Oleh:
Dhea Nabila Fathya
(2207043009)
PROGRAM PASCASARJANA
MAGISTER PSIKOLOGI PROFESI
UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN
YOGYAKARTA
2023
A. Latar Belakang
1) Realitas Sosial
Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri, dan setiap individu
tidak lepas dari hubungan sosial dengan orang lain. Semua interaksi sosial yang dilakukan
seorang individu memunculkan emosi dalam diri setiap individu. Emosi merupakan salah satu
aspek berpengaruh besar terhadap sikap manusia. Bersama dengan dua aspek lainnya, yakni
kognitif (daya pikir) dan konatif (psikomotorik), emosi atau yang sering disebut aspek afektif,
merupakan penentu sikap, salah satu predisposisi perilaku manusia (Ansori, 2020). Emosi
kemudian menjadikan individu dapat menentukan sikap dan pikiran sehingga mampu bertindak
sesuai dengan dirinya. Emosi berkembang sejak anak lahir, emosi ditimbulkan oleh adanya
menghadapi suatu rangsangan akan mempertajam kepekaan emosi serta ketepatan dalam
mengekspresikan emosinya. Pada masa anak-anak ekspresi emosi sulit dibedakan. Misalnya
ekspresi menangis pada anak atau bayi dapat berarti marah, lapar, takut dan sebagainya. Setelah
individu dewasa makin banyak kesempatan belajar untuk dapat mengekspresikan emosi
khususunya pada lingkungan luar diri atau masyarakat sosial. Selain itu individu makin dapat
pengalaman positif tentu akan memiliki perkembangan dan kematangan emosi yang lebih baik
dan cukup berbeda dengan anak yang hanya punya sedikit pengalaman positif (Sundari, 2005).
Banyak individu mulai dari dari anak, remaja bahkan orang dewasa sulit meng-
ungkapkan secara lisan tentang marah yang dirasakan. Sehingga tidak jarang banyak kasus
contohnya seperti tawuran remaja hingga pembuhuhan sadis yang akarnya adalah kemarahan
yang diekspresikan dengan kurang tepat. Menyalurkan emosi merupakan hal yang sangat wajar
karena itu merupakan hak manusia untuk menyalurkannya, karena manusia telah Allah SWT
lengkapi dengan emosi. Akan berdampak buruk jika emosi tidak disalurkan, baik emosi positif
ataupun negatif perlu untuk disalurkan agar terjaga keseimbangannya. Namun dalam
menyalurkan emosi tidak bisa dilakukan sekehendak hati karena memungkinkan hal-hal buruk
Emosi marah yang timbul pada saat seseorang merasa dipojokkan, diremehkan, difitnah
atau mendapatkan perlakuanperlakuan yang dapat menyinggung harga diri seseorang atau
karena frustrasi. Luapan emosi yang timbul dapat menimbulkan kekuatan yang tidak terduga,
dan seringkali emosi marah ini diekspresikan dalam bentuk perlawanan fisik, sumpah serapah
dan perbuatan destruktif atau mendiamkan orang lain yang membuat marah. Menurut survey
dari study tentang emosi marah, disimpulkan bahwa 80% penyebab emosi marah adalah sikap
atau perbuatan oleh orang lain, jadi marah adalah reaksi terhadap sikap orang lain yang kurang
menyenangkan. Oleh karena itu, para ahli jiwa menyatakan bahwa emosi marah adalah the chief
saboteur of the mind, emosi marah adalah faktor utama yang seringkali melumpuhkan akal
sehat dan bahkan dapat menimbulkan berbagai kesusahan dan gangguan jiwa lainnya (Averill,
1990).
Marah merupakan bentuk ekspresi emosi yang ditimbulkan oleh pengaruh lingkungan
sekitar manusia, dimana biasanya orang akan menjadi marah disebabkan mendapat stimulus-
stimulus yang mengancam dan mengusik ketenangan dan kenyamanan seseorang, misalnya
orang akan marah jika dicaci, dihina, bahkan dilecehkan oleh orang lain. Manusia yang
memiliki mental yang sehat dan kondisi kejiwaan yang baik akan dapat membantu dirinya
mengontrol emosinya. Sebaliknya orang yang dalam kondisi mengalami tekanan, stress, depresi
dan terluka biasanya akan mudah terpancing emosi dan mudah marah. Marah juga merupakan
reaksi dari kesakitan. Marah pada diri manusia jika dibiarkan sangatlah berbahaya, karena dapat
dengan mudah meningkat dari sikap menjadi tindakan (Benidiktus dalam Rita, dkk 2014).
Secara keilmuwan psikologi bahwa emosi marah harus diluapkan dan diungkapkan
agar emosi tersebut tidak jauh terpendam ke alam bawah sadar, jika emosi marah selalu
dipendam dan tidak diungkapkan maka akan menimbulkan beberapa masalah terkait psikologis
seperti tidak mampu mengekspresikan emosi, emosi yang tumpul, perasaan cemas yang tidak
menentu, mengamuk (tantrum) dan lain sebagainya. Untuk itu berdasarkan pandangan Islam
bahwa emosi itu bisa ditahan dan bisa disalurkan. Islam mengajarkan tata cara bagaimana
menyalurkan emosi agar tetap sesuai dengan kaidah-kaidah moral dan etika sehingga tidak
menyakiti atau merugikan siapapun, baik orang lain maupun dirinya sendiri. Seperti halnya
dalam menyalurkan emosi negatif seperti halnya emosi marah, Nabi Muhammad SAW
bersabda: “Aku ini hanya manusia biasa, aku bisa senang sebagaimana manusia senang dan
aku bisa marah sebagaimana manusia marah” (HR. Muslim, No.2603). Adapun pandangan
lain dari islam tentang emosi marah adalah seperti pada hadits dari Abu Hurairah Radhiyallahu
anhu bahwa ada seorang laki-laki berkata kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Berilah
aku wasiat”. Beliau menjawab, “Engkau jangan marah!” Orang itu mengulangi permintaannya
marah!” [HR al-Bukhâri]. Jika ditelaah dengan sekilas maka Nabi Muhammad shallallahu
‘alaihi wasallam memerintahkan kita sebagia umat manusia untuk menahan amarahnya, hal ini
tentu menjadi sedikit kontra dengan hadits lain. Namun jika ditelaah lebih dalam bahwa makna
dari hadits Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam tersebut adalah kita sebagai
ummatnya diminta untuk pandai mengendalikan amarah buka menahannya dalam arti kata tidak
boleh mengekspresikan emosi. Dalam sebuah Hadist lain Nabi Muhammad SAW bersabda
mengenai bagaimana sikap menahan dan emosi ketika marah: “Bukanlah orang kuat (yang
tidak lain orang kuat (yang sebenarnya) adalah yang mampu mengendalikan dirinya ketika
marah” (HR. Bukhari No. 5763 & HR. Muslim, No. 2609). Hadis Nabi tersebut sejalan dengan
pandangan ilmu psikologi mengenai mengendalikan diri ketika marah, jika emosi negatif marah
B. Rumusan Masalah
mengenai emosi marah. Tulisan ini ingin menjelaskan bagaimana pandangan ilmu Psikologi
dan ilmu Agama dalam memandang emosi marah sebagai perilaku manusia.
C. Kajian Teori (Psikologi Agama/ Islam)
1) Pengertian Emosi
Perasaan senang dan tidak senang mempengaruhi perilaku manusia. Perasaan tersebut
selnantiasa menyertai perilaku manusia dalam kehidupan sehari-hari. Perasaan yang senantiasa
menyertai perilaku manusia disebut dengan warna afektif. Warna afektif yang terdapat dalam
diri manusia suatu waktu dapat melemah dan juga dapat menguat, warna afektif yang menguat
perasaannya jauh lebih mendalam, lebih luas dan lebih terarah. Perasaan-perasaan seperti ini
disebut dengan emosi. Oleh karena itu emosi akan senantiasa ada dalam diri manusia, baik
Dari segi etimologi, emosi berasal dari akar kata bahasa latin ‘movere’ yang berarti
‘menggerakkan, bergerak. Kemudian ditambah dengan awalan ‘e-’ untuk memberi arti
hal mutlak dalam emosi. Emosi dijelaskan secara berbeda oleh psikolog yang berbeda, namun
semua sepakat bahwa emosi adalah bentuk yang kompleks dari organisme, yang melibatkan
perubahan fisik dari karakter yang luas- dalam bernafas, denyut nadi, produksi kelenjar, dan
sebagainya. Dan dari sudut mental, adalah suatu keadaan senang atau cemas, yang ditandai
adanya perasaan yang kuat, dan biasanya dorongan menuju bentuk nyata dari suatu tingkah
laku. Jika emosi itu sangat kuat akan terjadi sejumlah gangguan terhadap fungsi intelektual,
tingkat disasosiasi dan kecenderungan terhadap tindakan yang bersifat tidak terpuji.
Marah termasuk kedalam kategori emosi primer. Emosi primer adalah emosi
dasar yang ada secara biologis. Emosi terbentuk sejak awal kelahiran. Diantara emosi
primer adalah gembira, sedih, marah dan takut. Sedangkan emosi sekunder merupakan
emosi yang lebih kompleks dibandingkan emosi primer. Emosi sekunder adalah emosi
dan lain-lain (Wigati, 2013). Emosi manusia pada dasarnya terbagi menjadi dua kategori,
yaitu emosi positif dan emosi negatif. Emosi postif dapat tergambar dari rasa bahagia, tenang,
rileks, gembira, lucu, dan lainnya. Dampak emosi postif ini menimbulkan perilaku
menyenangkan dan menenangkan. Emosi negatif dapat tergambar dari kondisi sedih, kecewa,
depresi, putus asa, frustasi, marah, dendam, dan lainnya. Emosi negatif ini memiliki dampak
yang sebaliknya dari emosi positif yaitu menyusahkan dan tidak menyenangkan (Husnaini,
2019).
Teori ini menjelaskan mengenai faktor rangsangan emosi. Menurut Schachter Singer
emosi tidak ditimbulkan oleh faktor fisiologis, tetapi manusia mempunyai kognisi tertentu
terhadap suatu hal sehingga menimbulkan interpretasi dan berdampak pada timbulnya
Menurut teori James-Lange emosi timbul setelah adanya reaksi psikologis. Emosi menurut
teori ini merupakan hasil persepsi atau hasil pemahaman terhadap perubahan yang terjadi
pada tubuh sebagai respon dari rangsangan yang terjadi dari luar. Teori James-Lange ini
memaparkan bahwa ada empat langkah menuju timbulnya emosi, langkah pertama
memahami suatu kejadian atau peristiwa yang sedang dihadapi, langkah kedua implus
bergerak dari sistem syaraf pusat ke otot, kemudian kulit, dan organ dalam lainnya.
Langkah ketiga, sensai yang disebabkan akibat perubahan yang terjadi pada bagian tubuh
dikembalikan pada otak. Dan langkah keempat, impuls yang sudah kembali ke oatak
tersebut kemudian dipahami atau dipersepsi oleh otak. Kemudian setelah dikombinasikan
a. Emosi marah merupakan suatu pola perilaku manusia yang secara tak sadar dirancang
dirinya. Emosi marah meliputi perasaan jengkel, benci, kesal, mengamuk, dan beringas.
b. Sedih merupakan suatu jenis emosi yang hadir akibat dari keadaan atau peristiwa
mengecewakan yang tidak sesuai dengan harapan, penderitaan, sakit, frustasi terhadap
keadaan atau terhadap seseorang. Emosi sedih terdiri dari berbagai macam, yaitu pedih,
c. Takut merupakan bagian dari emosi manusia. Emosi takut merupakan suatu perilaku
manusia sebagai respon terhadap situasi yang mengancam dirinya atau orang-orang yang
disayanginya. Takut terbagi kedalam berbagai perilaku dan perasaan seperti cemas, gugup,
was-was, khawatir, tidak tenang, dan waspada. Contohnya ketika anak belum pulang
sekolah padalah sudah melebihi jam pulang sekolah seharusnya dan tidak bisa dihubungi,
peristiwa tersebut menyebabkan orangtua cemas terhadap keberadaan anaknya yang belum
tau dimana.
d. Kebahagiaan atau kegembiraan merupakan suatu keadaan pikiran atau perasaan manusia
yang ditandai dengan perasaan senang, cinta, kepuasan, kenikmatan, atau kegembiraan.
4) Emosi Marah
Seperti yang telah dikemukakan dalam judul tulisan, maka panulis akan lebih spesifik
membahas mengenai emosi negatif yaitu jenis emosi marah. Jika ditinjau secara definisi bahwa
emosi marah merupakan suatu reaksi terhadap hambatan yang menjadi sebab gagalnya suatu
usaha atau suatu perbuatan dalam mencapai suatu tujuan tertentu. Dalam bahasa Indonesia
”amarah” sama dengan kata ”marah”, yakni suatu keadaan atau sifat dari seseorang pada saat
ia merasakan tidak senang atau tidak merasa nyaman karena sedang smenghadapi suatu
hambatan atau diperlakukan tidak sepantasnya, dapat juga bermakna gusar atau gelisah.
Untuk menyalurkan emosi marah tidak setiap orang memiliki kapasitas dalam
mengendalikan emosi marah kearah positif yang lebih dapat diterima secara sosial, sehingga
tidak menimbulkan konflik. Tidak sedikit manusia baik anak maupun dewasa sulit
mengendalikan ungkapan secara lisan yang terjadi secara sepontan terhadap sesuatu yang
menjadi pemicu terjadinya marah. Ada beberapa individu yang mungkin menyadari bahwa
mereka sebenarnya sedang mengekspresikan emosi marah dengan perilaku negatif dan kurang
bisa diterima secara sosial bahkan berpotensi menimbulkan masalah baru ataupun permusuhan,
namun kebanyakan manusia tidak bisa mencegah hal tersebut terjadi. Sulit mengendalin amarah
Pengendalian emosi yang dirasakan sangat penting dalam kehidupan, sekalipun emosi
tersebut positif tetap harus selalu terkendali, agar tidak berlebih-lebihan. Pengendalian emosi
bermanfaat untuk mereduksi ketegangan yang timbul akibat emosi yang memuncak. Model-
a. Katarsis
Katarsis merupakan suatu istilah yang mengacu pada pelampiasan emosi, atau membawa
keluar dari keadaan seseorang yang tidak diharapkan. Katarsis merupakan bentuk
pengalihan yang bermanfaat mengurangi agresi, ketakutan, atau kecemasan sekaligus bisa
pada penyaluran emosi. Pengalihan emosi atau yang disebut dengan katarsis dapat berupa
katarsis positif atau negative. Bentuk katarsis negatif dari emosi marah ditunjukan dengan
membanting gelas, menonjok dinding, memakai seseorang atau suatu benda, dan bentuk
Pengalihan emosi marah yang lunak atau katarsis positif ditunjukan dengan perilaku yang
dimunculkan dapat diterima secara sosial, seperti mengalihkannya kepada hobi seperti
bersepda, menyiram tanaman, tersenyum, berjalan menjauhi sumber pemicu, menyalurkan
melalui media tulisan yang diarahkan kepada hal positif, atau tindakan lainnya yang dapat
b. Rasionalisasi
Rasionalisasi merupakan bentuk pengalihan dari suatu tujuan yang tak tercapai kepada
c. Regresi
Regresi merupakan bentuk pertahanan diri dengan cara mundur dari perkembangan yang
lebih tinggi ke yang lebih rendah, seperti menurunkan tujuan menjadi tidak setinggi yang
direncanakan.
Emosi marah dimiliki oleh semua manusia dimuka bumi ini tanpa terkecuali sekalipun
itu manusia mulia seperti Nabi. Sebagaimana Nabi Muhammad SAW bersabda “Aku ini hanya
manusia biasa, aku bisa senang sebagaimana manusia senang dan aku bisa marah
sebagaimana manusia marah” (HR. Muslim, No.2603). Manusia mulia seperti baginda Nabi
Muhammad SAW pun memiliki emosi marah seperti kita manusia biasa.
Arti kata amarah atau marah dalam bahasa Arab disebut dengan ungkapan ”gahdab”
dan ”ghaidz”. Gahadab berasal dari akar kata : يغصب – غصبا- غصبyang berarti يسخط-– سخط
سخطاyakni benci kepada seseorang sehingga bermaksud untuk menyakitinya. Pada saat inilah
seseorang yang tengah mengalami emosi marah disebut dengan ”ghadib/ghadaban” (orang
yang sedang marah), dan juga diartikan sebagai reaksi yang cenderung kearah permusuhan.
Bentuk pengungkapan marah dapat dilihat dari dua kata kunci “ghadab” dan “ghaidz”. Definisi
marah menurut pendapat Al-Ghazali yaitu marah sebagai sekam yang tersimpan dalam hati,
seperti terselipnya bara di balik debu. Boleh jadi api dari amarah tersebut setan diciptakan
(Akbar, 2008). Potensi emosi marah dan emosi yang lainnya baik itu positif atau negative
sebenarnya dimiliki manusia sejak dia dilahirkan. Bahkan sebelum bayi bisa bicara, emosi yang
sudah berkembang didalam dirinya adalah perasaan gembira, takut, malu, heran, dan marah.
Dalam keadaan marah biasanya intonasi suara seseorang akan meninggi. Dalam Islam segala
bentuk nafsu dikendalikan bukan ditekan atau malah dihilangkan, termasuk emosi. Emosi
dikendalikan sehingga masing-masing nafsu tepat pada tempatnya dan sesuai dengan porsinya.
Sehingga masing-masing komponen yang ada dalam diri manusia dapat bersinergi dengan baik.
Terbentuklah seorang manusia yang seimbang, utuh sesuai fitrah penciptaannya dan menjadi
merupakan tekanan nafsu dari hati yang mengalirkan darah pada bagian wajah dan
yang sedang marah akan berubah energy berlipat ganda dan jauh lebih kuat daripada dalam
keadaan tidak marah. Seseorang yang sedang marah memiliki tambahan energi besar yang
dapat dimanfaatkan oleh setan untuk berkhidmat pada selera permusuhannya. Bermula dari
emosi marah dapat timbul berbagai kejahatan seperti membunuh, menganiaya, dan kejahatan
lainnya.
D. Kesimpulan (Manfaat)
Manusia adalah makhluk yang unik. Segala kemampuan diberikan Tuhan kepada
manusia, baik kemampuan positif maupun kemampuan negatif, salah satu kemampuan yang
diberikan Tuhan kepada manusia adalah emosi. Ada orang yang sangat mudah marah dan ada
orang-orang yang jarang sekali marah. Beberapa orang sadar kemarahan mereka dan tahu
bagaimana mengontrol dan menghadapinya. Sebaliknya, ada orang lain yang gagal untuk
mengenali tanda-tanda kemarahan dan menemukan dirinya dalam situasi yang tidak nyaman
dan sering tidak menyenangkan. Kemarahan yang tejadi pada seseorang akan sangat berbahaya.
Kemarahan akan membinasakan hati dan kebijaksanaan. Barang siapa yang tidak dapat
Artinya: “Apabila salah seorang diantara kalian marah sedangkan dia berdiri maka hendaklah
dia duduk, agar kemarahannya hilang, apabila masih belum mereda maka hendaklah dia
berbaringlah" (HR. Abu Daud). Dari penjelasan diatas dan dari periwayatan ilmu agama dapat
disimpulkan bahwa kita sebagai manusia hendaklah mampu mengendalikan emosi. Emosi
adalah sifat dan keadaan yang wajar dirasakan oleh setiap manusia, karena Allah telah
membekali manusia dengan yang namanya perasaan sehingga apabila manusia sedang dalam
keadaan tertentu maka akan selaras perasaan dan perbuatannya. Emosi marah wajar saja
dirasakan oleh setiap manusia, yang harus diingat adalah bagaimana sikap yang harus kita
lakukan ketika marah yaitu dengan belajar mengendalikan dan mengontrol emosi yang muncul.
Jika dalam psikologi manusia bisa meluapkan emosinya melalui proses katarsis dan dengan
menangis. Sedangkan berdasarkan ilmu agama bahwa emosi dapat dikendalikan dengan lebih
memantapkan iman, apalabila marah maka ganti posisi menjadi duduk, berbaring atau
menghindari situasi penyebab marah itu sejenak serta dengan cara berdzikir kepada Allah.
REFERENSI
Al-Ghazali, Ringkasan Ihya’ ‘Ulumuddin, (Akbar Media Eka Sarana, 2008), 238. Penj. Abdul Rasyid
Shidiq
Mochamad Sulaiman Zuhdi & Fathul Lubabin Nuqul. Konsepsi Emosi Marah Dalam Perspektif Budaya
ISLAM. TA’DIB, Vol. XVIII, No. 02, Edisi Nopember 2013. Fakultas Tarbiyah dan
Muhammadiyah Bandung
Ansori. (2020). Kepribadian dan Emosi. Jurnal Literasi Pendidikan Nusantara ISSN: XXXX-XXXX.
http://jurnal.uinbanten.ac.id/index.php/jlpn
Averill, J.R., 1990, ‘Inner feelings, works of the flesh,the beast within, diseases of the mind, driving
Leary (ed.) Metaphor in the history of psychology, Cambridge University Press, Cambridge.
Rita. S, Husni, D., Fitriyanti, E. (2014). Perasaan Terluka Membuat Marah. Jurnal Psikologi, Volume