
sangat menyakitkan.
Dalam pelayaran menyusuri Sungai Mentaya (70 km), ABK dan
pengungsi bisa Melihat puluhan mayat yang mengapung di sepanjang sungai, dan
sejumlah Bangunan rumah warga Madura dan Pasar Sampit/Pasar Ganal yang
tinggal temboknya yang hangus. Dikatakan seorang pengungsi yang bekerja di
penggergajian kayu, PT Sempagan Raya Sampit, Abdul Sari (30), bahwa yang
tampak di sungai saja ada puluhan yang mengapung dan tersangkut di pinggir.
Sementara yang hanyut dan tenggelam lebih dari 200 warga etnis Madura. “Ini
baru yang di sungai, belum yang terserak di pinggir sepanjang Jl. Masjid Nur
Agung saja tidak kurang dari 200 mayat,” katanya. Sementara di Jl. Sampit
Pangkalan Bun, saat ini masih banyak mayat yang bergelimpangan di tepi jalan.
Mayat-mayat itu hanya ditutupi dengan batu koral yang dibungkus karung sak.
Tidak ada yang menolong untuk dimakamkan, kami tidak mungkin untuk
melakukan itu. Sedang untuk bisa lolos dari kejaran dan tebasan mandau Dayak
saja sudah bersyukur. Abdul Sari juga mengatakan, sekarang pasukan Dayak tidak
lagi membedakan siapa yang akan dibunuh. Awalnya yang diserang hanya etnis
Madura, tapi kini semua pendatang, termasuk orang Jawa, dan Cina. Mereka
bukan hanya ditebas lehernya saja, tapi juga dipenggal jadi beberapa potong. Di
mata etnis Madura, polisi setempat sudah kehilangan kepercayaannya lagi.
Mereka (warga etnis Madura) mengaku, siangnya di sweeping dan senjatanya
disita petugas, dan mereka (petugas) mengatakan, semua sudah aman dan tidak
ada apa-apa lagi. Maka warga etnis Madura di Jl. Sampit Pangkalan Bun tenang-
tenang saja dan percaya pada petugas. Ternyata malamnya diawali dengan suara
kuluk,… kuluk,… kuluk,… sebentar kemudian pasukan Dayak muncul dan
membunuhi warga Madura.
Tidak ada yang tersisa, mereka yang menyerah maupun yang lari dibunuh.
Umumnya mereka diserang pada malam hari, ratusan Dayak dengan suara
kuluk…, kuluk…, sambung-menyambung muncul dari segala penjuru. Esoknya
warga etnis Madura mati mengenaskan dengan badan tanpa kepala lagi. Parebuk
Menurut warga etnis Madura yang ikut KRI Teluk Ende, Sopian (56), warga yang
banyak mati dari daerah Parebuk, Semuda. Karena warga Madura yang ada di sini
tidak menghindar tapi melakukan perlawanan sengit. “Saat ini di sana yang tersisa
tinggal wanita dan anak-anak,” kata Sopian. Sopian yang datang ke pengungsian
dengan jalan menyusuri sungai mengatakan, dia berjalan sambil sembunyi-
sembunyi di antara pohon hutan yang cukup lebat. Ternyata setelah 7 hari di
pengungsian ia hanya melihat beberapa warga Madura dari Semuda. Berarti ada
sedikitnya 500 orang Madura yang tewas melawan Dayak di Semuda. “Kalau
masih hidup seharusnya perjalanan mereka tidak lebih dari satu atau dua hari
saja,” kata Sopian. Sopian bersama pengungsi lain yang ada di pengungsian pun
mengaku masih dibayang-bayangi pasukan suku Dayak. Bahkan ada isu bahwa
kamp pengungsian di halaman Pemda Sampit akan diserbu oleh Dayak. Hal ini
membuat warga Madura yang ada di pengungsian menjadi resah, di samping
mereka sudah ketakutan, juga mereka sudah tidak memiliki senjata lagi. Menurut
Kilan, sejumlah orang Dayak membawa mayat orang Madura dengan geledekan
keliling kota. Tidak sampai di situ, geledekan yang berisi orang Madura ditinggal
begitu saja di depan Polres Sampit, Jl. Sudirman.Kekesalan warga Madura
terhadap oknum polisi di Polsek Jl. Ba Amang Tengah semakin menjadi, seperti
yang diungkapkan oleh Somad yang mendatangi kantor Polsek. Ia minta
perlindungan setelah dikejar-kejar oleh sekitar 50 Dayak, Somad minta diantar ke
tempat pengungsian. Kapolsek bukannya menolong tapi justru memanggil Dayak
yang ada di sekitar situ. Somad mengaku lari ke belakang, dengan melompat
lewat pintu belakang Polsek ia akhirnya lolos lari ke semak-semak. Ia sempat
merangkak sejauh 300 m sebelum lepas dari kejaran Dayak dan lari ke hutan. Dari
hutan ini ia menyusuri tepian hutan dan akhirnya sampai ke tempat pengungsian.
Ia pun bersyukur karena bisa ketemu dengan anak istrinya. Seorang pengungsi,
Choiri (40), dari Pasuruan mengatakan, ada peristiwa yang sangat mengenaskan
dari daerah Belanti Tanjung Katung, Sampit. Sebanyak 4 truk pengungsi
Parengkuan yang dibawa oleh orang yang mengaku petugas dengan mengatakan
akan dibawa ke tempat penampungan pengungsi di SMP 2, akhirnya dibantai
habis. Ternyata mereka yang mengaku petugas adalah pasukan Dayak, orang
Madura disuruh turun dan dibantai. “Jika tiap truk berisi 50 pengungsi berarti ada
200 pengungsi yang tewas dibantai,” kata Choiri. Choiri mengatakan, yang
dibantai itu semuanya wanita dan anak anak
Begitu jemputan yang kedua tiba, yang diangkut adalah orang laki-laki
dewasa, justru mereka selamat tidak di tempat pengungsian karena dikawal oleh
Brimob dari Jakarta. Liar Pengakuan seorang pengungsi, Titin (19), asli
Lumajang, yang tinggal di Jl. Pinang 20 Sampit mengatakan, suaminya yang asli
Dayak Kapuas yang kini ikut pasukan Dayak. Ia menceritakan, suaminya pernah
bercerita padanya, mengapa orang Dayak menjadi pandai berkelahi dan larinya
cepat bagai kijang. Awalnya suaminya enggan menjadi pasukan Dayak untuk
membunuhi orang Madura. Tapi karena dihadapkan pada satu di antara dua
pilihan, jadi pasukan atau mati, terpaksa suaminya memilih jadi pasukan Dayak.
Saat itu ia disuruh minum cairan yang membuatnya ia menjadi berani, kemudian
alisnya diolesi dengan minyak yang membuat ia melihat bahwa orang Madura itu
berwujud anjing dan akhirnya harus diburu dan dibunuh. Makanya orang Dayak
tidak punya takut, tidak punya rasa kasihan, ini menurut Titin karena sudah diberi
minuman dan olesan minyak tertentu. Sehingga mereka mirip dengan jaran
kepang yang sedang kesurupan, mungkin mereka kerasukan roh nenek
moyangnya dan membunuh sesuai dengan perintah panglima perang suku Dayak.
(R Dewanto Nusantoro)
Kerusuhan sampit yang menjalar hingga kesegala penjuru kalimantan
tengah benar-benar berakhir sekitar bulan Maret pertengahan. Untuk
memperingati akhir konflik ini dibuatlah perjanjian damai antar suku dayak dan
madura. Perjanjian itu tertulis dalam sebuah buku yang berisi beberapa
persyaratan dan hal-hal lainnya. Selain itu untuk memperingati perjanjian damai
itu, dibangun sebuah tugu perdamaian di Sampit

D. Bagaimana Cara Penyelesaian Konflik Sampit Tahun 2001


Penyelesaian Konflik ini dengan cara Mediasi dan Ajudikasi:
1. Menerjunkan satuan pengamanan dari POLRI dan TNI ke lokasi kerusuhan.
Misalnya:
a. Dengan memberikan seruan kepada semua pihak pertikaian.
b. Mengadakan evakuasi para korban dan warga Madura kewilayah tetangga.
c. Melaksanakan patroli dan menempatkan pasukan pada tempat yang rawan
pertikaian.
2. Melakukan tindakan persuasif dan preventif terhadap kelompok yang bertikai
untuk mengantisipasi berkembangnya kerusuhan yang meluas. Seperti
mengeluarkan himbauan yang disampaikan media massa dan elektronik serta
mobil keliling secara kontinyu.
3. Meyakinkan Gubernur, para Bupati dan Camat di Kalimantan Tengah agar tidak
mengambil jalan pintas memulangkan suku Madura kepulau Madura.
Karena warga Madura tinggal didaerah Kalimantan Tengah sudah sejak tahun
1930 apabila Pemerintah memulangkan suku Madura ke pulau Madura akan
mengakibatkan kecemburuan sosial.
Konflik sampit ini selesai karena adanya kerendahan hati dari tokoh-tokoh
Madura untuk memulai perdamaian dan terjadilah perjanjian perdamaian antara
kedua suku apabila disalah satu pihak ada yang melanggar akan dikenakan sanksi
hukum.
FOTO TRAGEDI SAMPIT

Anda mungkin juga menyukai