Anda di halaman 1dari 16

BAB II

PENDIDIKAN DI MESIR SEBELUM MUHAMMAD ABDUH

A. Gambaran Umum Pendidikan di Mesir Abad 19


Mesir merupakan salah satu pusat kebudayaan dan peradaban Islam.
Berawal dari ekspansi Napoleon Bonaparte ke Mesir (1798-1801), secara faktual
Napoleon telah meninggalkan berbagai kesan berupa kesadaran umat Islam akan
ketertinggalannya. Kesadaran inilah yang membuka pemikiran tokoh-tokoh
Mesir untuk mengadakan pembaharuan dalam bidang pendidikan. 1
Muhammad Ali Pasha (1769-1849) sebagai penguasa Mesir pada waktu
itu, ia menyadari bahwa betapa pentignya pendidikan dan pengetahuan untuk
kemajuan suatu negara. Di antaranya yaitu kemajuan ekonomi dan militer tidak
mudah dicapai tanpa ilmu modern yang dikenal oleh orang Eropa. Ia sangat yakin
bahwa kebangkitan suatu umat yaitu, dengan meniru peradaban Barat modern
yang menjadi anutan peradaban dunia.2
Pendidikan pada waktu itu berawal dari mendirikan suatu lembaga
kementrian pendidikan. Tujuan mendirikan sekolah adalah untuk mengisi
kekosongan tenaga administrasi pemerintah dan juga tenaga ahli dalam bidang
tertentu lainnya. Sekolah pertama yang dibangun adalah sekolah tinggi
spesialisasi. Untuk mengisi sekolah ini, maka dibuka sekolah menengah, dan
persiapan (madaris tajhiziyyah) untuk mengelola, mengatur pengadaan dan
pengembangan berbagai sarana pendidikan. 3 Tahap selanjutnya yaitu sekolah
dasar. Muhammad Ali juga mendirikan sekolah-sekolah lainnya di antaranya
yaitu, sekolah Teknik (tahun 1836), sekolah kedokteran, farmasi (obat-obatan),
kedokteran hewan, teknik mesin, sekolah luar biasa, dan juga sekolah musik untuk
melatih para pemain terompet (tahun 1827-1834), sekolah Apoteker (tahun 1829),
sekolah tata negara (tahun 1829), sekolah Pertambangan (tahun 1834), sekolah
1
Armai Arief, Sejarah Pertumbuhan Dan Perkembangan Lembaga-Lembaga Pendidikan
Klasik, (Bandung: Angkasa Bandung, 2004), hlm, 226.
2
Husayn Ahmad Amin, Seratus Tokoh Dalam Sejarah Islam, Cet Pertama, (Terjemah:
Bahruddin Fannani, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1995), hlm, 278.
3
Ris‟an Rusli, Pembaharuan Pemikiran Modern, Op. Cit, hlm, 58.

12
administrasi (tahun 1834). Untuk menhghasilkan tenaga-tenaga terdidik bagi
pertanian dan industri, Muhammad Ali membuka sekolah industri dan sekolah
pengairan (tahun 1831),4 sekolah penerjemahan (tahun 1836).5 Dengan demikian
Muhammad Ali sendiri membentuk jaringan sekolah tinggi teknik yang luas di
berbagai bidang, masing-masing dirancang oleh Muhammad Ali untuk
menghasilkan tenaga yang ahli di bidang khusus.
Pada tahun 1823-1844,6 kurang lebih 311 mahasiswa dikirim ke Paris,
utamanya ke Perancis, Italia, dan Inggris. Di sana mahasiawa belajar administrasi
negara, arsitektur, kedokteran, farmasi dan kemiliteran. Mahasiswa yang dikirim
ke berbagai negara tersebut dalam pengawasan ketat, selain itu mereka dilarang
belajar ilmu politik yang dapat membahayakan kekuasaannya. Mereka juga
dilarang membaca buku karangan Voltaire, Rousseau, dan Montesquieu karena
akan membahayakan kepemimpinannya.
Sebagian dari mereka mengamati bahwa rahasia pertumbuhan Eropa
terletak pada orang-orang yang pemikirannya bebas untuk berfikir secara kritis,
mengubah kebijakan-kebijakan lama, menerapkan ilmu dan teknologi modern
untuk penyelesaian masalah.7 Pada tahun 1828 M. Muhammad Ali Pasha
menerbitkan majalah berbahasa Arab yang diberi nama al-Waqa’i al-Misriyyah
“dampak Mesir”. Majalah ini digunakan rezim Muhammad Ali Pasha sebagai
kepanjangan tangan rezim pemerintah. 8
Perkenalan ide-ide dan ilmu-ilmu baru ini hanya terbatas bagi orang-
orang yang telah pergi ke Eropa, dan yang tau bahasa Barat. 9 Ia juga

4
Joseph S. Azyliowics, Pendidikan Modernisasi Di Dunia Islam, (Terjemah: Achmad
Djainuri, Surabaya: Al-Ikhlas, 2001), hlm, 131.
5
Yuli Emma, Muhammad Ali Pasha Dan Al-Azhar Tentang Pengaruuh Pembaharuan Di
Mesir Tehadap Modernisasi Pendidikan Al-Azhar, (Jakarta: UIN SYARIF HIDAYATULLAH,
2011), Skripsi, hlm, 25.
6
Ibid, hlm, 25.
7
Cooper Jhon dkk, Pemikkiran Islam, (Terjemah: Wakhid Nur Effendi, Jakarta: Erlangga,
2002), hlm, XV.
8
Muhammad Syafii Antonia dkk, Ensiklopedia Peradaban Islam Kairo, (Jakarta: Tazkia
Publishing, 2012), hlm, 173.
9
Sholahuddin Al-Ayyubi, Pengaruh Perang Dunia II Terhadap Revolusi Mesir 1952,
(Jakarta: Universitas Negri Islam Syarif Hidayatullah Jakarta), Skripsi, hlm, 38.

13
menginstruksikan mahasiswa-mahasiswa Mesir yang berpendidikan Barat untuk
melakukan usaha penerjemahan, menurutya dengan cara ini ilmu yang ada di
Barat bisa diserap oleh mereka yang belum pernah ke luar negri, dan yang tidak
tahu bahasa asing.10
Menurut Muhammad Ali Pasha, Mesir dapat menjadi negara maju apabila
mengadopsi dan memasukkan sistem dan kurikulum pendidikan Barat ke dalam
kurikulum pendidikan Mesir. 11 Dalam memenuhi pengajaran, Muhammad Ali
Pasha mendatangkan guru-guru dari Barat terutama dari Perancis, itu semua untuk
mengejar ketertinggalan dari bangsa Barat dalam segala aspek kehidupan. Dari
hasil pembaharuan Muhammad Ali Pasha, timbullah kecenderungan dualisme
dalam sistem pendidkan umat Islam. 12 Guru-guru yang didatangkan dari Eropa
tidak bisa menggunakan bahasa Arab, maka ceramah-ceramah mereka harus
diterjemahkan ke dalam bahasa Arab dan Turki, akibat dari sistem ganda ini
menimbulkan ketidak praktisannya dalam proses belajar mengajar pada waktu
itu.13
Ada tiga persoalan penting yang dihadapi pada saat itu, diantaranya adalah
soal guru, soal mahasiswa dan soal buku. Untuk persoalan guru ia datangkan
pengajar dari Eropa, dan melatih beberapa orang Mesir untuk mengajarkan mata
pelajaran yang dianggap perlu. Melalui cara tersebut terlalau banyak
mengeluarkan biaya dan tidak efisien. Orang-orang Eropa menuntut gaji yang
sangat tinggi, selain itu para pengajar dari Eropa yang mengetahui bahasa Arab
sangat sedikit, sehingga proses pembelajaran memerlukan penerjemah, akibatnya
proses belajar mengajar tidak efisien. Ada pun keputusan yang dibuat oleh
Muhammad Ali, yaitu melatih bangsa Mesir asli sebagai guru, dan siswa dikirim
ke Eropa untuk belajar. Tahun 1809 - 1826, berjumlah 28 orang Mesir yang
sedang menjalani proses pembelajaran di Eropa.

10
Ramayulis, Sejarah Pendidikan Islam, Cet I, (Jakarta: Kalam Mulia, 2012), hlm, 178.
11
Muhammad Syafii Antonio dkk, Enslikopeia Perdaban Islam Kairo, Op. Cit, hlm, 172-
173.
12
Zuhairini dkk, Sejarah Pendidikan Islam, Cet II, (Jakarta: Proyek Pembnaan Prasarana
Dan Sarana Perguruan Tinggi Agama/IAIN Di Jakarta), hlm, 123.
13
Ris‟an Rusli, Pembaharuan Pemikiran Modern Dalam Islam, Op. Cit, hlm, 59.

14
Persoalan selanjutnya, yaitu mencari siswa yang cukup berkualitas, karena
sistem pendidikan di tingkat bawah tidak memiliki sekolah modern. Permintaan
bantuan pun terpaksa diajukan kepada pendidikan tradisional. Tetapi upaya yang
dilakukan Muhammad Ali tidak bisa terwujud, karena orang tua murid menolak
ajakannya, dan lebih memilih sekolah tradisional. Untuk persoalan buku tidak
adanya materi pembelajaran.14Buku-buku yang dipakai di sekolah-sekolah Eropa
diterjemahkan ke dalam bahasa Arab oleh penerjemah-penerjemah yang pandai
dalam bahasa asing dan yang bekerja di dewan Muhammad Ali Pasha. Cara yang
dipakai ini membawa hasil yang kurang memuaskan, karena penerjemah bukanlah
ahli dalam ilmu yang terkandung dalam buku yang diterjemahkan tersebut, dan
hasilnya kurang sempurna, penerjemah terkadang adalah pekerjaan sambilan.
Setelah didirikanya sekolah penerjemah pada tahun 1836 M, penerjemahan buku
berjalan dengan lancar yang sebelumnya lambat sekali. 15
Hasil dari penerjemahan buku-buku Eropa ini, orang-orang Mesir mulai
mengenal negara-negara Barat. Buku-buku yang menggambarkan tentang dunia
Barat, sangat berlainan dengan buku-buku yang dikarang oleh orang Islam pada
masa dunia Klasik. Adat istiadat yang ada di Barat juga jauh berlainan dengan
adat istiadat Islam. Sebelumnya orang-orang Barat bagi orang Islam adalah
semuanya orang Perancis, dan dari berjalannya waktu, kini orang Islam tahu
bahwa orang-orang Barat terdiri dari berbaagai bangsa, ada Perancis, Inggris,
Jerman dan lain sebagainya. 16
Menurut Bernard Lewis, terjadinya penerjemahan buku di Mesir, ketika
dunia Islam mengalami kemunduran di berbagai bidang ilmu pengetahuan,
sedangkan dunia Barat mengalami kemajuan dibidang ilmu pegetahuan dan
teknologi. Alat percetakan yang ada di Mesir, yang pertama kali didirikan oleh
Muhammad Ali Pasha pada tahun 1822 M, adalah peninggalan Napoleon
Bonaparte ketika melakukan ekspansinya ke Mesir. Dari percetakan ini telah

14
Joseph S. Azyliowics, Pendidikan Modernisasi Di Dunia Islam, Op. Cit, (Terjemah:
Achmad Djainuri, Surabaya: Al-Ikhlas, 2001), hlm, 133-134.
15
Harun Nasution, Pembaharuan Dalam Islam Sejarah Pemikiran Dan Gerakan, Op. Cit,
hlm, 38-39.
16
Ibid, hlm, 40.

15
mengasilkan 243 buku untuk sekolah yang didirkannya dan juga untuk fasilitas
pendidikan. 17
Salah satu mahasiswa yang dikirim ke Eropa adalah At-Tahtawi, yang
nama aslinya adalah Rifa‟at At-Tahtawi (1801-1873).18 Keikutsertaannya dalam
pengiriman pelajar-pelajar Mesir ke Perancis merupakan hal terpenting dalam
masa hidupnya, dalam hal ini ia mulai bersentuhan dengan dunia baru yang
sebelumnya belum pernah ia rasakan ketika berada di Mesir. 19
Pada usia 16 tahun ia belajar di Kairo, dan setelah menyelesaikan
pendidikannya ia mengajar di Kairo selama 2 tahun, kemudian di dikirim ke Paris
oleh Muhammad Ali Pasha.20 Selama di Paris ia menerjemahkan 12 buku dalam
berbagai bidang seperti, Sejarah, Pertambangan, Akhlak dan Adat Istiadat, Ilmu
Bumi, Teknik, Hak-Hak Manusia, Kesehatan Jasmani, dan sebagainya. Hasil
karya yang ia terjemahkan menunjukkan bahwa ia mampu dan pandai dalam
bidang penterjemahan. Tahtawi adalah satu-satunya orang yang mengkhususkan
dirinya dalam bidang penterjemahan.21
Di Paris Tahtawi pernah melanggar peraturan yang dibuat oleh
Muhammad Ali Pasha, yaitu tidak boleh membaca buku karangan Mostesquieu,
Voltaire dan Reusseau. Tetapi ia tidak menghiraukan perkataannya, ia malah
membaca buku tersebut secara sembunyi-sembunyi, dan pemikirannya pun mulai
tercampur dengan tokoh-tokoh yang dibacanya. buku tersebut menjelaskan
tentang ilmu politik yang dapat membahayakan kekuasaannya, itulah yang
ditakutkan Muhammad Ali Pasha apabila buku-buku tersebut dipelajarinya.
Menurut Tahtawi menerjemahkan buku-buku Barat ke dalam bahasa Arab
sangatlah penting, supaya umat Islam dapat mengetahui ilmu-ilmu yang

17
Muhammad Syafii Antonio dkk, Ensiklopedia Peradaban Islam Kairo, Op. Cit, hlm,
174.
18
Ibid, hlm, 174.
19
Yuliemma Handayani, Muhammad Ali Pasha Dan Al-Azhar Tentang Pengaruuh
Pembaharuan Di Mesir Tehadap Modernisasi Pendidikan Al-Azhar, Op. Cit, hlm, 29.
20
Ibid, hlm, 28.
21
Ramayulis, Sejarah Pendidikan Islam, Cet I, (Jakarta: Kalam Mulia, 2012), hlm,179.

16
membawa kemajuan Barat.22 Setelah Tahtawi pulang ke Kairo, ia diangkat
menjadi guru penerjemah di sekolah penerjemahan, kemudian Muhammad Ali
Pasha mendirikan sekolah penerjemah, dan Tahtawi diangkat menjadi kepala
sekolahnya. Selain itu ia juga mengarang berbagai buku, adapun karya yang
dihasilkannya yaitu, mengenai pengalamannya di Paris, tentang perekonomian,
pemerintahan demokrasi, pendidikan dan tentang ijtihad.
Menurutnya kebangkitan Perancis dan Eropa bukan untuk kekuatan politik
dan ekspansi, melainkan semata-mata demi ilmu pengetahuan dan kemajuan
bidang materi. Negara Mesir harus mengambil pengetahuan modern karena
pengetahuan Barat pada mulanya adalah pengetahuan Islam. 23Pada awalnya buku-
buku yang diterjemahkan oleh ATahtawi disesuaikan dengan sekolah yang
didirikan Muhammad Ali Pasha. Buku-buku yang dijadikan acuan kurikulum di
Eropa diterjemahkan oleh penerjemah yang bisa bahasa asing terutama yang
bekerja di dewan Muhammad Ali Pasha, para pegawai serta mahasiswa-
mahasiswa yang belajar di Eropa, akan tetapi cara ini tidak membawakan hasil
yang diingikan.
Penerjemahan buku-buku asing mulai berjalan lancar setelah didirikannya
sekolah penerjemah pada tahun 1836 M, dimana Tahtawi sebagai kepala
sekolahnya. Penerjemahan buku-buku disesuaikan dengan ahlinya masing-
masing, ada pun aktivitas sekolah penerjemahan dibagi menjadi empat. Pertama,
bagian ilmu pasti, kedua, ilmu kedokteran, ketiga, ilmu fisika dan keempat, bagian
sastra serta bagian Turki.
Dalam hal ini untuk mendukung usaha Penerjemahan Muahmmad Ali
Pasha, dibuatlah sebuah percetakan di Bulaq di pinggiran kota Kairo pada tahun
1821 M, dan untuk beberapa tahun percetakan ini menjadi percetakan yang
terpenting. tahun 1838-1839. Muhammad Ali Pasha mendirikan perpustakaan dan
bekerja sama dengan perpustakaan kerajaan mesir. 24

22
Sholahuddin Al-Ayyubi, Pengaruh Perang Dunia II Terhadap Revolusi Mesir 1952,
Op. Cit, Skripsi, hlm, 38.
23
Ramayulis, Sejarah Pendidikan Islam, Cet I, Op. Cit, hlm, 180.
24
Soraya Rosyid, Sejarah Islam Abad Modern, (Yogyakarta: penerbit ombak, 2013), hlm,
23.

17
Keberhasilan Muhammad Ali Pasha dalam mengambil kekuasaan
didukung oleh beberapa faktor antara lain: pertama, Muhammad Ali mendapat
dukungan dari rakyat Mesir, karena mereka benci terhadap kaum Mamluk. Ketika
Mesir di dikuasai kaum mamluk, pemungutan pajak pada waktu itu dengan cara
kekerasan, bahkan sering kali disertai tingkah laku mereka yang kasar. Dari
sinilah Muhammad Ali mendapat dukungan dari rakyat Mesir. Kedua, pasukan
yang dipimpin Muhammad Ali Pasha terdiri dari orang-orang Al-Bania, yang
memiliki ketaatan yang tinggi serta latihan yang baik dari seorang kolonel tentara
Perancis yang masuk Islam, yang kemudian diberi nama Sulaiman Pasya al-
Paransawy yang bertindak sebagai pelatih pasukan. Ketiga, terjadinya dua
kelompok yang saling berselisih (kaum Mamluk dan kaum Turki Usmani), hal ini
dibuktikan dengan datangnya Napoleon Bonaparte dalam ekspansinya menguasai
negara Mesir. 25
Muhammad Ali Pasha meninngal pada tahun 1849 M. pada usia 80 tahun.
Selama 45 tahun memerintah, Muhammad Ali Pasha banyak melakukan
pembaharuan dalam bidang militer, ekonomi, pendidikan dan di bidang lain
sebagainya. 26
B. Pendidikan Islam Di Mesir
1. Pendidikan Al-Azhar
a. Sejarah Al-Azhar
Masjid Al-Azhar didirikan pada tahun 970 M dan selesai dibangun pada
tahun 971 M, pada masa pemerintahan Khalifah al-Muiz Lidinillah dari Dinasti
Fatimiyyah. Nama masjid Al-Azhar sebelumnya diberi nama Jami‟ul Qahirah,
yang dinisbatkan kepada nama ibu kota dimana masjid tersebut di bangun. Kata
Al-Azhar berasal dari kata Zahra yang berarti bersinar, bercahaya dan berkilauan.
Pada awalnya masjid Al-Azhar berfungsi sebagai mana masjid pada umumnya
yaitu, sebagai tempat shalat, dan tempat beribadah lainnya, khususnya untuk
Dinasti Fatimiyyah, masjid Al-Azhar digunakan sebagai simbol penyelenggaraan
ritual keagamaan yang berhunbungan dengan paham Syi‟ah.

25
Ris‟an Rusli, Pembaharuan Pemikiran Modern Dalam Islam, Op. Cit, hlm, 47-48.
26
Ibid, hlm, 45.

18
Munculnya Al-Azhar sebagai lembaga pendidikan, berawal dari khalifah
Al-Mu‟iz Lidinillah pada tahun 973 M. memindahkan ibu kota Daulah
Fatimiyyah dari kota Qairawan di Tunisia ke Qahirah di Mesir. Pada tahun 975
M, Al-Azhar diresmikan sebagai lembaga pendididkan yang berdasarkan mazhab
Syiah Ismailiyyah. Di tahun ini Al-Azhar untuk pertama kalinya dimulai dengan
kegiatan ilmiah, kuliah-kuliah yang diberikan oleh Abu Hasan Ali ibn
Muhammad ibn Nu‟am al-Qairani, yang menjabat sebagai hakim tinggi. Materi
yang digunakan pada waktu itu yaitu, prinsip fiqih Syi‟ah yang terdapat dalam
kitab al-Ikhtisar. Kegiatan ilmiah ini cikal bakal tumbuhnya masjid Al-Azhar
sebagai lembaga pendidikan tinggi.
Program kegiatan pendidikan yang dikembangkan oleh Dinasti Fatimiyyah
mencakup dua hal. Pertama, dilaksanakannya pengajaran dan pembentukan
undnag-undang, kedua, dilaksanakannya dakwah secara rahasia. 27Ya‟kub ibn
Killis, yang dikenal dengan sebutan Seri ibn Killis memberikan perhatian bagi
peningkatan Al-Azhar. Kegiatan tersebut berlangsung ketika Daulat Fatimiyyah
diperintah oleh Al-Aziz Billah Abu Mansur Nazzar (975 M-996 M). Kegiatan
yang dilakukan Ibnu Killis yaitu, dengan mengadakan kuliah secara teratur dan
terus menerus. Ia juga menghimpun para ulama untuk menghadiri pertemuan-
pertemuan ilmiah, khususnya ulama fiqih. Pola pembelajaran yang diterapakan
oleh Ibnu Killis yaitu, mengacu kepada mazhab Syiah. Al-Azhar pada awalnya
dijadikan wadah faham Syiah Ismailiyyah, dalam rangka menyaingi paham Sunni
yang merupakan paham mayoritas kalangan muslim di Mesir. Tetapi dengan
berjalannya waktu, Al-Azhar menjadi pusat peradaban Sunni. Sudah ratusan tahun
Al-Azhar menjadi lembaga pendidikan tertua di Mesir, di abad modern ini Al-
Azhar baru menjadi sebuah universitas. pada tanggal 15 November 1930 M. pada
masa pemerintahan Raja Fuad.28 Ia mengeluarkan sebuah keputusan penting, yaitu

27
Yuliemma Handayani, Muhammad Ali Pasha Dan Al-Azhar Tentang Pengaruuh
Pembaharuan Di Mesir Tehadap Modernisasi Pendidikan Al-Azhar, Op. Cit, hlm, 12.
28
Pada tahun 1922, Mesir meraih kemerdekaan politik dari Inggris, pada waktu itu Raja
Fuad, menjadi raja pertama. Al-Azhar mendukung penuh pemerintahan King Fuad. Tetapi,
kebijakan baru dilakukan yaitu mentransfer kekayaan wakaf ke negara, yaitu kementerian
keuangan dan wakaf. Sejak saat itulah, al-Azhar memasuki era baru, yaitu kooptasi negara.

19
menjadikan al-Azhar sebagai universitas. 29 Berakhirnya dinasti Fatimiyyah, maka
berakhir pula faham Syiah Ismiliyyah. Sekarang ini faham Sunni merupakan
faham mayoritas kalangan umat muslim di Mesir.30Al-Azhar telah melanjutkan
peran masjid sebagaimana yang telah dirintis oleh Nabi, dan sampai sekarang ini
Al-Azhar banyak melahirkan ulama-ulama yang berjasa dalam pengembanagn
faham sunni. 31
b. Pendidikan Al-Azhar Abad 19
Ketika pasukan Perancis masuk ke Mesir pada tahun 1798 M, kegiatan Al-
Azhar sempat terganggu, terlebih lagi pada tahun 1800 M, Syeikh Syarqowi
menutup Al-Azhar, kemudian dibuka kembali pada tahun 1801 M. ketika Inggris
menggantikan kedudukan Perancis di Mesir. Pada tahun 1864 M. masa Khadevi
Ismail, mata pelajaran yang diajarkan di Al-Azhar yaitu, antara lain: fiqih, ushul
fiqih, tafsir, hadits, tauhid, nahwu, sharaf, ma‟ani, bayan, badi‟, matan, lughah,
arud waqafiah, hikmah, falsafiah, tasawuf, mantiq, berhitung, al-jabar, ilmu falak
dan lain-lain. 32Pada tahun 1886 M. Syekh Al-Azhar, Syekh Al-Indaby
mengeluarkan keputusan, bahwa mempelajari ilmu „aqliyah itu tidak haram,
bahkan boleh dipelajari. Dengan dibuktikannya, ada sebagian ulama yang masih
mempelajari ilmu „aqliyah dengan kemauan sendiri.
Sebelum tahun 1872 M, ijazah yang diberikan kepada anak didik di Al-
Azhar tidaklah melalui ujian, ijazah diberikan berdasarkan keputusan pribadi dari
masing-masing guru. Kalau guru yang bersangkutan merasakan bahwa muridnya
telah matang dalam bidang studi yang diberikan, maka guru tersebut memberikan
ijazah secara lisan atau melalui tulisan. Dengan demikian, murid tersebut dapat

Bahkan, al-Azhar berada di bawah naungan Departemen Pendidikan. Zuhairi Misrawi, Al-azhar:
Menara Ilmu, Reformasi dan Kiblat keulamaan, (Jakarta: Buku Kompas, 2010), hlm, 212.
29
Ibid, hlm, 213.
30
Yuli Emma Handayani, , Muhammad Ali Pasha Dan Al-Azhar Tentang Pengaruuh
Pembaharuan Di Mesir Tehadap Modernisasi Pendidikan Al-Azhar, Op. Cit, Skripsi, hlm 11-14.
31
Zuhairi Misrawi, Al-azhar: Menara Ilmu, Reformasi dan Kiblat keulamaan, Op. Cit,
hlm,3.
32
Mahmud Yunus, Sejarah Pendiidkan Islam,cet kedua (Jakarta: PT. Hidakarya Agung,
1979), hlm,177.

20
menjadi tenaga pengajar di Al-Azhar atau di sekolah-sekolah yang ada di Mesir
atau menjabat pekerjaan seperti hakim, mufti, dan sebagainya. 33
Pada bulan Maret tahun 1885 M. keluar undang-undang tentang
pengaturan tenaga pengajar di Al-Azhar. Seseorang bisa menjadi guru/pengajar di
Al-Azhar asalkan bisa menyelesaikan buku-buku induk dalam 12 bidang. Studi
yang menjadi ciri Al-Azhar yaitu, ushul fiqih, fiqih, tauhid, hadits, tafsir nahwu,
sharaf, ma‟ani, bayan, badi‟, manthiq. Adapun calon yang lulus dalam ujian ini,
akan mendapat ad-Darajah al-Ula (level pertama), ad-Darajah ats-Tsanawiyah
(level kedua), atau ad-Darajah ats-Tsalitsah (level ketiga). Seseorang yang lulus
pada tingkat pertama dapat bekerja sebagai tenagan pengajar untuk buku-buku
tingkatan tinggi, untuk nilai kedua bisa bekerja pada buku-buku tingkatan
menengah, dan tingkatan ketiga bekerja pada buku-buku tingkatan dasar. 34
Pada abad 19 upaya untuk mengubah institusi Al-Azhar ber langsung tidak
serentak dan keefektifannya terbatas, sebagian karena Muhammad Ali dalam
membentuk sistem terpisah yang telah mengalihkan perhatian para pembaharu
dari institusi tradisional selama berabad-abad, sehingga Al-Azhar diabaikan,
kecuali sebagai sumber penghasil siswa dan guru, ia juga berusaha menciutkan
peranan Al-Azhar, sebagai lembaga yang berpengaruh dalam sejarah, antara lain
yaitu, dengan menguasai badan wakaf Al-Azhar yang merupakan urat nadinya
pendidikan. 35Tahun 1872 M adalah salah satu langkah untuk menguatkan Al-
Azhar, yaitu dengan mendirikan Darul Ulum. Menurut Bayard Dodge (1961),
lembaga ini didirikan untuk melatih para guru dan hakim, selain itu para guru
yang mengajar di Al-Azhar dibekali dengan metodologi baru dalam mengajarkan
ilmu keislaman tradisional. Di tahun ini Al-Azhar mulai mengeluarkan sertifikat
untuk para guru yang mau mengajar di Al-Azhar.
Grand Syaikh Al-Azhar mengeluarkan keputusan untuk mereka yang
sudah lulus fit and proper test. Apabila tidak lulus, maka seseorang tidak boleh

33
Kedutaan Besar RI, Pendidikan Islam Di Indonesia Dan Mesir Titik Berat Pada SMP-
SMA, (Kairo: Kedutaan Besar RI, 1983), hlm, 71.
34
Ibid, hlm, 71.
35
Muhammad Syafii Antonia dkk, Ensiklopedia Peradaban Islam Kairo,Op. Cit, hlm,
160.

21
mengajar di Al-Azhar. Tahun 1873 M, terdapat 314 guru dan 9.441 pelajar, dan
tiga tahun kemudian jumla anak didik bertambah. Pada tahun 1875, Al-Azhar
terdapat 325 ulama dan dosen serta jumlah mahasiswa yang pada waktu itu
mencapai 10.780 mahasiswa dan pelajar. 36
c. Kurikulum Al-Azhar Abad 19
Banyak perubahan mengenai kurikulum pendidikan Al-Azhar, karena
berbeda-bedanya masa pemerintah yang dijabat pada waktu itu, akibatnya
menimbulkan dampak mengenai proses pembelajaran di Al-Azhar. Tapi
perubahan yang dilakukan tidak lepas dari tradisi yang sudah dikembangkan di
Al-Azhar, yang paling mendasar dan menjadi kekuatan sehingga Al-Azhar
mampu bertahan adalah misi Al-Azhar sendiri yaitu, misi tersebut tidak hanya
berpusat pada misi dakwah sebagai gambaran utama ketika berbicara tentang
Islam, tetapi juga membawa misi ilmiyah yaitu, misi pengembangan ilmu
pengetahuan. Al-Azhar yang terpenting adalah sebuah lembaga pendidikan yang
sangat kuat memegang dan mempertahankan tradisi, dan sangat sedikit mengikuti
perkembangan zaman. 37
Tahun 1866 M Kondisi Al-Azhar masih dalam keadaan mundur, karena
pada saat itu lembaga pendidikan Al-Azhar belum bisa menerima ilmu modern.
Metode yang digunakan pada waktu itu yaitu menggunakan metode hafalan, dan
kurikulum yang digunakan hanya mencakup ilmu-ilmu agama dan bahasa Arab.
Undang-undang Al-Azhar yang pertama dikeluarkan pada masa Ismail Pasya
ketika memerintah Mesir tahun 1872 M. Syekh Al-Azhar pada waktu itu adalah
Syekh Muhammad Al-Mahdi Al-Abbasy. Di dalam undang-undang tersebut
dijelaskan mengenai jalan untuk mendapat syahadah (ijazah) Alimiyah, dan juga
menjelaskan tentang mata pelajaran yang akan diujikan untuk mencapai ijazah
tersebut.

36
Zuhairi Misrawi, Menara Ilmu, Reformasi, Dan Kiblat Keulamaan, Op. Cit, hlm, 193,
194 dan 205.
37
Komunitas Bloger Pekalongan, Studi Tentang Potret Sistem Pendidikan di Mesir,
http/2041898/int/file:///D:/Studi Tentang Potret Sistem Pendidikan Di Mesir.html diunduh tgl 10,
pkl, 22.30 WIB.

22
Ijazah Al-Azhar terbagi atas tiga tingkat yaitu:
1. Tingkat pertama, namanya ijazah (rendah) “Ibtidai”.
2. Tingkat menengah, namanya ahliyah,
3. Tingkat tinggi, namanya alimiyah.
Undang-undang yang disebutkan diatas juga mengatur mata kuliah yang
diajarkan dan diujikan di Al-Azhar hingga tingkat Alimiyah yaitu sebagai berikut:
No Bidang Studi
1 Fiqih
2 Ushul Fiqih
3 Tauhid
4 Hadits
5 Tafsir
6 Nahwu
7 Sharaf
8 Ma‟ani
9 Bayan
10 Badi‟ dan
11 Mantiq38

Pada tahun 1896 M. Muhammad Abduh dan Syaikh Al-Azhar Hasuna al-
Nawawi, mengadakan reformasi untuk kurikulum, dengan mengeluarkan undang-
undang yang mengatur mata kuliah baru yang dimasukkan dalam struktur
kurikulum Al-Azhar, yaitu: Akhlak, Mustalah, Hadits, Berhitung, Aljabar, „Arud,
qafiah, Sejarah Islam, Matan lughah, Pokok-pokok ilmu ukur dan ilmu bumi. 39
Dalam undang-undang tahun 1896 M. menurut Heyworth Dunne mencatat
bahwa kurikulum Al-Azhar digolongkan menjadi dua kelas yaitu, bidang studi
agama dan bidang studi umum, yang tercatat dalam sebuah tabel sebagai berikut:

38
Mahmud Yunus, Sejarah Pendiidkan Islam,cet kedua, Op. Cit, hlm, 177 dan 179.
39
file:///C:/Users/user/Videos/faizah's locker al-azhar.html. diunduh tgl 10, pkl, 22.30
WIB.

23
Kurikulum Al-Azhar menurut undang-undang tahun 1896 M.
Bidang Studi
No
Keagamaan Linguistik Rasional
1 Tajwid Nahwu Mantiq
2 Qiraat Sharaf Hisab
3 Tafsir Balaghoh Al-Jabar
4 Hadits Ma‟ani Miqat
5 Fiqih Bayan Hai-ah
6 Ushul Fiqih Badi‟ Hikmah
7 Faraid Lughoh Adad al-Bahtsi40
8 Tauhid Wadh
9 Tasawuf „Arud
10 Musthalah hadits Qafiyah

40
Kedutaan Besar RI, Pendidikan Islam Di Indonesia Dan Mesir Titik Berat Pada SMP-
SMA, Op. Cit, hlm 72.

24
b. Tabel Lembaga Pendidikan Di Mesir tahun 1868-1878

No 1868 1869 1870 1872 1873 1874 1875 1876 1877 1878
Jenis Sekolah
M G M M G M M G M G M M M M
1 Sekolah Kejuruan 82 36 358 350 64 340 323 74 309 69 356 341 313 339
Negeri
2 Sekolah Dasar 1029 ? 1198 ? 61 1124 742 80 1142 89 1029 975 707 663
Menengah Negeri
3 Sekolah Negeri dan 288 ? 400 ? 30 593 902 47 1013 56 1133 1030 880 901
Waqaf di Kota
4 Sekolah Negeri dan ? ? ? ? 18 265 1251 111 2145 181 2480 2515 2501 2542
Waqaf di Cairo
Jumlah 1399 36 1956 350 173 2323 2318 312 4609 395 4998 4861 4401 4445

Keteranagn: M (Jumlah Murid)


G (Jumlah Guru)41

41
Kedutaan Besar RI, Pendidikan Islam Di Indonesia Dan Mesir Titik Berat Pada SMP-SMA, Op. Cit, hlm 45.

25
2. Darul Ulum
a. Pendidikan Darul Ulum
Banyaknya sekolah-sekolah dasar yang bediri di negara Mesir dirasakan
kebutuhan pada guru, maka Ali Mubarok (seorang pendidik yang banyak diserahi
mengurus pendidikan Mesir pada masa Muhammad Ali dan Ismail Pasya)
merasakan kebutuhan ini, ia membuka sebuah pusat untuk latihan para guru
pengajar dalam bidang fisika, geometri, ilmu bumi, sejarah dan tulisan indah.
Tujuan mendirikan pendidikan ini yaitu untuk mendidik para guru-guru untuk
bidang studi yang diajarkan di Al-Azhar, seperti Al-Qur‟an Tafsir, Hdits, fiqih
dan bahasa Arab. Para tenaga pengajar di pusat latihan mendapatkan konsumsi,
pakaian dan gaji dari uang waqaf. Pada bulan September 1873, pusat latihan ini
diberi nama Darul Ulum.
Tahun 1875 M. Darul Ulum terdapat tiga pengajar yaitu Syekh Ahmad dan
Syekh Husein al-Masrafi yang mengajarkan tafsir, aqidah, Islam dan ilmu ilmu
akhlaq. Pendidikan Darul Ulum berusaha menggabungkan antara pendidikan
tradisional dengan pendidikan modern pada waktu itu belum dapat diterima
sepenuhnya di Al-Azhar, dan usaha pemulaan pembaharuan dilakukan oleh
Muhammad Abduh.
Darul Ulum yang didirikan pada tahun 1872/1873?. Pada awalnya untuk
mencetak hakim agama (qadhi) dan guru agama/bahasa Arab untuk sekolah-
sekolah lanjutan. Dengan bedirinya sekolah hakim agama pada tahun 1907 M.
Dengan sendirinya pendidikan Darul Ulum lebih fokus pada pengadaan guru
agama/bahasa Arab untuk semua tingkatan pendidikan. Calon Darul Ulum
biasanya tamatan dari SMA Al-Azhar, dimana ia mendapatkan pendidikan dan
bahasa Arab. Mendirikan Darul Ulum merupakan suatu langkah awal untuk
memperbaiki Al-Azhar. Usaha memperbaiki Al-Azhar melalui Darul Ulum telah
berhenti, karena pada tahun 1945 M Darul Ulum digabungkan dengan universitas
Kairo.42

42
Syafii Antonia dkk, Ensiklopedia Peradaban Islam Kairo, Op. Cit, hlm, 160.

26
Pada mulanya pendidikan Darul Ulum melaksanakan jenjang pendidikan
selama enam tahun, tapi setelah dibukanya pendidikan Ma’had at-Tarbiyah Li al-
Mu’allim wa al-Mu’allimat (Institut Pendidikan Guru Untuk Pria dan Wanita)
pendidikan disini menjadi empat tahun. Institut ini dibangun berdasarkan
rancangan yang disampaikan oleh seorang ahli yang bernama Mann, seorang ahli
pendidikan dari inspektur sekolah dan institute pendidikan guru di Inggris.
Institute ini kemudian berubah menjadi salah satu fakultas di lingkungan
universitas Syams. Selanjutnya Darul Ulum bergabung menjadi salah satu fakultas
dari universitas Fuad I (sekarang universitas Cairo).
b. Kurikulum Darul Ulum
Kurikulum Darul Ulum yang terdiri dari cabang-cabang studi kearaban
No Bidang Studi
1 Bahasa
2 Rhetorika
3 Kesusasteraan
4 Filologi
5 Mengarang Prosa
6 Puisi

Kurikulum Darul Ulum selain kearaban


No Bidang Studi
1 Sejaran 8 Sejarah Agama
2 Ilmu Bumi Dunia Islam 9 Filsafat
3 Tauhid 10 Bahasa-bahasa Timur
4 Hukum 11 Bahasa Semit
5 Tafsir 12 Kesusasteraan Asing
6 Hadits 13 Bahasa Inggris43
7 Logika (mantiq)

43
Kedutaan Besar RI, Pendidikan Islam Di Indonesia Dan Mesir Titik Berat Pada SMP-
SMA, Op. Cit, hlm, 47.

27

Anda mungkin juga menyukai