Anda di halaman 1dari 6

TUGAS 8

KONSELING TRAUMA
“Pengurangan dampak psikologis pascatrauma:Self Report & Sharing”

Dosen Pengampu :

Drs. Taufik, M.Pd, Kons

Disusun Oleh

Atikah Rahma Shofia (20006054)

DEPARTEMEN BIMBINGAN DAN KONSELING

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI PADANG

2023
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ............................................................................................................ i


A.Pengertian self report & sharing .............................................................................................. 1

B.Tujuan dan sasaran self report & sharing ................................................................................. 1

C.Prosedur self report & sharing ................................................................................................. 2

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 4

i
Pengurangan dampak psikologis pasca trauma : Self Report &Sharing

A. Pengertian self report & sharing

Self Report & Sharing merupakan media berkomunikasi dari seseorang


kepada orang lain untuk mencurahkan isi hati, pikiran dan perasaan serta
pengalaman yang selama ini terhambat pengutaraan-nya sehingga menimbulkan
sesuatu yang mengganjal dan tidak mengenakkan pada diri individu. Ganjalan
seperti itu perlu diangkat sehingga tidak menyumbat atau menghambat dinamika
perilaku yang terwujud dari KES-T menjadi KES.
Self-report adalah salah satu bentuk tes kepribadian dimana responden
memberikan informasi tentang dirinya sendiri dengan cara menjawab sejumlah
pertanyaan, menuliskan pada catatan pribadi atau melaporkan berbagai pemikiran
danatau perilaku Cohen dkk., 2005. Self-report digunakan untuk mengukur ciri
khusus dari seseorang seperti aspek emosi, motivasi dan sikap. Self-report juga
dikenal dengan sebutan self-report inventory di mana istilah “inventori” digunakan
karena hasil pengukuran yang diperoleh berasal dari jawaban pada serangkaian
pertanyaan atau pernyataan responden mengenai dirinya sendiri. Self-report
dianggap sebagai kuesioner karena pada dasarnya pembuatan self-report ini
disusun dengan teknik pembuatan kuesioner (Anastasi dan Urbina, 1997).
Sharing adalah hasil dari curahan isi hati, pikiran, perasaan, pengalaman,
yang mengganjal di hati seorang klien. Didalam pikiran dan perasaan klien yang
tidak mengenakkan, perlu untuknya diatasi agar tidak menyumbat perilaku
tersebut. Maksudnya tidak menyumbat perilaku adalah agar tidak menetapkan
perilaku yang salah (maladaptif) dan untuk menjadikan perilaku yang (adaptif)
perilaku yang benar.
B. Tujuan dan sasaran self report & sharing
Adapun tujuan self report and sharing menurut (Rahmita 2021) adalah sebagai
berikut :
1) Untuk mengetahui lebih dalam tingkat traumatik dan masalah yang dialami oleh
pribadi klien
2) Membantu siswa untuk mengenali dirinya yaitu dengan memahami kekurangan
dan kelebihan yang sesuai dengan kepribadiannya melalui jawaban-jawaban dan
pertanyaan-pertanyaan.

1
3) Membantu guru, khususnya guru BK untuk mengetahui dan memahami gambaran
utuh dari masalah siswa tersebut
4) Membantu diagnosus permasalahan yang mungkin bisa muncul pada diri siswa
yang dihadapinya
5) Untuk dapat tercurahkan hal-hal yang tidak mengenakkan di hati klien, perlu
melakukan (proses katarsis)
6) Pengubahan tingkah laku menjadi KES
7) Disadarinya ada sesuatu (ganjalan) trauma pada diri individu yang selama ini
tidak dapat dikemukakan padaorang lain.

C. Prosedur self report & sharing


Menurut Rahmita (2021) ada beberapa pelaksanaan self report and sharing, yaitu
a. Dialog antara konselor dan klien
Hubungan konseling yaitu hubungan antara konselor dengan klien
yang merupakan salah satu aspek penting dalam konseling. Konselor yang
efektif adalah mereka yang dapat menciptakan hubungan yang bersifat
membantu dan tanpa tekanan dengan lainnya, sehingga konselor dan klien itu
sama-sama dapat merasakan kenyamanan dan ketentraman untuk saling
berhubungan secara bebas dan sopan. Hubungan itu sendiri dapat berfungsi
sebagai alat komando. Hal ini sebagian besar tergantung pada apakah konselor
mampu bersikap tanpa topeng (tidak berpura-pura).
Seseorang yang bersungguh-sungguh ingin menjadi konselor yang
efektif, harus menerima tanggung jawab dan ketidak pastian serta berani
menempatkan dirinya sendiri dalam suasana yang mengandung resiko, baik itu
resiko pribadi, yang menyangkut perasaan, hubungan dengan orang lain,
jabatan dan sebagainya. Bahwasannyakonselor harus menyiapkan diri untuk
dapat berfungsi sebagai pribadi yang utuh dan terbuka tanpa menggunakan
topeng serta tidak melaksanakanaturan permainan yang telah direncanakan
sebelumnya.
b. Pelayanan dan Konseling
Proses pemberian bantuan atau helping proces terjadi Dlam suatu
hubungan atau relasi. Dalam konteks yang formal, relasi semacam ini
dilakukan dalam bentuk wawancara, yaitu suatu helping relationship yang
teratur pada umumnya terjadi antara dua orang saja.

2
Hubungan yang membantu dalam wawancara konseling menurut
Barmmer (1979) dipengaruhi oleh faktor-faktor yang terdapat pada diri
konselor maupun diri klien, Faktor tersebut adalah
1. Konselor harus memiliki persepsi diri, kebutuhan, nilai-nilai, perasaan,
pengalaman, harapan dan keahlian dalam mewawancarai klien
2. Klien juga harus memiliki persepsi, kebutuhan, nilai-nilai, perasaan,
pengalaman, harapan dan keahlian dalam menjawab pertanyaan dari
konselor.
Prosedur atau cara melakukan Self Report and Sharing ini ada beberapa,
diantaranya dengan melakukan quisioner atau wawancara.
a. Quisioner
Quisioner atau bisa di sebut dengan mmberikan pertanyaan –
pertanyaan kepada klien. Pertanyaan- pertanyaan ini yang menunjukkan
tingkat kesetujuan serta menyeleksi posisi dari beberapa kata yang
didefenisikan oleh konselor. Namun tak jarang dengan quisioner ini klien
semena-mena dalam menjawab pertanyaan yg diberikan. Maka dari itulah
konselor harus pandai mengolah kata agar si klien lebih terbuka dan jujur.
b. Wawancara
Merupakan proses wawancara dimana seorang konselor memimpin
jalannya wawancara, merekam respon dari klien itu sendiri. Disini konselor
harus meyakinkan bahwa kerahsiaan si klien itu terjaga dengan baik. Hanya
klien dan konselor yang tau agar si klien mau berbagi informasi akan masalah
yang dihadapinya.
Helping Relationship dalam wawancara konseling menurut Brammer
(1979) dipengaruhi oleh faktor-faktor yang terdapat pada diri konselor atau
klien sendiri. Diantaranya :
a. Klien harus memiliki persepsi, kebutuhan, nilai-nilai, perasaan,
pengalaman, harapan, dan keahlian
b. Konselor harus memiliki persepsi diri, kebutuhan, nilai-nilai, perasaan,
pengalaman, harapan, dan keahlian dalam mewawancarai klien.

3
DAFTAR PUSTAKA

Anastasi, A. dan Urbina, S. 1997. Psychological Testing. 7th edition. Pearson Prentice Hall
Brammer. 1979. Layanan Konseling. Surabaya : Usaha Nasional
Cohen, S and Syme, S.I. 2005. Social Support And Health. London: Academic
Press Inc.
Rahmita, Rani (2021). Pengurangan dampak psikologis pasca trauma : Self Report &
Sharing. BK FIP UNP

Anda mungkin juga menyukai