Anda di halaman 1dari 32

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah swt, Tuhan semesta alam yang menaungi mahluknya
penuh dengan kasih sayang. Yang memberikan nikmat tidak terhitung jumlahnya,
Pemilik kerajaan yang agung di sisinya, serta pemberi karunia nikmat islam kepada
dunia melalui utusanya yang suci Muhammad SAW.

Sholawat serta salam tak lupa kami hanturkan, kehadapan Nabi agung
Muhammad yang merupakan Nabi pembimbing seluruh alam, yang telah
menghantarkan kita dari kegelapan dunia, menuju terangnya Islam. Dalam makalah
ini kami membuat judul “Konsep Anak Berbakat”. Kami akan membahas materi
tersebut dengan mendalam sehingga para pembaca dapat mendapatkan manfaat yang
maksimal dari hasil buah pikiran kami ini, berdasarkan data yang kami peroleh. Pada
pembahasan makah ini, penulis merujuk terhadap beberapa referensi dan memberikan
beberapa komentar atau beberapa pandangan penulis, agar materi ini dapat dicerna
dengan baik oleh pembaca.
Akhir kata, semoga tulisan sederhana kami dapat berguna untuk kita semua,
tak hanya bagi pembaca pada umumnya, namun juga dapat menjadi refleksi bagi
penulis makalah ini sendiri khususnya. Dan semoga manfaat bisa kita petik, dan
mendapatkan pelajaran berharga.

Bukittinggi, 20 Maret 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................ i


DAFTAR ISI ....................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULAN ...................................................................................... 1
A. Latar Belakang ......................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .................................................................................... 2
C. Tujuan Masalah ........................................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN .................................................................................... 3
A. Karakteristik Anak Berbakat ............................................................... 3
1. Karakteristik akademik ...................................................................... 4
2. Karakteristik social/emosi.................................................................. 5
3. Karakteristik fisik/kesehatan .............................................................. 7
4. Karakteristik intelektual/kognitif ....................................................... 9
5. Karakteristik persepsi/emosi .............................................................. 13
6. Karakteristik motivasi/nilai hidup ..................................................... 15
7. Karakteristik aktifitas ......................................................................... 15
B. Faktor yang Mempengaruhi Anak Berbakat ............................................. 17
1. Faktor Hereditas ................................................................................. 18
2. Faktor Lingkungan ............................................................................. 23
BAB III PENUTUP ............................................................................................. 28
A. Kesimpulan ............................................................................................... 28
B. Saran ......................................................................................................... 28
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Anak berbakat adalah individu unik dengan karakteristik dan kebutuhan
tersendiri yang relatif berbeda dengan anak normal pada umumnya. Munculnya
karakteristik dan kebutuhan khas pada anak berbakat tersebut di samping
berdampak positif terhadap berbagai aspek perkembangan, di sisi lain cenderung
melahirkan berbagai permasalahan psikologis, emosional, sosial, pribadi,
akademik, maupun karir pada mereka. Berkaitan dengan karir, keberbakatan
dengan segala permasalahannya berimplikasi kuat pada perlunya dirumuskan
suatu model alternatif layanan bimbingan, khususnya bimbingan karir yang
mampu mengakses keberbakatan dan permasalahan mereka, sehingga karir
mereka dapat berkembang secara optimal. Dengan demikian mereka
mengaktualisasikan keberbakatannya dan melalui karirnya yang mantap mereka
dapat memberikan sumbangan besar bagi kemajuan bangsa. Dengan layanan karir
yang tepat, minimal dengan kelebihannya mereka dapat menguasai karirnya
dengan baik, dan bukannya kewalahan dalam menghadapinya.
Pemahaman yang memadai mengenai anak berbakat akan mendukung
keberhasilan layanan pendidikan bagi anak-anak tersebut. Pengertian anak
berbakat dalam perkembangannya telah mengalami perubahan dari pengertian
yang berdasarkan pada pendekatan faktor tunggal (berdasarkan IQ) ke pendekatan
yang bersifat multi dimensional (faktor jamak). Faktor tunggal menggunakan
kriteria keberbakatan berdasarkan inteligensia yang tinggi; sedangkan faktor
jamak menggunakan kriteria keberbakatan tidak semata-mata ditentukan oleh
faktor inteligensia, tetapi juga hasil perpaduan atau hasil interaksi dengan
lingkungan.
Demikian pula dalam memandang tentang karakteristik anak berbakat
yang tidak hanya ditinjau dari keberbakatan akademik, tetapi ditinjau pula dalam

1
keberbakatan sosial, emosional, penampilan dan pemeliharaan kesehatan. Dalam
kegiatan.
B. Rumusan Masalah
1. Jelaskan karakteristik akademik ?
2. Jelaskan karakteristik social/emosi ?
3. Jelaskan karakteristik fisik/kesehatan ?
4. Jelaskan karakteristik intelektual/kognitif ?
5. Jelaskan karakteristik persepsi/emosi ?
6. Jelaskan karakteristik motivasi/nilai hidup ?
7. Jelaskan karakteristik aktifitas ?
8. Jelaskan yang dimaksud dengan hereditas ?
9. Jelaskan yang dimaksud dengan lingkungan ?
C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui karakteristik akademik !
2. Untuk mengetahui karakteristik social/emosi!
3. Untuk mengetahui karakteristik fisik/kesehatan !
4. Untuk mengetahui karakteristik intelektual/kognitif !
5. Untuk mengetahui karakteristik persepsi/emosi !
6. Untuk mengetahui karakteristik motivasi/nilai hidup !
7. Untuk mengetahui karakteristik aktifitas !
8. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Hereditas !
9. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan lingkungan !

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Ciri-ciri/Karakteristik Anak Berbakat


Mengenali anak berbakat dapat diamati dari berbagai segi maupun aspek-
aspek tertentu seperti potensi, cara menghadapi masalah dan kemampuan atau
prestasi yang dapat dicapai. Ellen Winner (Santrock, 2010:252) seorang ahli di
bidang kreativitas dan anak berbakat, mendeskripsikan tiga kriteria yang menjadi
ciri anak berbakat, yaitu:
a. Dewasa lebih dini (precocity). Anak berbakat adalah anak yang dewasa
sebelum waktunya apabila diberi kesempatan untuk menggunakan bakat atau
talenta mereka. Mereka mulai menguasai suatu bidang lebih awal ketimbang
teman-temannya yang tidak berbakat. Dalam banyak kasus, anak berbakat
dewasa lebih dini karena mereka dilahirkan dengan membawa kemampuan
di domain tertentu.[1].
b. Belajar menuruti kemauan mereka sendiri. Anak berbakat belajar secara
berbeda dengan anak lain yang tidak berbakat. Mereka tidak membutuhkan
banyak dukungan atau scaffolding dari orang dewasa. Sering kali mereka tak
mau menerima instruksi yang jelas. Mereka juga kerap membuat penemuan
dan pemecahan masalah sendiri dengan cara yang unik di bidang yang
memang menjadi bakat mereka. Namun, kemampuan mereka di bidang lain
boleh menjadi normal atau dapat juga di atas normal.
c. Semangat untuk menguasai. Anak berbakat tertarik untuk memahami bidang
yang menjadi bakat mereka. Mereka memperlihatkan minat besar, obsesif,
dan kemampuan fokus yang kuat. Mereka tidak perlu didorong oleh orang
tuanya. Mereka punya motivasi internal yang kuat.
Selain ketiga karakteristik anak berbakat di atas, area keempat di mana
mereka unggul adalah keahlian dalam memproses informasi. Sternberg

3
(Santrock, 2010:252) menyatakan, “Para peneliti telah menemukan bahwa anak
berbakat belajar lebih cepat, menggunakan penalaran dengan lebih baik,
menggunakan strategi yang lebih baik, dan memantau pemahaman mereka
dengan lebih baik ketimbang anak yang tidak berbakat “.
Adapun Karakteristik Anak Berbakat Sebagai Berikut:
1. Karakteristik akademik
secara akademik anak berbakat sering dicirikan dengan pemilikan
kemampuan eskalasi berpikir tingkat tinggi atau kritisanalitis-evaluatif,
integratif, dan original, perfeksionis, berorientasi pada pemecahan masalah,
memiliki cara lain dalam mengolah dan memahami informasi, luwes dalam
berpikir, cepat dalam belajar, rasa ingin tahu, menyukai pengalaman baru
yang menantang, konsisten terhadap tujuan, dan sejenisnya. Karena itu
dalam rangka mengakses kebutuhan intelektual anak, perlu dirumuskan
berbagai modifikasi pendidikan dan pembelajarannya, baik melalui
kurikulum berdiferensiasi, IEP, program pengayaan, loncat kelas, dan
sebagainya. Sebab tidak terpenuhinya kebutuhan intelektual anak, cenderung
melahirkan perilaku-perilaku bermasalah yang pada akhirnya dapat
menghambat perkembangan intelektualnya. Perilaku bermasalah tersebut
misalnya: mudah bosan, suka menentang – mengkritik, egois, penolakan
mengikuti program sekolah, menjadi pengganggu, suka bolos, malas, mudah
frustrasi, sehingga secara akademik mereka dapat termasuk underachiever
bahkan menjadi drop-out.[2]
Anak berbakat juga dicirikan dengan pemilikan kemampuan yang
multipotensi yang membuka peluang besar bagi dirinya untuk menentukan
berbagai pilihan atau program pendidikan, namun masalah yang sering
muncul adalah kebingunggan ketika dihadapkan pada studi lanjutan dan
pilihan karir.
Roe, seperti dikutip oleh Zaenal Alimin (1996) mengidentifikasikan
karakteristik keberbakatan akademik adalah sebagai berikut:

4
a. Memiliki ketekunan dan rasa ingin tahu yang benar
b. Kerajinan membaca
c. Menikmati sekolah dan belajar.

Sedangkan Kitano dan Kirby (1986) yang dikutip oleh Mulyono


Abdurrahman (1994) mengemukakan karakteristik keberbakatan bidang
akademik adalah sebagai berikut:
a. Memiliki perhatian yang lama terhadap suatu bidang akademik khusus
b. Memiliki pemahaman yang sangat maju tentang konsep, metode, dan
terminologi dari bidang akademik khusus
c. Mampu mengaplikasikan berbagai konsep dari bidang akademik
khusus yang dipelajari pada aktivitas-aktivitas bidang lain
d. Kesediaan mencurahkan sejumlah besar perhatian dan usaha untuk
mencapai standar yang lebih tinggi dalam suatu bidang akademik
e. Memiliki sifat kompetitif yang tinggi dalam suatu bidang akademik
dan motivasi yang tinggi untuk berbuat yang terbaik
f. Belajar dengan cepat dalam suatu bidang akademik khusus.

Salah satu contoh yang digambarkan oleh Kirk (1986) bahwa Seorang
anak berbakat berusia 10 tahun, ia memiliki kemampuan akademik dalam
hal membaca sama dengan anak normal usia 14 tahun, dan berhitung sama
dengan usia 11 tahun. Anak ini memiliki keberbakatan dalam membaca.[3]

2. Karakteristik social/emosi
Secara sosial anak berbakat sering dicirikan dengan pemilikan
kesadaran sosial yang mendalam, sensitif terhadap problem orang lain,
bertanggung jawab, mudah beradaptasi dan diajak berkomunikasi, suka
bergaul dengan orang yang lebih dewasa, pandai memimpin, dan
sebagainya. Agar kemampuan-kemampuan tersebut dapat berkembang
secara optimal, perlu diciptakannya lingkungan yang kondusif bagi

5
perkembangan sosial anak, misalnya dengan memberi kesempatan yang luas
dan terbuka pada anak untuk teribat dalam berbagai aktivitas sosial,
kepemimpinan, dan semacamnya. Sebab bila kebutuhan-kebutuhan sosial
tersebut terhambat, besar kemungkinan akan melahirkan perilaku-perilaku
yang cenderung negatif dan tidak bersahabat, seperti dominasi, isolasi,
menyepelekan orang lain, tidak mudah percaya, suka menentang – tidak
konformis, perfeksionis, konflik, dan sebagainya.[3]
Individu berbakat, memerlukan peluang dari masyarakat yang mutlak
diperlukan oleh mereka untuk bisa memenuhi harapan masyarakat dengan
tidak mengorbankan kebutuhan individu berbakat juga tidak mengabaikan
peran sosial mereka. Adapun Karakteristiknya antara lain: Termotivasi oleh
kebutuhan untuk aktualisasi diri, Kapasitas lanjutan kognitif dan afektif
dalam mengkonseptualisasikan dan memecahkan masalah masyarakat.
Kepemimpinan keterlibatan dengan kebutuhan masyarakat (kebenaran,
keadilan, dan keindahan)
Secara emosional, anak berbakat sering dicirikan dengan pemilikan
stabilitas emosi yang mantab, tidak mudah terpengaruh dan terguncang,
konsisten, suka humor, dan sebagainya. Namun bila tidak dibimbing secara
tepat, kondisi tersebut dalam menjadi predisposisi terhadap munculnya
konflik, stress, oversensitif sehingga mudah tersinggung, tidak tenggang
rasa, dan sebagainya. Dalam kaitan ini peran bimbingan sangat penting
untuk menjamin optimalisasi perkembangan emosional anak.
Ada beberapa ciri individu yang memiliki keberbakatan sosial, yaitu:
a. Diterima oleh mayoritas dari teman-teman sebaya dan orang dewasa
b. Keterlibatan mereka dalam berbagai kegiatan sosial, mereka
memberikan sumbangan positif dan konstruktif
c. Kecenderungan dipandang sebagai juru pemisah dalam pertengkaran
dan pengambil kebijakan oleh teman sebayanya
d. Memiliki kepercayaan tentang kesamaan derajat semua orang dan jujur

6
e. Perilakunya tidak defensif dan memiliki tenggang rasa
f. Bebas dari tekanan emosi dan mampu mengontrol ekspresi emosional
sehingga relevan dengan situasi
g. Mampu mempertahankan hubungan abadi dengan teman sebaya dan
orang dewasa
h. Mampu merangsang perilaku produktif bagi orang lain
i. Memiliki kapasitas yang luar biasa untuk menanggulangi situasi sosial
dengan cerdas, dan humor.

Anak prasekolah cenderung mengepresikan emosinya dengan bebas


dan terbuka. Sikap marah sering diperlihatkan oleh anak pada usia ini. Iri
hati pada anak usia ini sering terjadi. Mereka sering memperebutkan
perhatian guru. Emosi yang tinggi pada umumnya disebabkan oleh masalah
psikologis dibanding masalah fisiologis. Orang tua hanya memperbolehkan
anak melakukan beberapa hal, padahal anak merasa mampu meakukan lebih
banyak lagi. Disamping itu, anak menjadi marah bila tidak dapat melakukan
sesuatu yang dianggap dapat dilakukan dengan mudah. ( Ahmad Susanto
,2011:148-151)

Dicontohkan pula oleh Kirk bahwa anak yang berbakat dalam hal
sosial dan emosi, bahwa seorang anak berusia 10 tahun memperlihatkan
kemampuan penyesuaian sosial dan emosi (sikap periang, bersemangat,
kooperatif, bertanggung jawab, mengerjakan tugasnya dengan baik,
membantu temannya yang kurang mampu, dan akrab dalam bermain).
Sikapsikap yang diperlihatkannya itu sama dengan sikap anak normal usia
16 tahun.[4]

3. Karakteristik fisik/kesehatan
Dalam segi fisik, anak berbakat memperlihatkan karakteristikya
sebagai berikut:

7
a. Memiliki penampilan yang menarik dan rapi
b. Kesehatannya berada lebih baik atau di atas rata-rata
c. Kuantitas input yang luar biasa dari lingkungan melalui kesadaran
d. sensosoris yang tinggi
e. Kesenjangan yang luar biasa antara perkembangan fisik dan
f. intelektual
g. Toleransi yang rendah terhadap kesenjangan antara standar standar
dan keterampilan atletik
h. “Cartesian split” – dapat mencakup penolakan makhluk fisik dan
penolakan terhadap kegiatan fisik. (studi longitudinal Terman dalam
Samuel A. Kirk, 1986).
Dicontohkan pula oleh Kirk bahwa Seorang anak berbakat usia 10
tahun memiliki tinggi dan berat badan sama dengan usianya. Yang
menunjukkan perbedaan adalah koordinasi geraknya sama dengan anak
normal usia 12 tahun. Mereka juga memperlihatkan sifat rapi. [5]
Karakteristik anak berbakat secara umum, seperti yang dikemukakan
oleh Renzulli, 1981 (dalam Sisk, 1987) menyatakan bahwa keberbakatan
(giftedness) menunjukkan keterkaitan antara 3 kelompok ciri-ciri, yaitu:
a. Kemampuan kecerdasan jauh di atas rata-rata
b. Kreativitas tinggi
c. Tanggung jawab atau pengikatan diri terhadap tugas (task
commitment).
Masing-masing ciri mempunyai peran yang menentukan seseorang
dikatakan berbakat intelektual jika mempunyai inteligensia tinggi.
Sedangkan kreativitas adalah sebagai kemampuan untuk menciptakan
sesuatu yang baru, memberikan gagasan baru, kemampuan untuk melihat
hubungan-hubungan yang baru antara unsur-unsur yang sudah ada.
Demikian pula berlaku bagi pengikatan diri terhadap tugas. Hal inilah yang
mendorong seseorang untuk tekun dan ulet meskipun mengalami berbagai

8
rintangan dan hambatan karena ia telah mengikatkan diri pada tugas atas
kehendaknya sendiri.

4. Karakteristik intelektual/kognitif
a. Menunjukkan atau memiliki ide-ide yang orisinal, gagasan-gagasan
yang tidak lazim, pikiran-pikiran kreatif.
b. Mampu menghubungkan ide-ide yang nampak tidak berkaitan menjadi
suatu konsep yang utuh.
c. Menunjukkan kemampuan bernalar yang sangat tinggi
d. Mampu menggeneralisir suatu masalah yang rumit menjadi suatu hal
yang sederhana dan mudah dipahami.
e. Memiliki kecepatan yang sangat tinggi dalam memecahkan masalah.
f. Menunjukkan daya imajinasi yang luar bisaa.
g. Memiliki perbendaharaan kosakata yang sangat kaya
h. Mampu mengartikulasikannya dengan baik dan Biasanya fasih dalam
berkomunikasi lisan, senang bermain atau merangkai kata-kata.
i. Sangat cepat dalam memahami pembicaraan atau pelajaran yang
diberikan, memiliki daya ingat jangka panjang (long term memory)
yang kuat.
j. Mampu menangkap ide-ide abstrak dalam konsep matematika dan/atau
sains.
k. Memiliki kemampuan membaca yang sangat cepat.
l. Banyak gagasan dan mampu menginspirasi orang lain dan mampu
memikirkan sesuatu secara kompleks, abstrak, dan dalam.
m. Mampu memikirkan tentang beragam gagasan atau persoalan dalam
waktu yang bersamaan dan cepat mengaitkan satu dengan yang lainnya.
n. Memiliki kuantitas informasi yang luar biasa.
o. Pemahaman pada tingkat lanjut serta minat dan keinginantahuan sangat
bervariasi.

9
p. Tingkat perkembangan bahasanya tinggi dan memiliki tingkat
kemampuan verbalnya tinggi.
q. Kapasitas memproses informasi luar biasa, kecepatan yang tinggi dalam
proses berpikir dan proses berpikir yang fleksibel.
r. Kemampuan sintesa yang komprehensif, kemampuan yang dini untuk
menunda wacana.
s. Kapasitas yang tinggi untuk melihat hubungan yang luar biasa dan
bervariasi
t. Kemampuan untuk menghasilkan ide dan solusi yang orisinil.
u. Memilki pola yang berbeda lebih awal untuk proses berpikir (misalnya:
berpikir dalam alternatif, membuat generalisasi).
v. Kemampuan dini untuk menggunakan dan membentuk kerangka
konseptual dan memiliki suatu pendekatan evaluatif terhadap dirinya
sendiri dan orang lain.[6]

Somantri (2007) mengemukakan beberapa kasus anak berbakat untuk


memahami bagaimana perkembangan intelektual kognitifnya, yaitu:
a. Kasus IS
Berdasarkan pengukuran kecerdasan dengan menggunakan WAIS,
kasus IS memiliki IQ 134, duduk di bangku kelas 3 sekolah dasar.
Dibandingkan dengan teman sebayanya, IS menunjukkan penguasaan
kosa kata melebihi teman-teman, mampu membaca dalam usia muda,
mampu belajar cepat, dan mengingat informasi, menunjukkan hasrat
ingin tahu yang kuat, berkemampuan memusatkan perhatian lebih lama,
mempunyai standar prestasi yang tinggi, menyukai pengalaman baru dan
menantang, ampu berpikir abstrak, serta menarik kesimpulan dengan
cepat.
Dalam bidang akademik di sekolah, IS menunjukkan kemampuan
konsentrasi yang tinggi terhadap pelajaran tertentu, mampu memahami

10
konsep., metode, dan beberapa istilah secara baik, serta tekun dan
pantang menyerah dalam upaya mencapai prestasi yang lebih tinggi. Dia
memiliki daya saing dan motivasi yang tinggi untuk berbuat sebaik-
baiknya. Disamping itu IS menunjukkan kebiasaan untuk bertanya dan
bertanya lagi, aktif berimajinasi, cakap berpikir dalam berbagai cara
untuk memecahkan masalah, serta peka terhadap keindahan. Dia juga
cenderung melakukan kegiatan menurut caranya sendiri, menghasilkan
gagasan baru, kerja sendiri, dan bersikap tegas dalam menyatakan
jawaban, sekalipun mengundang pertentangan. Tidak ada prestasi
menonjol dalam bidang musik bahkan dia ceenderung kurang
menyenangi musik, tetapi cukup mudah mengingat nada dan irama. Di
dalam seni rupa dia memperoleh prestasi yang menonjol serta mampu
mencurahkan perhatian yang lebih untuk menggambar atau melukis.[7]
b. Kasus DHS
Berdasarkan hasil tes WISC, tingkat kecerdasan DHS berada pada
klasifikasi sangat superior dengan IQ 134. Dia duduk di kelas 4 sekolah
dasar. DHS menunjukkan kemampuan penguasaan kosakata melebihi
teman-temannya, mampu membaca pada usia lebih muda, menunjukkan
minat baca lebih awal dari teman-temannya, menyukai bacaan orang
dewasa termasuk bacaan yang berbahasa inggris, menunjukkan hasrat
ingin tahu yang kuat, peduli terhadap urusan orang dewasa, serta
memiliki kesenangan bermain dengan anak yang usianya lebih tua
darinya.
Dalam bidang akademik di sekolah, DHS mampu memusatkan
perhatian yang cukup lama terhadap mata pelajaran, mampu memahami
konsep, metode, dan istilah dengan baik, cakap dalam menerapkan
konsep tertentu, memiliki daya saing dan motivasi yang kuat, serta cepat
dalam menguasai mata pelajaran. Di samping itu, DHS juga
menunjukkan kecenderungan hasrat bertanya yang kuat, cakap berpikir

11
dalam memecahkan masalah dengan berbagai cara, aktif berimajinasi
dan menghasilkan gagasan, berani menyatakan pendapat yang berbeda,
berani mengambil resiko, dan peka terhadap keindahan. Tidak ada
perilaku menonjol dalam bidang seni musik kecuali menunjukkan hasrat
tinggi untuk memainklan alat musik dan mampu megingat nada dan
irama; tetapi dia mampu mencurahkan waktu dan perhatian yang cukup
lama untuk menggambar atau melukis.
c. Kasus RS
RS tergolong ke dalam kelompok yang memiliki tingkat
kecerdasan superior tinggi. Berdasarakan hasil pengukuran dengan tes
WISC, RS memiliki IQ 129. Seperti kasus IS dan DHS, kasus RS juga
menunjukkan penguasaan kosa kata dan minat baca yang lebih dari
teman-temannya, mampu membaca pada usia yang lebih muda,
menyukai bacaan orang dewasa, mampu belajar cepat dan mengingat
informasi, menunjukkan hasrat ingin tahu yang tinggi, rasa humor,
menyukai pengalaman baru dan menantang, mampu berpikir abstrak
dengan baik, mampu menarik kesimpulan dengan cepat, senang bermain
dengan teman yang lebih tua, dan peduli terhadap urusan orang dewasa.
Dalam hal kemampuan akademik di sekolah, RS menunjukkan
kemampuan memusatkan perhatian, mampu memahami konsep, metode,
dan istilah dengan baik, tekun dan pantang menyerah dalam upaya
mencapai prestasi yang baik, memiliki daya saing dan motivasi yang
kuat. Perilaku kreatif yang ditunjukkan RS berupa aktif berimajinasi,
cakap berpikir dalam berbagai cara, peka terhadap keindahan,
melakukan sesuatu dengan caranya sendiri, mamp[u menghasilkan
gagasan baru, berani menyatakan pendapat yang berbeda. Sementara itu
tidak tampak hal-hal yang menonjol dalam bidang seni.[8]
Para ahli dengan hasil penelitiannya (Thompson, Berger, Berry
dalam Somantri, 2007) menunjukkan bahwa secara biologis memang

12
ada perbedaan struktur otak antara anak berbakatdan anak normal. anak
berbakat mampu memfungsikan dua belahan otak (otak kiri dan kanan)
sebagai alat berpikir dan seluruh fungsi-fungsi lain (rasa, penginderaan,
dan intuisi) secara terintegrasi sehingga mewujudkan perilaku kreatif.
Memperhatikan ketiga kasus yang telah dipaparkan di atas dan didukung
dengan penelitian lainnya, misalnya Hewit & Kitano (Sumantri, 2007)
mengemukakan bahwa memang anak berbakat secara intelektual
menunjukkan kemampuan berpikir analitis, integratif, dan evaluative,
berorientasi pada pemecahan masalah, kemampuan verbal yang tinggi,
serba ingin sempurna, memiliki cara lain dalam memahami dan
mengolah informasi, memiliki fleksibilitas berpikir, berkemampuan
melahirkan gagasan dan pemecahan orisinal, berorientasi evaluatif baik
terhadap dirinya maupun orang lain, dan secara parsisten berperilaku
terarah pada tujuan, menunjukkan motivasi dan kompetisi tinggi untuk
berprestasi yang baik. Mereka yang tergolong anak berbakat mampu
belajar cepat dan mudah, membicarakan apa yang dipelajarinya,
emngajukan banyak pertanyaan, menaruh perhatian pada masalah
kemanusiaan dan dunia sekitar pada usia yang lebih awal, menunjukkan
kematangan berpikir melihat hubungan secara jelas, mengetahui dan
mengapresiasikan hal-hal yang tidak disadari oleh teman sebayanya,
senang berteman dengan orang yang lebih tua atau orang dewasa, dan
seringkali memiliki rasa humor seperti orang dewasa.[9]

5. Karakteristik persepsi/emosi
Karakteristik kemampuan kognitif tinggi pada anak berbakat dan
kepekaannya terhadap dunia sekitar menjadikan anak berbakat memiliki
akumulasi informasi yang banyak. Dengan fungsi kognitifnya, dia mampu
mengolah informasi dan menumbuhkan kesadaran akan diri dan dunianya,
sehingga menjadikan anak berbakat menunjukkan perkembangan emosi

13
yang lebih matang dan stabil. Kesadaran yang tinggi ini akan disertai dengan
perasaan berbeda dari yang lain, idealisme dan kesadaran akan keadilan
yang tumbuh lebih awal, kepekaan terhadap ketidakkonsistenan perilaku
dengan apa yang seharusnya, perkembangan pengendalian diri dan kepuasan
internal terjadi lebih awal, dan tingkat pertimbangan moral yang lebih tinggi.
Di sisi lain, karakteristik kognitif yang tinggi belum tentu disertai
dengan terjadinya perkembangan emosi yang tinggi pula. Anak berbakat
sering kali menunjukkan harapan yang tinggi terhadap dirinya maupun
orang lain, dan karena harapan ini tidak disertai dengan kesadaran diri, maka
tidak jarang membawa menjadikan dirinya frustasi. Selain itu, karena
kekuatan imajinasi yang luar biasa, anak berbakat mungkin menunjukkan
perilaku yang sulit diterima oleh kelompoknya sehingga bisa menimbulkan
cemoohan sesamanya atau tidak mendapat tanggapan serius dari orang lebih
tua usianya karena dianggap berperilaku aneh, menyimpang, dan dianggap
sebagai pembuat kekacauan. Hal tersebut membuat perkembangan emosi
pada anak berbakat tidak stabil dan sulit menyesuaikan diri (Sumantri, 2007)
Joni (2003) menyebutkan beberapa karakteristik persepsi/emosi dari
anak berbakat, yaitu:
a. Sangat peka perasaannya.
b. Menunjukkan gaya bercanda atau humor yang tidak lazim(sinis, tepat
sasaran dalam menertawakan sesuatu hal tapi tanpa terasadapat
menyakiti perasaan orang lain).
c. Sangat perseptif dengan beragam bentuk emosi orang lain (pekadengan
sesuatu yang tidak dirasakan oleh orang-orang lain).
d. Memiliki perasaan yang dalam atas sesuatu.
e. Peka dengan adanya perubahan kecil dalam lingkungan sekitar (suara,
aroma, cahaya).
f. Pada umumnya introvert.
g. Memandang suatu persoalan dari berbagai macamsudut pandang.

14
h. Sangat terbuka dengan pengalaman atau hal-hal baru yang dialaminya
serta memiliki ketulusan hati yang lebih dalam dibanding anak lain.

6. Karakteristik motivasi/nilai hidup


a. Menuntut kesempurnaan dalam melakukan sesuatu (perfectionistic).
b. Memiliki dan menetapkan standar yang sangat tinggi bagi diri sendiri
dan orang lain.
c. Memiliki rasa ingin tahu dan kepenasaran yang sangat tinggi.
d. Sangat mandiri, sering merasa tidak perlu bantuan orang lain, tidak
terpengaruh oleh hadiah atau pujian dari luar untuk melakukan sesuatu
(self driven).
e. Selalu berusaha mencari kebenaran, mempertanyakan dogma, mencari
makna hidup.
f. Melakukan sesuatu atas dasar nilai-nilai filsafat yang seringkali sulit
dipahami orang lain.
g. Senang menghadapi tantangan, pengambil risiko, menunjukkan perilaku
yang dianggap “nyerempet-nyerempet bahaya” . Sangat peduli dengan
moralitas dan nilai-nilai keadilan, kejujuran, integritas. Memiliki minat
yang beragam dan terentang luas.

7. Karakteristik aktifitas
a. Punya energi yang seolah tak pernah habis, selalu aktif beraktifitas dari
satu hal ke hal lain tanpa terlihat lelah.
b. Sulit memulai tidur tapi cepat terbangun, waktu tidur yang lebih sedikit
dibanding anak normal.
c. Sangat waspada.
d. Rentang perhatian yang panjang, mampu berkonsentrasi pada satu
persoalan dalam waktu yang sangat lama.
e. Tekun, gigih, pantang menyerah.

15
f. Cepat bosan dengan situasi rutin, pikiran yang tidak pernah diam, selalu
memunculkan hal-hal baru untuk dilakukan.
g. Spontanitas yang tinggi.

Renzuli dan Hartman (dalam Yusuf, 2003) melihat keberbakatan dari segi
karakteristik tingkah laku yang meninjol pada diri yang bersangkutan
dibandingkan dengan kelompok sebayanya, mereka mengembangkan skala
penilaian karakteristik tingkah laku anak berdasarkan 4 kategori, yaitu
karakteristik belajar, karakteristik motivasi, karakteristik kreativitas, dan
karakteristik kepemimpinan. Masing-masing kategori memiliki ciri tingkah laku
yang lebih menonjol dibandingkan dengan anak-anak yang tidak
berbakat.[10][10]
a. Menonjol dalam belajar, misalnya menguasai jumlah kosakata yang luar
biasa, memiliki pengetahuan yang luas, cepat memahami hubungan sebab-
akibat, mudah menangkap pelajaran, banyak membaca sendiri dan
sebagainya.
b. Menonjol dalam motivasi, antara lain terlihat serius dalam menghadapi suatu
topik tertentu, mudah bosan dengan tugas-tugas rutin, tekun, ulet, tahan lama
dalam menghadapi tugas, selalu berusaha mencapai prestasi tinggi.
c. Menonjol dalam kepemimpinan, yaitu mudah bekerja sama dengan orang
lain, rasa tanggung jawab yang besar, dapat mempengaruhi teman-temannya,
mudah menyesuaikan diri sehingga dipilih untuk memimpin kegiatan.
d. Menonjol dalam kreativitas, yaitu banyak mengemukakan gagasan, mudah
menyesuaikan gagasan dengan keadaan yang ada, serta sering memunyai
gagasan yang baru dan orisinal.

Terlepas dari keunggulan-keunggulan yang dimiliki anak berbakat, anak


berbakat juga memiliki karakteristik negatif. Menurut Munandar (1999) karakter
negatif anak berbakat di antaranya adalah bersifat tidak kooperatif, menuntut,
egosentris, kurang sopan, acuh tak acuh terhadap peraturan, keras kepala,

16
emosional, dan menarik diri. Selain karakter negatif di atas, anak berbakat sering
mendominasi diskusi, tidak sabar untuk segera maju ke tingkat berikutnya, suka
ribut, suka melawan aturan, bosan dengan tugas-tugas rutin dan frustrasi yang
disebabkan oleh tidak jalannya aktivitas sehari-hari.

Berdasar dari uraian di atas, dapat diketahui bahwa anak berbakat


memiliki karakteristik menonjol pada bidang-bidang tertentu berupa karakteristik
positif maupun negatif yang membedakannya dari anak normal maupun anak
berkebutuhan khusus lainnya. Untuk menjadi individu berbakat tidak harus
memiliki semua ciri-ciri tersebut. Setiap anak berbakat memiliki kekuatan dan
kelemahan, yang dipengaruhi oleh lingkungannya yang dapat merangsang dan
mengembangkan potensi tersebut. jika kecenderungan-kecenderungan yang ada
berkembang dalam lingkungan yang baik, maka akan menjadi ciri-ciri positif
sedangkan jika berkembang dalam yang tidak menguntungkan, maka akan
berkembang menjadi ciri-ciri negatif.

B. Faktor Yang Mempengaruhi Anak Berbakat


Sidney P. Marlan (Komisi Pendidikan AS, 1972) mendefinisikan
anak berbakat sebagai mereka yang diidentifikasi oleh tenaga profesional sebagai
anak yang memiliki kemampuan luar biasa. Sedangkan menurut United States
Office of Education (USOE), anak berbakat adalah anak yang dapat
membuktikan kemampuan berprestasinya yang tinggi dalam bidang-bidang
seperti intelektual, kreatif, artistik, kapasitas kepemimpinan atau akademik
spesifik dan mereka yang membutuhkan pelayanan atau aktivitas yang tidak sama
yang disediakan di sekolah sehubungan dengan penemuan kemampuan-
kemampuannya. Faktor yang mempengaruhi anak berbakat ada dua yaitu:[1]
1. Faktor Hereditas
Hereditas, adalah faktor yang diwariskan dari orang tua, meliputi
kecerdasan, kreatif produktif, kemampuan memimpin, kemampuan seni dan
psikomotor. Dalam diri seseorang telah ditentukan adanya faktor bawaan

17
yang ada setiap orang, dan bakat bawaan tersebut juga berbeda setiap
orangnya. U. Branfenbrenner dan Scarr Salaptek menyatakan secara tegas
bahwa sekarang tidak ada kesangsian mengenai faktor genetika mempunyai
andil yang besar terhadap kemampuan mental seseorang.
Hereditas ialah genotif yang diwariskan dari induk pada keturunannya
dan akan membuat keturunan memiliki karakter seperti induknya. Warna
kulit tinggi badan warna rambut, bentuk hidung bahkan “penyakit warisan”
merupakan dampak dari penurunan sifat. Hereditas dibawa oleh oleh gen
yang ada dalam DNA masing-masing sel makhluk hidup dan pada makluk
hidup multiseluler, tubuhnya tersusun atas puluhan sampai trilyunan sel
dengan massa DNA yang saling mengkait.
Definisi hereditas sebagai transmisi genetik dari orang tua pada
keturunannya merupakan penyederhanaan yang berlebih karena
sesungguhnya yang diwariskan oleh anak dari orangtuanya adalah satu
set alel dari masing-masing orang tua serta mitokondria yang
terletak di luar nukleus (inti sel), kode genetik inilah yang
memproduksi protein kemudian berinteraksi dengan lingkungan untuk
membentuk karakter fenotif.
Istilah hereditas akan mengenalkan terminologi Gen dan Alel
sebagai ekspresi alternatif yang terkait sifat. Setiap individu memiliki
sepasang alel yang khas dan terkait dengan tetuanya. Pasangan alel ini
dinamakan genotif apabila individu memiliki pasangan alel yang sama
maka individu tersebut bergenotipe homozigot dan jika berbeda maka
disebut heterozigot. Jadi karakter atau sifat merupakan fenotif dan
manusia merupakan karakter yang komplek dari interaksi genotif yang unik
dan lingkungan yang khas (Meilinda, 2017) Grimes dan Aufderheide
memberi pendapat tentang konsep hereditas (bawaan), pada dasarnya
memiliki sifat yang sama dengan prion yang menunjukkan hal yang
sama produk gen dapat ada di bawah dua (atau lebih) konformasi yang

18
pergeseran tidak disengaja menyebabkan infeksi baru dan menular
secara sitoplasma fenotip (Beisson, 2008).
Hereditas merupakan faktor pertama yang mempengaruhi
perkembangan individu. Dalam hal ini hereditas diartikan sebagai “totalitas
karakteristik individu yang diwariskan orangtua kepada anak, atau segala
potensi, baik fisik maupun psikis yang dimiliki individu sejak masa
konsepsi (pembuahan ovum oleh sperma) sebagai pewarisan dari pihak
orangtua melalui gen-gen” (Yusuf, 2017)
Hereditas, dengan demikian, merupakan seperangkat
spesifikasi yang terkonsentrasi pada ovum yang dibuahi. Maka salah
satu hukum hereditas yang paling dikenal ialah bahwa cabang menyalin
sumber-sumber aslinya pada penampakan luar sertaseluk beluk
pribadinya. Benih manusia tidak akan menghasilkan kecuali manusia
dalam kemiripan dengan orang tua mereka secara umum,
kecerdasan atau kebodohannya serta karakter-karakternya (Daimah dan
Zainun Wafiqatun Niam, 2019).
Adapun yang diturunkan orangtua kepada anaknya adalah sifat
strukturnya bukan tingkah laku yang diperoleh sebagai hasil belajar atau
pengalaman (Yusuf,2017). Prinsip hereditas menurut Crow and Crow
sebagaimana yang dikutip Muhammad Fathurrohman adalah sebagai
berikut :
a. Prinsip reproduksi. Dalam prinsip reproduksi, faktor keturunan
(hereditas) berlangsung melalui perantara germ celldan tidak dengan
cell somatic. Sifat-sifat orang tua yang di dapat dari lingkungan tidak
dapat mempengaruhi germ cell(plasma benih). Misalnya, seorang
Ibu yang kompeten dalam ilmu kedokteran maka anaknya tidak
dengan otomatis menjadi dokter ahli akan tetapi harus belajar
tentang kedokteran terlebih dahulu. Pendidikan berpotensi untuk dapat
membangun motivasi dan memberikan fasilitas yang dapat

19
mendorong anak untuk belajar sesuai dengan cita-cita anak, akan
tetapi juga perlu didasarkan kesiapan anak dan tak memaksakan
anak untuk belajar sesuai dengan keinginan orang tuanya.
b. Prinsip konformitas. Berdasarkan prinsip konformitas, masing-
masing makhluk menurunkan golongan dan jenisnya sendiri. Ciri-ciri
biologis, warna kulit, bentuk tubuh atau jasmani dan sebagainya
adalah hal-hal yang dapat diturunkan. Maknanya, bahwa lingkungan
tidak dapat mengubah individu menjadi individu lain, walaupun
kemajuan teknologi mungkin dapat mengubah, namun hal ini
bertentangan dengan prinsip etika kemanusiaan.[11]
c. Prinsip variasi. Dalam prinsip variasi, suatu jenis atau spesies
dipandang dapat memiliki persamaan maupun perbedaan.
d. Prinsip regresi filial. Ciri khas yang ada pada seorang anak akan
menunjukkan ke arah rata-rata. Hal ini dapat diartikan bahwa orang
tua merupakan pembawa bukanprodusen, kemungkinan orangtua
memiliki kombinasi sel baik dan dominan, sedangkan anak
memungkinkan untuk memiliki sel yang kurang baik sehingga
kualitas anak juga kurang ataupun sebaliknya. Oleh karena itu,
terdapat kemungkinan jika anak dari orang tua yang memiliki
kecerdasan baik terdapat kecenderungan kecerdasan yang kurang.
Sebaliknya, anak dari ayah/ibu yang kurang cerdas dapat memiliki
kecerdaan yang lebih cerdas dibandingkan orang tuanya. Prinsip ini
memicu minat bagi pendidik ataupun psikolog untuk meneliti secara
lebih cermat, yaitu apa saja faktor-faktor dari luar yang dapat
mempengaruhi keadaan tersebut.
e. Prinsip jenis silang. Dalam prinsip menyilang, sesuatu yang
diwariskan oleh setiap orang tua kepada anak-anaknya mempunyai
sasaran jenis menyilang. Anak perempuan akan cenderung memiliki
banyak sifat-sifat dan tingkah laku dari ayahnya, sedangkan anak laki-

20
laki akan cenderung banyak menurun sifatsifat dan tingkah laku dari
ibunya.
Ada tiga teori tentang herediatas yang paling populer yakni
teoripartiality, coalition, dan association. Hereditas yaitu:
a) Pernikahan (partiality) yaitu anak lahir mewarisi salah satu dari dua
sumber aslinya secarakeseluruhan atau sebagian besar sifat-sifatnya.
b) Cara penyatuan (coalition)yaitu sifat anak yang tidak mewarisi
cabang-cabang dari sumber aslinya.
c) Cara penggabungan (association) yaitu anak mewarisi salah satu
sifat tertentudari sumber aslinya.
Dalam kajian Islam faktor atau kemampuan bawaan ini dikenal juga
sebagai fitrah, yang menurut Maragustamadalah sistem penciptaan atau
aturan yang diberi potensi dasar dan kecenderungan murni yang
diciptakan kepada setiap makhluk sejak keberadaannya baik ia makhluk
manusia ataupun makhluk lainnya. Diantara fitrah dasar dan kecenderungan
murni manusia adalah beragama tauhid, kebenaran, keadilan, wanita,
harta-benda, anak dan lain-lain (Daimah dan Zainun Wafiqatun Niam,
2019).Salah satu faktor utama dan pertama dalam perkembangan intelligensi
anak usia dini yakni faktor hereditas. Faktor hereditas ini juga dikenal dengan
istilah nature. Faktor hereditas atau nature merupakan karakteristik bawaan
yang diturunkan dari orang tua biologis atau orang tua kandung kepada
anaknya. Jadi, faktor tersebut merupakan pemberian biologis sejak lahir
(Rini Hildayani dkk, 2012). Natureberkaitan dengan alam. Apabila ditinjau
dari sudut perkembangan, maka perkembangan manusia berlangsung
secara alamiah.
Dengan demikian, perilaku yang ditampilkan manusia merupakan
faktor alamiah yang terjadi sejak manusia lahir dan faktor biologis yang
terjadi sepanjang kehidupan manusia. Nature berkaitan dengan
pendekatan yang diterapkan dalam membimbing perkembangan manusia

21
(Jamaris, 2013). Faktor hereditas ini merupakan salah satu faktor penting
yang mempengaruhi perkembangan anak usia dini. Menurut penelitian,
faktor hereditas ini mempengaruhi kemampuan intelektual dan kepribadian
seseorang. Islam bahkan telah mengindikasikan pentingnya faktor hereditas
dalam perkembangan anak sejak 14 abad yang lalu Dalam sudut pandang
hereditas, karakteristik seseorang dipengaruhi oleh gen yang merupakan
karakteristik bawaan yang diwariskan (genotip)dari orang tuanya, yang akan
terlihat sebagai karakteristik yang dapat diobservasi (fenotip) (Wiyani, 2016).
Genotip adalah faktor yang diturunkan, merupakan suatu yang
ada, yang diperoleh sejak dari konsepsi dan yang merupakan kerangka
yang akan menjadi sesuatu. Namun tidak semua genotip akan aktual atau
berkembang menjadi sesuatu. Dalam lingkungan stimulus tertentu,
genotip ini akan menjadi sesuatu yang terlihat dari luar, yang disebut
fenotip (Soetjiningsih, 2014).
Gen merupakan catak biru dari perkembangan yang tetap diturunka
dari generasi ke generasi. Fenotip merupakan karakter individu yang
terlihat langsung oleh mata sehari-hari yang tercipta dari cetak biru
tersebut. Gen orang tua diwariskan kepada anak-anaknya melalui proses
pembuahan. Gen yang diterima anak dari orang tuanya pada saat pembuahan
akan mempengaruhi semua karakteristik dan penampilan anak kelak.
Dalam disiplin ilmu pendidikan, orang yang mempercayai bahwa
perkembangan seorang anak dipengaruhi oleh faktor hereditas disebut aliran
nativisme yang dipelopori oleh Schopenhauer. Aliran tersebut
berpendapat bahwa perkembangan anak telah ditentukan oleh faktor-
faktor yang dibawa sejak lahir. Hereditas oleh aliran ini disebut juga
dengan pembawaan. Pembawaan yang telah terdapat pada anak sejak
dilahirkan itulah yang menentukanperkembangannya kelak. Menurut
aliran ini, pendidikan dan lingkungan tidak berpengaruh sama sekali dan
tidak berkuasa dalam perkembangan seorang anak (Wiyani, 2016). Asumsi

22
yang mendasari aliran nativisme ini, adalah bahwa pada kepribadian anak
dan orang tua terdapat banyak kesamaan, baik dalam aspek fisik dan psikis.
Setiap manusia memiliki gen, dan gen orangtua ini yang berpindah pada anak
(Ulfa, 2015). Dalam usaha memahami kemiripan dan perbedaan, kita
harus melihat karakter turunan (inherited)yang memberi awal yang
spesial bagi tiap orang (Diane E. Papalia et.al, 2008).
Mengacu dari prinsip-prinsip hereditas yang disebutkanoleh Crow
and Crow di atas, maka seorang anak yang mempunyai kecerdasan
yang luar biasa belum tentu terlahir dari orang tua yang cerdas, namun
salah satu dari nenek moyangnya pastilah ada yang mempunyai kecerdasan
yang luar biasa juga. Hal itu memang sulit dibuktikan, karena
membutuhkan pengetahuan masa silam. Dalam kasus lain seperti yang
dialami oleh James Mills (1773-1836), seorang pendeta
berkebangsaan Inggris, mempunyai seorang anak bernama John Stuart
Mills (1806-1873). John Stuart Mills tidak pernahdimasukkan ke dalam
sekolah formal, tetapi dididik langsung oleh ayahnya.Lalu saat ia dewasa
John Stuart Mills menjadi seorang pejabat di wilayah daerah jajahan di
India Timur. Selama bekerja, John Stuart Mills menulis beberapa buku
terkenal antara lain: System of logic, Ratiocinative and Deductive, Being
a Connected View of the Principles of Evidence and the Methods of
Scientific Infestigations.

2. Faktor Lingkungan
a. Lingkungan Keluarga
Keluarga adalah lingkungan social terkecil dalam kehidupan
manusia. Ada yang mengatakan, bahwa keluarga juga disebut sebagai
fondasi sosial pertama bagi manusia. Keluarga adalah lingkungan
pertama dimana manusia melakukan komunikasi dan sosialisasi diri
dengan manusia lain selain dirinya. Di keluarga pula manusia untuk

23
pertama kalinya dibentuk baik sikap, bakat maupun kepribadiannya.
Orang tua adalah orang pertama yang dikenal oleh anak mulai ia melihat
dunia ini. Sebagian besar waktu anak adalah berada dalam lingkungan
keluarga. Oleh karena itu, keluarga mempunyai pengaruh yang sangat
besar terhadap perkembangan bakat anak. Jadi apabila sejak kecil anak
mendapatkan penanaman dan pengarahan yang salah, maka akan
mempengaruhi kehidupannya kelak.
The family was understood as the first school of virtue Keluarga
adalah sekolah pertama kebajikan. Orang tua merupakan guru pertama
dan rumah sebagai sekolahan pertama bagi anak. Anak adalah dunia
yang berbeda dari dunia orang dewasa. Lingkungan keluarga menjadi
parameter keberhasilan anak dalam pengembangan bakat. Oleh karena
itu orang tua sepatutnya harus menjadi fasilitator dalam
mengembangkan bakat anak, dan memberikan pengarahan dan
dukungan agar bakat itu menjadi maksimal dan bermanfaat dikemudian
hari.[12]
Di dalam keluarga pun orang tua hendaknya mencarikan teman
yang cocok bagi anak-anak berbakat sehingga ia tidak merasa kesepian
dalam hidupnya. Jika ia tidak mendapat teman yang cocok, maka tidak
jarang orang tua dan keluarga, menjadi teman pergaulan mereka.
Umumnya anak berbakat lebih suka bertanya jawab hal-hal yang
mendalam daripada hal-hal yang kecil dan remeh. Kesanggupan orang
tua dan keluarga untuk bergaul dengan anak berbakat akan sangat
membantu perkembangan dirinya.
b. Lingkungan sekolah dan masyarakat
Lingkungan mencakup segenap stimulasi, interaksi, dann kondisi
eksternal dalam hubungannya dengan perlakuan ataupun karya orang
lain. Pola hidup keluarga, pergaulan kelompok, pola hidup masyarakat,
pendidikan, belajar, pengajaran, bimbingan dan penyuluhan adalah

24
termasuk lingkungan ini. Lingkungan di luar anak adalah yang berkaitan
dengan pergaulan anak ketika di sekolah atau di masyarakatnya. Sekolah
memberikan pendidikan dan pengajaran kepada anak-anak mengenai apa
yang tidak dapat atau tidak ada kesempatan orang tua untuk memberikan
pendidikan dan pengajaran di dalam keluarga. Sekolah sebagai salah
satu power besar dalam menciptakan agen perubahan.[13]
Oleh karena itu sudah sepantasnyalah orang tua menyerahkan
tugas dan tanggung jawabnya kepada sekolah. Anak berbakat seringkali
lebih suka bergaul dengan anak-anak yang lebih tua dari segi usia,
khususnya mereka yang memiliki keunggulan dalam bidang yang
diminati. Yang perlu dipahami adalah bahwa anak berbakat umumnya
tidak hanya belajar lebih cepat, tetapi juga sering menggunakan cara
yang berbeda dari teman-teman seusianya. Hal ini tidak jarang membuat
guru di sekolah mengalamai kesulitan, bahkan sering merasa terganggu
dengan anak-anak seperti itu.
Di samping itu anak berbakat istimewa biasanya memiliki
kemampuan menerima informasi dalam jumlah yang besar sekaligus.
Jika ia hanya mendapat sedikit informasi maka ia akan cepat menjadi
"kehausan" akan informasi.[14]
Lingkungan menjadi tempat yang sangat mempengaruhi tumbuh
kembangnya proses belajar seorang anak. Stimulasi, kesempatan, harapan,
tuntutan, dan imbalan akan berpengaruh pada proses belajar seorang anak.
Penelitian tentang individu-individu berbakat yang sukses menunjukkan masa
kecil mereka di dalam keluarga memiliki keadaan sebagai berikut:
a. Adanya minat pribadi dari orang tua terhadap bakat anak dan
memberikan dorongan.
b. Orang tua sebagai panutan
c. Ada dorongan dari orangtua untuk menjelajah bakat anak

25
d. Pengajaran bersifat informal dan terjadi dalam berbagai situasi dan
proses belajar awal lebih bersifat eksplorasi dengan bermain.
e. Keluarga berinteraksi dengan tutor/mentor.
f. Ada perilaku-perilaku dan nilai yang diharapkan berkaitan dengan bakat
anak dalam keluarga.
g. Orangtua menjadi pengamat latihan-latihan, memberi pengarahan bila
diperlukan, memberikan pengukuran pada perilaku anak yang dilakukan
dengan terpuji dan memenuhi standard yang ditetapkan.
h. Orangtua mencarikan instruktur dan guru khusus bagi anak.
i. Orangtua mendorong ke ikutsertaan anak dalam berbagai acara positif di
mana kemampuan dipertunjukkan khalayak ramai.
Anak-anak yang disadari memiliki potensi perlu dikembangkan dan
perlu memiliki keluarga yang penuh perhatian dalam memberikan
rangsangan, pengarahan dorongan dan imbalan-imbalan untuk kemampuan
mereka. Untuk kemampuan mereka penelitian lain menunjukkan bahwa
kelompok budaya atau etnik-etnik tertentu menghasilkan lebih banyak anak-
anak berbakat walaupun tingkat sosial ekonominya berbeda.[15]
Hal ini dikaitkan dengan mobilitas sosial dan nilai yang tinggi pada
prestasi di dalam bidang-bidang tertentu yang ada dalam kelompok budaya
dan etnik tertentu yang menjadi kontribusi dalam keberbakatan. Jadi
lingkungan memiliki pengaruh yang cukup kuat terkait bagaimana
diekspresikan genetik anak dalam kesehariannya. Faktor keturunan lebih
menentukan rentang di mana seseorang akan berfungsi, dan faktor
lingkungan menentukan apakah individu akan berfungsi pada pencapaian
lebih rendah atau lebih tinggi dari rentang tersebut.

26
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Anak berbakat ialah mereka yang diidentifikasikan oleh orang-orang
profesional memiliki kemampuan yang sangat menonjol, sehingga memberikan
prestasi yang tinggi. Anak-anak ini membutuhkan program pendidikan yang
berdiferensiasi dan atau pelayanan di luar jangkauan program sekolah yang biasa,
agar dapat mewujudkan sumbangannya terhadap diri sendiri maupun terhadap
masyarakat. Ke dalam kelompok anak berbakat kita golongkan mereka yang
memiliki kemampuan intelektual yang unggul. Dengan keunggulan ini ini mereka
memiliki peluang yang besar untuk mencapai prestasi tinggi dan menonjol di
bidang pekerjaan. Untuk keberhasilan tersebut ditentukan oleh kemampuan
intelektualnya, tingkat kemampuan yang dimilikinya, dan tingkat keterampilan
yang dikuasainya untuk menerapkan pengetahuan yang dimilikinya itu di dalam
bidang pekerjaan.
Pengertian keberbakatan telah demikian berkembang dan kriterianya sudah
lebih multidimensional daripada sekedar inteligensi (umum, atau “g faktor”)
inteligensi quotien hanya salah satu kriteria keberbakatan. Dengan perluasan
kriteria ini , dalam melakukan identifikasi terhadap keberbakatan harus
menggunakan beragam teknik dan alat ukur. Idealnya semua kriteria tersebut
harus dideteksi dengan menggunakan beragam teknik dan prosedur, karena
menurut berbagai studi, tidak semua dari faktorfaktor itu berkorelasi satu sama
lain.
Anak berbakat memiliki karakteristik berbeda dalam belajarnya bila
dibandingkan dengan anak-anak normal, diantaranya; mereka cenderung memiliki
kelebihan menonjol dalam kosa kata dan menggunakannya secara luwes,
memiliki informasi yang kaya, cepat dalam menguasai bahan pelajaran, cepat

27
dalam memahami hubungan antar fakta, mudah memahami dalil-dalil dan
formula-formula, tajam kemampuan analisisnya, membaca banyak bahan bacaan
(gemar membaca), peka terhadap situasi yang terjadi di sekelilingnya, kritis dan
memiliki rasa ingin tahu yang sangat besar.
B. Saran
Demi kesempurnaan makalah ini Kritik dan saran yang bersifat membangun
sangat kami harapkan, agar makalah ini dapat dijadikan suatu pedoman untuk
kalangan umum kami sebagai penyusun mohon maaf atas segala kekurangan
dalam penyusunan makalah ini.Atas kritik, saran, dan perhatiannya kami ucapkan
terimaksih.

28
DAFTAR PUSTAKA

[1] Astati, “Karakteristik dan Pendidikan Anak Berbakat,” Pengantar Pendidik.


Luar Biasa, pp. 1–54, 2012.
[2] M. H. Idris, “Anak berbakat (keberbakatan),” J. Pendidik. PAUD, vol. 2, no. 1,
2017.
[3] I. Bukittinggi, “Jurnal Al-Taujih,” vol. 5, no. 2, 2019.
[4] Amka, Mirnawati, A. I. Lestari, and S. Fatimah, “Identifikasi Anak
Berbakat/Gifted di Sekolah Inklusi,” p. 150, 2021.
[5] L. K. P. A. Susilawati, N. M. A. Wilani, A. Marheni, and D. H. Tobing,
“Bahan Ajar MATERI KULIAH PSIKOLOGI ANAK BERBAKAT,” Univ.
Udayana, p. 48, 2016.
[6] J. Brier and lia dwi jayanti, Karakteristik Anak Didik, vol. 21, no. 1. 2020.
[Online]. Available: http://journal.um-
surabaya.ac.id/index.php/JKM/article/view/2203
[7] Esa Unggul Store, “Bhinneka Universitas Esa Unggul,” no. Psi 319, 2022,
[Online]. Available: https://esaunggulstore.bhinneka.com/
[8] B. Amir, “Pendidikan Anak Berbakat Dalam Perspektif Psikologi Dan Sosial,”
Alqalam, vol. 17, no. 86. p. 178, 2000. doi: 10.32678/alqalam.v17i86.669.
[9] Nur Amini and N. Naimah, “Faktor Hereditas Dalam Mempengaruhi
Perkembangan Intelligensi Anak Usia Dini,” J. Buah Hati, vol. 7, no. 2, pp.
108–124, 2020, doi: 10.46244/buahhati.v7i2.1162.
[10] M. G. Mr. and U. Ruslan, “Analisa Pendidikan Anak Berbakat melalui
Program Akselerasi pada Pembelajaran Pendidikan Agama Islam,” J. Pendidik.
Tambusai, vol. 6, no. 2, pp. 9160–9164, 2022, [Online]. Available:
https://www.jptam.org/index.php/jptam/article/view/3860
[11] U. N. Padang, “Anak berbakat dan dunia pendidikan Fatzki Vostoka Ummai
*),” Artic. 1 SCHOULID Indones. J. Sch. Couns., vol. 2, no. 2, pp. 1–5, 2017,
[Online]. Available: https://jurnal.iicet.org/index.php/schoulid

29
[12] A. Sylvia et al., “Bab 11 anak berbakat,” J. Chem. Inf. Model., vol. 53, no. 9,
pp. 1–40, 2016, [Online]. Available:
http://dx.doi.org/10.1016/j.tws.2012.02.007
[13] Sunardi (UPI), “Karakteristik dan kebutuhan anak berbakat dan implikasi
dalam layanan bimbingan da konseling karir,” Plb Fip Upi, pp. 1–17, 2008.
[14] Parwoto, “Peranan Sekolah Dan Keluarga Dalam Pengembangan Kreativitas
Anak Berbakat Usia Dini Melalui Media Komputer,” 2006.
[15] D. K. Wulan, “Peran Pemahaman Karakteristik Siswa Cerdas Istimewa
Berbakat Istimewa (Cibi) dalam Merencanakan Proses Belajar yang Efektif
dan Sesuai Kebutuhan Siswa,” Humaniora, vol. 2, no. 1, p. 269, 2011, doi:
10.21512/humaniora.v2i1.3002.

30

Anda mungkin juga menyukai