Banyak sebab yang membuat suku Dayak seakan melupakan asasi manusia baik
langsung maupun tidak langsung. Masyarakat suku Dayak di Sampit selalu terdesak dan selalu
mengalah. Dari kasus dilarangnya menambang intan di atas tanah adat mereka sendiri karena
dituduh tidak memiliki izin penambangan. Hingga kampung mereka yang harus berkali-kali
pindah tempat karena harus mengalah dari pada penebang kayu yang mendesak mereka makin ke
dalam hutan. Sayangnya, kondisi ini diperburuk oleh ketidakadilan hukum yang seakan tidak
mampu menjerat pelanggar hukum yang menempatkan masyarakat Dayak menjadi korban kasus-
kasus tersebut.
Tidak sedikit kasus-kasus pembunuhan orang Dayak (yang sebagian besar disebabkan
oleh aksi premanisme etnis Madura) yang merugikan masyarakat Dayak karena para tersangka
tidak bisa ditangkap dan diadili oleh aparat penegak hukum.
Etnis Madura juga punya latar belakang budaya kekerasan ternyata menurut masyarakat
Dayak dianggap tidak mampu untuk beradaptasi (mengingat suku Madura sebagai pendatang).
Sering terjadinya kasus pelanggarang tanah larangan orang Dayak oleh penebang kayu
dari suku Madura. Hal inilah yang menjadi salah satu pemicu perang antar etnis Dayak-Madura.
Dari cara mereka melakukan usaha dalam bidang perekonomian saja, mereka terkadang
dianggap terlalu kasar oleh sebagian besar masyarakat Dayak, bahkan masyarakat banjar sekali
pun. Banyak cara-cara pemaksaan untuk mendapatkan hasil usaha kepada konsumen mereka.
Banyak pula tipu-daya yang mereka lakukan. Tidak semua suku Madura bersifat seperti ini.
Namun, hanya segelintir saja.
Ada yang mengungkapkan bahwa pertikaian yang sering terjadi antara Madura dan
Dayak dipicu rasa etnosentrisme yang kuat di kedua belah pihak. Semangat persukuan inilah
yang mendasari solidaritas antar-anggota suku di Kalimantan. Situasi seperti itu diperparah
kebiasaan dan nilai-nilai yang berbeda, bahkan mungkin berbenturan. Misal, adat orang Madura
yang membawa parang atau celurit kemanapun pergi membuat orang Dayak melihat sang
tamu-nya selalu siap berkelahi. Sebab, bagi orang Dayak membawa senjata tajam hanya
dilakukan ketika mereka hendak berperang atau berburu. Tatkala di antara mereka terlibat
keributan dari soal salah menyambit rumput sampai kasus tanah amat mungkin persoalan yang
semula kecil meledak tak karuan, melahirkan manusia-manusia tak bernyawa tanpa kepala saat
terjadi pembantaian Sampit entah bagaimana cara mereka (suku Dayak) yang tengah dirasuki
kemarahan membedakan suku Madura dengan suku lainnya yang jelas suku-suku lainnya luput
dari serangan orang-orang Dayak.
Komentar:
Permasalahan konflik antara suku Dayak dan Madura adalah rangkaian panjang
dari perjalanan interaksi antara kekuatan-kekuatan social dalam struktur social
dalam memperebutkan sumber daya yang ada di Sampit yang menimbulkan
persaingan dan akibat dari tidak meratanya pendistribusian sumber daya yang ada
akan menyebabkan konflik. Perbedaan budaya bukan merupakan penyebab konflik,
tetapi bisa menjadi pemicu terjadinya konflik. Maka dari itu pihak kepolisian dan
pemerintah daerah sangat berperan untuk memberikan solusi-solusi terhadap
permasalahan yang ada di masyarakat Sampit.