Anda di halaman 1dari 15

PSIKOLOGI PENDIDIKAN

(INTELEGENSI, KOGNISI DAN METAKOGNISI)

DISUSUN OLEH : KELOMPOK 8

NAMA NIM
1. IKKE LELI ROMANO 191302040
2. SRI WULANDARI 191302041

KELAS : B (KONAWE UTARA)

PROGRAM STUDI D4 BIDAN PENDIDIK


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS INDONESIA TIMUR
TAHUN 2020
INTELEGENSI, KOGNISI DAN METAKOGNISI

A. INTELEGENSI
1. Pengertian Intelegensi
Intelegensi berasal dari bahasa Inggris “Intelligence” dan Latin yaitu
“Intellectus dan Intelligentia atau Intellegere” artinya memahami. Teori tentang
intelegensi pertama kali dikemukakan oleh Spearman dan Wynn Jones Pol pada
tahun 1951 yang
mengemukakan adanya
konsep lama mengenai suatu
kekuatan (power) yang
dapat melengkapi akal
pikiran manusia tunggal
pengetahuan sejati.
Kekuatan tersebut dalam
bahasa Yunani disebut
dengan “Nous”, sedangkan penggunaan kekuatannya disebut “Noeseis”. Jadi
intelegensi adalah aktivitas atau perilaku yang merupakan perwujudan dari daya
atau potensi untuk memahami sesuatu.
Dari segi Istilah inteligensi adalah kecerdasan. Kemampuan seseorang
dalam berfikir dan belajar, memecahkan masalah, memproses sesuatu, dan
kemampuan untuk menyesuaikan diri pada lingkungan. Setiap individu
mempunyai inteligensi yang berbeda – beda. Sebagai contoh, seorang dokter dan
seorang supir angkot. Sang dokter pandai dalam mengobati pasien, dan sang supir
angkot pandai dalam mengemudikan angkotnya. Para tokoh yang berpendapat
bahwa inteligensi merupakan bawaan dari lahir yaitu Arthut R Jensen, Sir Cyril
Burt, Woodrow dan David Wechsler. Tokoh yang beranggapan bahwa inteligensi
ditentukan oleh lingkungan yaitu Jerome S Kegan. Dan tokoh – tokoh yang
beranggapan bahwa inteligensi merupakan hasil dari keturunan, lingkungan dan
interaksi antara keduanya Crow, Hilgard, dan Clark.
2. Intelegensi Menurut Para Ahli
a. Wangmuba, Inteligensi merupakan suatu konsep mengenai kemampuan
umum individu dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Dalam
kemampuan yang umum ini, terdapat kemampuan-kemampuan yang

1
amat spesifik. Kemampuan-kemampuan yang spesifik ini memberikan
pada individu suatu kondisi yang memungkinkan tercapainya
pengetahuan, kecakapan, atau ketrampilan tertentu setelah melalui
suatu latihan.
b. Claparde dan Stern intelegensi adalah kemampuan untuk menyesuaikan
diri secara mental terhadap situasi dan kondisi baru.
c. K. Buhler intelegensi adalah perbuatan yang disertai dengan pemahaman atau
pengertian.
d. David Wechster (1986). Definisinya mengenai intelegensi mula-mula sebagai
kapasitas untuk mengerti ungkapan dan kemauan akal budi untuk mengatasi
tantangan-tantangannya. Namun di lain kesempatan ia mengatakan bahwa
intelegensi adalah kemampuan untuk bertindak secara terarah, berfikir secara
rasional dan menghadapi lingkungannya secara efektif.
e. Howard Gardner, Inteligensi sebagai kemampuan untuk memecahkan
persoalan dan menghasilkan produk dalam suatu setting yang bermacam-
macam dan dalam situasi yang nyata. Inteligensi bukanlah kemampuan
seseorang untuk menjawab soal-soal tes IQ dalam ruang tertutup yang terlepas
dari lingkungannya. Akan tetapi, inteligensi memuat kemampuan seseorang
untuk memecahkan persoalan yang nyata dan dalam situasi yang bermacam
macam.
f. L.L. Thurstone mengemukakan 7 faktor dasar :
1) Verbal comprehension (v), kecakapan untuk memahami pengertian yang
diucapkan dengan kata – kata.
2) Word fluency (w), kecakapan dan kefasihan dalam menggunakan kata –
kata.
3) Number (n), kecakapan untuk memecahkan soal matematika.
4) Space (s), kecakapan tilikan ruang, sesuai dengan bentuk hubungan formal
5) Memory (m), kecakapan untuk mengingat
6) Perceptual (p), kecakapan mengamati dan menafsirkan.
7) Reasoning (r), kecakapan menemukan dan menggunakan prinsip – prinsip.
g.   George D. Stodard, Intelegensi adalah kecakapan dalam menyatakan tingkah
laku, yang memiliki ciri – ciri sebagai berikut :
1) Mempunyai tingkat kesukaran

2
2) Kompleks
3) Abstrak
4) Ekonomis
5) Memiliki nilai – nilai sosial
6) Memiliki daya adaptasi dan tujuan
7) Menunjukkan kemurnian (original)
3 Macam-macam Intelegensi
a. Intelegensi terikat dan bebas
Intelegensi suatu mahluk yang bekerja dalama situasi – situasi
pada lapangan pengamatan yang berhubungan langsung dengan kebutuhan
vital yang harus segera dipuaskan. Intelegensi bebas, terdapat pada manusia
yang berbudaya dan berbahasa. Dengan Intelegensinya orang selalu ingin
mengadakan perubahan – perubahan untuk mencapai suatu tujuan. Kalau
tujuan telah dapat dicapai, manusia ingin mencapai tujuan yang lain lebih
tinggi dan lebih maju.
b. Intelegensi menciptakan dan meniru
Intelegensi mencipta ialah kesanggupan menciptakan tujuan – tujuan
baru dan mencari alat- alat yang sesuai guna mencapai tujuan itu. Intelegensi
meniru, yaitu kemampuan menggunakan dan mengikuti pikiran atau hasil
penemuan orang lain, baik yang dibuat, yang diucapkan maupun yang ditulis.
4. Ciri-Ciri Intelegensi
a. Intelegensi merupakan suatu kemampuan mental yang melibatkan proses
berfikir secara rasional (intelegensi dapat diamati secara langsung).
b. Intelegensi tercermin dari tindakan yang terarah pada penyesuaian diri
terhadap lingkungan dan pemecahan masalah yang timbul daripadanya.
Ciri – ciri tingkah laku yang intelegen menurut Effendi dan Praja (1993):
1) Purposeful behavior, artinya selalu terarah pada tujuan atau mempunyai tujuan
yang jelas.
2) Organized behavior, artinya tingkah laku yang terkoordinasi, senua tenaga dan
alat – alat yang digunakan dalam suatu pemecahan masalah terkoordinasi
dengan baik.
3) Physical well toned behavior, artinya memiliki sikap jasmaniah yang baik,
penuh tenaga, ketangkasan, dan kepatuhan.

3
4) Adaptable behavior, artinya tingkah laku yang luas fleksibel, tidak statis, dan
kaku, tetapi selalu siap untuk mengadakan penyesuaian/perubahan terhadap
situasi yang baru.
5) Success oriented behavior, artinya tingkah laku yang didasari rasa aman,
tenang, gairah, penuh kepercayaan, akan sukses/optimal.
6) Clearly motivated behavior, artinya tingkah laku yang memenuhi
kebutuhannya dan bermanfaat bagi orang lain atau masyarakat.
7) Rapid behavior, artinya tingkah laku yang efisien, efektif dan cepat atau
menggunakan waktu yang singkat.
8) Broad behavior, artinya tingkah laku yang mempunyai latar belakang dan
pandangan luas yang meliputi sikap dasar dan jiwa yang terbuka.
5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Intelegensi
a. Pengaruh faktor bawaan, Banyak penelitian yang menunjukkan bahwa
individu-individu yang berasal dari suatu keluarga, atau bersanak saudara,
nilai dalam tes IQ mereka berkolerasi tinggi ( + 0,50 ), orang yang kembar
( + 0,90 ) yang tidak bersanak saudara ( + 0,20 ), anak yang diadopsi
korelasi dengan orang tua angkatnya ( + 0,10 – + 0,20 ).
b. Pengaruh faktor lingkungan Perkembangan anak sangat dipengaruhi oleh
gizi yang dikonsumsi. Oleh karena itu ada hubungan antara pemberian
makanan bergizi dengan intelegensi seseorang. Pemberian makanan bergizi
ini merupakan salah satu pengaruh lingkungan yang amat penting selain
guru, rangsangan-rangsangan yang bersifat kognitif emosional dari
lingkungan juga memegang peranan yang amat penting, seperti pendidikan,
latihan berbagai keterampilan, dan lain-lain (khususnya pada masa-masa
peka).
c. Stabilitas intelegensi dan IQ Intelegensi bukanlah IQ. Intelegensi
merupakan suatu konsep umum tentang kemampuan individu, sedang IQ
hanyalah hasil dari suatu tes intelegensi itu (yang notabene hanya
mengukur sebagai kelompok dari intelegensi). Stabilitas inyelegensi
tergantung perkembangan organik otak.
d. Pengaruh faktor kematangan Tiap organ dalam tubuh manusia
mengalami pertumbuhan dan perkembangan. Tiap organ (fisik maupun

4
psikis) dapat dikatakan telah matang jika ia telah mencapai kesanggupan
menjalankan fungsinya.
e. Pengaruh faktor pembentukan Pembentukan ialah segala keadaan di luar
diri seseorang yang mempengaruhi perkembangan intelegensi.
f. Minat dan pembawaan yang khas Minat mengarahkan perbuatan kepada
suatu tujuan dan merupakan dorongan bagi perbuatan itu. Dalam diri
manusia terdapat dorongan-dorongan (motif-motif) yang mendorong
manusia untuk berinteraksi dengan dunia luar.
g. Kebebasan Kebebasan berarti bahwa manusia itu dapat memilih metode-
metode yang tertentu dalam memecahkan masalah-masalah. Manusia
mempunyai kebebasan memilih metode, juga bebas dalam memilih
masalah sesuai dengan kebutuhannya.
Semua faktor tersebut di atas bersangkutan satu sama lain. Untuk
menentukan intelegensi atau tidaknya seorang individu.

6 Macam-Macam Pengukuran Intelegensi


Tes kemampuan adalah suatu tes yang dirancang untuk mengukur
kapasitas atau potensi seseorang dan bukanya apa yang sudah dicapai (actual
achievement), yang pada intinya terdiri dari dua bagian, yaitu: Tes intilegensia
(Tes of intelegence) yang biasanya digunakan untuk mengukur keseluruhan
kapasitas dan kemampuan memecahkan masalah (problem solving), Tes
ketangksan (Aptitude Tes) yang biasanya digunakan untuk mengukur
kemampuan belajar yang membutuhkan keterampilan-keterampilan tertentu.
Adapun tes inteligensi yang standar antara lain, adalah:
a) Tes Binet-Simon: intelegensi yang pertama kali diciptakan oleh Alfred Binet
Simon tahun 1908 di Perancis. Tes ini mulanya sangat sederhana dan hanya
untuk anak-anak saja. Akhirnya mendapat sambutan baik dari para ahli,
sehingga banyak yang menyempurnakannya. Dengan menggunakan tes
intelegensi, dapat ditentukan tingkat kecerdasan
atau inteligensi quotient (IQ) seseorang. Untuk mencari IQ rumusnya
adalah:
Keterangan :
 MA (mental Age atau Umur Psikis), yaitu berapa tahun umur yang
normal dapat setingkat dengan kecerdasa anak yang bersangkutan.

5
Misalnya si Ali yang berumur 5 tahun dapat menjawab tes sebanyak 20
soal dengan benar. Sedangkan anak normal yang dapat menjawabnya
adalah berumur 6 thun. Jadi, berarti umur psikis Ali adalah sama dengan
6 tahun.
 CA (Chronological Age atau Umur Kalender), yaitu umur anak yang
sebenarnya ,menurut penanggalan (kalender). Ali, misalnya CA-nya
adalah 5 tahun, maka: Angka IQ Ali sebesar 120 berarti ia tergolong anak
yang cerdas (superior). Dibawah ini dijelaskan arti dari angka IQ.
140 – keatas luar biasa cerdas (genius)
120 – 139 sangat cerdas (superior)
110 -119 diatas normal
70 -79 bordeline (garis batas)
50 – 69 debile
26 – 49 embicile
0 -25 idiot
2.   Tes Weschler:  tes intelegensi yang dibuat oleh Weschler Bellevue tahun
1939. Tes ini ada 2 macam. Pertama untuk umur 16 tahun ke atas, dan
kedua tes untuk anak-anak. Tes Weschler meliputi dua sub, yaitu verbal dan
performance (tes lisan dan perbuatan dan keterampilan). Tes lisan meliputi
pengetahuan meliputi pengetahuan dan umum, pemahaman, ingitan, mencari
kesamaan, hitungan dan bahasa.
Sedangkan tes keterampilan meliputi:
o Menyusun gambar
o Melengapi gambar
o Menyusun balok-balok keciltes
o Menyusun bentuk gambar
o Sandi (kode angka-angka)
Sistim scoring tes Weschler berbeda dengan Binet-Simon. Jika
Binet-Simon menggunakan skala umur maka Weschler dengan skala angka.
Pada tes Weschler setiap jawaban diberi skor tertentu. Jumlah skor mentah
itu dikonversikan menurut daftar tabel konversi sehingga diperoleh
angka IQ. Persamaan tse Weschler dengan Binet-Simon yaitu kedua tes
tersebut dilaksanakan secara individual (perorangan). Selain tes Binet-Simon

6
dan Weschler sebagaimana dikemukakan diatas masih ada lagi tes
inteligensi, yaitu tes armnya alpha dan beta.
3.  Tes army alpha dan beta:  Tes Army Alpha khusus untuk calon tentara
yang pandai membaca, sedangkan yang army beta untuk calon yang tidak
pandai membaca. Tes ini diciptakan pada mulanya untuk memenuhi
keperluna yang mendesak dengan menyeleksi calon tentara waktu Perang
Dunia II.
4.   Tes Progresive Metrices: Tes inteligensi ini diciptakan oleh L.S Penrose
dan J.C Laven di inggris tahun 1938. Tes ini rombongan dan perorangan.
Berbeda dengan Binet Weschler, tes ini tidak menggunakan percentile.
7 Hubungan Inteligensi dengan Kehidupan
Memang kecerdasan/inteligensi seseorang memainkan peranan yang
penting dalam kehidupannya. Akan tetapi kehidupan adalah sangat kompleks,
intelegensi bukan satu-satunya faktor yang menentukan sukses tidaknya
kehidupan seseorang. Banyak lagi faktor yang lain, seperti faktor kesehatan dan
ada tidaknya kesempatan. Orang yang sakit-sakitan saja meskipun
intelejensinya tinggi dapat gagal dalam usaha mengembangkan dirinya dalam
kehidupannya. Demikian pula meskipun cerdas jika tidak ada kesempatan
mengembangkan dirirnya dapat gagal pula. Juga watak (pribadi) seseorang
sangat berpengaruh dan turut menentukan.
Sebaliknya, ada pula seorang yang sebenarnya memiliki intelejensi yang
sedang saja, dapat lebih maju dan mendapat kehidupan yang lebih layak berkat
ketekunan dan keuletannya dan tidak banyak faktor-faktor yang menggagu atau
yang merintanginya. Akan tetapi intelejensi yang rendah menghambat pula
usaha seseorang untuk maju dan berkembang, meskipun orang itu ulet dan
bertekun dalam usahanya. Kecerdasan atau intelejensi seseorang memberi
kemungkinan bergerak dan berkembang dalam bidang tertentu dalam
kehidupannya.

B. KOGNITIF
1. Pengertian Kognitif
Istilah cognitive berasal dari kata cognition, yang berarti knowing atau
mengetahui, yang dalam arti luas berarti perolehan, penataan, dan pengunaan
pengetahuan (Neisser, 1976). Secara sederhana, dapat dipahami bahwa

7
kemampuan kognitif adalah kemampuan yang dimiliki anak untuk berfikir lebih
kompleks, serta kemampuan penalaran dan pemecahan masalah.
Dalam perkembangan selanjutnya, istilah kognitif menjadi populer 
sebagai salah satu ranah psikologis manusia meliputi perilaku mental yang
berhubungan dengan pemahaman, pengolahan informasi, pemecahan masalah
dan keyakinan. Untuk memberikan pemahaman yang lebih utuh, berikut kami
kutip beberapa pendapat ahli.
Menurut Chaplin dalam Dictionary of Psycologhy karyanya, kognisi
adalah konsep umum yang mencakup seluruh bentuk pengenalan, termasuk
didalamnya mengamati, menilai, memerhatikan, menyangka, membayangkan,
menduga, dan menilai. Sedangkan menurut Mayers (1996) menjelaskan bahwa
kognisi merupakan kemampuan membayangkan dan menggambarkan benda atau
peristiwa dalam ingatan dan bertindakberdasarkan penggambaran ini.
Dari pengertian diatas dapat dipahami bahwa kognisi adalah istilah yang
digunakan oleh ahli psikologi untuk menjelaskan semua aktivitas mental yang
berhubungan dengan persepsi, pikiran, ingatan, dan pengolahan informasi yang
memungkinkan seseorang untuk memperoleh pengetahuan.

2. Tahap Perkembangan Kognitif


Seorang pakar terkemuka dalam disiplin psikologi kognitif dan psikologi anak,
Jean Pieget mengklasifikasikan perkembangan kognitif anak menjadi 4 tahap,
antara lain,:
a) Tahap Sensory Motor ( berkisar antara usia sejak lahir sampai 2 tahun)
Gambarannya, bayi bergerak dari pergerkan refleks instinktif pada saat lahir
sampai permulaan pemikiran simbolis.
b) Tahap Pre-0perational (berkisar antara 2-7 tahun)
Gambarannya, anak mulai mempresentasikan dunia dengan kata-kata dan
gambar-gambar. (kata dan gambar menunjukan adanya peningkatan pemikiran
simbolis)
c) Tahap Concrete Operarational (berkisar antara 7-11 tahun)
Gambarannya, anak dapat berpikir secara logis mengenai hal yag konkret dan
mengklasifikasikan benda kedalam bentuk yang berbeda.
d) Tahap Formal Operational (berkisar antara 11-15 tahun)

8
Gambarannya, remaja berfikir dengan cara yang lebih abstrak, logis, dan
idealistis.

Menurut Piaget, perkembangan tahap tersebut merupakan hasil perbaikan


dari perkembangan tahap sebelumnya. Penting bagi calon guru dan guru
professional untuk menhindari pemahaman bahwa teori perkembangan diatas
pasti berlaku sepenuhnya kepada siswa. Tahapan perkembangan versi Piaget
tersebut pada dasarnya hanya merupakan outline (garis besar) yang berhubungan
dengan kapasitas kognitif tertentu yang berkembang dalam diri siswa diri siswa
dari masa ke masa. Hal ini menunjukan bahwa teori temuan sang jenius Piaget
meskipun lugas dan ilmiah, tapi tidak bebas kritik

3. Hubungan Kognitif dengan Tingkah laku dan Hasil Belajar


Sebelum menguraikan hubungan kognitif dengan tingkah laku dan hasil
belajar, kami akan mengemukakan beberapa manfaat  bagi guru dan calon guru
yang memahami perkembangan kognitif siswa, antara lain :
a) Guru dapat memberikan bantuan dan bimbingan yang tepat kepada siswa sesuai
dengan tingkat perkembangannya.
b) Guru dapat mengantisipasi kemungkinan timbulnya kesulitan belajar siswa,
lalu mengambil langkah untuk menanggulanginya.
c) Guru dapat mempertibangkan waktu yang tepat untuk memulai proses belajar
mengajar bidang studi tertentu.

Perkembangan kognitif pada seorang individu berpusat pada otak, dalam


perspektif psikologi kognitif otak adalah sumber sekaligus pengendali ranah-ranah
kejiwaan seperti ranah afektif (rasa), dan ranah psikomotor (karsa). Tanpa ranah
kognitif, sulit dibayangkan seorang siswa dapat berfikir. Selanjutnya, tanpa berfikir
mustahil siswa tersebut dapat memahami faedah materi-materi yang disajikan guru
kepadanya. Akan tetapi fungsi afektif dan psikomotor pun dibutuhkan oleh siswa,
sebagai pendukung dari fungsi kognitif.
Dapat kita pahami dari uraian diatas bahwa hubungan kognitif dengan hasil
belajar sangat  berparan penting, karena tanpa adanya fungsi kognitif pada siswa ia
tidak akan mampu untuk memahami apa yang disampaikan guru, sehingga hasil

9
belajarnya pun akan kurang maksimal. Bagaimana ia bisa memperoleh hasil yang
baik jika materi yang disampaikan guru pun tidak ia pahami.
Hubungan perkembangan kognitif juga sangat berpengaruh pada pola
tingkah laku anak. Pada tahap sensorimotor, perkembangan mental ditandai dengan
kemajuan kemampuan bayi untuk mengorganisasikan dan mengkoordinasikan
sensasi melalui gerakan-gerakan  dan tindakan-tindakan fisik.  Anak usia sekitar 2
tahun, pola sensori motorik nya semakin kompleks dan mulai mengadopsi suatu
sistem simbol yang primitif.
Pada tahap praoperasional (2-7 tahun ), konsep yang stabil dibentuk,
penalaran mental muncul, egoisentrisnya mulai kuat. Pada tahap ini pola pikir anak
terbagi 2 :  Prakonseptual (2-4 th), dan Pemikiran Intuitif (4-7 th). Tahap
selanjutnya Concrete Operarational, anak usia 7-11 th lebih banyak meluangkan
waktunya (lebih dari 40 %) untuk berinteraksi dengan teman sebayanya.  Pada
tahap Formal Operational, anak sudah memasuki  masa remaja, disini fungsi
kognitif telah mencapai aktivitas kognitif tingkat tinggi, seperti kemampuan
merumuskan perencanaan strategis atau kemampuan mengambil keputusan.
Dapat kami simpulkan pula bahwa perkembangan kognitif anak berperan
penting dalam tingkah laku dan hasil belajar seorang anak. Pola pikir dan tingkah
laku anak seperti yang diuraikan diatas merupakan hasil dari fungsi kognitif anak.

4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Kognitif


Perkembangan kognitif pada seorang anak tidak serta merta tumbuh begitu
saja. Hal ini berarti bahwa setiap manusia (anak) memiliki karakteristik yang
berbeda-beda. Perkembangan kognitif pada anak memang tidak dapat dikatakan
sama dari anak yang satu dengan anak yang lain. Perbedaan perkembangan ini
tidak lepas dari beberapa faktor. Terdapat 4 faktor yang mempengaruhi
perkembangan kognitif pada diri seorang anak.
a. Perkembangan organik dan kematangan sistem syaraf.
Hal ini erat kaitannya dengan pertumbuhan fisik dan perkembangan
organ tubuh anak itu sendiri. Seorang anak yang memiliki kelainan fisik belum
tentu mengalami perkembangan kognitif yang lambat. Begitu juga sebaliknya,
seorang anak yang pertumbuhan fisiknya sempurna bukan merupakan jaminan
pula perkembangan kognitifnya cepat. Sistem syaraf dalam diri anak turut
mempengaruhi proses perkembangan kognitif anak itu sendiri. Bila syaraf

10
dalam otaknya terdapat gangguan tentu saja perkembangan kognitifnya tidak
seperti anak-anak pada umumnya (dalam hal ini anak dalam kondisi normal),
bisa jadi perkembangannya cepat tetapi bisa juga sebaliknya.
b. Latihan dan Pengalaman
Hal ini berkaitan dengan pengembangan diri anak melalui serangkaian
latihan-latihan dan pengalaman yang diperolehnya. Perkembangan kognitif
seorang anak sangat dipengaruhi oleh latihan-latihan dan pengalaman.
c. Interaksi Sosial
Perkembangan kognitif anak juga dipengaruhi oleh hubungan anak
terhadap lingkungan sekitarnya, terutama situasi sosialnya, baik itu interaksi
antara teman sebaya maupun orang - orang terdekatnya.
d. Ekuilibrasi
Ekuilibrasi merupakan proses terjadinya keseimbangan yang mengacu
pada keempat tahap perkembangan kognitif menurut Jean Piaget.
Keseimbangan tahapan yang dilalui si anak tentu menjadi faktor penentu bagi
perkembangan kognitif anak itu sendiri.

C. METAKOGNISI
1. Pengertian Metakognisi
           Metakognisi merupakan suatu istilah yang diperkenalkan oleh Flavell pada
tahun 1976 dan menimbulkan banyak perdebatan pada pendefinisiannya. Hal ini
berakibat bahwa metakognisi tidak selalu sama didalam berbagai macam bidang
penelitian psikologi, dan juga tidak dapat diterapkan pada satu bidang psikologi
saja. Namun demikian, pengertian metakognisi yang dikemukakan oleh para
peneliti bidang psikologi, pada umumnya memberikan penekanan pada kesadaran
berpikir seseorang tentang proses berpikirnya sendiri. Gredler (2011)
            Wellman (1985) menyatakan bahwa: Metakognisi adalah suatu bentuk
kognisi, proses berpikir urutan kedua atau lebih tinggi yang melibatkan kontrol
aktif atas proses kognitif. Hal ini dapat hanya didefinisikan sebagai berpikir tentang
berpikir atau “kognisi seseorang tentang kognisi” Metakognisi sebagai suatu
bentuk kognisi, atau proses imunisasi meliputi tingkat berpikir yang lebih tinggi,
melibatkan pengendalian terhadap aktivitas kognitif.
Flavell & Brown dalam menyatakan bahwa metakognisi adalah
pengetahuan (knowledge) dan regulasi (regulation) pada suatu aktivitas kognitif

11
seseorang dalam proses belajarnya. Sedangkan Moore (2004) menyatakan bahwa:
Metakognisi mengacu pada pemahaman seseorang tentang pengetahuannya,
sehingga pemahaman yang mendalam tentang pengetahuannya akan
mencerminkan penggunaannya yang efektif atau uraian yang jelas tentang
pengetahuan yang dipermasalahkan. Hal ini menunjukkan bahwa pengetahuan-
kognisi adalah kesadaran seseorang tentang apa yang sesungguhnya diketahuinya
dan regulasi-kognisi adalah bagaimana seseorang mengatur aktivitas kognisifnya
secara efektif. Karena itu, pengetahuan-kognisi memuat pengetahuan deklaratif,
prosedural, dan kondisional, sedang regulasi-kognisi mencakup kegiatan
perencanaan, prediksi, monitoring (pemantauan), pengujian, perbaikan (revisi),
pengecekan (pemeriksaan), dan evaluasi.
Berdasarkan beberapa pengertian metakognitif beberapa ahli di atas
disimpulkan bahwa metakognitif adalah suatu kesadaran tentang kognitif kita
sendiri, bagaimana kognitif kita bekerja serta bagaimana mengaturnya.
Kemampuan ini sangat penting terutama untuk keperluan efisiensi penggunaan
kognitif kita dalam menyelesaikan masalah. Secara ringkas metakognitif dapat
diistilahkan sebagai “thinking about thingking”.
2. Peranan Metakognisi Dalam Pembelajaran
a. Keberhasilan Belajar
Sebagaimana dikemukakan pada uraian sebelumnya bahwa metakognisi
pada dasarnya adalah kemampuan belajar bagaimana seharusnya belajar
dilakukan yang didalamnya dipertimbangkan dan dilakukan aktivitas-aktivitas
sebagai berikut (Taccasu Project, 2008).
 Mengembangkan suatu rencana kegiatan belajar.
 Mengidentifikasi kelebihan dan kekurangannya berkenaan dengan kegiatan
belajar.
 Menyusun suatu program belajar untuk konsep, keterampilan, dan ide-ide
yang baru.
 Mengidentifkasi dan menggunakan pengalamannya sehari-hari sebagai
sumber belajar.
 Memanfaatkan teknologi modern sebagai sumber belajar.
 Memimpin dan berperan serta dalam diskusi dan pemecahan masalah
kelompok.

12
 Belajar dari dan mengambil manfaat pengalaman orang-orang tertentu yang
telah berhasil dalam bidang tertentu.
 Belajar dari dan mengambil manfaatkan pengalaman orang-orang tertentu
yang telah berhasil dalam bidang tertentu.
 Memahami faktor-faktor pendukung keberhasilan belajarnya.
Berdasarkan apa yang dipaparkan di atas dapat dinyatakan bahwa
keberhasilan seseorang dalam belajar dipengaruhi oleh kemampuan
metakognisinya. Jika setiap kegiatan belajar dilakukan dengan mengacu pada
indikator dari learning how to learn maka hasil optimal akan mudah dicapai.
b. Membimbing pembelajar dalam mengembangkan kebiasaan peserta didik yang
baik melalui :
1) Pengembangan kebiasaan mengelola diri sendiri
Pengembangan kebiasaan mengelola diri sendiri dapat dilakukan
dengan : (1) mengidentifikasi gaya belajar yang paling cocok untuk diri
sendiri (visual, auditif, kinestetik, deduktif, atau induktif); (2)memonitor dan
meningkatkan kemampuan belajar (membaca, menulis, mendengarkan,
mengelola waktu, dan memecahkan masalah); (3) memanfaatkan lingkungan
belajar secara variatif (di kelas dengan ceramah, diskusi, penugasa, praktik
di laboratorium, belajar kelompok, dst).
2) Mengembangkan kebiasaan untuk berpikir positif
Kebiasaan berpikir positif dikembangkan dengan : (1) meningkatkan rasa
percaya diri (self-confidence) dan rasa harga diri (self-esteem) dan (2)
mengidentifikasi tujuan belajar dan menikmati aktivitas belajar.
3) Mengembangkan kebiasaan untuk berpikir secara hirarkhis
Kebiasaan untuk berpikir secara hirarkhis dikembangkan dengan : (1)
membuat keputusan dan memecahkan masalah dan (2) memadukan dan
menciptakan hubungan-hubungan konsep-konsep yang baru.
4) Mengembangkan kebiasaan untuk bertanya
Kebiasaan bertanya dikembangkan dengan : (1) mengidentifikasi ide-ide
atau konsep-konsep utama dan bukti-bukti pendukung; (2) membangkitkan
minat dan motivasi; dan (3) memusatkan perhatian dan daya ingat.
Pengembangan metakognisi pembelajar dapat pula dilakukan dengan
aktivitas-aktivitas yang sederhana kemudian menuju ke yang lebih rumit.

13
DAFTAR PUSTAKA

 Desmita. 2010. Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung : PT.Remaja Rosda


Karya.
 Desmita. 2009. Psikologi Perkembangan. Bandung : PT.Remaja Rosda Karya.
 Mustakim, Psikologi Pendidikan (Yogyakarta, Pustaka Belajar Offset, 2004)
 Afrianti, D. 2013. Berfikir dan intelegensi psikologi
http://Diniafriantiefendi.Blogspot.Com/2013/03/Berfikir-Dan-Intelegensi-
Psikologi.Html diakses tanggal 2 April 2020
 Dianti, S. 2019. Pengertian metakognisi, contoh dan manfaat.
https://www.sridianti.com/pengertian-metakognisi-contoh-dan-manfaat.html diakses
tanggal 2 April 2020
 Galat, T. 2013. METAKOGNITIF DALAM PEMBELAJARAN
https://zultogalatp.wordpress.com/2013/06/15/metakognitif-dalam-pembelajaran/
diakses tanggal 2 April 2020
 Slavin, Robert, ter: Samosir,Marianto :2008.Psikologi Pendidikan Teori dan
Praktek.Jakarta:PT.Indeks.
 http://juraganmakalah.blogspot.com/2013/08/makalah-psikologi-pendidikan.html
diakses tanggal 2 April 2020

14

Anda mungkin juga menyukai