Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

KEWIRAUSAHAAN DALAM BIMBINGAN DAN KONSELING


“Konsep Dasar Latar Belakang Kewiraswastaan”

Dosen Pengampu:

Drs. Taufik, M. Pd., Kons.

Kelompok 1:

Anisya Maya Sari 21006107


Celvia Febriani 21006111
Fadilla Rahma Sari 21006115

DEPARTEMEN BIMBINGAN DAN KONSELING

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI PADANG

2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-Nya
sehingga makalah dengan judul “Konsep Dasar Latar Belakang Kewiraswataan” ini dapat
tersusun hingga selesai. Tidak lupa juga kami mengucapkan banyak terima kasih atas
bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik materi
maupun pikirannya. Penyusunan makalah ini bertujuan untuk memenuhi nilai tugas dalam
mata kuliah Kewirausahaan Dalam Bimbingan dan Konseling.

Selain itu, pembuatan makalah ini juga bertujuan agar menambah pengetahuan dan
wawasan bagi para pembaca. Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman maka
kami yakin masih banyak kekurangan dalam makalah ini.

Penulis menyadari dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan dan
keterbatasan. Kritik dan saran sangat penulis harapkan untuk perbaikan makalah ini.
Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca. Oleh karena itu, kami
sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempuraan
makalah ini. Akhir kata, semoga makalah ini dapat berguna bagi para pembaca.

Padang, September 2023

Penulis.

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................ .……... i


DAFTAR ISI ....................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1
A. Latar Belakang ......................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .................................................................................... 1
C. Tujuan ...................................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN .................................................................................... 2
A. Pengertian Kewiraswataan …………………………………………… ... 2
B. Sejarah Kewiraswataan ............................................................................. 2
C. Pentingnya Kewiraswastaan bagi Konselor .............................................. 5
D. Tantangan Masa Depan ............................................................................ 6
BAB III PENUTUP ............................................................................................ 8
A. Kesimpulan .............................................................................................. 8
B. Saran ........................................................................................................ 9
KEPUSTAKAAN ............................................................................................... 10

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kewiraswastaan adalah suatu konsep atau aktivitas yang melibatkan seseorang atau
sekelompok orang dalam mendirikan, mengoperasikan, dan mengembangkan usaha
bisnis dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan.
Kewiraswastaan melibatkan inovasi, risiko, dan kemampuan mengelola sumber daya
yang ada. Kebutuhan ekonomi: Banyak orang memulai usaha mereka karena mereka
ingin memperoleh pendapatan yang stabil atau lebih tinggi daripada pekerjaan
tradisional. Kewiraswastaan dapat menjadi solusi untuk mengatasi pengangguran atau
kurangnya peluang pekerjaan yang memadai.
Kreativitas dan inovasi: Beberapa orang memulai usaha mereka karena mereka
memiliki gagasan atau produk yang unik dan inovatif yang ingin mereka wujudkan.
Mereka ingin menciptakan sesuatu yang belum ada sebelumnya dan menawarkannya
kepada pasar. Kebebasan dan otonomi: Sebagian orang ingin memiliki kendali penuh
atas hidup dan karier mereka, dan kewiraswastaan memberi mereka kesempatan untuk
mencapai itu. Mereka bisa menentukan sendiri jadwal kerja, mengambil keputusan
bisnis, dan mengatur prioritas sesuai dengan keinginan mereka.
Lingkungan keluarga atau budaya: Dalam beberapa kasus, seseorang mungkin
terinspirasi untuk menjadi wirausaha karena melihat anggota keluarga atau individu
dalam budaya mereka yang lain yang sukses dalam berwirausaha. Ini dapat menciptakan
dorongan untuk mengikuti jejak mereka dan mewarisi tradisi kewiraswastaan.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian kewiraswataan?
2. Bagaimana Sejarah kewiraswataan?
3. Apa pentingnya kewiraswataan bagi konselor?
4. Bagaimana tantangan masa depan?

C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian kewiraswataan.
2. Mengetahui bagaimana Sejarah kewiraswataan.
3. Mengetahui pentingnya kewiraswataan bagi konselor.
4. Mengetahui bagaimana tantangan masa depan.
1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Kewiraswataan
Secara etimologis, wiraswasta berasal dari bahasa Sanskerta yaitu “wira, swa, dan
sta”. “Wira” berarti utama, berani, atau perkasa. “Swa” berarti sendiri dan “Sta” berarti
berdiri. Jika digabungkan, swasta berarti berdiri diatas kaki sendiri dengan kata lain
berdiri diatas kemampuan sendiri. Sehingga wiraswasta dapat diartikan sebagai
keberanian, keutamaan, serta keperkasaan dalam memenuhi kebutuhan serta
memecahkan permasalahan hidup dengan kekuatan yang ada pada diri sendiri (Kurniati
dkk, 2022).
Wiraswasta merupakan keberanian, keutamaan serta keperkasaan dalam memenuhi
kebutuhan serta memecahkan permasalahan hidup dengan kekuatan yang ada pada diri
sendiri. Ia beranggapan bahwa manusia wiraswasta mempunyai mental yang tinggi
sehingga memungkinkan ia melompat dan meluncur maju ke depan di luar kemampuan
rata-rata, adakalanya wiraswastawan tidak berpendidikan tinggi (Soemanto, 1992). Jadi
wiraswasta adalah orang yang mempunyai kemampuan untuk melihat dan menilai
peluang bisnis, mengumpulkan sumber daya yang diperlukan untuk memperoleh manfaat
dari peluang tersebut; dan memulai kegiatan yang sesuai untuk meraih keberhasilan
(Idrus, 1999).

B. Sejarah Kewiraswataan
Istilah kewiraswastaan (entrepreneurship) berasal dari Perancis yang secara harfiah
diterjemahkan sebagai “perantara”. Pada abad pertengahan, istilah ini digunakan untuk
menjelaskan orang-orang yang menangani proyek produksi berskala besar. Sedangkan
kewiraswastaan secara lebih luas didefinisikan sebagai proses penciptaan sesuatu yang
berbeda nilainya dengan menggunakan usaha dan waktu yang diperlukan, memikul
resiko financial, psikologi, dan social yang menyertainya, serta menerima balas jasa
moneter dan kepuasan pribadi (Wiratmo, 1996).
Istilah dan konsep kewiraswastaan mulai diperkenalkan di Indonesia oleh
Suparman Sumahamijaya (Bapak Wiraswasta Indonesia) sekitar tahun 1967 yaitu
mengadopsi istilah dan konsep entrepreneurship dari Robert Cantillon (1755) yang telah
disesuaikan dengan dasar filosofis bangsa Indonesia (Rashid, 1981). Bapak Wiraswasta
Indonesia yang bernama Suparman Sumahamijaya 1980) menyatakan bahwa
2
3

kewiraswastaan adalah seni, siasat dan silat dalam usaha dan kerja, dalam arti seni, silat
dan siasat menghadapi dan melawan resiko. Di mana resiko yang akan dihadapi oleh
seseorang dalam dunia bisnis adalah resiko kerugian, seperti produk (barang/jasa) tidak
laku, rusak, hilang, tidak dibayar, dll.
Wirausaha secara historis sudah dikenal sejak diperkenalkan oleh Richard Castillon
pada tahun 1755. Di luar negeri, istilah kewirausahaan telah dikenal sejak abad 16,
sedangkan di Indonesia baru dikenal pada akhir abad 20. Beberapa istilah wirausaha
seperti di Belanda dikenal dengan ondernemer, di Jerman dikenal dengan unternehmer.
Sejarah kewirausahaan dapat dibagi dalam beberapa periode:
1. Periode awal
Sejarah kewirausahaan dimulai dari periode awal yang dimotori
oleh pengusaha sebagai go-between adalah Marco polo, yang mencoba untuk
mengembangkan rute perdagangan hingga timur jauh. Dalam masanya, terdapat
dua pihak yakni pihak pasif dan pihak aktif. Pihak pasif bertindak sebagai
pemilik modal dan mereka mengambil keuntungan yang sangat banyak terhadap
pihak aktif.
Sedangkan pihak aktif adalah pihak yang menggunakan modal tersebut
untuk berdagang antara lain dengan mengelilingi lautan. Mereka menghadapi
banyak resiko baik fisik maupun sosial akan tetapi keuntungan yang diperoleh
sebesar 25%. Yang selanjutnya akan dibedakan antara pemilik modal dengan
wirausaha atau yang menjalankan usaha tersebut.
2. Abad pertengahan
Kewirausahaan berkembang di periode pertengahan, pada masa
ini wirausahawan dilekatkan pada aktor dan seorang yang mengatur proyek
besar. Mereka tidak lagi berhadapan dengan resiko namun mereka menggunakan
sumber daya yang diberikan, yang biasanya yang diberikan oleh pemerintah.
Tipe wirausahaawan yang menonjol antara lain orang yang bekerja dalam
bidang arsitektural (baik arsiteknya sebagai perancang yang menjual jasa
ataupun pekerja yang mengerjakan jasa tersebut dan yang memberikan modal
sekaligus menjadi manajer bagi mereka).
3. Abad 17
Di abad 17, seorang ekonom, Richard Cantillon, menegaskan bahwa seorang
wirausahawan adalah seorang pengambil resiko, dengan melihat perilaku
4

mereka yakni membeli pada harga yang tetap namun menjual dengan harga
yang tidak pasti. Ketidakpastian inilah yang disebut dengan menghadapi resiko.
4. Abad 18
Berlanjut di abad ke 18, seorang wirausahawan tidak dilekatkan pada
pemilik modal, tetapi dilekatkan pada orang-orang yang membutuhkan modal.
Wirausahawan akan membutuhkan dana untuk memajukan dan mewujudkan
inovasinya. Pada masa itu dibedakan antara pemilik modal dan wirausahawan
sebagai seorang penemu. Para ahli membedakan pengertian investor (venture
capitalist) atau orang yang memiliki modal dengan orang yang membutuhkan
modal atau wirausaha. Salah satu penyebab terjadi pemisahan ini adalah karena
revolusi industri yang melanda dunia. Berbagai penemuan terjadi pada abad ini
sebagai reaksi terhadap perubahan dunia.
Seperti Eli Whitney dan Thomas Edison, kedua orang ini berhasil
mengembangkan era teknologi baru tetapi mereka tidak mempunyai modal
untuk membiayai riset mereka dan penelitian mereka. Eli Whitney membiayai
mesin pemisah kapas dari bijinya dengan menggunakan pinjaman pemerintah,
sedangkan Thomas Edison membiayai usaha riset listrik dan kimianya dari
sumber dana perseorangan (private source). Baik Eli maupun Thomas adalah
pengguna modal (wirausaha) bukan sebagai pemasok dana (venture capitalist).
Seorang pemasok dana adalah seorang manajer keuangan professional yang
menginvestasikan uangnya pada investasi yang beresiko dalam bentuk
penyertaan modal untuk mendapatkan hasil yang tinggi dari investasi tersebut.
5. Abad 19
Sedangkan di abad ke 19 dan awal abad 20, wirausahawan didefinisikan
sebagai seseorang yang mengorganisasikan dan mengatur perusahaan untuk
meningkatkan pertambahan nilai personal. Dimana, Wirausaha tidak dibedakan
dengan manajer dan hanya dilihat dari pandangan ekonom.
Wirausaha mengorganisir dan mengoperasikan perusahaan untuk manfaat
pribadi. Ia membiayai bahan baku yang digunakan dalam bisnis, tanah, gaji
karyawan, dan modal yang diperlukan. Ia memberikan kontribusi inisiatif,
keahlian dalam pembuatan perencanaan, pengorganisasian, dan administratur
perusahaan. Ia harus menanggung resiko rugi karena hal-hal yang tidak dapat
dikontrolnya. Nilai bersih keuntungan pada akhir tahun atau masa menjadi
keuntungannya. Wirausaha yang dikenal pada masa ini adalah Andrew Carnegie,
5

ia tidak menemukan sesuatu tetapi hanya mengadopsi dan membentuk teknologi


baru dan produk menjadi penting dan menghasilkan. Ia berhasil membawa
industri baja Amerika menjadi industri yang tidak henti-hentinya ketimbang
menghasilkan suatu penemuan atau kreativitas tertentu.
6. Abad 20 sampai sekarang
Pada abad ini, gagasan wirausaha sebagai penemu mulai dikenalkan; Fungsi
wirausaha adalah untuk melakukan reformasi atau revolusi pola-pola produksi
dengan mengeksploitasi penemuan atau, secara umum, menggunakan teknologi
baru (yang sebenarnya belum pernah dicoba orang lain) untuk menghasilkan
produk baru atau menghasilkan produk lama dengan cara baru, membuka
sumber bahan baku baru, membuka pasar baru, dengan mengorganisir kembali
industri yang ada sekarang. Konsep inovasi sangat menonjol pada masa ini.
Inovasi untuk mengenalkan sesuatu yang baru adalah sebagian dari tugas berat
wirausaha. Inovasi tidak saja membutuhkan kemampuan untuk menghasilkan
dan mengembangkan konsep tetapi juga harus mengerti segala kekuatan yang
bekerja atau terdapat di lingkungan (sekitarnya). Sesuatu yang baru bisa berupa
produk baru atau sebuah sistem baru, untuk simplikasi struktur organisasi baru.
Kemampuan inovasi adalah sebuah instinks yang membedakan seseorang
dengan orang lain. Jadi Sedangkan Ilmu kewirausahaan di Indonesia baru
dikenalkan pada akhir abad ke 20, namun praktiknya sudah sejak dulu ada,
bahkan sejak jaman colonial kegiatan perniagaan dan bisnis sudah ada di
Indonesia. Pada akhir abad 20, pendidikan kewirausahaan dipelajari baru
terbatas pada beberapa sekolah dan perguruan tinggi saja. Pendidikan
kewirausahaan melalui pendidikan formal maupun pelatihan-pelatihan di segala
lapisan masyarakat semakin berkembang seiring dengan perkembangan dan
tantangan ekonomi seperti krisis moneter yang sempat melanda di akhir tahun
90-an.

C. Pentingnya Kewiraswastaan bagi Konselor


Proses konseling yang berkualitas akan muncul dari konselor yang berkualitas,
sehingga tujuan konseling dapat tercapai dengan berkualitas tinggi. Tuntutan
profesionalisme guru BK dan konselor merupakan hal yang tidak dapat diragukan lagi,
jika kita ingin meningkatkan kualitas pendidikan di negeri ini. Selama ini ada anggapan
bahwa rendahnya kualitas pendidikan Indonesia terkait dengan rendahnya tingkat
6

kesejahteraan guru. Akibatnya guru (BK) mengerjakan pekerjaan sampingan untuk


mencukupi kebutuhan hidupnya (Isrososiawan, 2013).
Sehingga konselor perlu menumbuhkan jiwa kewirausahaan seperti keterampilan,
kemampuan, atau kompetensi. Kompetensi itu sendiri ditentukan oleh pengetahuan dan
pengalaman usaha. Seseorang wirausaha adalah seseorang yang memiliki jiwa dan
kemampuan tertentu dalam berkreasi dan berinovasi. Ia adalah seseorang yang memiliki
kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru dan berbeda atau kemampuan kreatif
dan inovatif. Kemampuan kreatif dan inovatif tersebut secara nyata yang tercermin
dalam kemampuan dan kemauan untuk memulai usaha, kemampuan untuk mengerjakan
sesuatu yang baru, kemauan dan kemampuan untuk men-cari peluang, kemampuan dan
keberanian untuk menanggung risiko dan kemampuan untuk mengembangkan ide dan
meramu sumber daya (Purhantara, 2013).

D. Tantangan Masa Depan


Tantangan besar yang dihadapkan kepada bangsa kita sekarang ini adalah seperti
banyaknya tenaga kerja, lapangan kerja yang sangat terbatas, rendahnya produktivitas,
masih belum optimalnya penggunaan sumber daya alam serta ketidakstabilan ekonomi.
Sehingga peluang untuk meningkatkan produktivitas bangsa melalui pengembangan
kewirausahaan sangat diperlukan dan masih terbuka lebar (Ani Pinayani, 2006).
Disamping itu fasilitas yang disediakan, baik secara kondisi dan ketersediaan serta
kesiapan sumber daya di masyarakat sendiri akhirnya turut menentukan ruang lingkup,
intensitas dan wajah perilaku kewirausahaan. Pendidikan kewirausahaan yang relevan
dan memenuhi persyaratan mengenai baik secara kurikulum, silabus, instruktur/ guru,
peserta, sistem penilaian, proses dan hasil pendidikannya itu tentu akan melahirkan
pewirausaha masa depan yang prospektif .
Dalam hal ini, pemerintah RI tidak boleh bersifat diskriminatif atas dasar apapun.
Semua kelompok dan golongan dalam masyarakat mempunyai hak yang sama, maka
sekarang tergantung pada tiap individu atau tiap kelompok dan golongan tersebut. Siapa
orang-orang yang pada dasarnya akan mencari dan menumbuhkan peluang bisnis.
Apabila hal ini berjalan baik, maka prospek masa depan kewirausahaan Indonesia akan
lebih baik dari keadaan sekarang (Ani Pinayani, 2006).
Pengembangan kewirausahaan saat ini sangat dibutuhkan dalam rangka
memperluas kesempatan kerja serta mempersiapkan keunggulan bersaing bangsa
Indonesia pada era pasar global. Oleh karena itu perlu dibentuk struktur bisnis pada
7

setiap perguruan tinggi yang berfungsi untuk menumbuhkan pengembangan


kewirausahaan ke dalam proses belajar dan mengajar. Sehingga perlu diciptakannya tim
kerja, komitmen pimpinan, hubungan antar lembaga baik di dalam maupun di luar
perguruan tinggi (Ani Pinayani, 2006).
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kewiraswastaan (Entrepreneurship) merupakan suatu profesi/pekerjaan yang
dilakukan oleh seseorang secara profesional di bidang dunia usaha/bisnis. Wiraswasta
(Entrepreneur) adalah seseorang yang mempunyai sikap mental yang positif, sehingga
berani berusaha di atas kemampuannya sendiri. Sikap Mental Wiraswasta (Entrepreneur
Mental Attitude) adalah kecenderungan di dalam diri seorang wiraswasta untuk
bertingkah laku kewiraswastaan (entrepreneurial behavior) di dalam menanggapi obyek
dunia usahanya dengan mendasarkan diri pada pengetahuan dan perasaannya tentang
nilai-nilai kewiraswastaan (entrepreneurship values).
Sejarah kewiraswataan Periode Awal, Sejarah kewirausahaan dimulai dari periode
awal yang dimotori oleh Marcopolo. Dalam masanya, terdapat dua pihak pasif dan pihak
aktif. Pihak pasif bertindak sebagai pemilik modal dan mereka mengambil keuntungan
yang sangat banyak terhadap pihak aktif. Abad Pertengahan, Kewirausahaan
berkembang di periode pertengahan, pada masa ini wirausahawan dilekatkan pada aktor
dan seorang yang mengatur peroyek besar. Mereka tidak lagi berhadapan dengan resiko
namun mereka menggunakan sumberdaya yang diberikan, yang biasanya diberikan oleh
pemerintah. Tipe wirausahawan yang menonjol antara orang yang bekerja dalam bidang
arsitektural. dengan menghadapi resiko. Di abad 17 seorang ekonom, Richard Cantillon,
menegaskan bahwa seorang wirausahawan adalah seorang pengambil resiko, dengan
melihat perilaku mereka yakni membeli pada harga yang tetap namun menjual dengan
harga yang tidak pasti. Ketidakpastian inilah yang disebut dengan menghadapi
resiko. Berlanjut ke abad 18, seorang wirausahawan tidak dilekatkan pada pemilik
modal, tetapi dilekatkan pada orang-orang yang membutuhkan modal. Wirausahawan
akan membutuhkan dana untuk memajukan dan mewujudkan inovasinya. Pada masa itu
dibedakan antara pemilik modal dan wirausahawan sebagai seorang penemu. Sedangkan
di abad 19 dan akhir 20, Wirausahawan didefinisikan sebagai seseorang yang
mengorganisasikan dan mengatur perusahaan untuk meningkatkan pertambahan nilai
personal. Pada abad 20, inovasi melekat erat pada wirausahawan di masa sekarang.
Tantangan besar yang dihadapkan kepada bangsa kita sekarang ini adalah seperti
banyaknya tenaga kerja, lapangan kerja yang sangat terbatas, rendahnya produktivitas,
masih belum optimalnya penggunaan sumber daya alam serta ketidakstabilan ekonomi.

8
9

B. Saran
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini, untuk
itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi
perbaikan makalah ini untuk kedepannya.
KEPUSTAKAAN

Idrus, Syafie. 1999. Membangun Ekonomi melalui Kewiraswastaan. Malang: FE UB.


Isrososiawan, Safroni. 2013. Aplikasi Kecerdasan Emosional dalam Perilaku Organisasi.
Society: Jurnal Jurusan Pendidikan IPS Ekonomi. Vol. 4, No, 1.
Kurniati, R.A.E dkk. 2022. Kewiraswastaan. Bandung: Widina Bhakti Persada.
Pinayani, Ani. 2006. Prospek Masa Depan Kewirausahaan di Indonesia. Jurnai Ekonomi dan
Koperasi. Vol. 1, No. 1.
Purhantara, Wahyu. 2013. Analisis Kepemilikan Jiwa Kewirausahaan: Evaluasi Outcome
Pendidikan Menengah Di Jawa. Jurnal Economia. Vol. 9, No. 2.
Soemanto, Wasty. 1992. Pendidikan Wiraswasta. Lampung: Bumi Aksara.
Sumahamijaya, Suparman.1980. Membina Sikap Mental Wiraswasta. Jakarta: Gunung Jati.
Rashid, Thaufick. 1981. Wiraswasta Orientasi Konsepsi dan Ikrar. Bandung: Tugas
Wiraswasta.
Wiratmo, Masykur. 1996. Wiraswasta dan Pendidikan. Jakarta: Gramedia

10

Anda mungkin juga menyukai