Anda di halaman 1dari 12

EMOSI MARAH DITINJAU DARI PERSPEKTIF PSIKOLOGI DAN ISLAM

Disusun untuk Memenuhi Ujian Akhir Semester


Mata Kuliah Al Islam dan Kemuhammadiyahan

Oleh:
Dhea Nabila Fathya
(2207043009)

PROGRAM PASCASARJANA
MAGISTER PSIKOLOGI PROFESI
UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN
YOGYAKARTA
2023
A. Latar Belakang

1) Realitas Sosial

Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri, dan setiap individu

tidak lepas dari hubungan sosial dengan orang lain. Semua interaksi sosial yang dilakukan

seorang individu memunculkan emosi dalam diri setiap individu. Emosi merupakan salah satu

aspek berpengaruh besar terhadap sikap manusia. Bersama dengan dua aspek lainnya, yakni

kognitif (daya pikir) dan konatif (psikomotorik), emosi atau yang sering disebut aspek afektif,

merupakan penentu sikap, salah satu predisposisi perilaku manusia (Ansori, 2020). Emosi

kemudian menjadikan individu dapat menentukan sikap dan pikiran sehingga mampu bertindak

sesuai dengan dirinya. Emosi berkembang sejak anak lahir, emosi ditimbulkan oleh adanya

rangsangan atau stimulus. Pengalaman-pengalaman sehari-hari yang dialami individu dalam

menghadapi suatu rangsangan akan mempertajam kepekaan emosi serta ketepatan dalam

mengekspresikan emosinya. Pada masa anak-anak ekspresi emosi sulit dibedakan. Misalnya

ekspresi menangis pada anak atau bayi dapat berarti marah, lapar, takut dan sebagainya. Setelah

individu dewasa makin banyak kesempatan belajar untuk dapat mengekspresikan emosi

khususunya pada lingkungan luar diri atau masyarakat sosial. Selain itu individu makin dapat

membedakan rangsang atau stimulus dari lingkungan. Pengalaman sangat mempengaruhi

perkembangan dan kematangan emosi seseorang. Individu yang mempunyai banyak

pengalaman positif tentu akan memiliki perkembangan dan kematangan emosi yang lebih baik

dan cukup berbeda dengan anak yang hanya punya sedikit pengalaman positif (Sundari, 2005).

Banyak individu mulai dari dari anak, remaja bahkan orang dewasa sulit meng-

ungkapkan secara lisan tentang marah yang dirasakan. Sehingga tidak jarang banyak kasus

contohnya seperti tawuran remaja hingga pembuhuhan sadis yang akarnya adalah kemarahan

yang diekspresikan dengan kurang tepat. Menyalurkan emosi merupakan hal yang sangat wajar

karena itu merupakan hak manusia untuk menyalurkannya, karena manusia telah Allah SWT

lengkapi dengan emosi. Akan berdampak buruk jika emosi tidak disalurkan, baik emosi positif

ataupun negatif perlu untuk disalurkan agar terjaga keseimbangannya. Namun dalam
menyalurkan emosi tidak bisa dilakukan sekehendak hati karena memungkinkan hal-hal buruk

terjadi karena kurang tepat dalam menempatkan keadaannya.

2) Fenomena yang sedang berkembang (pro-kontra)

Emosi marah yang timbul pada saat seseorang merasa dipojokkan, diremehkan, difitnah

atau mendapatkan perlakuanperlakuan yang dapat menyinggung harga diri seseorang atau

karena frustrasi. Luapan emosi yang timbul dapat menimbulkan kekuatan yang tidak terduga,

dan seringkali emosi marah ini diekspresikan dalam bentuk perlawanan fisik, sumpah serapah

dan perbuatan destruktif atau mendiamkan orang lain yang membuat marah. Menurut survey

dari study tentang emosi marah, disimpulkan bahwa 80% penyebab emosi marah adalah sikap

atau perbuatan oleh orang lain, jadi marah adalah reaksi terhadap sikap orang lain yang kurang

menyenangkan. Oleh karena itu, para ahli jiwa menyatakan bahwa emosi marah adalah the chief

saboteur of the mind, emosi marah adalah faktor utama yang seringkali melumpuhkan akal

sehat dan bahkan dapat menimbulkan berbagai kesusahan dan gangguan jiwa lainnya (Averill,

1990).

Marah merupakan bentuk ekspresi emosi yang ditimbulkan oleh pengaruh lingkungan

sekitar manusia, dimana biasanya orang akan menjadi marah disebabkan mendapat stimulus-

stimulus yang mengancam dan mengusik ketenangan dan kenyamanan seseorang, misalnya

orang akan marah jika dicaci, dihina, bahkan dilecehkan oleh orang lain. Manusia yang

memiliki mental yang sehat dan kondisi kejiwaan yang baik akan dapat membantu dirinya

mengontrol emosinya. Sebaliknya orang yang dalam kondisi mengalami tekanan, stress, depresi

dan terluka biasanya akan mudah terpancing emosi dan mudah marah. Marah juga merupakan

reaksi dari kesakitan. Marah pada diri manusia jika dibiarkan sangatlah berbahaya, karena dapat

dengan mudah meningkat dari sikap menjadi tindakan (Benidiktus dalam Rita, dkk 2014).

Secara keilmuwan psikologi bahwa emosi marah harus diluapkan dan diungkapkan

agar emosi tersebut tidak jauh terpendam ke alam bawah sadar, jika emosi marah selalu

dipendam dan tidak diungkapkan maka akan menimbulkan beberapa masalah terkait psikologis

seperti tidak mampu mengekspresikan emosi, emosi yang tumpul, perasaan cemas yang tidak

menentu, mengamuk (tantrum) dan lain sebagainya. Untuk itu berdasarkan pandangan Islam
bahwa emosi itu bisa ditahan dan bisa disalurkan. Islam mengajarkan tata cara bagaimana

menyalurkan emosi agar tetap sesuai dengan kaidah-kaidah moral dan etika sehingga tidak

menyakiti atau merugikan siapapun, baik orang lain maupun dirinya sendiri. Seperti halnya

dalam menyalurkan emosi negatif seperti halnya emosi marah, Nabi Muhammad SAW

bersabda: “Aku ini hanya manusia biasa, aku bisa senang sebagaimana manusia senang dan

aku bisa marah sebagaimana manusia marah” (HR. Muslim, No.2603). Adapun pandangan

lain dari islam tentang emosi marah adalah seperti pada hadits dari Abu Hurairah Radhiyallahu

anhu bahwa ada seorang laki-laki berkata kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Berilah

aku wasiat”. Beliau menjawab, “Engkau jangan marah!” Orang itu mengulangi permintaannya

berulang-ulang, kemudian Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Engkau jangan

marah!” [HR al-Bukhâri]. Jika ditelaah dengan sekilas maka Nabi Muhammad shallallahu

‘alaihi wasallam memerintahkan kita sebagia umat manusia untuk menahan amarahnya, hal ini

tentu menjadi sedikit kontra dengan hadits lain. Namun jika ditelaah lebih dalam bahwa makna

dari hadits Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam tersebut adalah kita sebagai

ummatnya diminta untuk pandai mengendalikan amarah buka menahannya dalam arti kata tidak

boleh mengekspresikan emosi. Dalam sebuah Hadist lain Nabi Muhammad SAW bersabda

mengenai bagaimana sikap menahan dan emosi ketika marah: “Bukanlah orang kuat (yang

sebenarnya) dengan (selalu mengalahkan lawannya dalam) pergulatan (perkelahian), tetapi

tidak lain orang kuat (yang sebenarnya) adalah yang mampu mengendalikan dirinya ketika

marah” (HR. Bukhari No. 5763 & HR. Muslim, No. 2609). Hadis Nabi tersebut sejalan dengan

pandangan ilmu psikologi mengenai mengendalikan diri ketika marah, jika emosi negatif marah

ditahan maka berdampak pada kondisi psikologis maupun fisik.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan penjelasan diatas bahwa permasalahan yang akan dibahas adalah

mengenai emosi marah. Tulisan ini ingin menjelaskan bagaimana pandangan ilmu Psikologi

dan ilmu Agama dalam memandang emosi marah sebagai perilaku manusia.
C. Kajian Teori (Psikologi Agama/ Islam)

1) Pengertian Emosi

Perasaan senang dan tidak senang mempengaruhi perilaku manusia. Perasaan tersebut

selnantiasa menyertai perilaku manusia dalam kehidupan sehari-hari. Perasaan yang senantiasa

menyertai perilaku manusia disebut dengan warna afektif. Warna afektif yang terdapat dalam

diri manusia suatu waktu dapat melemah dan juga dapat menguat, warna afektif yang menguat

perasaannya jauh lebih mendalam, lebih luas dan lebih terarah. Perasaan-perasaan seperti ini

disebut dengan emosi. Oleh karena itu emosi akan senantiasa ada dalam diri manusia, baik

emosi postif ataupun emosi negatif.

Dari segi etimologi, emosi berasal dari akar kata bahasa latin ‘movere’ yang berarti

‘menggerakkan, bergerak. Kemudian ditambah dengan awalan ‘e-’ untuk memberi arti

‘bergerak menjauh’. Makna ini mengisyaratkan bahwa kecenderungan bertindak merupakan

hal mutlak dalam emosi. Emosi dijelaskan secara berbeda oleh psikolog yang berbeda, namun

semua sepakat bahwa emosi adalah bentuk yang kompleks dari organisme, yang melibatkan

perubahan fisik dari karakter yang luas- dalam bernafas, denyut nadi, produksi kelenjar, dan

sebagainya. Dan dari sudut mental, adalah suatu keadaan senang atau cemas, yang ditandai

adanya perasaan yang kuat, dan biasanya dorongan menuju bentuk nyata dari suatu tingkah

laku. Jika emosi itu sangat kuat akan terjadi sejumlah gangguan terhadap fungsi intelektual,

tingkat disasosiasi dan kecenderungan terhadap tindakan yang bersifat tidak terpuji.

Marah termasuk kedalam kategori emosi primer. Emosi primer adalah emosi

dasar yang ada secara biologis. Emosi terbentuk sejak awal kelahiran. Diantara emosi

primer adalah gembira, sedih, marah dan takut. Sedangkan emosi sekunder merupakan

emosi yang lebih kompleks dibandingkan emosi primer. Emosi sekunder adalah emosi

yang mengandung kesadaran diri atau evaluasi diri, sehingga pertumbuhannya

tergantung pada perkembangan kognitif seseorang. Berbagai emosi sekunder dibahas


dalam al-Qur’an antara lain: malu, iri hati, dengki, sombong, angkuh, bangga, kagum,

dan lain-lain (Wigati, 2013). Emosi manusia pada dasarnya terbagi menjadi dua kategori,

yaitu emosi positif dan emosi negatif. Emosi postif dapat tergambar dari rasa bahagia, tenang,

rileks, gembira, lucu, dan lainnya. Dampak emosi postif ini menimbulkan perilaku

menyenangkan dan menenangkan. Emosi negatif dapat tergambar dari kondisi sedih, kecewa,

depresi, putus asa, frustasi, marah, dendam, dan lainnya. Emosi negatif ini memiliki dampak

yang sebaliknya dari emosi positif yaitu menyusahkan dan tidak menyenangkan (Husnaini,

2019).

2) Teori Penyebab munculnya Emosi

a. Teori Emosi Dua Faktor Schachter-Singer

Teori ini menjelaskan mengenai faktor rangsangan emosi. Menurut Schachter Singer

emosi tidak ditimbulkan oleh faktor fisiologis, tetapi manusia mempunyai kognisi tertentu

terhadap suatu hal sehingga menimbulkan interpretasi dan berdampak pada timbulnya

emosi, baik emosi positif ataupun emosi negatif.

b. Teori Emosi James-Lange

Menurut teori James-Lange emosi timbul setelah adanya reaksi psikologis. Emosi menurut

teori ini merupakan hasil persepsi atau hasil pemahaman terhadap perubahan yang terjadi

pada tubuh sebagai respon dari rangsangan yang terjadi dari luar. Teori James-Lange ini

memaparkan bahwa ada empat langkah menuju timbulnya emosi, langkah pertama

memahami suatu kejadian atau peristiwa yang sedang dihadapi, langkah kedua implus

bergerak dari sistem syaraf pusat ke otot, kemudian kulit, dan organ dalam lainnya.

Langkah ketiga, sensai yang disebabkan akibat perubahan yang terjadi pada bagian tubuh

dikembalikan pada otak. Dan langkah keempat, impuls yang sudah kembali ke oatak

tersebut kemudian dipahami atau dipersepsi oleh otak. Kemudian setelah dikombinasikan

antara persepsi dan stimulus pertama lalu kemudian menghasilkanlah emosi.


3) Klasifikasi Emosi

a. Emosi marah merupakan suatu pola perilaku manusia yang secara tak sadar dirancang

untuk memperingatkan pengganggu agar menghentikan perilaku mengancam terhadap

dirinya. Emosi marah meliputi perasaan jengkel, benci, kesal, mengamuk, dan beringas.

b. Sedih merupakan suatu jenis emosi yang hadir akibat dari keadaan atau peristiwa

mengecewakan yang tidak sesuai dengan harapan, penderitaan, sakit, frustasi terhadap

keadaan atau terhadap seseorang. Emosi sedih terdiri dari berbagai macam, yaitu pedih,

suram, putus asa, muram, mengasihi diri, dan melankolis.

c. Takut merupakan bagian dari emosi manusia. Emosi takut merupakan suatu perilaku

manusia sebagai respon terhadap situasi yang mengancam dirinya atau orang-orang yang

disayanginya. Takut terbagi kedalam berbagai perilaku dan perasaan seperti cemas, gugup,

was-was, khawatir, tidak tenang, dan waspada. Contohnya ketika anak belum pulang

sekolah padalah sudah melebihi jam pulang sekolah seharusnya dan tidak bisa dihubungi,

peristiwa tersebut menyebabkan orangtua cemas terhadap keberadaan anaknya yang belum

tau dimana.

d. Kebahagiaan atau kegembiraan merupakan suatu keadaan pikiran atau perasaan manusia

yang ditandai dengan perasaan senang, cinta, kepuasan, kenikmatan, atau kegembiraan.

Dan juga terbebas dari anacaman ataupun tekanan.

4) Emosi Marah

Seperti yang telah dikemukakan dalam judul tulisan, maka panulis akan lebih spesifik

membahas mengenai emosi negatif yaitu jenis emosi marah. Jika ditinjau secara definisi bahwa

emosi marah merupakan suatu reaksi terhadap hambatan yang menjadi sebab gagalnya suatu

usaha atau suatu perbuatan dalam mencapai suatu tujuan tertentu. Dalam bahasa Indonesia

”amarah” sama dengan kata ”marah”, yakni suatu keadaan atau sifat dari seseorang pada saat

ia merasakan tidak senang atau tidak merasa nyaman karena sedang smenghadapi suatu

hambatan atau diperlakukan tidak sepantasnya, dapat juga bermakna gusar atau gelisah.
Untuk menyalurkan emosi marah tidak setiap orang memiliki kapasitas dalam

mengendalikan emosi marah kearah positif yang lebih dapat diterima secara sosial, sehingga

tidak menimbulkan konflik. Tidak sedikit manusia baik anak maupun dewasa sulit

mengendalikan ungkapan secara lisan yang terjadi secara sepontan terhadap sesuatu yang

menjadi pemicu terjadinya marah. Ada beberapa individu yang mungkin menyadari bahwa

mereka sebenarnya sedang mengekspresikan emosi marah dengan perilaku negatif dan kurang

bisa diterima secara sosial bahkan berpotensi menimbulkan masalah baru ataupun permusuhan,

namun kebanyakan manusia tidak bisa mencegah hal tersebut terjadi. Sulit mengendalin amarah

kearah positif disebut dengan emotionally illiterate.Kurangnya skill dalam memahami

peresaan, bahkan ekspresi kemarahan di masyarakat.

5) Mengendalikan Marah Perspektif Psikologi

Pengendalian emosi yang dirasakan sangat penting dalam kehidupan, sekalipun emosi

tersebut positif tetap harus selalu terkendali, agar tidak berlebih-lebihan. Pengendalian emosi

bermanfaat untuk mereduksi ketegangan yang timbul akibat emosi yang memuncak. Model-

model pengalihan emosi diantaranya :

a. Katarsis

Katarsis merupakan suatu istilah yang mengacu pada pelampiasan emosi, atau membawa

keluar dari keadaan seseorang yang tidak diharapkan. Katarsis merupakan bentuk

pengalihan yang bermanfaat mengurangi agresi, ketakutan, atau kecemasan sekaligus bisa

melampiaskan kemarahan. Menurut Morgan, katarsis merupakan istilah yang mengacu

pada penyaluran emosi. Pengalihan emosi atau yang disebut dengan katarsis dapat berupa

katarsis positif atau negative. Bentuk katarsis negatif dari emosi marah ditunjukan dengan

pelampiasan marah yang meledak-ledak, mencaci seseorang, merusak benda seperti

membanting gelas, menonjok dinding, memakai seseorang atau suatu benda, dan bentuk

negative lainnya yang dapat menyakiti dirinya mapun orang-orang disekitarnya.

Pengalihan emosi marah yang lunak atau katarsis positif ditunjukan dengan perilaku yang

dimunculkan dapat diterima secara sosial, seperti mengalihkannya kepada hobi seperti
bersepda, menyiram tanaman, tersenyum, berjalan menjauhi sumber pemicu, menyalurkan

melalui media tulisan yang diarahkan kepada hal positif, atau tindakan lainnya yang dapat

diterima secara sosial dan menjauhkan dari konflik.

b. Rasionalisasi

Rasionalisasi merupakan bentuk pengalihan dari suatu tujuan yang tak tercapai kepada

bentuk yang lain, yang diciptakan di dalam persepsi.

c. Regresi

Regresi merupakan bentuk pertahanan diri dengan cara mundur dari perkembangan yang

lebih tinggi ke yang lebih rendah, seperti menurunkan tujuan menjadi tidak setinggi yang

direncanakan.

6) Emosi Marah Menurut Pandangan Al-Quran dan Hadist

Emosi marah dimiliki oleh semua manusia dimuka bumi ini tanpa terkecuali sekalipun

itu manusia mulia seperti Nabi. Sebagaimana Nabi Muhammad SAW bersabda “Aku ini hanya

manusia biasa, aku bisa senang sebagaimana manusia senang dan aku bisa marah

sebagaimana manusia marah” (HR. Muslim, No.2603). Manusia mulia seperti baginda Nabi

Muhammad SAW pun memiliki emosi marah seperti kita manusia biasa.

Arti kata amarah atau marah dalam bahasa Arab disebut dengan ungkapan ”gahdab”

dan ”ghaidz”. Gahadab berasal dari akar kata : ‫ يغصب – غصبا‬- ‫ غصب‬yang berarti ‫ يسخط‬-‫– سخط‬

‫ سخطا‬yakni benci kepada seseorang sehingga bermaksud untuk menyakitinya. Pada saat inilah

seseorang yang tengah mengalami emosi marah disebut dengan ”ghadib/ghadaban” (orang

yang sedang marah), dan juga diartikan sebagai reaksi yang cenderung kearah permusuhan.

Bentuk pengungkapan marah dapat dilihat dari dua kata kunci “ghadab” dan “ghaidz”. Definisi

marah menurut pendapat Al-Ghazali yaitu marah sebagai sekam yang tersimpan dalam hati,

seperti terselipnya bara di balik debu. Boleh jadi api dari amarah tersebut setan diciptakan

(Akbar, 2008). Potensi emosi marah dan emosi yang lainnya baik itu positif atau negative

sebenarnya dimiliki manusia sejak dia dilahirkan. Bahkan sebelum bayi bisa bicara, emosi yang

sudah berkembang didalam dirinya adalah perasaan gembira, takut, malu, heran, dan marah.

Dalam keadaan marah biasanya intonasi suara seseorang akan meninggi. Dalam Islam segala
bentuk nafsu dikendalikan bukan ditekan atau malah dihilangkan, termasuk emosi. Emosi

dikendalikan sehingga masing-masing nafsu tepat pada tempatnya dan sesuai dengan porsinya.

Sehingga masing-masing komponen yang ada dalam diri manusia dapat bersinergi dengan baik.

Terbentuklah seorang manusia yang seimbang, utuh sesuai fitrah penciptaannya dan menjadi

khalifah yang baik di muka bumi.

Imam An-Nawawi mendefinisikan marah dari perepektif ilmu Tasawuf, marah

merupakan tekanan nafsu dari hati yang mengalirkan darah pada bagian wajah dan

mengakibatkan timbulnya kebencian terhadap seseorang (Husnaini, 2019). Tenaga seseorang

yang sedang marah akan berubah energy berlipat ganda dan jauh lebih kuat daripada dalam

keadaan tidak marah. Seseorang yang sedang marah memiliki tambahan energi besar yang

dapat dimanfaatkan oleh setan untuk berkhidmat pada selera permusuhannya. Bermula dari

emosi marah dapat timbul berbagai kejahatan seperti membunuh, menganiaya, dan kejahatan

lainnya.

D. Kesimpulan (Manfaat)

Manusia adalah makhluk yang unik. Segala kemampuan diberikan Tuhan kepada

manusia, baik kemampuan positif maupun kemampuan negatif, salah satu kemampuan yang

diberikan Tuhan kepada manusia adalah emosi. Ada orang yang sangat mudah marah dan ada

orang-orang yang jarang sekali marah. Beberapa orang sadar kemarahan mereka dan tahu

bagaimana mengontrol dan menghadapinya. Sebaliknya, ada orang lain yang gagal untuk

mengenali tanda-tanda kemarahan dan menemukan dirinya dalam situasi yang tidak nyaman

dan sering tidak menyenangkan. Kemarahan yang tejadi pada seseorang akan sangat berbahaya.

Kemarahan akan membinasakan hati dan kebijaksanaan. Barang siapa yang tidak dapat

menguasai atau mengendalikan amarahnya maka ia tidak akan dapat mengendalikan

pikirannya. Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam menjelaskan dalam haditsnya

Artinya: “Apabila salah seorang diantara kalian marah sedangkan dia berdiri maka hendaklah

dia duduk, agar kemarahannya hilang, apabila masih belum mereda maka hendaklah dia

berbaringlah" (HR. Abu Daud). Dari penjelasan diatas dan dari periwayatan ilmu agama dapat
disimpulkan bahwa kita sebagai manusia hendaklah mampu mengendalikan emosi. Emosi

adalah sifat dan keadaan yang wajar dirasakan oleh setiap manusia, karena Allah telah

membekali manusia dengan yang namanya perasaan sehingga apabila manusia sedang dalam

keadaan tertentu maka akan selaras perasaan dan perbuatannya. Emosi marah wajar saja

dirasakan oleh setiap manusia, yang harus diingat adalah bagaimana sikap yang harus kita

lakukan ketika marah yaitu dengan belajar mengendalikan dan mengontrol emosi yang muncul.

Jika dalam psikologi manusia bisa meluapkan emosinya melalui proses katarsis dan dengan

menangis. Sedangkan berdasarkan ilmu agama bahwa emosi dapat dikendalikan dengan lebih

memantapkan iman, apalabila marah maka ganti posisi menjadi duduk, berbaring atau

menghindari situasi penyebab marah itu sejenak serta dengan cara berdzikir kepada Allah.
REFERENSI
Al-Ghazali, Ringkasan Ihya’ ‘Ulumuddin, (Akbar Media Eka Sarana, 2008), 238. Penj. Abdul Rasyid

Shidiq

Mochamad Sulaiman Zuhdi & Fathul Lubabin Nuqul. Konsepsi Emosi Marah Dalam Perspektif Budaya

di Indonesia: Sebuah Pendekatan Indigenous Psychology. Jurnal Psikologi, Volume 18

Nomor 1, Juni 2022. Fakultas Psikologi UIN Malik Ibrahim Malang.

Wigati, Indah. (2013). TEORI KOMPENSASI MARAH DALAM PERSPEKTIF PSIKOLOGI

ISLAM. TA’DIB, Vol. XVIII, No. 02, Edisi Nopember 2013. Fakultas Tarbiyah dan

Keguruan IAIN Raden Fatah Palembang

Husnaini, Rofi. (2019). HADIS MENGENDALIKAN AMARAH DALAM PERSPEKTIF

PSIKOLOGI. Diroyah: Jurnal Ilmu Hadis 4, 1 (September 2019):79-88. Universitas

Muhammadiyah Bandung

Ansori. (2020). Kepribadian dan Emosi. Jurnal Literasi Pendidikan Nusantara ISSN: XXXX-XXXX.

http://jurnal.uinbanten.ac.id/index.php/jlpn

Sundari, S. (2005). Kesehatan Mental Dalam Kehidupan. Jakarta: Rineka Citra

Averill, J.R., 1990, ‘Inner feelings, works of the flesh,the beast within, diseases of the mind, driving

force,and putting on a show: Six metaphors of emotion andtheir theoretical extensions’. In D.

Leary (ed.) Metaphor in the history of psychology, Cambridge University Press, Cambridge.

Rita. S, Husni, D., Fitriyanti, E. (2014). Perasaan Terluka Membuat Marah. Jurnal Psikologi, Volume

10 Nomor 2, Desember 2014.

Anda mungkin juga menyukai