Anda di halaman 1dari 21

TEORI BRUNER DAN

IMPLEMENTASINYA

Disusun Oleh:

Kelompok 5

Amanda Dyas Risky Aprilia (13030174011)


Agnes Dwigowati (13030174021)
Muhamad Bakhril Ilmi (13030174027)
Atik Dian Widiastuti (14030174045)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA


JURUSAN MATEMATIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA
2015
1. SEJARAH TEORI JEROME S. BRUNER

Tokoh yang memiliki


nama lengkap Jerome
Seymour Bruner ini,
dilahirkan di New York City
pada tanggal 1 Oktober 1915.
Dia dilahirkan buta dan tidak
melihat sampai setelah
dioperasi katarak ketika ia
masih seorang bayi. Ia
berkebangsaan Amerika.
Bruner menyelesaikan
pendidikan sarjana di Duke
University di mana ia menerima gelar sarjananya (B.A) pada tahun 1937.
Selanjutnya, Bruner belajar psikologi di Harvard University dan mendapat
gelar doktornya pada tahun 1939 dan mendapat gelar Ph.D. Pada tahun
1939 dibawah bimbingan Gordon Allport. Pendekatannya tentang
psikologi adalah elektik. Penelitiannya meliputi persepsi manusia,
motivasi, belajar, dan berpikir.
Dalam mempelajari manusia, Bruner mengganggap manusia sebagai
pemroses, pemikir, dan pencipta informasi. Bruner menerbitkan artikel
psikologis pertama yang berisi tentang mempelajari pengaruh ekstrak
timus pada perilaku seksual tikus betina. Pada tahun 1941, tesis doktornya
berjudul "A Psychological Analysis of International Radio Broadcasts of
Belligerent Nations". Setelah menyelesaikan program doktornya, Bruner
memasuki Angkatan Darat Amerika Serikat dan bertugas di Divisi
Warfare Psikologis dari Markas Agung Sekutu Expeditory Angkatan
Eropa komite di bawah Eisenhower, meneliti fenomena psikologi sosial di
mana karyanya berfokus pada propaganda (subyek tesis doktornya) serta
opini publik di Amerika Serikat. Dia adalah editor Public Opinion
Quarterly (1943-1944).
Pada tahun 1945, Bruner kembali ke Harvard sebagai profesor
psikologi dan sangat terlibat dalam penelitian yang berkaitan dengan
psikologi kognitif dan psikologi pendidikan. Ia dengan cepat naik pangkat
dari dosen menjadi profesor pada tahun 1952. Dia berperan penting dalam
Teori Bruner | 76
membangun Path Breaking Center For Cognitive Studies pada tahun 1960
menjabat sebagai direktur  pada tahun 1972. Lalu pada tahun 1964-1965 ia
terpilih dan menjabat sebagai presiden dari American Psychological
Association. Pada tahun 1970, Bruner meninggalkan Harvard untuk
mengajar di Universitas Oxford di Inggris. Dia kembali ke Amerika
Serikat pada tahun 1980 untuk melanjutkan penelitian di bidang psikologi
perkembangan. Pada tahun 1972, Bruner berlayar melintasi Atlantik. Hal
ini dikarenakan untuk mengambil posisi Watts Professor of Experimental
Psychology at Oxford University. Pada tahun 1991, Bruner bergabung
dengan fakultas di New York University Law School. Selain itu, Bruner
juga  telah dianugerahi gelar doktor kehormatan dari Yale dan Columbia,
serta perguruan tinggi dan universitas  seperti Sorbonne, Berlin, dan
Roma, dan merupakan Fellow dari American Academy of Arts dan Ilmu.
Kiprah dan pengalaman yang sangat luas mengenai psikologi telah
membawanya pada banyak penghargaan yang diterimanya. Penelitian-
penelitian yang dilakukan Jerome S Bruner, mampu membuktikan dan
memunculkan teori baru, yang kemudian teori itu memiliki ciri khas
sendiri, dan berbeda dengan teori sebelumnya, inilah yang dinamakan
teori kognitif menurut pandangan Jerome S Bruner. Yaitu menganggap
manusia sebagai pemroses, pemikir dan pencipta informasi.

2. KONSEP PEMBELAJARAN JEROME S BRUNER


Kegiatan pembelajaran merupakan inti dari kegiatan pendidikan
secara keseluruhan. Dalam prosesnya kegiatan ini melibatkan interaksi
individu yaitu pengajar disatu pihak dan pelajar dipihak lain. Keduanya
berinteraksi dalam satu proses yang disebut belajar mengajar atau proses
pembelajaran yang berlangsung dalam situasi belajar mengajar pula.
Supaya terjadi proses pembelajaran yang efektif dan efesien, maka
perilaku yang terlibat dalam proses tersebut hendaknya dapat
didinamiskan secara baik. Pengajar (guru) hendaknya mampu
mewujudkan perilaku mengajar secara tepat agar mampu menghasilkan
perilaku belajar siswa melalui interaksi belajar mengajar yang efektif
dalam situasi belajar mengajar yang kondusif.
Belajar kognitif penting dalam belajar. Dalam belajar seseorang tidak
bisa melepaskan diri dari kegiatan belajar kognitif. Mana bisa kegiatan
mental tidak berproses ketika memberikan tanggapan terhadap objek-
objek yang diamati. Sedangkan belajar itu sendiri adalah proses mental
Teori Bruner | 77
yang bergerak kearah perubahan. Proses belajar akan berjalan dengan baik
jika materi pelajaran atau informasi baru beradaptasi dengan struktur
kognitif yang telah dimiliki dan telah terbentuk didalam pikiran seseorang
berdasarkan pemahaman dan pengalaman-pengalaman sebelumnya,
karena tujuan kognitif berorientasi kepada kemampuan “berfikir”
mencangkup kemampuan intelektual yang lebih sederhana yaitu
“mengingat” sampai dengan kemampuan untuk memecahkan suatu
masalah.
Bruner telah mempelopori aliran psikologi kognitif yang memberi
dorongan agar pendidikan memberikan perhatian pada pentingnya
pengembangan berfikir. Bruner banyak memberikan pandangan mengenai
perkembangan kognitif manusia, bagaimana manusia belajar, atau
memperoleh pengetahuan dan menstransformasi pengetahuan. Dasar
pemikiran teorinya memandang bahwa manusia sebagai pemroses,
pemikir dan pencipta informasi. Bruner menyatakan belajar merupakan
suatu proses aktif yang memungkinkan manusia untuk menemukan hal-hal
baru diluar informasi yang diberikan kepada dirinya.
Teori belajar kognitif lebih mengutamakan proses belajar daripada
hasilbelajarnya. Pendapat aliran kognitif bahwa belajar tidak hanya
melibatkanhubungan antara stimulus dan respon, tapi lebih dari itu belajar
melaibatkanproses berfikir yang sangat kompleks. Teori kognitif
menerangkan bahwapembelajaran adalah perubahan dalam pengetahuan
yang disimpan didalammemori. Teori kognitif ini bermaksud penambahan
pengetahuan kedalam ingatanjangka panjang atau perubahan pada skema
atau struktur pengetahuan. Pengkajianterhadap belajar kognitif
memerlukan penggambaran tentang perhatian, memoridan elaborasi,
pelacakan kembali dan pembuatan informasi yang perolehanpengetahuan,
tapi pandangan yang baru mengutamakan pembinaan ataupenggunaan
ilmu pengetahuan dalam proses pembelajaran kognitif inimelaibatkan dua
proses mental yang penting yaitu persepsi dan pembentukankonsep
(panganggapan).

3. EMPAT TEMA TENTANG PENDIDIKAN


1. Struktur Pengetahuan
Teori Bruner | 78
1. Mengemukakan pentingnya arti struktur pengetahuan. Hal ini
perlu karena dengan struktur pengetahuan dapat menolong siswa
untuk melihat bagaimana fakta-fakta yang kelihatannya tidak ada
hubungan, dapat dihubungkan satu dengan yang lain.
2. Tentang kesiapan untuk belajar, benurut Bruner kesiapan terdiri
atas penguasaan ketrampilan-ketrampilan yang lebih sederhana
yang dapat mengizinkan seseorang untuk mencapai ketrampilan-
ketrampilan yang lebih tinggi.
3. Menekankan nilai intuisi dalam proses pendidikan. Dengan
intuisi teknik-teknik intelektual untuk sampai pada formulasi-
formulasi tentatif tanpa melalui langkah-langkah analitis untuk
mengetahui apakah formulasi-formulasi itu merupakan
kesimpulan yang sahih dan tidak.
4. Tentang motivasi atau keinginan untuk belajar dan cara-cara
yang tersedia pada para guru untuk merangsang motivasi itu.

2. Modal dan Kategori


Pendekatan Bruner terhadap belajar didasarkan pada dua asumsi
( Rosser,1994)
1. Asumsi pertama adalah bahwa perolehan pengetahuan
merupakan suatu proses interaktif. Bruner yakin bahwa orang
yang belajar berinteraksi dengan lingkungannya secara aktif,
perubahan tidak hanya terjadi dilingkungan tetapi dalam diri
orang itu sendiri.
2. Asumsi kedua adalah bahwa orang mengkontruksi
pengetahuannya dengan menghubungkan informasi yang masuk
dengan informasi yang disimpan yang diperoleh sebelumnya,
suatu model alam (model of the world).
Dengan menghadapi menghadapi berbagai aspek dari lingkungan,
kita akan membentuk suatu strukktur atau model yang mengizinkan
kita untuk mengelompokkan hal-hal tertentu atau membangun suatu
hubungan antara hal-hal yang diketahui.

3. Belajar sebagai proses kognitif


Bruner mengemukakan bahwa ada tiga proses kognitif yang terjadi
dalam belajar, yaitu :
Teori Bruner | 79
1. Fase informasi yaitu tahap awal untuk memperoleh pengetahuan
atau pengalaman baru dalam tiap pelajaran siswa selalu
memperoleh sejumlah informasi baru yang dapat menambah
pengetahuan yang telah ada dan juga informasi yang bertentangan
dengan informasi sebelumnya. Perolehan informasi baru dapat
terjadi melalui kegiatan membaca, mendengar penjelasan guru
mengenai materi yang diajarkan atau mendengarkan audio visual
dan lain-lain.
2. Fase transformasi yaitu tahap siswa memahami, mencerna dan
menganalisis pengetahuan baru serta ditransformasikan dalam
bentuk baru yang mungkin bermanfaat untuk hal-hal yang lain.
Proses transformasi pengetahuan merupakan suatu proses
bagaimana siswa memperlakukan pengetahuan yang sudah
diterima agar sesuai dengan kebutuhan. Informasi yang diterima
dianalisis, diproses atau diubah menjadi konsep yang lebih
abstrak agar suatu saat dapat dimanfaatkan.
3. Fase evaluasi, untuk mengetahui apakah hasil transformasi yang
diperoleh siswa tadi sudah benar atau tidak, dan apakah sudah
dapat digunakan untuk memecahkan masalah yang siswa hadapi.

Disini Bruner juga mengemukakan perkembangan kognitif


seseorang terjadi melalui tiga tahap yang ditentukan oleh caranya
melihat lingkungan, yaitu:
1. Tahap enaktif, yaitusuatu tahap pembelajaran  sesuatu
pengetahuan  di mana pengetahuan itu dipelajari secara aktif,
dengan menggunakan benda-benda kongkret atau menggunakan
situasi yang nyata.
2. Tahap ikonik, yaitusuatu tahap pembelajaran sesuatu
pengetahuan di mana pegetahuan itu direpresentasikan
(diwujudkan) dalam bentuk bayangan visual (visual imagery),
gambar, atau diagram, yang menggambarkan kegiatan konkret
atau situasi konkret yang terdapat pada tahap enaktif tersebut di
atas.
3. Tahap simbolik,yaitu suatu tahap pembelajaran di mana
pengetahuan itu direpresentasikan dalam bentuk simbol-simbol
abstrak yangdipengaruhi bahasa dan logika berpikirnya.
Komunikasi dalam hal ini dilakukan dengan pertolongan simbol.
Teori Bruner | 80
Makin dewasa seseorang , makin dominan sistem simbolnya. Hal
ini tidak berarti bahwa orang dewasa tidak lagi memakai sistem
enaktif dan ekonik, keduanya tetap digunakan, hanya saja
penggunaan simbol-simbol lebih dominan, karena penggunaan
simbol-simbol bagi orang dewasa menunjukkan bertambahnya
kematangan tingkat befikir.

4. Discovery Learning / Belajar Penemuan

Menurut Bruner belajar bermakna hanya dapat terjadi melalui


belajar penemuan. Pengetahuan yang diperoleh melalui belajar
penemuan itu akan bertahan lama dan mempunyai efek transter yang
lebih baik. Dengan belajar penemuan akan meningkatkan penalaran
dan kemampuan untuk berfikir secara bebas dan melatih
keterampilan-keterampilan kognitif agar dapat menemukan dan
memecahkan masalah. Peranan guru adalah menciptakan situasi,
sehingga siswa dapat belajar sendiri dengan memberikan suatu paket
yang berisi pelajaran kepada siswa.

Brunner menganggap bahwa semua manusia memiliki motif


intrinsik untuk belajar. Motif instrinsik adalah keinginan yang muncul
anpa tergantung pada ganjaran atau pengghargaan dari luar diri anak.
Ganjaran/ rasa puas melekat pada sifat yang inheren dalam aktivitas
itu sendiri.

Maka dalam pengajaran disekolah Bruner mengajukan bahwa


dalam pembelajaran hendaknya mencakup:

1. Pengalaman-pengalaman secara optimal untuk mau dan dapat


belajar. Pembelajaran dari segi siswa adalah membantu siswa
dalam hal mencari alternative pemecahan masalah. Dalam
mencari masalah melalui penyelidikan dan penemuan serta cara
pemecahannya dibutuhkan adanya aktivitas, pemeliharaan dan
pengarahan. Artinya kegiatan belajar akan berjalan baik dan
kreatif jika siswa dapat menemukan sendiri suatu aturanatau
kesimpulan tertentu.

2. Penstrukturan pengetahuan untuk pemahaman secara optimal.


Pembelajaran hendaknya dapat memberikan struktur yang jelas
Teori Bruner | 81
dari suatu pengetahuan yang dipelajari anak-anak. Mengarahkan
siswa pada bentuk belajar induktif (dari yang khusus ke yang
umum), siswa belajar dengan melihat sejumlah contoh atau kasus
konkrit dahulu dan dari situ akan menemukan sendiri pemahaman
yang umum/menyeluruh. Misalnya, untuk memahami konsep
kejujuran, pertama-tama siswa tidak menghafal definisi kata
kejujuran mempelajari contoh-contoh konkret tentang kejujuran.
Dari contoh-contoh itulah siswa dibimbing untuk mendefinisikan
kata “kejujuran”.

3. Perincian urutan-urutan penyajian materi pelajaran secara


optimal, dengan memperhatikan fakta-fakta belajar sebelumnya,
tingkat perkembangan anaksifat materi pelajaran-pelajaran dan
perbedaan individu.

4. Bentuk dan pemberian reinforsemen, seseorang murid belajar


dengan caramenemui struktur konsep yang dipelajari.

Dalam penerapan belajar penemuan, tujuan – tujuan pengajar


hanya dapat dirumuskan secara garis besar dan cara-cara yang
digunakan para siswa untuk mencapai tujuan tidak perlu sama. Peran
pendidik atau guru tidak begitu mengendalikan proses belajar
mengajar. Guru hendaknya mengarahakan pelajaran pada penemuan
dan pemecahan masalah, selain itu guru minta pula memperhatikan
tiga cara penyajian (enaktif, ekonik, simbolik. Penilaian hasil belajar
penemuan meliputi pemahaman tentang prinsip-prinsip dasar
mengenai suatu bidang studi, serta aplikasi prinsip-prinsip itu pada
situasi baru.
Dalam bagian ini akan dibahas bagaimana menerapkan belajar
penemuan pada siswa, ditinjau dari segi pendekatan, metoda, tujuan,
serta peranan guru (dalam Wilis R.,1988;129-132).

1. Pendekatan Spiral dalam Pembelajaran Matematika


Disebabkan oleh adanya peningkatan taraf kemampuan
berfikir para siswa sesuai dengan perkembangan kedewasaan atau
kematangan mereka, Bruner (dalam  Suwarsono,2002;31)
menganjurkan digunakannya pendekatan spiral (Spiral approach)
dalam pembelajaran matematika. Maksudnya, sesuatu materi
Teori Bruner | 82
matematika tertentu seringkali perlu diajarkan beberapa kali pada
siswa yang sama selama kurun waktu siswa tersebut berada di
sekolah, tetapi dari saat pembelajaran yang satu ke saat
pembelajaran berikutnya terjadi peningkatan dalam tingkat
keabstrakan dan kompleksitas dari materi yang dipelajari,
termasuk peningkatan dalam keformalan sistem notasi yang
digunakan.Sebagai contoh, pada suatu saat siswa SLTP 
mempelajari fungsi  yang daerah asal dan daerah kawannya
berupa himpunan yang berasal dari kehidupan sehari-hari, dan
dengan system notasi yang masih sederhana. Pada suatu saat di
kemudian hari, siswa yang sama mempelajari  fungsi untuk kedua
kalinya, tetapi dengan melibatkan daerah asal dan daerah kawan
yang berupa himpunan bilangan, dengan sistem notasi yang lebih
formal. Pada saat berikutnya, pembahasan tentang fungsi bisa 
ditingkatkan lagi baik dalam hal kerumitan materi, variasi
(kelengkapan) materi, maupun dalam sistem notasi yang
digunakan. Peningkatan dalam hal materi pembelajaran dan
sistem notasi tersebut diupayakan seiring dengan peningkatan
kemampuan dan kematangan siswa dalam berpikir, sesuai dengan
perkembangan kedewasaan atau kematangan siswa.

2. Metoda dan Tujuan


Dalam belajar penemuan, metoda dan tujuan tidak sepenuhnya
seiring. Tujuan belajar bukan hanya untuk memperoleh
pengetahuan saja. Tujuan belajar sebenarnya ialah untuk
memperoleh pengetahuan dengan suatu cara yang dapat melatih
kemampuan-kemampuan intelektual para siswa, dan merangsang
keinginan tahu mereka dan memotivasi kemampuan mereka.
Inilah yang dimaksud dengan memperoleh pengetahuan melalui
belajar penemuan.
Jadi, kalau kita mengajarkan sains misalnya, kita bukan akan
menghasilkan perpustakaan-perpustakaan hidup kecil tentang
sains, melainkan kita ingin membuat anak-anak kita berpikir
secara matematis bagi dirinya sendiri, berperan serta dalam
proses perolehan pengetahuan. Mengetahui itu adalah suatu
proses, bukan suatu produk.

Teori Bruner | 83
Apakah implikasi ungkapan Bruner itu? Tujuan-tujuan
mengajar hanya dapat diuraikan secara garis besar, dan dapat
dicapai dengan càra-cara yang tidak perlu sama oleh para siswa
yang mengikuti pelajaran yang sama itu.
Dengan mengajar seperti yang dimaksud oleh Bruner ini,
bagaimana peranan guru dalam proses belajar mengajar? Dalam
belajar penemuan siswa mendapat kebebasan sampai batas-batas
tertentu untuk menyelidiki, secara perorangan atau dalam suatu
tanya jawab dengan guru, atau oleh guru dan/atau siswa-siswa
lain, untuk memecahkan masalah yang diberikan oleh guru, atau
oleh guru dan siswa-siswa bersama-sama. Dengan demikian jelas,
bahwa peranan guru lain sekali bila dibandingkan dengan peranan
guru yang mengajar secara klasikal dengan metoda ceramah.
Dalam belajar penemuan ini, guru tidak begitu mengendalikan
proses belajar mengajar.

3. Peranan Guru
Dalam belajar penemuan, peranan guru dapat dirangkum
sebagai berikut :
1. Merencanakan pelajaran demikian rupa sehingga pelajaran itu
terpusat pada masalah-masalah yang tepat untuk diselidiki
oleh para siswa.
2. Menyajikan materi pelajaran yang diperlukan sebagai dasar
bagi para siswa untuk memecahkan masalah. Sudah
seharusnya materi pelajaran itu dapat mengarah pada
pemecahan masalah yang aktif dan belajar penemuan,
misalnya dengan penggunaan fakta-fakta yang berlawanan.
Guru hendaknya mulai dengan sesuatu yang sudah dikenal
oleh siswa-siswa. Kemudian guru mengemukakan sesuatu
yang berlawanan. Dengan demikian terjadi konflik dengan
pengalaman siswa. Akibatnya timbullah masalah. Dalam
keadaan yang ideal, hal yang berlawanan itu menimbulkan
suatu kesangsian yang merangsang para siswa untuk
menyelidiki masalah itu, menyusun hipotesis-hipotesis, dan
mencoba menemukan konsep-konsep atau prinsip-prinsip yang
mendasari masalah itu.

Teori Bruner | 84
3. Selain hal-hal yang tersebut di atas, guru juga harus
memperhatikan tiga cara penyajian yang telah dibahas
terdahulu. Cara cara penyajian itu ialah cara enaktif, cara
ikonik, dan cara simbolik. Contoh cara-cara penyajian ini telah
diberikan dalam uraian terdahulu. Untuk menjamin
keberhasilan belajar, guru hendaknya jangan menggunakan
cara penyajian yang tidak sesuai dengan tingkat kognitif siswa.
Disarankan agar guru mengikuti aturan penyajian dari enaktif,
ikonik, lalu simbolik. Perkembangan intelektual diasumsikan
mengikuti urutan enaktif, ikonik, dan simbolik, jadi demikian
pula harapan tentang urutan pengajaran.
4. Bila siswa memecahkan masalah di laboratonium atau secara
teoretis, guru hendaknya berperan sebagai seorang
pembimbing atau tutor. Guru hendaknya jangan
mengungkapkan terlebih dahulu prinsip atau aturan yang akan
dipelajari, tetapi ia hendaknya rnemberikan saran-saran
bilamana diperlukan. Sebagai seorang tutor, guru sebaiknya
memberikan umpan balik pada waktu yang tepat. Umpan balik
sebagai perbaikan hendaknya diberikan dengan cara demikian
rupa, hingga siswa tidak tetap tergantung pada pertolongan
guru. Akhirnya siswa harus melakukan sendiri fungsi tutor itu.
5. Menilai hasil belajar merupakan suatu masalah dalam belajar
penemuan. Seperti kita ketahui, tujuan-tujuan tidak dapat
dirumuskan secara mendetail, dan tujuan-tujuan itu tidak
diminta sama untuk berbagai siswa. Lagi pula tujuan dan
proses tidak selalu seiring. Secara garis besar, tujuan belajar
penemuan ialah mempelajari generalisasi-generalisasi dengan
menemukan sendiri generalisasi-generalisasi itu.Di lapangan,
pènilaian basil belajar penemuan meliputi pemahaman tentang
prinsip-prinsip dasar mengenai suatu bidang studi, dan
kemampuan siswa untuk menerapkan prinsip-prinsip itu pada
situasi baru. Untuk maksud ini bentuk tes dapat berupa tes
objektif atau tes essai.
4. TEOREMA - TEOREMA TENTANG CARA BELEJAR DAN
MENGAJAR MATEMATIKA

Teori Bruner | 85
Menurut Bruner ada empat prinsip prinsip tentang cara belajar dan
mengajar matematika yang disebut teorema. Keempat teorema tersebut
adalah

1. Teorema Penyusunan (Konstruksi)


Teorema ini menyatakan bahwa jika anak ingin mempunyai
kemampuan dalam hal menguasai konsep, teorema, definisi dan
semacamnya, anak harus dilatih untuk melakukan penyusunan
presentasinya. Untuk melekatkan ide atau definisi tertentu dalam
pikiran, anak-anak harus menguasai konsep dengan mencoba dan
melakukannya sendiri. Dengan demikian, jika anak aktif dan terlibat
dalam kegiatan mempelajari konsep yang dilakukan dengan jalan
memperlihatkan representasi konsep tersebut, maka anak akan lebih
memahaminya.
Apabila dalam proses perumusan dan penyusunan ide-ide
tersebut anak disertai dengan bantuan benda-benda konkret, maka
mereka akan lebih mudah mengingat ide-ide yang dipelajari itu. Siswa
akan lebih mudah menerapkan ide dalam situasi riil secara tepat.
Dalam tahap ini anak memperoleh penguatan yang diakibatkan
interaksinya dengan benda-benda konkret yang dimanipulasinya.
Memori seperti ini bukan sebagai akibat pengatan. Dapat disimpulkan
bahwa pada hakikatnya, dalam tahap awal pemahaman konsep
diperlukan aktivitas-aktivitas konkret yang mengantar anak kepada
pengertian konsep.
Anak yang mempelajari konsep perkalian yang didasarkan pada
prinsip penjumlahan berulang, akan lebih memahami konsep tersebut.
Jika anak tersebut mencoba sendiri menggunakan garis bilangan
untuk memperlihatkan proses perkalian tersebut. Sebagai contoh
untuk memperlihatkan perkalian, kita ambil 3 x 5, ini berarti pada
garis bilangan meloncat 3 kali dengan loncatan sejauh 5 satuan, hasil
loncatan tersebut kita periksa, ternyata hasilnya 15. Dengan
mengulangi hasil percobaan seperti ini, anak akan benar-benar
memahami dengan pengertian yang dalam, bahwa perkalian pada
dasarnya merupakan penjumlahan berulang.

2. Teorema Notasi
Teorema notasi mengungkapkan bahwa pada permulaan
Teori Bruner | 86
penyajian suatu konsep ditanamkan pada anak , seharusnya
menggunakan notasi yang sesuai dengan tingkat perkembangan anak.
Sebagai contoh pada permulaan konsep fungsi diperkenalkan pada
anak SD kelas – kelas akhir, notasi yang menyatakan fungsi  = 2
+ 3, untuk tingkat yang lebih tinggi misalanya SLTP notasi yang
digunakan y = 2x + 3, baru setelah anak memasuki SMA atau
mahasiswa di perguruan tinggi f (x) dikenalkan. Dari contoh tersebut
nampak notasi yang diberikan tahap demi tahap ini sifatnya berurutan
dari yang paling sederhana sampai yang paling sulit. Penyajian seperti
ini dalam matematika merupakan pendekatan spiral. Dalam
pendekatan spiral setiap ide – ide matematika disajikan secara
sistematis denga n menggunakan notasi – notasi yang bertingkat. Pada
awal notasi ini sederhana,diikuti notasi yang berikutnya yang lebih
kompleks. Notasi yang terakhir, yang mungkin belum dikenal
sebelumnya oleh anak, umumnya merupakan notasi yang akan banyak
digunakan dan diperlukan dalam pembangunan konsep matematika
lanjutan.

3. Teorema Pengkontrasan dan Keanekaragaman

Teorema ini menyatakan bahwa dalam mengubah dari


representasi kongkrit menuju representasi yang lebih abstrak suatu
konsep dalam matematika, dilakukan dengan kegiatan pengontrasan
dan keanekaragaman. Artinya agar suatu konsep yang akan
dikenalkan pada anak mudah dimengerti bila konsep tersebut
disajikan dengan cara mengkontraskan dengan konsep – konsep
lainnya dan konsep tersebut disajikan secara beraneka ragam contoh.
Jadi anak dapat memahami dengan mudah karakteristik dari konsep
yang diberikan tersebut.
Untuk menyampaikan suatu konsep dengan cara mengkontraskan
dapat dilakukan dengan contoh dan bukan contoh. Sebagai contoh
untuk menyampaikan konsep bilangan ganjil pada anak diberikan
padanya bermacam – macam bilangan seperti bilangan ganjil,b
Teori Bruner | 87
ilangan genap, bilangan prima dan bilangan lainnya selain bilangan
ganjil. Kemudian siswa diminta menunjukkun bilangan – bilangan
mana yang termasuk contoh bilangan ganjil dan bilangan – bilangan
mana yang termasuk b ukan bilangan ganjil. Dengan contoh soal yang
beraneka ragam kita dapat menanamkan suatu konsep dengan lebih
baik daripada hanya contoh – c ontoh soal yang sejenis saja. Dengan
keanekaragaman contoh yang diberikan siswa dapat mengenal lebih
jelas karakteristik konsep yang diberikan kepadanya. Misalnya untuk
memperjelas bilangan prima anak perlu diberi contoh yang banyak,
yang sifatnya beranekaragam. Perlu diberikan contoh – co ntoh
bilangan ganjil yang termasuk bilangan prima dengan yang bukan
bilangan prima. Pada anak harus diperlihatkan bahwa tidak semua
bilangan ganjil termasuk bilangan prima, sebab bilangan prima tidak
habis dibagi oleh bilangan lain selain oleh bilangan itu sendiri dan
satu.
Untuk menjelaskan segitiga siku-siku, perlu diberi contoh yang
gambar-gambarnya tidak selalu tegak dengan sisi miringnya dalam
kedudukan miring,tapi perlu juga diberikan gambar dengan sisi
miring dalam keadaan mendatar atau membujur. Dengan cara ini anak
terlatih dalam memeriksa, apakah segitiga yang diberikan kepadanya
tergolong segitiga siku-siku atau tidak.Perhatikan gambar di bawah
ini

4. Teorema Pengaitan
Teorema pengaitan menyatakan bahwa dalam matematika itu
setiap konsep berkaitan dengan konsep lainnya terdapat hubungan
yang erat, bukan saja dari segi isi,namun juga dari segi rumus yang
digunakan. Materi yang satu mungkin merupakan prasyarat bagi yang
lainnya, atau suatu konsep tertentu diperlukan untuk menjelaskan
konsep lainnya. Misalnya bila guru akan menyajikan konsep
perkalian, siswa terlebih dahulu memliki konsep penjumlahan.
Guru harus dapat menjelaskan kaitan-kaiatan tersebut kepada
anak.Hal ini penting agar siswa dalam belajar matematika lebih
berhasil. Dengan melihat kaitan – kaitan itu diharapkan siswa tidak
beranggapan bahwa cabang-cabang dalam matematika itu berdiri
sendiri melai nkan saling keterkaitan satu sama lainnya.

Teori Bruner | 88
5. IMPLEMENTASI DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA
1. Teori Bruner pada Pembelajaran
menemukan rumus luas daerah persegi panjang.
Untuk tahap contoh guru memberikan bangun persegi dengan
berbagai ukuran dilingkungan sekitar, sedangkan bukan contohnya
guru memberikan bentuk-bentuk bangun datar lainnya seperti, persegi
panjang, jajar genjang, trapesium, segitiga, segi lima, segi enam,
lingkaran. Langkah-langkah pembelajaran

1. Tahap Enaktif
Siswa diarahkan untuk mengukur atau menghitung panjang
dan lebar bangun persegipanjang yang tersusun dari petak - petak
satuan seperti pada contoh dibawah ini

Kemudian siswa mengisi tabel yang tersedia sesuai dengan


perhitungan

Gambar Panjang Lebar

A 8 satuan 1 satuan

B 5 satuan 2 satuan

C 7 satuan 4 satuan

Teori Bruner | 89
1. Tahap Ikonik
Siswa diajak menghitung banyaknya satuan persegi dengan
cara membilang dan kemudian dibimbing untuk menemukan
hubungan antara satuan panjang dan lebar untuk menentukan luas
bangun.

Teori Bruner | 90
1. Tahap Simbolis
Siswa diminta untuk mengeneralisasikan untuk menenukan
rumus luas daerah persegi panjang. Jika simbolis ukuran panjang
adalah p, ukuran lebarnya adalah l , dan luas daerah persegi
panjang adalah L, maka rumus luas persegipanjang dapat
digeneralisasikan menjadi :

maka jawaban yang diharapkan L = p x l satuan.


Jadi luas persegi panjang adalah ukuran panjang dikali
dengan ukuran lebar.

2. Teori Bruner pada Pembelajaran Himpunan


Dalam mempelajari irisan dua himpunan, siswa dapat
mempelajari konsep tersebut dengan mula-mula menggunakan contoh
nyata (konkret, misalnya dengan mengumpulkan data tentang siswa-
siswa yang mengikuti ektrakulikuler di sekolah seperti Basket dan
Volly, kemudian menentukan siswa-siswa yang mengikuti Basket
saja, mengikuti Volly saja, mengikuti Basket dan Volly atau justru
tidak mengikuti keduanya. Keadaan itu kemudian digambarkan
dengan diagram venn. Selanjutnya, irisan dua himpunan dapat
didefinisikan secara simbolik (dengan lambang-lambang), baik
dengan lambang-lambang verbal (kata-kata, kalimat-kalimat) maupun
dengan lambang-lambang matematika (Dalam hal ini notasi
pembentuk himpunan) (dalam  Suwarsono,2002;25).

Teori Bruner | 91
Langkah-Langkah Pelaksanaan Model Pembelajaran Discovery
Learning

1. Langkah Persiapan
Langkah persiapan model pembelajaran penemuan (discovery
learning) adalah sebagai berikut:
1. Menentukan tujuan pembelajaran.
2. Melakukan identifikasi karakteristik siswa (kemampuan awal,
minat, gaya belajar, dan sebagainya).
3. Memilih materi pelajaran.
4. Menentukan topik-topik yang harus dipelajari siswa secara
induktif (dari contoh-contoh generalisasi).
5. Mengembangkan bahan-bahan belajar yang berupa contoh-
contoh, ilustrasi, tugas dan sebagainya untuk dipelajari siswa.
6. Mengatur topik-topik pelajaran dari yang sederhana ke
kompleks, dari yang konkret ke abstrak, atau dari tahap
enaktif, ikonik sampai ke simbolik.
7. Melakukan penilaian proses dan hasil belajar siswa.

2. Pelaksanaan
1. Stimulation (stimulasi/pemberian rangsangan) Pertama-tama
pada tahap ini pelajar dihadapkan pada sesuatu yang
menimbulkan kebingungannya, kemudian dilanjutkan untuk
tidak memberi generalisasi, agar timbul keinginan untuk
menyelidiki sendiri. Disamping itu guru dapat memulai
kegiatan PBM dengan mengajukan pertanyaan, anjuran
membaca buku, dan aktivitas belajar lainnya yang mengarah
pada persiapan pemecahan masalah. Stimulasi pada tahap ini
berfungsi untuk menyediakan kondisi interaksi belajar yang
dapat mengembangkan dan membantu siswa dalam
mengeksplorasi bahan.
2. Problem statement (pernyataan/identifikasi masalah) Setelah
dilakukan stimulasi langkah selanjutya adalah guru memberi
kesempatan kepada siswa untuk mengidentifikasi sebanyak
mungkin agenda-agenda masalah yang relevan dengan bahan
pelajaran, kemudian salah satunya dipilih dan dirumuskan

Teori Bruner | 92
dalam bentuk hipotesis (jawaban sementara atas pertanyaan
masalah)
3. Data collection (Pengumpulan Data). Ketika eksplorasi
berlangsung guru juga memberi kesempatan kepada para siswa
untuk mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya yang
relevan untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis
(Syah, 2004:244). Pada tahap ini berfungsi untuk menjawab
pertanyaan atau membuktikan benar tidaknya hipotesis,
dengan demikian anak didik diberi kesempatan untuk
mengumpulkan (collection) berbagai informasi yang relevan,
membaca literatur, mengamati objek, wawancara dengan nara
sumber, melakukan uji coba sendiri dan sebagainya.
4. Data Processing (Pengolahan Data) Menurut Syah (2004:244)
pengolahan data merupakan kegiatan mengolah data dan
informasi yang telah diperoleh para siswa baik melalui
wawancara, observasi, dan sebagainya, lalu ditafsirkan. Semua
informai hasil bacaan, wawancara, observasi, dan sebagainya,
semuanya diolah, diacak, diklasifikasikan, ditabulasi, bahkan
bila perlu dihitung dengan cara tertentu serta ditafsirkan pada
tingkat kepercayaan tertentu.
5. Verification (Pembuktian) Pada tahap ini siswa melakukan
pemeriksaan secara cermat untuk membuktikan benar atau
tidaknya hipotesis yang ditetapkan tadi dengan temuan
alternatif, dihubungkan dengan hasil data processing (Syah,
2004:244). Verification menurut Bruner, bertujuan agar proses
belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru
memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan
suatu konsep, teori, aturan atau pemahaman melalui contoh-
contoh yang ia jumpai dalam kehidupannya.
6. Generalization (menarik kesimpulan/generalisasi) Tahap
generalisasi/ menarik kesimpulan adalah proses menarik
sebuah kesimpulan yang dapat dijadikan prinsip umum dan
berlaku untuk semua kejadian atau masalah yang sama,
dengan memperhatikan hasil verifikasi (Syah, 2004:244).
Berdasarkan hasil verifikasi maka dirumuskan prinsip-prinsip
yang mendasari generalisasi Penilaian Pada Model
Pembelajaran Penemuan (Discovery Learning).
Teori Bruner | 93
Dalam Penilaian Model Pembelajaran Discovery Learning,
penilaian dapat dilakukan dengan menggunakan tes maupun non tes.
Penilaian yang digunakan dapat berupa penilaian kognitif, proses,
sikap, atau penilaian hasil kerja siswa. Jika bentuk penialainnya
berupa penilaian kognitif, maka dalam model pembelajaran discovery
learning dapat menggunakan tes tertulis. Jika bentuk penilaiannya
menggunakan penilaian proses, sikap, atau penilaian hasil kerja siswa
maka pelaksanaan penilaian dapat dilakukan dengan pengamatan.

Teori Bruner | 94
DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2006. Teori belajar mengajar menurut Jerome S Bruner (online),


(https://8tunas8.wordpress.com/teori-belajar-mengajar-menurut-jerome-s-
bruner/, diunduh 23 September 2015)

Anonim. 2008. Teori Bruner. (online),


(http://Arifwiyatmoko.wordpress.com/2008/07/29/, diunduh pada tanggal
23 september 2015)

Anonim. 2012. Teori Bruner. (online),


(http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/materi%20kuliah%20mtk%20kls
%20awal_0.pdf, diunduh 23 September 2015)

Anonim. 2013. Teori Jerome Bruner. (online),


(https://made82math.files.wordpress.com/2013/10/aplikasi-teori-bruner-
dalam-pembelajaran-matematika-di-tingkat-sd.pdf, diunduh 23 September
2015)

Cherry, Gamaliel. 2004. An Overview of Jerome Brunner His Theory of


Constructivism, Old Dominion University. (online),
(http://www.odu.edu/educ/roverbau/Class_Websites/761_Spring_04/Asset
s/course_docs/ID_Theory_Reps_Sp04/Bruner-Cherry.pdf, diunduh 23
September 2015)

Hong, Kho Tek. 1997. Primary Mathematics 5A Secon edition; Curriculum,


Planning & Development Division Ministry of Education, Singapore.

Novrianti Yusuf, M.PD, 2008, Teori-Teori Belajar Yang Berpengaruh


Terhadap Pelaksanaan KTSP;
(http://sweetyhome.wordpress.com/2008/12/15/teori-belajar/, diunduh
tanggal 23 September 2015)

Teori Bruner | 95

Anda mungkin juga menyukai