Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

POSISI AKAL DAN NAFSU SERTA KEDUDUKANNYA


DALAM PENDIDIKAN ISLAM

DOSEN PEMBIMBING
DR. H. ABD. RAHMAN, S.Pd.I., M.Ag

DI SUSUN OLEH
KELOMPOK 6
ASRIYANTO
JUSMAN. P

PROGRAM PASCSARJANA
INSTITUT AGAMA ISLAM AL-AMANAH JENEPONTO
TAHUN PERIODE 2021-2021

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan

rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang

berjudul “ Posisi Akal dan Nafsu Serta Kedudukannya Dalam Pendidikan

Islam ”, yang mana makalah ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata

kuliah Perkembangan Al-Qur’an dan Hadits.

Adapun yang kami bahas dalam makalah ini yaitu tafsiran surah – surah

Al-Qur’an tentang Posisi Akal dan Nafsu Dalam Islam yang terdiri dari Surah Al-

Kahfi ayat 28 , Surah Ali Imran ayat 190-191, Surah Shad ayat 26 dan Surah Al-

Mu’Minuun, selain itu makalah ini juga membahas tentang Kedudukan Akal Dan

Nafsu Dalam Pendidikan Islam.

Kami menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih banyak

kekurangan-kekurangannya, hal ini disebabkan keterbatasan pengetahuan, waktu,

serta sumber yang kami miliki. Oleh karena itu kritik dan saran yang sifatnya

membangun sangat kami harapkan untuk perbaikan penyusunan selanjutnya.

Akhirnya kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kami

khususnya dan bagi para pembaca pada umumnya.

Jeneponto, 22 Januari 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

I. HALAMAN JUDUL .................................................................................. i

II. KATA PENGANTAR.………………………………………………........ ii

III. DAFTAR ISI….……………………………………….............................. iii

IV. BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah.……………….…………………..................... 1

B. Rumusan Masalah……………………………...…................................. 2

C. Tujuan Pembelajaran ………………………….….................................. 2

IV. BAB II PEMBAHASAN

A. Posisi Akal dan Nafsu .............................................................................. 3

B. Surah Al-Kahfi Ayat 28 ………………………….….............................. 4

C. Surah Ali Imran Ayat 190-191…………..……………...….....................7

D. Surah Shad Ayat 26 ……..……….………………...................................11

E. QS. Al-Mu’Minuun: 71 ............................................................................12

F. Kedudukan Akal dan Nafsu Dalam Pendidikan Islam…….….................13

V. BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan ……………………………............................

……………..15

B. Saran …………………………………...….

…........................................16

  DAFTAR PUSTAKA................................................................................................17

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dalam siklus sebuah penciptaan, Allah SWT telah meninggikan derajat

mahluk yang bernama manusia. Beragam ilmu dan pengetahuan telah Dia

benamkan dalam akal manusia. Akal, inilah perantara Tuhan untuk

membenamkan ilmu dan pengetahuan, yang nantinya akan dipergunakan sebagai

alat bertahan hidup dimuka bumi, yang memang manusia dipersiapkan untuk

menjadi khalifahnya, pemimpinnya. Dengan akal, dan ilmu pengetahuan yang

terbenam didalamnya manusia mampu melakukan improvisasi dalam rangka

menjalankan perannya sebagai pemimpin dimuka bumi. Terlebih, ada banyak

kejadian dialam semesta, atau ayat-ayat Kauniyah, yang Alloh berikan sehingga

manusia dapat belajar dengan akalnya.

Nafsu sebagai salah satu sifat yang Alloh berikan kepada manusia, selalu

digunakan oleh Iblis, Setan dan kawan-kawannya, untuk memperdaya manusia.

Yang seringkali membuat keputusan-keputusan yang diambil oleh manusia

didominasi oleh nafsu yg dikuasai setan. Keputusan yang di provokatori oleh

setan itu cenderung melalaikan hakikat khalifah dimuka bumi, melalaikan sebuah

siklus “kehidupan” dikampung akhirat, melalaikan dari pengharapan ridho Illahi

dalam setiap penjalanan aktifitas. Kemudian Alloh mengutus Nabi dan Rasul,

yang bersamanya dititipkan Firman-firman Tuhan, ayat-ayat Illahiah, aturan main

bagi manusia, pedoman dasar bagi manusia dalam menjalani perannya sebagai

khalifah. Sebuah aturan main yang menjelaskan hal-hal yg harus dilakukan, dan

1
2

juga hal-hal yang harus dihindari, tidak boleh disentuh sama sekali. Disini juga

dijelaskan bagimana Iblis, setan dkk menjadi musuh manusia yang paling utama.

Serta diajarkan juga bagaimana caranya mengekang hawa nafsu, dan

mengoptimalkan kerja akal.

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang di atas, dapat dirumuskan masalah sebagia berikut :

1.      Apa penafsiran yang terkandung dalam Surat Al-Kahfi Ayat 18-28 ?

2.      Apa penafsiran yang terkandung dalam Surat Ali Imran Ayat 190 – 191 ?

3.      Apa penafsiran yang terkandung dalam Surat Shad Ayat 26 ?

4.      Bagaimana kedudukan akal dan nafsu dalam pendidikan islam ?

C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan adalah sebagai berikut.
1.      Untuk mengetahui penafsiran yang terkandung dalam Surat Ali Imran Ayat
190 – 191.
2.      Untuk mengetahui penafsiran yang terkandung dalam Surat Shad Ayat 26
3.      Untuk mengetahui penafsiran yang terkandung dalam Surat Al-Kahfi Ayat
18-28
4.      Untuk mengetahui kedudukan akal dan nafsu dalam pendidikan islam.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Posisi Akal dan Nafsu

Akal adalah daya pikir yang digunakan untuk memahami sesuatu dan

sebagainya, sekaligus sebagai kecerdasan praktis dalam menyelesaikan

permasalahan, yang identik dengan memahami kekuatan pikiran untuk

memahami sesuatu baik itu lingkungan alam dan fenomena alam pada

umumnya. Sedang Nafsu adalah sifat tercela yang melahirkan keburukan

sebagai pusat potensi marah dan sahwat pada manusia. Manusia sebagai

pelaku dan sasaran pendidikan memiliki alat yang dapat digunakan untuk

mencapai kebaikan dan keburukan. Alat yang dapat digunakan untuk

mencapai kebaikan adalah hati nurani akal ruh dan sir. Sedang alat yang dapat

digunakan untuk mencapai keburukan adalah hawa nafsu. Dan kajian

terhadap akal dan hawa nafsu ini menjadi penting artinya, mengingat dampak

yang ditimbulkan dari keduanya tersebut bagi kehidupan manusia amat besar.

Manusia sebagai pelaku dan sasaran pendidikan memiliki alat yang dapat

digunakan untuk mencapai kebaikan adalah hati nurani dan akal. Sedangkan

untuk mencapai keburukan adalah hawa nafsu.

Kajian terhadap akal dan hawa nafsu ini menjadi penting karena

mengingat dampaknya yang ditimbulkan dari kedua itu bagi kehidupan

manusia amat besar. Sehubungan dengan hal tersebut ada beberapa ayat

didalam Al-Qur’an yang isinya tentang akal dan hawa nafsu, diantaranya QS.

Al-Kahfi Ayat 28, QS. Ali Imran: 190-191, Shaad: 26 dan Al-Mu’minum: 71.

3
4

B. Surah Al-Kahfi Ayat 28

Artinya :

“ Dan bersabarlah bersama dengan orang – orang yang menyeru Tuhannya

di waktu pagi dan senja dengan mengharap keridhaan-Nya; dan janganlah

kedua matamu berpaling dari mereka mengharapkan perhiasan kehidupan

dunia, dan janganlah engkau mengikuti siapa yang telah Kami lalaikan

hatinya dari mengingat Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah

keadaanya telah melampaui batas.”

Salah satu alasan pemuka-pemuka kaum musyrikin untuk tidak hadir

mendengar wahyu dan tuntunan-tuntunan yang disampaikan nabi Muhammad

SAW adalah keengganan mereka duduk berdampingan dengan fakir miskin

kaum muslimin.karena itu nasihat ayat yang lalu dilanjutkan dengan firman-

Nya: “ Wahai Muhammad peliharalah persahabatan dan persaudaraanmu

dengan umatmu semua,termasuk fakir miskin dan bersabarlah melaksanakan

tuntunan wahyu bersama dengan orang-orang yang beriman kepada Allah

yang selalu menyeru Tuhannya, didorong oleh ketaatan dan kesyukuran

kepada-Nya diwaktu pagi dan senja, yakni sepanjang waktu dengan

mengharap keridhaan-Nya walaupun mereka miskin tidak memiliki sesuatu;

dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka, lalu mengarah kepada

orang-orang kafir karena kekayaan atau kedudukan social mereka dengan

mengharapkan perhiasan kehidupan dunia, serta kenikmatan dan

kenyamannya, karena apa yang mereka miliki itu hanyalah kenikmatan

sementara yang segera barakhir dengan kesengsaraan, dan janganlah juga


5

engkau mengikuti siapa pun yang telah kami lalaikan hatinya dari mengingat

Kami, karena kebejatan diri dan keengganannya mengikuti tuntunan sehingga

ia lupa dan lengah lagi selalu tertarik kepada kehidupan duniawi, serta

mengikuti hawa nafsunya ,dan adalah keadaanya itu benar-benar telah

melampaui batas.”

Kata (‫ ) َوجْ َههُۥ‬wajhahu/wajah-Nya menjadi bahan pembicaraan para

teolog. Dapat dipastikan bahwa yang dimaksud dengan wajah disini bukanlah

wajah sebagaimana wajah makhluk, karena Allah tidak seperti siapapun. Buat

makhluk, wajah adalah bagian yang paling menonjol dari sisi luarnya serta

paling jelas menggambarkan identitasnya. Dari disini dapat dimengerti

pendapat sementara ulama’ yang memahami kata wajah yang digunakan bagi

Allah dalam arti sifat-sifat-Nya yang tercakup dalam Al-Asma’al-Husna,

karena nama-nama itu menjelaskan sifat-sifat Allah dan dengan dengannya

dapat terungkap sedikit lagi sesuai,dengan kemampuan manusia,siapa tuhan

yang maha Esa itu.

Seseorang yang menghadap Allah dengan menyeru salah satu nama-Nya

–katakanlah menyeru Ar-Rahman,maka ia pada hakikatnya memohon kiranya

sebagian dari rahmat kasih sayang-Nya tercurah kepadanya. Demikianlah

sehingga dengan menyebut nama-Nya itu si pemohon mengharapkan wajah-

Nya, yang dalam hal ini adalah percikan dari rahmatnya yang merupakan

salah satu dari sifat-sifat-Nya yang Maha Sempurna dan indah itu. Begitu

juga dengan menyeru sifat-sifat-Nya yang lain, sehingga pada akhirnya kita

dapat berkata, siapa yang mengharapkan wajah-Nya maka ia mengharap


6

curahan dari sifat-sifat-Nya yang indah itu, dengan jalan ia menempatkan diri

pada posisi yang menjadikan ia dapat memperoleh anugerah.dapat juga

dikatakan bahwa mengharap wajah-Nya berarti mengharap ridha-Nya,karena

seseorang yang diredhai tidak akan dibelakangi,tetapi akan dilihat dengan

penuh kasih sayang dan ini menuntut terarahnya wajah kepada yang disukai

atau yang diredhai itu.

Kalimat (‫ ) َو ْٱل َعشِ ىِّ ِب ْٱل َغد َٰو ِة‬bi al-ghadati wa al-‘asyiyi dapat juga dipahami

dalam arti hakikinya, yaitu pagi dan petang dan demikian ayat ini

mengisyaratkan betapa penting dan baiknya berzikir mengingat Allah

diwaktu pagi dan petang.

Kata ( ‫ ) َتعْ ُد‬ta’du terambil dari kata ‘ada-ya’du yang pada mulanya berarti

melampaui dan meninggalkan. Atas dasar ini banyak ulama’ memahami ayat

diatas dalam arti “ Jangan sampai matamu meninggalkan mereka atau

melampauinya sehingga tidak melihat mereka.”Az-Zamakahasyari, pakar

tafsir dan bahasa Al-Qur’an, memahami kata tersebut dalam arti berpaling,

karena itu tulisnya, kata tersebut diikuti oleh kata ‘anhum.

Firman-Nya: ( ‫ َم ْن‬N‫ أَ ْغفَ ْلنَا‬N‫ ) ﻗﻟﺑﻪ‬man aghpalna qalbahu/siapa yang telah

Kami lalaikan hatinya tidak dapat dijadikan alasan untuk mendukung paham

fatalisme yang menyatakan bahwa manusia tidak memiliki peranan

menyangkut kegiatannya.

ً ‫ ) فُر‬furuthan terambil dari kata furth, yakni penganiayaan atau


Kata ( ‫ُطا‬

pelampauan batas. Ada juga yang memahami kata tersebut dalam arti

bercerai-cerai, seperti sekumpulan anggur yang berjatuhan dan bercerai-cerai


7

dari tangkainya. Penambahan kata kana pada penggalan ayat ini mengandung

makna kemantapan pelampauan batas atau perceraiberaian itu.

Firman Allah SWT diatas walaupun secara redaksional ditunjukkan

kepada Rasulullah Muhammad SAW tetapi ia lebih banyak dimaksudkan

untuk umatnya, karena jelas bahwa Rasulullah SAW. tidak menginginkan

kesenangan hidup dan keindahan-keindahan duniawi. Dengan kata lain,

larangan diatas mengandung pesan agar manusia lebih berhati-hati terhadap

godaan dunia dan rayuan nafsu.

Ayat ini sama sekali tidak dapat dipahami bahwa Islam menolak

perhiasan duniawi dan menghalangi umatnya untuk menikmati

kelezatannya.Tidak! Ia hanya mengingatkan agar jangan sampai hal tersebut

melalaikan. Peringatan ini perlu ,karena daya tarik bumi amat kuat.jika

demikian, silahkan menikmatinya, akan tatapi itu harus disertai dengan

mengingat Allah seta mensyukuri nikmat-Nya.

C. Surah Ali Imran 190-191

1. Penafsiran Ayat 190

Artinya :

“ Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya

malam dan siang, terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal.”

Sebagaimana terbaca pada ayat 189 yang menegaskan kepemilikan Allah

swt atas alam raya, maka disini Allah menguraikan sekelumit dari penciptaan-

Nya itu serta memerintahkan agar memikirkannya, apalagi seperti

dikemukakan pada awal uraian surah ini bahwa tujuan utama surah Ali-Imran
8

adalah pembuktian tentang tauhid, keesaan, dan kekuasaan Allah swt.

Hukum-hukum alam yang melahirkan kebiasaan-kebiasaan pada hakikatnya

ditetapkan dan diatur oleh Allah yang Maha Hidup lagi Qayyum (Maha

Menguasai dan Maha Mengelola segala sesuatu). Hakikat tersebut kembali

ditegaskan pada ayat ini dan ayat mendatang. Salah satu bukti kebenaran

tersebut adalah undangan kepada manusia untuk berfikir, karena sesungguhya

dalam penciptaan, yakni kejadian benda-benda angkasa seperti

matahari,bulan,dan jutaan gugusan bintang-bintang yang terdapat di langit,

atau dalam pengaturan sistem kerja langit yang sangat teliti serta kejadian dan

perputuran bumi pada prosesnya yang melahirkan silih bergantinya malam

dan siang, perbedaannya baik dalam masa maupun panjang dan pendekkya

terdapat tanda-tanda kemahakuasaan Allah bagi ulul albab yakni orang-

orang yang memiliki akal atau berakal. Ulul Albab adalah orang –orang yang

memiliki akal yang tidak kabut ide yang dapat melahirkan kerancuan dalam

berfikir. Orang yang merenungkan tentang fenomena alam raya akan dapat

sampai kepada bukti yang sangat nyata tentang keesaan dan kekuasaan Allah.

Penafsiran Ayat 191

Artinya :

“ (Yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau

dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan

langit dan bumi: "Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan

sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.”
9

Ayat ini dan ayat selanjutnya menjelaskan sebagian dari ciri-ciri- orang

yang dinamai Ulul Albab yang telah dijelaskan pada ayat-ayat lalu. Mereka

adalah orang-orang, baik laki-laki maupun perempuan yang terus-menerus

mengingat Allah dengan ucapan dan atau hati, dan dalam seluruh situasi dan

kondisi, saat bekerja atau istirahat, sambil berdiri atau duduk atau dalam

keadaan berbaring atau bagaimanapun ,dan mereka memikirkan tentang

penciptaan yakni kejadian dan sistem kerja langit dan bumi, dan setelah itu

berkata sebagai kesimpulan: Tuhan kami,tiadalah Engkau menciptakan alam

raya dan segala isinya ini dengan sis-sia tanpa tujuan yang hak. Apa yang

kami alami, lihat, atau dengar dari keburukan atau kekurangan, Maha Suci

Engkau dari semua itu. Itu adalah ulah atau dosa dan kekurangan kami yang

dapat menjerumuskan kami kedalam siksa neraka,maka peliharalah kami

dari siksa neraka. Terlihat bahwa objek zikir adalah Allah , sedang objek

pikir adalah makhluk-makhluk Allah berupa fenomena alam. Ini berarti

bahwa pengenalan kepada Allah lebih banyak dilakukan oleh kalbu,

sedangkan pengenalan alam raya didasarkan pada pengenalan akal, yakni

berfikir. Akal memiliki kebebasan seluas-luasnya untuk memikirkan

fenomena alam, tetapi ia memiliki keterbatasan dalam memikirkan zat

Allah. Hal ini dipahami dari sabda Rasulullah saw. yang diriwayatkan oleh

Abu Nu’aim melalui Ibn Abbas : “ Berfikirlah tentang makhluk Allah dan

janganlan berfikir tentang Allah.”

Diatas telah dijelaskan makna firman-Nya (‫ ) َربَّنَا َما خَ لَ ْقتَ ٰهَ َذا ٰبَ ِط ۭ ًل‬rabbana

ma khalaqta hadza bathilan yang artinya Tuhan kami, tiadalah Engkau


10

menciptakan ini dengan sia-sia, bahwa ia adalah sebagai natijah dan

kesimpulan upaya zikir dan pikir. Bisa juga dipahami zikir dan pikir itu

mereka melakukan sambil membayangkan dalam benak mereka bahwa alam

raya tidak diciptakan Allah dengan sia-sia. Panggalan ayat tersebut

dipahami juga sebagai bagian dari ucapan mereka yang dilanjutkan dengan

ucapan: Sesungguhnya siapa yang Engkau masukan kedalam neraka…dan

seterusnya, sehingga berarti, bahwa mereka berzikir dan berfikir seraya

berkata, Tuhan kami,tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia

Memang pendapat ini dapat dibantah dengan menyatakan: “Bukankan Ulul

Albab itu banyak,sehingga bagaimana mungkin mereka sepakat

mengucapkan kata-kata itu?”keberatan ini ditampik oleh pendukung

pendapat tersebut dengan menyatakan bahwa ucapan itu mereka tiru atau

diajarkan oleh Rasulullah SAW.

Penulis memahami kalimat tersebut sebagai hasi zikir dan fikir dengan

demikian ia tidak dapat dihadang oleh keberatan tersebut. Ayat didatas

mendahulukan zikir atas fikir,karena dengan zikir mengingat Allah dan

menyebut nama-nama dan keagungan-Nya,hati akan menjadi

tenang.Dengan ketenangan,pikiran akan menjadi cerah bahkan siap untuk

memperoleh limpahan ilham dan bimbingan ilahi.Ayat diatas juga

menunjukkan bahwa semakin banyak hasil yang diperoleh dari zikir dan

fikir dan semakin luas pengetahuan tentang alam raya akan semakin dalam

pula rasa takut kepada-Nya.


11

D.   Surah Shad Ayat 26

Artinya :

“ Wahai Daud, sesungguhnya Kami telah menjadikanmu khalifah di bumi,

maka putuskanlah di antara manusia dengan adil dan janganlah engkau

mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkanmu dari jalan Allah.

Sesungguhnya orang – orang yang sesat dari jalan Allah akan mendapatkan

siksa yang berat, karena mereka melupakan hari perhitungan. ”

Allah berfirman : Hai Daud sesungguhnya Kami telah menjadikanmu

khalifah yakni penguasa di muka bumi, yaitu di Bait al-Maqdis, maka

putuskanlah semua persoalan yang engkau hadapi diantara manusia dengan

adil dan janganlah engkau mengikuti hawa nafsu antara lain dengan tergesa-

gesa menjatuhkan putusan sebelum mendengar semua pihak yang perkara

tentang kambing itu, karena jika engkau mengikuti nafsu, apapun dan yang

bersumber dari siapapun, baik dirimu maupun mengikuti nafsu orang lain

maka ia yakni nafsu itu akan menyesatkan mu dari jalan Allah.

Sesungguhnya orang-orang yang terus menerus hingga tiba ajalnya sesat dari

jalan Allah,akan mendapat siksa yang berat akibat kesesatan mereka itu,

sedang kesesatan itu sendiri adalah karena mereka melupakan hari

perhitungan.

Kata khalifah pada mulanya berarti yang menggantikan atau yang datang

sesudah siapa yang datang sebelumnya. Pada masa Daud as. terjadi

peperangan antara dua penguasa besar Thalut dan Jalut. Daud as. adalah salah

seorang anggota pasukan Thalut. Kepandaiannya menggunakan ketapel


12

mengantarnya berhasil membunuh Jalut, dan setelah keberhasilannya itu serta

setelah meninggalnya Thalut, Allah mengangkatnya sebagai khalifah

menggantikan Thalut. Dari ayat-ayat diatas dipahami juga bahwa

kekhalifahan mengandung tiga unsur pokok yaitu: Pertama,manusia yakni

sang khalifah; kedua,wilayah yaitu yang ditunjuk oleh ayat diatas dengan al-

ardh; dan ketiga adalah hubungan antara kedua unsure tersebut.

Pada ayat diatas juga dengan tegas Allah mengingatkan nabi Daud

sebagai khalifah (pemimpin) agar memimpin rakyatnya dan memutuskan

berbagai perkara dengan seadil-adilnya, yaitu sikap yang tidak membeda-

membedakan antara satu kelompok dengan kelompok yang lainnya.

Selanjutnya Daud diingatkan pula agar tidak memperturutkan hawa nafsu,

karena dapat menyebabkan manusia melakukan perbuatan yang tidak sejalan

dengan kehendak Allah dan Rasul-Nya. Perbuatan tersebut akan merugikan

dirinya, masyarakat sekitarnya bahkan pelakunya akan menerima azab dari

Allah SWT. Maka jelaslah bahwa seorang pemimpin yang baik adalah orang

yang mendahulukan kebenaran yang diputuskan akalnya, bukan yang gemar

mengikuti atau mempertaruhkan hawa nafsunya dalam setiap perbuatan dan

tindakannya.

E. QS. Al-Mu’minuun: 71

Artinya:

71. Andaikata kebenaran itu menuruti hawa nafsu mereka, pasti binasalah

langit dan bumi ini, dan semua yang ada didalamnya. Sebenarnya kami

mendatangkan kepada mereka kebanggaan (Al-Qur’an) mereka tetapi mereka


13

berpaling dari kebanggaan itu.

Tafsir Surah Al-Mu’minuun: 71

Sekiranya Al-Qur’an mengikuti hawa nafsu manusia, yang penuh dengan

keinginan menang sendiri, membenci dan sebagainya, maka akan terjadi

kebinasaan dan kehancuran. Tapi, kami tidak mengikuti kehendak mereka,

kami telah mendatangkan kepada mereka kitab suci Al-Qur’an yang

merupakan peringatan untuk mereka dan menempatkan mereka pada

kedudukan yang tinggi agar menjadi umat yang teratur. Tetapi mereka

menghinakan dan mengolok-ngoloknya.

F. Kedudukan Akal dan Nafsu dalam Pendidikan Islam

Pemakaian akal dalam Islam diperintahkan oleh Al-Qur’an. Karena Al-

Qur’an itu sendiri baru dapat dipahami, dihayati dan diprektikkan oleh orang-

orang yang berakal. Selanjutnya pemahaman terhadap fungsi akal yang

terdapat dalam diri manusia harus dijadikan tolak ukur dalam merumuskan

tujuan dan mata pelajaran yang terdapat dalam kegiatan pendidikan.

Pemahaman yang keliru terhadap akal sebagai mana yang pernah terjadi

dalam sejarah dapat menyebabkan terjadinya kekeliruan pula dalam

merumuskan tujuan dan materi pendidikan. Dengan demikian, pemahaman

yang tepat terhadap fungsi dan peran akal ini amat penting dilakukan dan

dijadikan pertimbangan dalam merumuskan masalah-masalah pendidikan,

misalnya pada tujuan pendidikan dan kurikulum pendidikan.


14

Pendidikan yang baik adalah pendidikan yang harus mempertimbangkan

potensi akal. Pendidikan harus membina, mengarahkan dalam

mengembangkan potensi akal pikiran sehingga ia terampil dalam

memecahkan masalah, diisi dalam berbagai konsep-konsep dalam bidang

ilmu pengetahuan dan teknologi, memiliki pemahaman tentang yang baik dan

benar. Pendidikan harus mengarahkan dan mengingatkan manusia agar tidak

melakukan perbuatan-perbuatan yang merangsang dorongan hawa nafsu.

Seperti berpakaian yang tidak menutup aurat, berjudi, minuman keras,

narkoba, pergaulan bebas dan sebagainya. Materi pendidikan yang dapat

meredam gejolak hawa nafsu itu adalah penerapan akhlak dan budi pekerti

yang mulia dalam kehidupan sehari-hari.

Dengan demikian, orang yang terbina akalnya dan telah terkendali hawa

nafsunya dengan pendidikan, maka ia akan menjadi orang yang bermental

tangguh, tawakal, tidak mudah terjerumus dan siap menghadapi ujian

kehidupan. Indikasinya, orang tersebut akan memiliki jiwa yang tenang, tidak

lekas berputus asa karena dengan akal dan pikirannya ia menemukan berbagai

rahasia dan hikmah yang ada dibalik ujian dan kesulitan yang dihadapi.

Baginya kesulitan dan tantangan bukan dianggap sebagai beban yang

membuat dirinya lari dari Allah SWT, melainkan harus dihadapi dengan

tenang dan mengubahnya menjadi peluang rahmat dan kemenangan. 

Berdasarkan uraian tersebut di atas terlihat dengan jelas bahwa kajian

terhadap akal dan hawa nafsu secara utuh, komprehensif dan benar
15

merupakan masukan yang amat penting bagi perumusan konsep pendidikan

dalam Islam
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Berdasarkan penjelasan diatas yang dimaksud dengan orang yang

berakal adalah orang yang selalu mengingat Allah dan selalu memikirkan

ciptaan Allah. Akal adalah menunjukkan bahwa adanya potensi yang

dimiliki oleh akal itu sendiri, yaitu selain berfungsi sebagai alat untuk

mengingat, memahami, mengerti, juga menahan, mengikat dan

mengendalikan hawa nafsu. Melalui proses memahami dan mengerti secara

mendalam terhadap segala ciptaan Allah, manusia selain akan menemukan

berbagai temuan dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, juga akan

membawa dirinya dekat dengan Allah. Dan melalui proses menahan,

mengikat dan mengendalikan hawa nafsunya membawa manusia selalu

berada di jalan yang benar, jauh dari kesesatan dan kebinasaan.

Nafsu juga termasuk salah satu potensi rohaniah yang berupa rayuan

atau godaan yang terdapat dalam diri manusia yang cenderung kepada hal-

hal yang bersifat merusak, menyesatkan, menyengsarakan, dan

menghinakan bagi orang yang mengikutinya. Untuk itu, manusia lebih

berhati-hati terhadap godaan dunia dan rayuan nafsu.

Implikasi tentang posisi akal dan nafsu terhadap bidang pendidikan

adalah bahwa pendidikan yang baik adalah pendidikan yang harus

mempertimbangkan potensi akal. Pendidikan harus membina, mengarahkan

dan mengembangkan potensi akal pikirannya sehingga ia terampil dalam

memecahkan berbagai masalah, diisi dengan berbagai konsep-konsep dalam

15
16

bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, memiliki pemahaman tentang yang

baik dan benar. Berbagai materi pendidikan yang terdapat dalam kurikulum

harus memuat mata pelajaran yang bertujuan membina akal tersebut.

Demikian pula metode dan pendekatan yang merangsang akal pikiran harus

dipergunakan.

B. Saran

Kita sebaga makhluk ciptaan Allah yang diberikan atau dikaruniai akal dan

nafsu sudah sepatutnya menggunakan akal yang diberikan oleh Allah

dengan sebaik-baiknya dan begitu juga nafsu, kita harus bisa menahan hawa

nafsu kita yang dapat menjadikan kita orang yang sesat di jalan Allah.
DAFTAR PUSTAKA

Shihab, M.Quraish . 2002 . Tafsir Al-Mishbah : Pesan, Kesan dan Keserasian Al-
Qur’an . Jakarta : Lentera Hati.

Abuddin Nata . 2009 . Tafsir Ayat-ayat Pendidikan . Jakarta : Rajawali Pers.

http://titiansabiluna.blogspot.co.id/2011/10/posisi-akal-dan-nafsu-dalam-
islam.html

Al-Qur’an dan tafsirnya. Universitas Islam Indonesia

Al-Qur’an Dan Terjemahannya. Departemen Agama RI

Prof. Dr. Hamka. Tafsir Al-Azhar Juz IV, Pustaka Panjimas

Majalah Nurul Fikri,Ulil Albab, Sosok Cendekiawan Versi al-Qur’an,


No.4/II/Ramadhan 1411-Maret 1991

Fauzia, Lilis dan Setiawan Andi. 2000. Al-Qur’an dan Hadist Malang:PT Tiga
Serangkai Pustaka Mandiri

17

Anda mungkin juga menyukai