Kesamaan dan Perbedaan Budaya Antara Budaya : Emosi
1. Universalitas Emosi Ada sejumlah teori dalam biologi dan ilmu saraf tentang sejarah evolusi emosi dan lokasinya dalam struktur otak (mis., Gazzaniga, 1995; McNaughton, 1989). Dalam psikologi, ada tradisi panjang penelitian di mana proses psikofisiologis dan peristiwa tubuh lainnya, seperti ekspresi wajah, telah diselidiki sebagai penyerta keadaan internal yang dialami sebagai emosi. Banyak peneliti tampaknya setuju bahwa dasar biologis dari emosi-emosi terpisah yang secara umum dapat dibedakan seperti kebahagiaan, kemarahan, ketakutan, dan kesedihan belum ditetapkan secara jelas. (Cacioppo & Tassinary, 1990). Namun, terlepas dari validitasnya, teori-teori itu mencerminkan kepercayaan yang cukup umum bahwa emosi dikaitkan dengan proses biologis yang menjadi ciri spesies manusia. Paul Ekman menyatakan, bahwa emosi bersifat universal yang artinya berlaku sama dimanapun kita berada. a) Pengenalan Ekspresi Wajah Studi modern tentang ekspresi emosi kembali ke Darwin. Dia melihat kejadian universal dari ekspresi wajah yang sama sebagai bukti penting bahwa emosi adalah bawaan atau bersifat alami. Ekman telah menunjukkan, bahwa kriteria Darwin tentang universalitas ekspresi emosional tidak memberikan bukti yang cukup untuk pewarisan biologis emosi. Ekman telah mengkaji bukti yang mendukung pandangan spesifik budaya. Dia menemukan bahwa hasil seperti itu, seperti hasil Darwin, bersandar pada pengamatan biasa dan data anekdotal. Studi-studi paling terkenal yang secara sistematis menyelidiki pertanyaan invarian lintas- budaya ekspresi wajah adalah yang dilakukan oleh Ekman pada suku Fore di Papua Nugini (the Fore in East New Guinea). Paul Ekman melakukan penelitian dengan cara memperlihatkan foto-foto wajah yang menggambarkan ekspresi-ekspresi emosi, seperti kebahagiaan, kesedihan, kemarahan, ketakutan, kejutan, dan jijik kepada orang-orang yang memiliki keterpencilan budaya, yaitu suku Fore di Papua Nugini. Hasilnya ternyata mereka semua mengenali emosi yang tergambar pada ekspresi wajah dalam foto-foto tersebut. Ekspresi wajah seperti itu benar-benar dikenali oleh berbagai bangsa di seluruh dunia meskipun memiliki budaya yang berbeda-beda dan bahkan termasuk bangsa-bangsa yang buta huruf, tidak terpengaruhi oleh film, siaran televisi, dan juga dunia luar. Dengan demikian, maka ekspresi wajah sebagai representasi dari emosi itu memiliki universalitas tentang perasaan emosi tersebut. b) Pengakuan Ekspresi Vokal Penelitian tentang pengenalan lintas budaya dari intonasi emosional dalam suara telah menunjukkan hasil yang sama dengan yang diperoleh untuk ekspresi wajah. Van Bezooijen, Otto dan Heenan (1983) mencoba menjelaskan mengapa ekspresi vokal emosi tertentu tampaknya lebih mudah dikenali daripada ekspresi orang lain. Mereka membuat perbandingan antara responden Belanda, Taiwan, dan Jepang, menggunakan satu frasa singkat dalam bahasa Belanda yang telah diungkapkan oleh pembicara yang berbeda dalam sembilan nada emosional yang berbeda (yaitu, jijik, terkejut, malu, gembira, takut, jijik, sedih, sedih, marah , serta nada suara netral) dengan satu pengecualian, semua emosi dikenali lebih baik daripada tingkat kebetulan oleh ketiga kelompok, tetapi skor responden Belanda jauh lebih tinggi, menunjukkan jumlah kehilangan informasi yang adil karena perbedaan budaya dan / atau bahasa antara ketiga sampel. c) Display Rules Ekman menemukan fakta menarik bahwa budaya dapat mempengaruhi bagaimana sebuah emosi akan ditampilkan dalam situasi dan kondisi tertentu. Pada penelitiannya yang dilakukakn bersama Friesen pada tahun 1973, Ekman dan Friesen melakukan eksperimen pada orang Jepang dan Amerika. Siswa Jepang dan Amerika diperlihatkan film-film penuh tekanan secara terpisah dan dihadapan seorang peneliti. Tanpa kesadaran responden, ekspresi emosional pada wajah dicatat dalam kedua kondisi. Ekspresi yang sangat mirip ditemukan sebagai reaksi terhadap episode film yang sama ketika responden sendirian. Namun, dihadapan orang lain, responden Jepang menunjukkan ekspresi wajah negatif jauh lebih sedikit daripada responden Amerika. Tak perlu dikatakan, hasil ini sesuai dengan gagasan yang ada di Barat tentang Jepang yang pasif. Ekspresi emosi yang secara biologis bersifat bawaan dan universal, akan tetap dipengaruhi oleh aturan-aturan pengungkapan yang bersifat kultural. Aturan tersebut meliputi bagaimana, kapan, dan dimana sebuah ekspresi emosi tersebut ditampilkan. Aturan ini disebut juga sebagai aturan pengungkapan kulturan (culturan display rules). d) Komunikasi Non-Verbal Bentuk komunikasi non-verbal yang dipelajari dengan baik adalah gerakan. Ekman dan Friesen ( 1969 dalam Berry et.al., 2002), telah membedakan berbagai kategori gerakan, seperti: 1. Adaptor Adaptor merupakan gerakan anggota tubuh yang bersifat spesifik. Pada mulanya gerakan ini berfungsi untuk menyebarkan atau membagi ketegangan anggota tubuh, misalnya meliuk-liukan tubuh, memulas tubuh, menggaruk kepala, loncatan kaki. Ada beberapa jenis adaptor yaitu : (a) Self Adaptor, misalnya menggaruk kepala untuk menunjukkan kebingungan (b) Alter Adaptor, gerak adaptor yang diarahkan kepada orang lain, seperti mengusap-usap kepala orang lain sebagai tanda kasih sayang. 2. Regulator Regulator adalah perilaku nonverbal yang mengatur, memantau, memelihara, atau mengendalikan pembicaraan orang lain. Ketika anda mendengarkan orang lain, anda tidak pasif., tetapi menganggukkan kepala, mengerutkan bibir, menyesuaikan fokus mata, dan membuat berbagai suara para linguistik seperti “mm-mm” atau memalingkan muka menandakan ketidaksediaa berkomunikasi. 3. Ilustrator Ilustrator merupakan tanda-tanda nonverbal dalam komunikasi. Tanda ini merupakan gerakan anggota tubuh yang menjelaskan atau menunjukkan sesuatu contoh, seperti dalam mengatakan “Ayo, bangun,” misalnya, anda mungkin menggerakkan kepala dan tangan anda ke arah menaik. 4. Emblem Emblem merupakan terjemahan pesan nonverbal yang melukiskan suatu makna bagi suatu kelompok sosial. Contohnya, tanda “V” menunjukkan suatu tanda kekuatan dan kemenangan yang biasanya dipakai dalam kampanye presiden di Amerika Serikat atau di Indonesia sering dimaknai sebagai simbol damai. Emblem harus dipelajari melalui proses yang mungkin saja merupakan bentuk lain dari ikon dalam perlambangan saja.
Tambahan dafpus:
Liliweri, Alo. 1994. Komunikasi verbal dan nddonverbal. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti