Anda di halaman 1dari 7

MAKALAH PSIKOLOGI KOGNITIF

TEORI TENTANG LUPA

Untuk memenuhi tugas mata kuliah Psikologi Kognitif yang diampu oleh

Husna Nur Fajrina

DISUSUN OLEH:

1. Anisa Saidatul Dzakia 10518889


2. Fira Putri Yanda 12518748
3. Nathasya Putri Warouw 15518230
4. Siti Baitun Nisah 16518754

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS GUNADARMA

2021
A. TEORI TENTANG LUPA
Memori sangat tergantung pada persepsi atau pengalaman, sehingga
pengalaman-pengalaman itu sendiri meninggalkan jejak di otak. Masing-
masing memori dalam setiap kepala mempunyai kapasitas yang berbeda atau
bisa disebut individual differences. Beberapa pengalaaman yang tidak
meninggalkan impresi tertentu umumnya tidak disimpan sehingga muncul
kelupaan. Dapat dipahami bahwa ingatan tidak hanya kemampuan untuk
menyimpan apa yang telah pernah dialami saja, tetapi juga kemampuan untuk
menerima (encoding), menyimpan (storage) dan menimbulkan kembali
(retrieval).
Lupa adalah hilangnya kemampuan untuk menyebutkan atau
memunculkan kembali apa-apa yang sebelumnya telah dipelajari. Tidak
berarti apa yang sudah dipelajari akan hilang, hanya saja informasi tersebut
terlalu lemah untuk ditimbulkan kembali. Kelupaan bisa terjadi karena materi
yang disimpan dalam ingatan itu jarang ditimbulkan kembali dalam alam
kesadaran yang akhirnya mengalami kelupaan. Adapun teori-teori tentang
lupa, yaitu:
1. Retrieval Failure
Kegagalan pengambilan (retrieval failure) adalah ketidakmampuan
menemukan isyarat memori (memory cue) yang diperlukan bagi
pengambilan memori tersebut. Kondisi ini dapat bersifat temporer, namun
dalam kasus-kasus tertentu dapat bersifat jangka panjang. Prinsip kekhasan
penyandian (encoding specificity principle) Tulving dan Thompson (dalam
Solso, Maclin, dan Maclin, 2008) menyatakan bahwa operasi-operasi
penyandian yang spesifik akan menentukan jenis jejak memori (memory
trace) yang disimpan.
Jenis jejak memori menentukan jenis isyarat pengambilan (retrieval
cue) yang memiliki kemungkinan berhasil dalam meraih akses ke jejak
memori tersebut. Sebagai contoh, Godden dan Baddeley (dalam Solso,
Maclin, dan Maclin, 2008) berupaya meneliti peran konteks dalam
pengambilan memori. Kedua peneliti tersebut membagi para partisipan
penelitian kedalam dua kelompok dan meminta satu kelompok
menghapalkan suatu daftar di dalam air dan kelompok lain menghapalkan
daftar yang sama di atas daratan (tanah kering), dan selanjutnya para
partisipan menjalani tes memori di dalam air dan di atas daratan.
Godden dan Baddeley (dalam Solso, Maclin, dan Maclin, 2008)
menemukan bahwa kinerja memori terbaik didapati saat pembelajaran dan
pengujian dilaksanakan dalam konteks yang sama (daratan-daratan atau di
dalam air-di dalam air). Kinerja memori didapati buruk (artinya, terjadi
kelupaan) saat konteks pembelajaran dan pengujian berbeda (daratan-di
dalam air, atau sebaliknya). Perlu dicatat bahwa pembelajaran diatas
daratan dan pengujian di atas daratan menghasilkan hasil tertinggi (skor
retrieval tertinggi), karena konteks tersebut (daratan) adalah konteks yang
familiar bagi kita (kita merasa lebih familiar belajar di daratan
dibandingkan belajar sembari mengenakan snorkel dan menyelam).
Kegagalan pengambilan (retrieval failure) memiliki problematika
tersendiri karena sulit dibedakan dengan decay dan kegagalan penyandian.
Hal ini sungguh-sungguh problematik terutama bagi orang-orang yang
berusaha mengakses suatu memori secara akurat (seperti para detektif
yang menginterogasi saksi mata mengenai memori saksi mata tersebut).
Upaya mengungkap suatu memori yang sesungguhnya tidak eksis (akibat
decay maupun kegagalan penyandian) dapat menyebabkan timbulnya
memori palsu (false memory).
2. Decay Theory (Teori Kerusakan)
Memori seseorang tidak akan menyimpan informasi secara
permanen. Semua jejak fisik memori telah menghilang dan tidak tersedia
lagi sehingga tidak dapat lagi untuk mengaksesnya. Hal ini berkaitan
dengan Decay Theory, dimana teori ini beranggapan bahwa lupa dapat
terjadi karena informasi yang pernah disimpan di dalam ingatan tidak
pernah atau jarang digunakan, sehingga lama-kelamaan akhirnya
mengalami kerusakan (hilang dengan sendirinya). Kerusakan ini dapat
terjadi saat memori menjadi semakin aus dengan berlalunya waktu bila
tidak pernah diulang kembali. Teori ini mengandalkan bahwa setiap
informasi di simpan dalam memori akan meninggalkan jejak (memory
trace).
Hilangnya informasi secara cepat disebabkan karena informasi itu
mengalami pemudaran oleh karena informasi itu tidak digunakan lagi.
Semakin besar interval waktu antara waktu ketika peristiwa terjadi dan
waktu ketika seseorang mencoba untuk mengingat lagi, memori akan
mulai memudar. Hal yang penting juga adalah bahwa ternyata untuk
mempertahankan agar informasi itu tetap ada didalam memori jangka
pendek maka peran pengulangan (rehearsal) menjadi sangat penting.
Orang harus mengulang‐ulang atau merepetisi informasi yang telah
diperolehnya agar informasi itu bisa bertahan dalam memori jangka
pendek sehingga tidak mudah hilang.
Decay theory banyak ditemui dalam kehidupan sehari-hari seperti
saat seseorang lupa nama kawan lamanya ketika berjumpa setelah
beberapa tahun tidak berkomunikasi, maka terjadinya lupa disebabkan
karena orang itu jarang atau bahkan tidak pernah lagi menyebutkan nama
temannya itu.
3. Teori Penghalang (interference theory).
Teori interferensi mendasarkan pada pandangan psikologi asosiasi.
Suatu asosiasi dibentuk antara stimulus tertentu dengan respon tertentu
pula. Asosiasi atau hubungan ini tetap berlangsung di dalam ingatan,
sepanjang tidak ada informasi lain yang mengganggu atau menghalangi.
Interferensi oleh informasi lain di dalam ingatan dibedakan menjadi dua
macam: retroactive inhibition dan proactive inhibition. Retroactive
inhibition terjadi apabila materi atau informasi yang baru menghalangi
seseorang untuk mengingat informasi yang lama. Sebaliknya, disebut
proactive inhibition apabila materi atau informasi yang lama menghalangi
seseorang untuk mengingat informasi yang baru.
Misalnya, memori kita mengenai bahan‐bahan yang dipelajari pada
matapelajaran biologi mungkin akan terganggu oleh bahan‐bahan yang
dipelajari pada matapelajaran fisika yang diberikan sesudah matapelajaran
biologi. Sedangkan interferensi proaktif menunjukkan bahwa informasi
yang telah dipelajari terdahulu akan menganggu memori tentang informasi
yang baru saja dipelajari. Misalnya, memori mengenai bahan‐bahan yang
diajarkan dalam matapelajaran fisika akan terganggu oleh bahan‐bahan
matapelajaran biologi yang diajarkan sebelum matapelajaran fisika.
Mengapa terjadi peristiwa interferensi oleh bahan lain yang
diajarkan sebelum atau sesudah bahan yang menjadi sasaran untuk
diingat? Ada dua teori yang dapat menjelaskan gejala interferensi, yaitu
kompetisi respons dan unlearning. Kompetisi respons akan terjadi jika dua
tanda‐tanda (cues) yang sama berasosiasi dengan dua stimulus yang
berbeda. Misalnya, konsep “kepribadian” akan dirumuskan secara berbeda
oleh aliran psikoanalisis dan aliran Gestalt. Seandainya aliran psikoanalisis
dipelajari terlebih dahulu daripada aliran Gestalt, maka ketika kita
mempelajari konsep “kepribadian” dalam kuliah psikologi Gestalt akan
terjadi kompetisi respons. Rumusan “kepribadian” menurut aliran
psikoanalisis akan berkompetisi dengan rumusan “kepribadian” versi
psikologi Gestalt.
4. Motivated forgetting
Kelupaan yang disengaja (motivated forgetting) adalah represi yang
disadari terhadap memori, yang pada umumnya dilakukan seseorang untuk
menghindari kenangan akan pengalaman-pengalaman traumatic. Represi
(repression) adalah tindakan mendorong pemikiran-pemikiran, memori-
memori, atau perasaan-persaan yang mengncam keluar dari kesdaran.
Forgetting, kita akan cenderung berusaha meupakan hal-hal yang
tidak menyenangkan, Hal-hal yang menyakitkan atau cenderung tidak
menyenangkan ini akan di tekan atau tidak diperbolehkan muncul dalam
kesadaran. Teori ini didasarkan pada teori psikoanalisis yang di pelopori
oleh Sigmund Freud. Jelas bahwa teori ini juga beranggapan bahwa
informasi yang telah disimpan masih selalu ada. Contoh kasusnya jika
seseorang patah hati sehingga menimbulkan trauma yang dalam, namun
ego berkembang untuk mengubah pandangan id yang sedang terguncang,
seseorang mulai mencari kesibukan sehingga lupa akan hal-hal yang dapat
membuat id terguncang, lagi. Ego pun menetralkan id dan superego
sehingga dari keterpurukan seseorang dapat lupa akan ingatan yang
menyakitkan.
Lupa karena sebab-sebab fisiologis para peneliti sepakat bahwa
setiap penyimpanan informasi akan disertai berbagai perubahan fisik yang
disebut engram. Gangguan pada engram ini akan mengakibatkan lupa
yang disebut amnesia. Bila yang dilupakan adalah berbagai informasi yang
telah disimpan beberapa waktu yang lalu, yang bersangkutan dikatakan
menderita amnesia retrogard. Bila yang dilupakan adalah informasi yang
baru saja di terimanya, dapat dikatakan menderita amnesia anterogard,
karena proses lupa pada kedua kasus ini erat hubungannya dengan faktor-
faktor biokimiawi otak. Misalnya karena kecelakaan sehingga
menyebabkan lupa ingatan.
DAFTAR PUSTAKA

Chernow, Fred B. (2002). The sharper mind diterjemahkan oleh rina buntaran.
Jakarta: Gramedia.

Pudjono, M. Teori‐teori kelupaan. Buletin Psikologi, 16(2).

Setiawan, W. (2016). Al-qur’an tentang lupa, tidur, mimpi dan kematian. AL-


MURABBI: Jurnal Studi Kependidikan dan Keislaman, 2(2), 251-270.

Solso, R. L., Maclin, O. H., & Maclin, M. K. (2008). Psikologi kognitif: edisi
kedelapan. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Sternberg, R. J. (2006). Cognitive psychology (4th Ed.). Fort Worth: Harcourt‐


Brace College Publisher.

Anda mungkin juga menyukai