Anda di halaman 1dari 9

Tugas 11

PENDEKATAN DALAM KONSELING

“Konseling Rasional Emotif (KOREM)”

Dosen Pembina

Dr. Netrawati, M.Pd., Kons

Oleh:

Rani Rahmita Nst

18006075

JURUSAN BIMBINGAN DAN KONSELING

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI PADANG

2020
A. Pandangan Tentang Manusia
Beberapa pandangan tentang hakikat manusia yang diajukan oleh Albert Ellis,
yang mewarnai teori Rational Emotive ialah sebagai berikut:
1) Manusia dipandang sebagai makhluk yang rasional dan juga tidak rasional.
Pada hakikatnya manusia itu memiliki kecendrungan untuk berpikir yang
rasional atau logis, disamping itu juga ia memiliki kecendrungan untuk berpikir
tidak rasional atau tidak logis. Kedua kecendrungan yang dimiliki oleh manusia
ini akan tampak jelas dan tergambar dalam bentuk tingkah lakunya yang nyata.
Dengan kata lain, dapat dijelaskan bahwa apabila sesorang telah berpikir rasional
atau logis yang dapat diterima dengan akal sehat, maka orang itu akan bertingkah
laku rasional dan logis pula. Tetapi sebaliknya apabila seseorang itu berpikir yang
tidak rasional atau tidak bisa diterima akal sehat maka ia menunjukkan tingkah
laku yang tidak rasional. Pola berpikir semacam inilah oleh Ellis yang disebut
sebagai penyebab bahwa seseorang itu mengalami gangguan emosional.
2) Pikiran, perasaan, dan tindakan manusia adalah merupakan suatu proses yang satu
dengan yang lainnya tidak dapat dipisahkan.
RET memandang bahwa manusia itu tidak akan bisa lepas dari perasaan dan
perbuatannya. Perasaan seseorang senantiasa melibatkan pikiran dan tindakannya.
Tindakan selalu melibatkan pikiran dan perasaan seseorang.
3) Individu bersifat unik dan memiliki potensi untuk memahami keterbatasannya,
serta potensi mengubah pandangan dasar dannilai-nilai yang diterimanya secara
tidak kritis.
Individu itu dilahirkan dengan membawa potensi-potensi tertentu, ia memiliki
berbagai kelebihan dan kekurangannya serta keterbatasannya yang bersifat unik.
RET memandang bahwa individu itu memilikipotensi untuk memahami
kelebihan-kelebihan dan keterbatasan-keterbatasannya itu. Namun, di sela-sela
kelebihan dan keterbatasan itu individu harus memiliki potensi
untuk berpandangan yang rasional dan realistik, agar individu itu mampu
melakukan adaptasi diri dengan baik.

1
B. Konsep Tentang Tingkah Laku Manusia
1) Perkembangan kepribadian :
a. Manusia tercipta dengan :
 Dorongan yang kuat untuk mempertahankan diri dan memuaskan diri.
 Kemampuan untuk self-destructive (SD), hedonis buta, dan menolak
aktualisasi diri
b. Individu sangat mudah dipengaruhi orang lain (suggestible). Keadaan seperti
ini terlebih – lebih lagi terjadi pada masa anak-anak.
2) Mekanisme tingkah laku:
a. Berkenaan dengan suatu kejadian atau peristiwa (A) yang diikuti oleh
perasaan tidak enak (P) individu memiliki dua kemungkinan (B) : berpikir
rasional atau tidak rasional.
b. Ciri-ciri irrasional belief (iB) :
 Tidak dapat dibuktikan
 Menimbulkan perasaan tidak enak ( seperti kecemasan ) yang
sebenarnya tidak perlu.
 Menghalangi individu kembali ke kejadian awal (A) dan
mengubahnya.

C. Teori Kepribadian

a. Asumsi Dasar tentang Kepribadian


Pokok-pokok dari teori kepribadian Ellis dapat dikemukakan sebagai berikut:
1. Irasionalitas mendasari emosionalitas, gangguan emosi disebabkan
oleh fikiran-fikiran yang bersifat irasional. Bila kita “berfikir” tentang
sesuatu “jelek”, maka kita akan “merasakan” juga sebagai sesuatu itu
“jelek”.
2. Hubungan antara emosi dan fikiran; emosi dan fikiran sangat berat
hubungannya oleh karena itu keduanya sering berbarengan.
3. Sumber berfikir irasional; berfikir irasional bersumber pada disposisi
biologis dengan melewati pengalaman waktu kecil dank arena
pengaruh kebudayaan.
4. Penggunaan symbol dalam berfikir. Berfikir, baik logis maupun tidak,
dilkukan dengan menggunakan symbol-simbol atau bahasa.

2
5. Verbalisasi diri dan gangguan emosi, verbalisasi diri maksudnya
adalah apa yang dikatakan oleh sesorang secara terus menerus kepada
dirinya. Bila hal itu bersifat negative dapat menimbulkan gangguan
emosi.
6. Reorganisasi dan persepsi; pikiran-pikiran yang merusak,
merendahkan diri dan emosi-emosi yang negative dapat diatasi dengan
“reorganisasi persepsi” dan dengan berfikir positif serta logis /
rasional.
b. Gangguan Kepribadian
Gerald Corey (1986) dengan mengutip pendapat Albert Ellis,
mengemukakan 11 ide rasional yang secara umum menimbulkan gejala-gejala
neurosis, psikosis atau pun perilaku merusak diri lainnya pada manusia, yakni:
1. Adalah mutlak bagi individu untuk dicintai atau diakui oleh orang-
orang yang berarti dalam lingkungannya.
2. Adalah penting bahwa setiap individu berkompeten, memadai dan
mampu dalam keseluruhan bidang jika individu itu ingin berguna.
3. Beberapa orang yang tidak baik, merusak, jahat dan kejam dan orang-
orang ini harus dikutuk dan dihukum.
4. Adalah sesuatu yang buruk sekali dan bencana bila sesuatu itu tidak
berjalan sebagaimana yang ia rencanakan
5. Ketidak bahagiaan adalah kejadian dari luar yang individu tidak dapat
mengontrolnya. Individu ini cenderung enggan berusaha dan selalu
menyerah pada nasib.
6. Jika sesuatu yang membahayakan atau berbahaya, seorang individu
harus dengan konstan memberi perhatian dan berfikir tentang itu.
7. Adalah lebih mudah untuk lari dari kesulitan dan tanggung jawab
pribadi diri sendiri dari pada menghadapinya
8. Individu-individu membutuhkan untuk tergantung pada orang lain dan
mempunyai tempat bergantung yang kuat bagi diri sendiri.
9. Kejadian-kejadian masa lalu dalam kehidupan seseorang, amat
menentukan tingkah laku sekarang dan hal itu tidak dapat dirubah.
10. Seorang individu harus sangat memperhatikan masalah-masalah dan
gangguan yang dialami individu lainnya.

3
11. Selalu ada jawaban yang benar dan tepat untuk menjawab berbaqgai
permasalahan, dan adalah bencana jika hal itu tidak ditemukan.
Ellis meyakini bahwa umumnya kasus-kasus dan munculnya permasalahan
emosional disebabkan oleh sebelas keyakinan tersebut.

D. Teori A-B-C-D-E
Salah satu teori utama mengenai kepribadian yang di kemukakan oleh Albert
Ellis dan para penganut konseling Rasional emotif adalah teori teori yang disebut A-
B-C-D-E yang merupakan sentral dari teori praktek konseling Rasional Emotif.
Secara umum teori A-B-C-D-E sebagai berikut:
A = Activity, or action, or agent, yaitu hal-hal situasi, kegiatan atau
peristiwa yang mendahului atau menggerakkan individu. Hal ini berada
pada kejadian diluar atau sekitar individu.
iB = Irational Belief, yakni keyakinan-keyakinan irrasional atau tidak layak
terhadap kejadian eksternal (A), terjadi dalam diri individu, yakni apa yang
secara terus menerus ia katakana berhubungan dengan A terhadap dirinya.
rB = Rational Belief, yakni keyakinan-keyakinan yang rasional atau layak dan
secara empiric mendukung kejadian eksternal
iC = Irrational Consequences, yakni konsekuensi-konsekuensi irasional atau
tidak layak yang dianggap berasal dari A.
rC = Rational Consequences, yakni konsekuensi-konsekuensi rasional atau
layak yang di anggap berasal dari (RB = keyakinan rasional)
D = Dispute irrational belief, yakni keyakinan-keyakinan irasional dalam
diri individu saling bertentangan (disputing)
CE = Cognitive Effect or disputing, yakni efektif kognitif yang terjadi dari
pertentangan dalam keyakinan-keyakinan irasional.
bR = Behavioral Effect of disputing, yakni efek dalam perilaku dari
keyakinan-keyakinan irasional diatas.

4
E. Perkembangan Kepribadian Salah Suai

Perkembangan kepribadian salah suai dapat terjadi apabila:


1. Permasalahan emosional hampir selalu terkait dengan perhatian individu yang
terlalu besar terhadap apa yang dikatakan orang lain terhadap dirinya.
2. Individu yang mengalami perasaan tidak enak (sebagai akibat kejadian A), ia
dapat:
a. Rasional: berbuat realistik agar kejadian itu tidak berulang.
b. Tidak Rasional: meyakinkan diri sendiri akan adanya sejumlah belief yang
sebenarnya tidak rasional (iB), dengan demikian terjadilah masalah.
3. iB mencengkram individu:
a. Ia membiarkan situasi yang tidak menyenangkan itu berlangsung, meskipun
ia tidak menyukainya.
b. iB itu tidaklah memalukan atau terlalu jelek, meskipun tidak mengenakkan
atau tidak berguna.
c. Ia memainkan “peranan Tuhan” dengan menyatakan: ”Kalau saya mau, tentu
bisa, dan kalau saya tidak mau, ya tidak akan terjadi”.
d. Ia berkehendak mengontrol dunia, dan orang yang tidak dapat melakukannya
dianggap sebagai orang bodoh atau tidak berguna.
4. iB sering mendapat penguatan sepanjang perkembangan individu (oleh orangtua,
sekolah, anggota masyarakat, dan lembaga-lembaga). Perasaan tidak berdaya
anak/individu menjadi pangkal perkembangan iB.

F. Tujuan Konseling
Berdasarkan pandangan dan asumsi tentang hakikat manusia dan teori
kepribadian serta konsep-konsep teoritik dari rasional emotif, maka tujuannya
terdapat dua yaitu :
a. Tujuan Utama
Menurut Albert Ellis sebagaimana yang dikutip oleh Gerald Corey (1987),
tujuan utama dari konseling dengan pendekatan rasional emotif hanya satu yakni:
meminimalkan pusat pandangan perusakan diri klien dan membawa dia.
b. Tujuan Khusus

5
Berikut ini dapat dikemukakan tujuan-tujuan khusus yang di arahkan dimana
konselor Rasional Emotif bekerja dengan klien-kliennya menurut Geral Corey (1986),
dimana ditumbuhkan pada diri klien hal-hal sebagai berikut :
1. Minat-diri (self-interest) ; konseling memberikan kemungkinan kepada klien
untuk menata kembali persepsinya sendiri terhadap dirinya.
2. Minat social (social-interest) ; manusia jarang memilih hidup sendiri dan mereka
suka hidup secara efektif dengan orang lain dalam kelompok.
3. Arahan diri (self-direction) ; konseling mengarahkan dirinya sendiri, dalam arti
dia harus menghadapi kenyataan hidupnya dengan tanggung jawab sendiri dan
bukannya tergantung atau selalu minta bantuan orang lain.
4. Toleransi (tolerance); konseling mendorong membangkitkan rasa toleransi
terhadap orang lain meskipun ia bersalah, dan tidak menghukum / mengkutuk
untuk contoh tingkah laku tertentu.
5. Fleksibelitas ; orang yang sehat adalah fleksibel dalam ide-idenya, terbuka untuk
berubah dan pandangannya tidak fanatic.
6. Penerimaan dari ketidak tentuan ; individu yang matang emosinya bersedia
menerima kenyataan bahwa di dunia ini, segala sesuatu mungkin terjadi.
7. Komitmen ; individu yang sehat mempunyai kapasitas untuk amat terpikat dalam
sesuatu diluar dirinya.
8. Berfikir ilmiah, konseling membawa klien untuk berfikir rasional, secara objektif
baik terhadap diri sendiri maupun terhadap orang lain.
9. Penerimaan diri ; konseling membawa klien untuk menerima keadaan diri sendiri,
terhadap kemampuan dan kenyataan diri sendiri dengan rasa gembira dan senang.
10. Mengambil resiko ; orang yang memiliki emosi yang sehat cenderung untuk
menjadi petualang, tidak berfikir secara membabi buta.
11. Menerima kenyataan dan tidak khayalan ; seseorang yang matang dan sehat
emosinya menerima menerima kenyataan dan tidak pernah mencapai keberadaan
utopia.

G. Cara Menganalisis Masalah Klien Dengan Model Korem

Dalam konselingnya, Ellis tidaklah selalu mengandalkan rasio dan logika. Pada
bagian tertentu dari teorinya juga dipengaruhi oleh pemikiran Sigmund Freud,
khususnya pendapatnya tentang pengaruh masa kecil yang menjadi bibit dari

6
terbentuknya pikiran yang irasional dan illogic. Namun Ellis tidak sependapat dalam
penggarapan pengaruh masa kecil tersebut. Dalam hal ini Ellis mengabaikan
penjelajahan masa lalu, dan dia lebih terfokuspada usaha meng-“counter”-nya melalui
pengajaran dan pembuktian secara empirik.
1. Dalam menyelenggarakan konseling, konselor lebih bernuansa otoritatif dengan
menggunakan teknik-teknik yang bersifat langsung, persuasive, sugestif, aktif, dan
logis seperti pemberian nasihat, terapi kepustakaan, pelaksanaan prinsip-prinsip
belajar, dan konfrontasi langsung. Hal ini untuk mendorong klien beranjak dari pola
pikir tidak rasional ke rasional.
2. Tiga pola dasar: kognitif, emotif, dan behavioristik
i. Konseling Kognitif
Memperlihatkan kepada klien bahwa ia haruslah meninggalkan sikapnya yang
perfeksionistik apabila ia ingin lebih bahagia dan terlepas dari kecemasannya. Di
sini konselor sepertinya melaksanakan proses mengajar. Perlengkapan yang
diperlukan adalah: pamplet, buku, ekaman kaset/video, film.
ii. Konseling Emotif-Evokatif
Mengubah system nilai klien. Berbagai teknik digunakan untuk menyadarkan
klien antara yang benar dan yang salah, seperti: memberikan contoh, bermain
peranan, teknik unconditional acceptance dan humor, serta exhalation (pelepasan
beban) agar klien melepaskan pikirannya yang tidak rasional dan menggantinya
dengan yang rasional.
iii. Konseling Behaviorial
Mengembangkan pola berpikir dan bertingkah laku yang baru segera setelah kllien
menyadari kesalahan-kesalahannya. Teknik yang dipakai bersifat eklektik, dengan
pertimbangan:
1) Ekonomis dari segi waktu untuk klien dan konselor
2) Kesegeraan hasil yang dicapai
3) Efektifitas teknik yang dipakai untuk bermacam ragam klien
4) Kedalaman dan ketahanan (berlangsung lama) dari hasil yang dicapai.

7
DAFTAR PUSTAKA

Latipun. 2008. Psikologi Konseling. Malang: Universitas Muhammadiyah Malang Press.

Prayitno. 2005. Konseling Pancawaskita. Padang: FIP UNP

Sukardi, Dewa Ketut. 1985.Pengantar Teori Konseling (Suatu Uraian Ringkas). Jakarta:
GhaliaIndonesia.

Sukardi, Dewa Ketut. 2008.Pengantar Pelaksanaan Program Bk di Sekolah. Jakarta :Rineka


ipta.

Winkel. 2007. Bimbingan dan Konseling di Instituti Pendidikan. YogyakaUNP.

Anda mungkin juga menyukai