Paper ini dibuat dan diajukan untuk memenuhi tugas kelompok pada mata pelajaran “Sejarah
Indonesia Wajib” di kelas XII Semester I
Anggota Kelompok 4 :
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Ida Sang Hyang Widhi Wasa. karena atas rahmat,
karunia serta kasih sayangNya kami dapat menyelesaikan makalah mengenai Perang Sampit
ini dengan sebaik mungkin. Tidak lupa pula saya ucapkan terima kasih kepada bapak Putu Eka
Supriyatama, S.Pd selaku guru mata pelajaran Sejarah Indonesia Wajib.
Dalam penulisan makalah ini, kami menyadari masih banyak terdapat kesalahan dan
kekeliruan, baik yang berkenaan dengan materi pembahasan maupun dengan teknik
pengetikan, walaupun demikian, inilah usaha maksimal kami selaku para penulis usahakan.
Semoga dalam makalah ini para pembaca dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan
dan diharapkan kritik yang membangun dari para pembaca guna memperbaiki kesalahan
sebagaimana mestinya,
Denpasar, 27 Agustus 2021
Penyusun
PENDAHULUAN
Kalimantan tengah atau sering disebut Kalteng adalah salah satu provinsi di Indonesia yang
terletak di pulau Kalimantan dengan Palangka Raya sebagai ibukota nya dan Dayak sebagai
suku aslinya. Dengan populasi 2.202.599 jiwa berdasarkan sensus tahun 2010, provinsi ini
terdiri atas lebih dari 1.147.878 laki laki dan 1.054.721 perempuan. Dengan dinilainya
Kalimantan tengah menjadi tempat yang amat strategis untuk bidang perekonomian membuat
banyak imigran dari luar datang ke Kalimantan untuk mengadu nasib memperbaiki
perekonomian keluarga, salah satunya suku Madura yang dikenal sebagai suku imigran yang
banyak memenuhi pulau Kalimantan Tengah untuk bersaing memperbaiki perekonomian
masing masing. Membahas dua suku ini nyatanya kita tidak akan pernah melupakan kejadian
tragis yang dilakukan antara suku Madura dan suku Dayak, yaitu konflik Peperangan Sampit.
Peperangan dengan konflik kerusuhan antar etnis atau suku ini terjadi pada tahun 2001 yang
disebabkan oleh ketidakcocokan antara dua suku yang berselisih memperebutkan kebersaingan
satu sama lain.
Diketahui secara bersama memang dua suku ini mengalami konflik yang cukup hebat
mengenai ke bersaingan perekonomian yang ada di Kalimantan tengah, diduga suku Dayak
tidak puas dan tidak menerima dengan hadirnya imigran dari warga Madura yang mengambil
banyak alih industry di Kalimantan Tengah. Kejadian yang tidak terlupakan ini juga
mengakibatkan banyak korban jiwa, seperti terpenggal nya kepala warga dan kematian sadis
lainnya. Berdasarkan realita dan sumber memang peperangan ini dimulai dari terbakar nya
rumah warga Dayak dengan warga Madura sebagai pelakunya dan membuat peperangan ini
semakin sengit dan semakin panas antara kedua etnis
Hingga saat ini konflik yang sangat sadis ini masih menjadi perdebatan, ada yang
mengatakan bahwa warga Dayak lah yang memulai konflik, namun tidak sedikit juga yang
berpendapat bahwa warga Madura adalah penyebab utama terjadinya konflik ini. Namun
apapun yang terjadi tentu saja konflik ini adalah konflik yang sangat besar dan sangat mengiris
hati banyak orang tentang hak asasi manusia pada kala itu.
PEMBAHASAN
B. Latar Belakang
Pada dasarnya konflik Sampit adalah kerusuhan antar etnis atau suku yang terjadi
di Sampit pada 18 Februari 2001, konflik ini terjadi dan dilakukan antara suku Dayak asli
dengan warga migran Madura. Konflik sadis ini dimulai di kota Sampit, Kalimantan tengah
yang kemudian meluas ke seluruh provinsi, termasuk ibu kota Palangka Raya. Pada saat
itu para Transmigran asal Madura telah membentuk 21% populasi Kalimantan tengah yang
mengakibatkan warga Kalimantan tengah merasa tidak puas secara terus merasa disaingi
oleh orang madura, dengan demikian secara singkat peperangan ini membuat 1.335 orang
Madura harus mengungsi dikarenakan adanya permasalahan ekonomi yang menyebabkan
kerusuhan antara orang Madura dengan suku Dayak.
Suku Dayak yang memang sangat ditakuti dunia dan sekaligus terlibat dalam
Konflik Sampit di tahun 2001 bukanlah sebuah insiden pertama yang terjadi antara suku
Dayak dan Madura, pada awalnya sebelum konflik ini terjadi memang sudah ada
perselisihan antara kedua suku. Dimulai dengan pertama kalinya penduduk Madura tiba di
Kalimantan tengah tahun 1930 di bawah program transmigrasi yang dicanangkan
pemerintah kolonial Belanda, hingga demikian semakin tahun dan puncaknya di tahun
2000 transmigran asal Madura telah membentuk 21% populasi dari Kalimantan Tengah
yang membuat suku Dayak mulai merasa tidak puas dengan persaingan yang terus datang
dari warga Madura, ditambah lagi dengan adanya hukum baru yang memungkinkan warga
Madura memperoleh control lebih terhadap industri komersial di provinsi tersebut seperti
perkayuan, penambangan beserta perkebunan membuat semakin tingginya rasa saking
antara dua suku tersebut yang mengakibatkan ketimpangan. Tidak dimulai dari suku Dayak
justru kericuhan bermula saat adanya serangan pembakaran sebuah rumah Dayak oleh
warga Madura yang menjadi pelaku utamanya, tentu saja dengan hal ini ditambah dengan
rasa ketimpangan dan rasa saing tinggi sebelumnya membuat warga Dayak semakin panas
dan membalas hal tersebut dengan pembakaran balik rumah rumah orang Madura. Berikut
adalah penjelasan lebih rinci hal hal yang menyebabkan terjadinya peristiwa :
a) Transmigrasi
Dengan adanya program transmigrasi yang dicanangkan oleh pemerintah
colonial Belanda membuat sebanyak 21% populasi Kalimantan tengah adalah
warga Madura, ditambah lagi akses khusus untuk warga Madura yang membuat
berbagai industry banyak dikerjakan oleh warga Madura membuat warga asli
Kalimantan tengah yaitu suku Dayak memiliki rasa bersaing dengan suku
Madura dan rasa ketidak adilan di rumah sendiri, nyatanya semakin tahun
persaingan semakin ketat dan ketimpangan semakin terasa antara warga Madura
dan juga warga Dayak, warga Dayak merasa sangat tidak puas dengan
kenyataan yang terjadi di rumah sendiri oleh warga Madura.
b) Tewasnya Warga Dayak
Berdasarkan data yang cukup akurat, ternyata perpecahan ini dimulai secara
nyata oleh warga Madura yang membunuh salah satu warga Dayak, yaitu
Sandong. Pada kenyataannya dewasa salah satu warga day aini tidak begitu
menemukan titik putih, karena hingga saat ini tidak ada bukti yang cukup akurat
yang membuat masyarakat Dayak 100% yakin bahwa salah satu warga mereka
dibunuh oleh warga Madura. Namun walaupun demikian tentu saja amarah dan
emosi dari warga Dayak tidak terhentikan dan timbulnya rasa balas dendam
terhadap suku Madura.
c) Balas Dendam
Dengan beberapa kejadian sebelumnya tentu membuat warga Dayak ingin
membalas dendam kepada warga Madura dengan ditandai adanya penyerangan
salah satu warga Madura oleh orang orang Dayak yang berada di Sampit dengan
simbol balas dendam atas kasus sebelumnya. Tentu saja balas dendam ini tidak
memberikan akhir yang baik melainkan justru memperparah kondisi dengan
semakin luasnya peperangan antara warga Madura dan Dayak serta semakin
banyaknya pembunuhan yang terjadi atas peperangan ini.
D. Rangkaian Konflik
Perang Sampit adalah kerusuhan antaretnis yang terjadi di Sampit pada awal
Februari 2001. Konflik ini dimulai di kota Sampit, Kalimantan Tengah yang kemudian
meluas ke seluruh provinsi, termasuk ibu kota Palangka Raya. Perang ini terjadi antara
suku Dayak asli dan warga migran Madura. Kala itu, para transmigran asal Madura
telah membentuk 21 persen populasi Kalimantan Tengah. Akibatnya, Kalimantan
Tengah merasa tidak puas karena terus merasa disaingi oleh Madura.
Berawal dari masyarakat etnis Madura yang datang ke Kota Sampit dengan
maksud untuk mencari lahan-lahan yang lebih subur dibandingkan dengan daerah
asalnya di pulau Madura. Masyarakat etnis Madura meminjam lahan atau tanah milik
masyarakat etnis Dayak yang dikuasai dengan cara kekerasan dan tidak dikembalikan
kepada pemilik semula, Masyarakat etnis Madura seringkali menghina harkat dan
martabat etnis Dayak dengan kata-kata yang tidak terpuji, hal ini ditunjukan oleh sopir
angkot, sopir truk dan para pedagang. Masyarakat etnis Madura yang sedang berjualan
di pasar begitu bertemu, langsung menawarkan barang dengan bujukan dan rayuan
yang kuat, jika dilewatkan saja dan tidak ingin membelinya, mereka akan marah dan
mengancam masyarakat etnis Dayak.
Karakteristik dan kepribadian masyarakat etnis Madura ini antara lain berani,
kuat secara fisik, kerja keras, ulet, percaya diri, sederhana, hemat, tidak memilih jenis
pekerjaan, bersedia diupah rendah dan patuh pada pimpinan tradisional dan agama.
Disamping karakter tersebut, terdapat beberapa karakter miring yaitu keras kepala, mau
menang sendiri, cenderung memaksa kehendak, sombong, menyelesaikan masalah
dengan kekerasan, kurang tertarik pada tradisi dan adat istiadat setempat. Dengan
karakter tersebut masyarakat etnis Madura ini cenderung tidak mematuhi prinsip
budaya dimana bumi dipijak disitu langit dijunjung Karena adanya permasalahan
ekonomi ini, terjadi kerusuhan antara orang Madura dengan suku Dayak.
Di malam hari, di Kota Sampit Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan
Tengah, tepatnya pada Minggu dini hari tanggal 18 Februari 2001 tepat pukul 01.00
WIB, sekelompok warga Dayak menyerang rumah seorang warga Madura bernama
Matayo yang berada di Jalan Padat Karya. Setelah kejadian tersebut, empat orang
dinyatakan meninggal dunia serta 1 orang luka berat, dan semuanya warga Madura.
Serangan yang diduga aksi balas dendam itu mendapat perlawanan. Pagi harinya,
sekitar pukul 08.00 WIB, sejumlah warga Madura mendatangi rumah seorang warga
Dayak bernama Timil yang diduga menyembunyikan salah satu pelaku penyerangan.
Saat itu Timil berhasil diamankan polisi, tetapi warga Madura yang tak puas langsung
membakar rumahnya. Warga Madura yang marah juga menyerang rumah kerabat Timil
dan menewaskan 3 penghuninya. Hingga pada keesokan harinya, tepatnya pada Senin,
19 Februari, banyak ditemukan sejumlah jasad tergeletak di berbagai sudut kota
Sampit. Demikian pula dengan aksi penyerangan rumah serta pembakaran kendaraan.
Tak selang berapa lama dari kejadian tersebut, tepatnya pukul 12.00 WIB, pasukan
Brimob Polda Kalimantan Selatan tiba di Sampit. Puluhan tersangka serta barang bukti
senjata tajam dibawa ke Mapolda Kalteng di Palangka Raya. Namun, situasi tak
kunjung kondusif. Dengan adanya konflik tersebut, pada 18 dan 19 Februari 2001, Kota
Sampit sepenuhnya dikuasai warga dari Madura. Selama dua hari sejak penyerangan
rumah Matayo, warga Madura berhasil bertahan, bahkan berani melakukan sweeping
terhadap permukiman-permukiman warga Dayak. Namun, kondisi ini berbalik pada
tanggal 20 Febuari 2001, ketika sejumlah besar warga Dayak dari luar kota
berdatangaan ke Sampit. Warga Dayak pedalaman dari berbagai lokasi daerah aliran
sungai (DAS) Mentaya, seperti Seruyan, Ratua Pulut, Perenggean, Katingan Hilir,
bahkan Barito berdatangan ke kota Sampit melalui hilir Sungai Mentaya dekat
pelabuhan. Ratusan warga Dayak itu menyusup ke daerah Baamang dan sekitarnya
yang merupakan pusat permukiman warga Madura. Mereka mampu memukul balik
warga Madura yang terkonsentrasi di berbagai sudut jalan Sampit. Hari-hari berikutnya
gelombang serangan warga Dayak terus berdatangan. Bahkan, sebelum menyerang,
seorang tokoh atau panglima Dayak dikabarkan lebih dulu membekali ilmu kebal
kepada pasukannya. Karena itu, saat melakukan serangan, biasanya mereka berada
dalam alam bawah sadar. Bahkan, mereka juga dibekali indera penciuman tajam untuk
membedakan orang Madura dan non-Madura. Berada di atas angin, warga Dayak
melebarkan serangan ke berbagai kawasan di Kotawaringin Timur. Warga Dayak
praktis menguasai hampir seluruh wilayah Kalimantan Tengah, kecuali Pangkalan Bun
yang tetap aman karena hampir tak ada warga Madura yang tinggal di tempat ini.
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mencatat bahwa setidaknya
konflik antar etnis ini telah menyebabkan korban jatuh mencapai sekitar 400 jiwa.
Sedangkan menurut data kepolisian, ada 319 lebih rumah dibakar dan sekitar 197
lainnya dirusak. Kerusuhan Sampit yang menjalar hingga ke segala penjuru Kalimantan
Tengah itu baru benar-benar berakhir sekitar pertengahan Maret. Untuk memperingati
akhir konflik ini dibuatlah perjanjian damai antara suku Dayak dan Madura. Untuk
memperingati perjanjian damai itu, dibangun sebuah tugu perdamaian di Sampit.
Kerusuhan Sampit pada 2001 bukanlah peristiwa yang berdiri sendiri, karena telah
terjadi beberapa insiden sebelumnya antara warga Dayak dan Madura. Bahkan, konflik
besar terakhir terjadi pada Desember 1996 dan Januari 1997 yang mengakibatkan 600
korban tewas. Namun, berbeda dibandingkan dengan sekarang ini karena Sampit kini
telah dikenal sebagai kota yang damai, tentram, sejahtera serta kesehatan penduduknya
yang rukun. Sampit telah menjadi tempat tinggal yang begitu nyaman bagi warganya
dan telah belajar dari kejadian masa lalu, bahwa kebencian antar warga sebangsa serta
setanah air hanya akan memunculkan pihak yang kalah serta menciptakan pertikaian
yang tak berujung.
E. Penyelesaian Masalah
Pada 18 Februari 2001 suku Dayak berhasil menguasai Sampit. Polisi menahan
seorang pejabat lokal yang diduga sebagai salah satu dalang di balik serangan
ini. Orang yang ditahan tersebut diduga membayar enam orang untuk memprovokasi
kerusuhan di Sampit. Kemudian, ribuan warga Dayak mengepung kantor polisi di
Palangkaraya sembari meminta pembebasan para tahanan. Permintaan mereka
dikabulkan oleh polisi pada 28 Februari 2001, militer berhasil membubarkan massa
Dayak dari jalanan. Dari Konflik Sampit ini sedikitnya 100 warga Madura dipenggal
kepalanya oleh suku Dayak. Konflik Sampit sendiri mulai mereda setelah pemerintah
meningkatkan keamanan, mengevakuasi warga, dan menangkap provokator. Untuk
memperingati akhir konflik ini, dibuatlah perjanjian damai antara suku Dayak dan
Madura. Dalam memperingati peperangan tersebut maka dibentuklah sebuah tugu
perdamaian di Sampit
Memperbaiki pola pikir dan mempersiapkan mental adalah hal utama yang
dapat menyelesaikan masalah ini. Pemerintah daerah Kalimantan Tengah telah
memfasilitasi pertemuan pertemuan, entah formal maupun Informa all dengan para
tokoh agama, tokoh masyarakat, tokoh adat dari kedua etnis tersebut untuk melakukan
proses perdamaian melalui jalur tengah. Di Kalimantan Tengah telah diadakan
pertemuan secara resmi tokoh tokoh dari warga pendatang dengan tokoh tokoh adat
Dayak pada 4 Maret 2001, dengan memfokuskan pada pernyataan sikap terhadap warga
Madura.
Akhir dari perundingan dan pembahasan mengenai jalur tengah dari peperangan
yang terjadi telah menghasilkan beberapa keputusan seperti :
1) Warga masyarakat Kalimantan Tengah siap menerima ajakan damai dari
permintaan maaf warga Madura pada umumnya.
2) Jika kedua pihak telah saling memaafkan dan bertekad untuk hidup
berdampingan secara damai, maka langkah langkah re-evakuasi, rehabilitasi
dan penegakan hukum dapat dilakukan sejalan dengan peraturan.
3) Masyarakat Madura yang akan Kembali ke Kalimantan Tengah harus
menjalani seleksi dan persyaratan nya diatur dalam peraturan daerah mengenai
kependudukan
4) Akan diperlukannya masa pendinginan demi kesiapan mental dari kedua belah
pihak yang cukup hingga situasi dan kondisi kedua belah pihak mampu
introspeksi diri dan mencapai suatu kerukunan
F. Dampak dan Hikmah Peristiwa
Dampak Negatif
Dampak dari dua suku yang bertikai tentu akan membuat hubungan yang awalnya baik-
baik saja menjadi tidak baik lagi. Mendengar kata konflik atau perang, pasti
menimbulkan berbagai dampak di kedua belah pihak, salah satunya yaitu dampak
negatif, yang mungkin bisa dirasakan sampai sekarang seperti trauma. Selain itu ada
pula beberapa dampak negative lainnya yang timbul akibat konflik atau perang ini,
yaitu:
1. Menelan banyak korban
Orang Dayak identik dengan pembunuhannya yang sadis terhadap lain, tidak hanya
membuat lawannya jatuh, namun sampai memenggal kepala korban dan
memisahkan kepala korban dari tubuhnya. Pemenggalan ini dilakukan
menggunakan senjata khas orang Dayak yaitu “MANDAU”. Diperkirakan terdapat
100 warga Madura yang kepalanya dipenggal oleh orang Dayak saat terjadi konflik
tersebut, dan sekitar 469 orang tewas secara tragis.
2. Lumpuhnya perekonomian di Sampit
Konflik sampit ini juga berimbas pada kegiatan perekonomia masyarakat di Sampit.
Banyak kios, took, maupun ruko yang terpaksa ditutup selama terjadinya konflik
untuk menghindari dilakukannya upaya penjarahan dan tindakan lainnya yang akan
merugikan. Namun demikian, penjarahan tetap terjadi walaupun sudah dihindari.
Banyak asset harta benda milik etnis Madura mencari sasaran penjarahan. Tidak
hanya itu, krisis bahan pangan dan kebutuhan sehari-hari juga ikut dirasakan.
Banyak kapal pengangkut barang tidak berani melabuh di pelabuhan Sampit.
3. Renggangnya hubungan antara etnik Dayak dan etnik Madura
Konflik yang terjadi diantara kedua etnik ini sangatlah rumis sehingga
menimbulkan banyak korban jiwa bahkan harta benda. Hubungan yang kian
memburuk juga terjadi akibat dari kerusuhan yang ditimbulkan. Oleh karena itu,
muncullah trauma yang selalu diingat oleh orang Madura yang membuat mereka
harus berpikir lagi untuk berinteraksi dengan orang-orang Dayak, serta
kerenggangan hubungan antara kedua belah pihat juga terjadi.
Dampak Positif
Selain dampak-dampak negatif yang ditimbulkan akibat konfliks ini, ada juga
beberapa dampak positif yang dirasakan, diantaranya:
1. Orang Dayak merasa aman
Setelah sepuluh tahun orang Dayak berdampingan dengan orang Madura yang
merupakan pendatang, sudah sering mereka mengalami konflik, mulai dari maslah-
masalh sepele yang menjadi pemicunya hingga berakhir dengan luka-luka serius.
Setelah orang Madura tidak ada lagi di daerah itu, konflikpun juga jarang terjadi,
dan kawasan tersebut menjadi aman.
2. Orang pribumi menduduki kursi pemerintahan
Dalam kursi pemerintahan sebelumnya yang ada di Kalimantan Barat, orang Dayak
masih sangat minim mewakili sebagian besar penduduk pribumi untuk duduk di
kursi pemerintahan. Dengan terjadinya konflik ini, d]kursi pemerintahan yang
sebelumnya didominasi oleh orang Madura beralih menjadi kursi pemerintahan
yang diduduki orang Dayak.
Hikmah
Kerusuhan yang akhirnya menjalar ke berbagai penjuru Kalimantan Tengah ini justru
meninggalkan banyak luka dan duka pada kedua belah pihak. Pada akhir konflik ini,
kedua belak pihak membeuat suatu perjanjian yang intinya berdamai. Perjanjian ini
terlutis dalam buku yang berisi beberapa persyaratan dan perjanjianberdamai.
Kemudian, hal penting yang harus kita lakukan yaitu, mencari hikmah dari apa yang
sudah terjadi sehingga kedepannya kejadian yang serupa bisa dihindari bahkan tidak
akan terjadi lagi. Beberapa hikmah yang dapat diambil yaitu:
1. Kita harus saling menghargai dam menjunjung tinggi prinsip keragaman dalam
kesatuan atau kesatuan dalam keragaman yang menjadi dasar filsafat hidup bangsa
kita.
2. Kelompok etnis pendatang seharusnya dapat menghargai dan menghormati tata
nilai dan tata budaya setempat.
3. Masyarakat setempat perlu menjauhkan rasa cemburu yang berlebihan terhadap
kesuskesan etnis pendatang di bidang perekonomian atau bisnis.
4. Perlu dikikisnya rasa arogansi kesukuan serta perasaan kesukuan yang sempit yang
kadang-kadang masih tersisa pada beberapa suku.
5. Kita perlu mengembangkan lagi sikap pluralis (toleransi terhadap keberagaman di
lingkungan masyarakat) dan inklusif (sikap terbuka akan keberagaman budaya
sehingga bisa menerima dan mudah berinteraksi dengan budaya-budaya lain) dalam
segala aspek hidup kesukuan dan kebangsaan.
DAFTAR PUSTAKA